*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Di
wilayah provinsi Nusa Tenggara ada sebanyak 16 kelompok populasi dengan 68
dialek bahasa. Jumlah tersebut tidak sedikit di wilayah yang relatif kecil. Ada
dialek bahasa yang penuturnya banyak dan ada juga yang sedikit. Bahasa Kalela
terdapat di kecamatan Atadei dan kecamatan Naga Wutung di pulau Lembata.
Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Kalela (Kawela) merupakan bahasa tersendiri. Persentase perbedaannya di atas 81 persen jika dibandingkan dengan bahasa-bahasalain, misalnya dengan bahasa Lamaholot dan Kedang. Dialek adalah Katakeja (Kalikasa), Lerek dan Boto. Sebaran di Kec. Atadei pulau Lembata kabupaten Lembata (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Kalela di pulau Lembata diantara bahasa Lamaholot dan bahasa Kedang? Seperti disebut di atas bahasa dituturkan di pulau Lembata. Bahasa Galela di pulau Halmahera. Lalu bagaimana sejarah bahasa Kalela di pulau Lembata diantara bahasa Lamaholot dan bahasa Kedang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Kalela di Pulau Lembata Diantara Bahasa Lamaholot dan Bahasa Kedang; Bahasa Galela di Halmahera
Sejak era Portugis nama pulau diidentifikasi sebagai pulau Lomblen. Namun bagaimana pulau Lomblen kurang terinformasikan. Dalam perkembangannya nama pulau Lomblen adakalanya dipertukarkan dengan nama Lombatta (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1844). Besar dugaan karena preferensi orang Belanda. Dalam peta laut angkatan laut Pemerintah Hindia Belanda dinyatakan pulau Lombatta yang dalam deskripsi disebut pulau Lombatta atau Lomblen.
Di masa lampau, orang-orang Portugis yang memiliki pekpentingan di
wilayah pulau Solor, Sumba dan Timor. Wilayah ini pertama kali dikunjungi pelaut-pelaut
Portugis pada tahun 1511. Pada tahun 1557 misionaris Portugis membuka stasion
di Lahajong. Dengan semakin meningkatnya kepentingan Portugis di kawasan pada
tahun 1575 pertahan di Amboina diperluas dengan membangun benteng di Solor dan
di Kopang (Timor). Pada tahun 1613 dua benteng ini ditaklukkan pelaut Belanda.
Pusat Portugis di Koepang bergeser ke bagian timur pulau (kini Timoer Leste).
Meski demikian adanya, para misionaris tetap memperluas misi di berbagai
wilayah yang masih sepi. Wilayah ini sempat ditinggalkan VOC tahun 1628 tetapi
kembali pada tahun 1639. Pasca Malaka ditaklukkan VOC/Belanda tahun 1641
sebanyak 12 pastor pindah dari Malaka ke wilayah Portugis yang masih tersisa
dengan membuka stasion misi seperti di Larantoela dan Ende. Dalam
perkembangannya Portugis membangun benteng baru di pulau Ende. Demikian
seterusnya pasang surut antara Belanda dan Portugis di Kawasan.
Dengan tersedianya peta laut di kawasan, dalam perkembangannya hasil-hasil perundingan antara Belanda dan Portugis suatu undang-undang baru di Belanda disahkan. Isi undang-undang tersebut untuk menyetujui perjanjian mengenai pengaturan tanah milik Belanda dan Portugis di Timor dan pulau-pulau yang bergantung padanya. Undang-undang disetejui pada tanggal 20 April 1859. Isinya sebaga berikut:
Yang Mulia Raja Belanda dan Yang Mulia Raja Portugal dan Algarvia,
setelah memandang perlu untuk mengakhiri ketidakpastian yang ada, mengenai
batas-batas wilayah kekuasaan Belanda dan Portugis. di Kepulauan Timor dan
Solor, dan ingin mencegah selamanya kesalahpahaman yang dapat timbul dari
deskripsi yang salah mengenai daerah-daerah kantong yang besar dan terlalu
banyak, untuk tujuan memahami diri mereka sendiri dalam hal ini, telah
memberikan kekuasaan penuh mereka. yaitu: Yang Mulia Raja Belanda, Tuan Tuan
Pengawal Maurits Jan Lodewijk Jacob Henderik Anton Heldewier, ksatria ordo
Mahkota Ek dan Legiun Kehormatan, kuasa usaha Belanda untuk pemerintahan Yang Mulia
Belanda, dan Yang Mulia Raja Portugal dan Algarvia, Tuan Antonio Maria de
Fontes Pereira de Mello, ksatria ordo Menara dan Pedang kuno dan sangat mulia. Keberanian,
Kesetiaan dan Kebajikan, dari St. Benoit d'Avia, dari Isabella la Catoliea,
Salib Agung Ordo Leopold di Belgia dan ordo Charles III dari Spanyol, anggota
Dewan Yang Mulia Yang Mulia, anggota dari Dewan Kolonial, kapten para insinyur
dan Menteri serta Sekretaris Negara Dalam Negeri, dll, dll; yang setelah saling
mengkomunikasikan kekuasaan-kekuasaan tersebut, dalam bentuk yang baik dan
sebagaimana mestinya, telah sepakat untuk membuat perjanjian pemisahan dan
pertukaran perbatasan, yang memuat pasal-pasal berikut: Art. 1. Batas-batas
antara wilayah kekuasaan Belanda dan Portugis di Pulau Timor adalah: di sebelah
utara adalah batas yang memisahkan Cova van Juanilo, dan di sebelah selatan
adalah batas yang memisahkan Suai van Lakecune. Di antara kedua titik ini
batas-batas kedua harta benda itu sama dengan batas-batas negara tetangga
Belanda dan Portugis. Negara-negara bagian tersebut adalah Tolgende:
Negara-negara bagian yang berdekatan di bawah Belanda. daerah: Juanilo,
Silawang, Fialarang (Fialara), Lamaksanulu, Lamakanée, Naitimu (Nartimu), Manden,
Dirma, Lakecune. Negara-negara tetangga di bawah Portugal, daerah: Cova, Balibo,
Lamakitu, Tafakaij atauTakag, Tatumea, Lanken, Dacolo, Tamiru Eulalang
(Eulaleng), Suai. Art. 2. Belanda mengakui kedaulatan Portugal atas semua
negara bagian yang terletak di sebelah timur perbatasan yang ditetapkan,
kecuali negara bagian Belanda Maucatar atau Calulilène (Colunicène), yang
termasuk dalam negara bagian Lamakitu di Portugis, Tanterine, Follafaix
(Follafait) dan Suai. Portugal mengakui kedaulatan Belanda atas semua negara
bagian yang terletak di sebelah barat perbatasan tersebut, kecuali wilayah
Oikoussi, yang tetap menjadi wilayah Portugis. Art 3. Daerah kantong van
Oikoussi berisi negara bagian Ambenu, dimana pun bendera Portugis dikibarkan di
sana, negara bagian Oikoussi yang sebenarnya dan negara bagian Noimuti. Batas enclave
tersebut adalah batas antara Ambenu dan Amphoang di sebelah barat; Insana dan
Ruboki (Beboki), termasuk Cisale, di timur, dan Sonnebait, termasuk Amakono dan
Tunebaba (atau Timebabaj) di selatan. Art 4. Di pulau Timor, Portugal mengakui
kedaulatan Belanda atas negara bagian Amarassi Bibico (Traijnico, Waijniko),
Buboque (Reboki), Derima (Dirma), Fialara (Fialarang), Lamakanée, Nira (Lidak),
Juanilo, Mena dan Fulgarite dari Folgarita (negara bagian Harnenno). Belanda
adalah bagian dari Portugal dari kerajaan Moubara, Maubara, dan bagian dari
Ambenu atau Ambeno, Sutrana, yang telah beberapa tahun mengibarkan bendera
Portugis.Segera setelah itu akan terjadi pertukaran ratifikasi perjanjian ini
oleh mereka. Yang Mulia Raja Belanda dan Raja Portugal, akan diberitahukan
kepada pemerintah Belanda hokekuasaan tertinggi di Hindia Belanda memerintahkan
kerajaan Moubara, Maubara, diserahkan kepada kekuasaan tertinggi Portugis di
Timor Dilly. Art. 6. Belanda melepaskan segala klaimnya atas Pulau Kambing,
Pulo Kambing, sebelah utara Dilly, dan mengakui kedaulatan Portugal atas pulau
tersebut. Art. 7. Portugal menyerahkan aset-aset berikut kepada Belanda; di
Pulau Flores, negara bagian Larantuca, Sicca dan Paga beserta sekitarnya; di
pulau Adenara, den negara bagian Wouré; di pulau Solor, negara bagian Pamangkajoe.
Portugal membatalkan semua klaim yang mungkin diajukannya terhadap negara
bagian atau tempat lain yang terletak di pulau-pulau tersebut di atas, atau
terhadap pulau-pulau Lomblen, Pantar dan Ombaij, baik negara-negara tersebut
mengibarkan bendera Belanda atau Portugis. Art 8. Akibat ketentuan pasal
sebelumnya, Belanda memperoleh kepemilikan secara keseluruhan dan tidak terbagi
atas seluruh pulau-pulau yang terletak di utara Timor, yaitu: Flores, Adenara,
Solor, Lomblen, Pantar (Quantar) dan Ombaij, beserta pulau-pulau kecil di
sekitarnya. pulau yang berbatasan dengan kepulauan van Solor. Art 9. Sebagai
kompensasi atas kerugian Portugal dalam pertukaran aset bersama tersebut di
atas, pemerintah Belanda akan: 1. memberikan kepada pemerintah Portugis qui tam
penuh sejumlah delapan puluh ribu gulden, yang dipinjam dari pemerintah Hindia
Belanda pada tahun 1851 oleh pemerintah milik Portugis di Kepulauan Timor; 2.
selain itu, untuk menyediakan kepada pemerintah Portugis sejumlah seratus dua
puluh ribu gulden Belanda. Jumlah ini akan dibayarkan satu bulan setelah
pertukaran ratifikasi perjanjian ini. Art 10. Kebebasan beragama dijamin
bersama bagi penduduk negara-negara yang diberikan oleh perjanjian ini. Art 11.
Perjanjian ini harus mendapat persetujuan badan legislatif, sesuai dengan
persyaratan konstitusional yang ada di Belanda dan Portugal, akan diratifikasi
dan ratifikasi akan dipertukarkan di Lisbon dalam waktu delapan bulan atau
lebih awal, jika memungkinkan. Sebagai bukti, para pemegang kekuasaan penuh
bersama telah menandatangani perjanjian ini dan membubuhkan stempel tangan
mereka pada perjanjian ini. Dilakukan di Lisbon, tanggal 20 April 1859. M. Heldewiwe.
A.M. Defonter Preira de Mello.) Untuk salinan asli, M. Heldewier (lihat Nieuw
Amsterdamsch handels- en effectenblad, 24-06-1859)
Dalam perjanjian perbatasan wilayah ini disebut nama Lomblen yang sepenuhnya menjadi wilayah yurisdiksi Belanda. Dalam perjanjian ini juga disebutkan kebebasan beragama. Oleh karena di berbagai pulau sudah sejak lama menjadi wilayah misi Katolik (Portugis) maka dimungkinkan para misionaris Portugis bekerja/melayani dengan mengikuti aturan yurisdiksi Pemerintah Hindia Belanda. Lantas apakah sudah ada stasion misi Portugis di wilayah pulau Lomblen? Yang jelas pusat misi berada di Larantuka dan di Ende.
Satu hal lain yang menarik dari perjanjian Belanda – Portugis tersebut
soal ‘itus’ yang mana sebelumnya tahun 1851 Pemerintah Timor Portugis pernah
meminjam uang kepada Pemerintah Hindia Belanda yang dalam perjanjian dialihkan
dari Pemerintah Belanda ke Pemerintah Portugis. Sebanyak 80.000 gulden plus 120.000
gulden. Nilai sebesar 200.000 gulden ini diduga konpensasi pengambilan hal
wilayah (tanah) di sejulah pulau yang dimiliki misinaris Portugis dan property yang
dibangun di atasnya. Pertanyaannnya mengapa Pemerintah Timor Portugis melakukan
peminjaman? Apakah dalam situasi krisis keuangan atau bangkrut? Yang jelas
dalam hal ini dalam posisi lemah Portugis harus menyerahkan wilayahnya dan
menjadi keuntungan bagi Belanda, terutama untuk lebih menatan wilayah
administrasi wilayah menjadi lebih efektif. Membiarkan wilayah kantorg Oukisa
mungkin dianggap tidak terlalu mengganggu. Dan boleh jadi tidak cukup dana
Pemerintah (Hindia) Belanda untuk mengkoversinya.
Setelah perjanjian Belanda-Portugis, wilayah administasi residentie Timor en Onderh segera dibentuk (lihat Stbls. 1860 No.101) yang terdiri empat afdeeling salah diantaranya Afdeeling Larantoeka en Ondcrhoorigheden. Afdeeling ini terdiri atas Pulau Flores bagian Timur dan Utara, sepanjang termasuk dalam Kresidenan Timor, serta Kepulauan Solor dan Alor, terbagi menjadi 4 onderafdeeling: (1). Larantouka atau Flores Timur; (2) Flores Utara; (3). Solor, terdiri dari pulau Adonara, Solor dan Lomblen atau Kawela; (4) Alor, terdiri dari pulau Alor atau Ombaai dan Pandij ot Pantar dengan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Dalam pembagian wilayah residentie ini nama yang sebelumnya
didientifikasi Lombatta atau Lomblen digantikan menjadi Lomblen atau Kawela.
Dengan kata lain ada tiga nama yang muncul untuk nama pulau: Lomblen, Lombatta
dan Kawela. Yang jelas memang di wilayah bagian barat pulau terdapat nama Lombatta
dan Kalela. Dua nama tengah bersaing untuk menjadi nama tunggal.
Tampaknya selama ini di wilayah pulau Lomblen (Lombatta atau Kaweal) belum ada kegiatan misi Portugis. Misi Katolik pertama tampaknya baru terjadi setelah terbentuknya residentie Timor en Onderh. Namun bukan misionaris Portugis, tetapi misionaris Katolik Belanda (lihat De Katholieke Missoen 1895). Disebutkan misionaris Belanda membuka stasion di Lamararap.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Bahasa Galela di Halmahera: Tempo Doeloe Disebut Bahasa Gilolo
Nama Lomblen adakalanya dipertukarkan dengan nama Kawela (lihat De Preanger-bode, 04-04-1907). Namun dalam perkembangannya nama Lombatta inilah yang menjadi nama pulau menggantikan nama Lomblen. Boleh jadi hal itu karena sudah dicatat dalam peta laut Hindia Belanda. Lantas bagaimana dengan Kalela? Pada era Portugis nama Kalela atau Kawela disebut Galiou.
Sebelumnya nama Kalela diketahui sebagai nama orang yang umum ditemukan
di Sulawesi. Dan juga ditemukan nama yang digunakan di Eropa. Nama Kalela
sebagai pengganti Kawela paling tidak terinformasikan pada tahun 1912 (lihat De
nieuwe vorstenlanden, 25-05-1912). Boleh jadi nama Kalela lebih popular dari
nama Kawela.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar