Tampilkan postingan dengan label Sejarah Bangka Belitung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Bangka Belitung. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 08 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (34):Geomorfologi Pulau Belitung, Antara Selat Karimata-Selat Gaspar; Tanah Aluvial, Kwarsa dan Granit


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Kepulauan Belitung, pulau besar Billiton diantara pulau Mendanau di barat dan pulau Nangka di utara. Pulau Mendanau Sebagian besar daratannya terbentuk dari tanah alluvial, sedangkan pulau Nangka awalnya merupakan pulau karang. Seperti halnya pulau Bangka dan pulau Karimata, secara geomorfologis, pulau Belitung haruslah menjadi perhatian dalam perjalanan sejarah.


Geomorfologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang bentuk alam dan proses yang membentuknya. Para ahli geomorfologi mencoba untuk memahami kenapa sebuah bentang alam terlihat seperti itu, untuk memahami sejarah dan dinamika bentang alam. Geomorfologi dipejari di geografi, geologi, geodesi, arkeologi, dan teknik kebumian. Geomorfologi telah menjadi sebuah disiplin ilmiah sebelum abad ke-17 Masehi. Pada dasarnya ruang lingkup kajian dari geomorfologi adalah bentuk permukaan Bumi. Dalam pembahasan ilmiah, bentuk permukaan Bumi ini meliputi penemuan dan pengenalan bentuk lahan dan faktor-faktor pembentuknya. Geomorfologi juga membahas tentang sejarah dan asal-usul bentuk lahan. Geomorfologi menetapkan objek kajiannya adalah bentuk lahan. Proses pembentuk utama yang bertanggung jawab terhadap pembentukan topografi adalah angin, ombak, cuaca, pergerakan tanah, aliran air, gletser, tektonik, dan vulkanik. Geomorfologi memiliki keterkaitan dengan geografi. Kedua jenis keilmuan ini saling membutuhkan satu sama lain. Keterkaitan antara geomorfologi dan geografi berkaitan dengan ilmu geografi yang disebut geomorfologi geografi. Ruang lingkup ilmunya meliputui hubungan antara geomorfologi dengan objek material dalam geografi. Kajian geomorfologi geografi menghasilakan ilmu bentang lahan, bentang alam dan bentang geografi (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah geomorfologi Pulau Belitung, antara Selat Karimata dan Selat Gaspar?  Seperti disebut di atas, pendekatan geomorfologis dalam sejarah masih kurang mendapat perhatian, lebih-lebih dalam hal ini perhatian terhadap geomorfologis kepulauan Belitung. Pulau Belitung sendiri terdiri dari tanah aluvial, kwarsa dan granit. Lalu bagaimana sejarah geomorfologi Pulau Belitung, antara Selat Karimata dan Selat Gaspar? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 07 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (33): Teks 1365 M Negarakertagama Tidak Ada Nama Bangka Belitung; Mengapa Hanya Nama Palembang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Banyak sumber sejarah pada era Pemerintah Hindia Belanda bahkan yang berasal dari era Portugis dan era VOC. Namun sangat minim sumber sejarah era sebelumnya. Dari sumber yang terbatas, selain dari catatan Tiongkok dan Arab, ada teks prasasti dan teks Negarakertagama. Satu yang menjadi pertanyaan dalam teks Negarakertagama yang ditulis pada tahun 1365 tidak ada nama yang menyebutkan di Bangka dan Belitung. Di Sumatra Selatan sendiri hanya menyebut nama Palembang saja. Mengapa?


Kakawin Nagarakretagama (Nāgarakṛtâgama) karya Empu Prapañca bisa dikatakan merupakan kakawin Jawa Kuno yang paling termasyhur. Kakawin ini adalah yang paling banyak diteliti pula. Kakawin yang ditulis tahun 1365 ini, pertama kali ditemukan kembali pada tahun 1894 oleh J.L.A. Brandes, seorang ilmuwan Belanda yang mengiringi ekspedisi KNIL di Lombok. Dia menyelamatkan isi perpustakaan Raja Lombok di Cakranagara sebelum istana sang raja itu dibakar oleh tentara KNIL. Judul kakawin ini, Nagarakretagama artinya adalah "Negara dengan Tradisi (Agama) yang suci". Nama "Nagarakretagama" sendiri tidak disebut dalam kakawin tersebut. Pada pupuh 94/2, Prapanca menyebut ciptaannya Deçawarnana atau uraian tentang desa-desa. Namun, nama yang diberikan oleh pengarangnya tersebut malah dilupakan oleh umum. Kakawin itu hingga sekarang biasa disebut sebagai Nagarakretagama. Nama Nagarakretagama tercantum pada kolofon naskah yang digarap Dr. J.L.A. Brandes: "Iti Nagarakretagama Samapta". Rupanya, nama Nagarakretagama adalah tambahan penyalin Arthapamasah pada bulan Kartika tahun saka 1662 (20 Oktober 1740). Nagarakretagama disalin dengan huruf Bali di Kancana. Naskah ini selesai ditulis pada bulan Aswina tahun Saka 1287 (September – Oktober 1365), penulisnya menggunakan nama samaran Prapanca, berdasarkan hasil analisis kesejarahan yang telah dilakukan diketahui bahwa penulis naskah ini adalah Dang Acarya Nadendra, bekas pembesar urusan agama Buddha di istana Majapahit. Dia adalah putra dari seorang pejabat istana di Majapahit dengan pangkat jabatan Dharmadyaksa Kasogatan (pejabat negara urusan agama Buddha). Penulis naskah ini menyelesaikan naskah kakawin Negarakretagama di usia senja dalam pertapaan di lereng gunung di sebuah desa bernama Kamalasana. Hingga sekarang umumnya diketahui bahwa pujangga "Mpu Prapanca" adalah penulis Nagarakretagama (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah teks 1365 Negarakertagama tetapi tidak ada nama disebut di Bangka Belitung? Seperti disebut di atas, teks Negarakerragama dapat dianggap sumber sejarah diantara minimnya sumber sejarah yang ada pada zaman itu. Dalam hal ini di Sumatera Selatan bahkan hanya nama Palembang saja yang disebut. Mengapa? Lalu bagaimana sejarah teks 1365 Negarakertagama tetapi tidak ada nama disebut di Bangka Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (32): Perusahaan Tambang Timah, Billiton Maatschappij pada Era Hindia Belanda: Inggris versus Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Seperti halnya berbicara perkebunan (plantation) di (afdeeling) Deli, nama Deli Maatschappij selalu di depan. Demikian juga di pulau (afdeeling) Belitung, nama Billiton Maatschappij dalam bidang pertambangan timah harus dibicarakan di depan. Kedua perusahaan besar ini dapat bertahan lama, yang juga merupakan dua diantara perusahaan semasa era Hindia Belanda yang berada di papan atas.


De Billiton Maatschappij was een Nederlandse mijnbouwmaatschappij die in de 19de en 20ste eeuw een belangrijke rol speelde in de tin- en ertswinning in Nederlands-Indië en later Indonesië. Deze industrie was in die periode een van de belangrijkste exportindustrieën in het gebied. Billiton's eerste ondernemingen omvatten het smelten van tin en lood in Nederland, gevolgd in de jaren 1940 door bauxietwinning in Nederlands-Indië en Suriname. Billiton opende een tinsmelterij en raffinagefabriek in Phuket, genaamd Thaisarco (Thailand Smelting and Refining Company, Limited). Tot aan haar vertrek uit Indonesië in 1958 werkte het bedrijf nauw samen met de nationale regering. Eerst was dit het Gouvernement van Nederlands-Indië, en na de Indonesische Onafhankelijkheidsoorlog (1945-1949) werd dit de regering van de staat Indonesië. Van 1972 tot 2001 stond het bedrijf bekend als Billiton International Metals BV, waarna het hernoemd werd naar BHP Billiton. De Billiton Maatschappij was tot 1972 onafhankelijk. In 1972 werd het onderdeel van Royal Dutch Shell, en in 1994 werd de maatschappij van Shell overgenomen door het mijnbouwbedrijf Gencor. De Billiton Maatschappij in Nederlands-Indië (1852-1942). Werknemers van de Billiton Maatschappij in de centrale werkplaats op Lipat Kadjang. Vóór de dekolonisatie van Nederlands-Indië vormde tinwinning op de eilanden Belitung en Singkep het hart van de activiteiten van de Billiton Maatschappij. Op 29 september 1860 werden haar statuten goedgekeurd door een vergadering van aandeelhouders in het hotel Groot Keizershof in Den Haag. Twee maanden later verwierf het bedrijf minerale rechten op de Billiton (Belitung) en Bangka-eilanden in de Nederlands-Indische archipel voor de oostkust van Sumatra. De firma werd in 1860 omgezet naar een naamloze vennootschap met de naam "Billiton Maatschappij" (BM). Aandeelhouders van deze nieuwe firma waren veelal familie van de oprichters en vertegenwoordigers van de Nederlandse adel (Wikipedia)

Lntas bagaimana sejarah perusahaan tambang timah, Billiton Maatschappij, era Hindia Belanda fo pulau Belitung? Seperti disebut di atas, persuahaan ini bertahan cukup lama karena deposit timah yang benyak di pulau Belitung. Wilayah ini awalnya diincar Inggris, tetapi Pemerintah Hindia Belanda ‘ngotot’ untuk mengusir Inggris dan tetap mempertahannkannya. Lntas bagaimana sejarah perusahaan tambang timah, Billiton Maatschappij, era Hindia Belanda fo pulau Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 06 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (31): Para Pelaut di Bangka Belitung;Navigasi Pelayaran Tempo Dulu hingga Era Pemerintah Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini

Sejarah navigasi pelayaran sudah ada jauh di masa lampau. Sebelum orang Tiongkok melaut, penduduk nusantara sudah menjadi pelaut. Kehadiran pelaut asing dari arah barat, India, Persia, Arab dan Eropa menambah dinamika para peluat di laut nusantara. Sejarah navigasi pelayran nusantara diduga berkembang lebih awal di pantai timur Sumatra dan panrtai utara Jawa. Mengapa. Dalam posisi inilah penting diperhatikan sejarah navigasi dan pelaut di Bangka dan Belitung.


Pelaut adalah orang yang bekerja di atas kapal sebagai bagian dari awaknya, dan dapat bekerja di salah satu dari sejumlah bidang yang berbeda yang terkait dengan operasi dan pemeliharaan kapal. Hal ini mencakup seluruh orang yang bekerja di atas kapal. Selain itu sering pula disebut dengan Anak Buah Kapal atau ABK. Profesi pelaut sudah lama ada, dan istilah pelaut memiliki asal-usul etimologis pada saat kapal layar menjadi moda transportasi utama di laut sejak jaman dahulu. Setiap pelaut atau awak kapal yang sedang bekerja di atas kapal memiliki jabatan tertentu dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing demi kelancaran operasional kapal tersebut. Awak kapal umumnya dibagi dalam 4 kategori utama, yaitu departemen dek, departemen mesin, departemen stewart, dan departemen lainnya. Tanggung jawab utama terletak di tangan nakhoda selaku pemimpin pelayaran. Jabatan perwira di departemen dek termasuk, tetapi tidak terbatas pada: nakhoda, mualim I, mualim II dan mualim III. Klasifikasi resmi untuk anggota yang tidak berijasah pada departemen dek adalah jurumudi dan kelasi. Mualim I bertanggung jawab pada muatan kapal. Mualim II menjadi petugas medis jika terjadi keadaan darurat medis di atas kapal, selain tanggung jawab utamanya sebagai perwira navigasi yang membuat rute pelayaran. Semua mualim bertugas di anjungan bersama dengan jurumudi selama 4 jam pagi dan 4 jam sore bergiliran saat kapal berlayar di laut (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pelaut di Bangka Belitung? Seperti disebut di atas, pelaut adalah orang yang bekerja di kapal/perahu laut. Sejarah pelaut di Indonesia bermula seiring dengan sejarah navigasi pelayaran tempo doeloe hingga era pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah pelaut di Bangka Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (30):Orang Laut di Belitung Tempo Dulu; Kini. Orang Sekak di Bangka - Orang Ameng Sewan di Belitung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Apakah masih ada orang laut yang masih hidup dengan kehidupannya di laut Indonesia? Mungkin ada mungkin tidak. Yang pasti tempo doeloe orang laut sudah dikenal luas karena dikenal hidup di laut. Pada masa itu, navigasi pelayaran di laut masih menjadi moda transportasi yang penting. Orang Laut menjadi bagian tak terpisahkan dalam navigasi pelayaran. Bagaimana dengan orang Laut sendiri di Bangka dan Belitung tempo doeloe?


Suku Laut atau sering juga disebut Orang Laut adalah suku menghuni kepulauan Riau. Istilah Orang Laut mencakup "berbagai suku dan kelompok yang bermukim di pulau-pulau dan muara sungai di kepulauan Riau-Lingga, pulau Tujuh, kepulauan Batam, dan pesisir dan pulau-pulau di lepas pantai Sumatra Timur dan Semenanjung Malaya bagian selatan." Sebutan lain adalah Orang Selat. Orang Laut dirancukan dengan suku bangsa maritim lainnya, Orang Lanun. Secara historis, Orang Laut adalah perompak. Mereka menjaga selat-selat, mengusir bajak laut, memandu para pedagang ke pelabuhan kerajaan-kerajaan. Bahasa Orang Laut memiliki kemiripan dengan Bahasa Melayu. Saat ini mereka umumnya bekerja sebagai nelayan. Seperti suku Bajau, Orang Laut dijuluki sebagai "kelana laut", karena berpindah-pindah di atas perahu. Orang Laut memegang peranan penting dalam mendukung kejayaan kerajaan-kerajaan di Selat Malaka. Pada zaman Sriwijaya mereka berperan sebagai pendukung imperium. Saat Belanda bermaksud menyerang Johor yang mulai bangkit menyaingi Malaka--yang pada abad ke-17 direbut Belanda atas --Sultan Johor mengancam untuk memerintahkan Orang Laut untuk menghentikan perlindungan Orang Laut pada kapal-kapal Belanda. Pada 1699 Sultan Mahmud Syah, keturunan terakhir wangsa Malaka-Johor, terbunuh. Orang Laut menolak mengakui wangsa Bendahara yang naik tahta sebagai sultan Johor yang baru. Ketika pada 1718 Raja Kecil, mengklaim hak atas tahta Johor, Orang Laut memberi dukungannya. Namun dengan dukungan prajurit-prajurit Bugis Sultan Sulaiman Syah dari wangsa Bendahara berhasil merebut kembali tahta Johor. Dengan bantuan orang-orang Laut (orang suku Bentan dan orang Suku Bulang) membantu Raja Kecil mendirikan Kesultanan Siak. Pada abad ke-18 peranan Orang Laut sebagai penjaga Selat Malaka untuk Kesultanan Johor-Riau pelan-pelan digantikan oleh suku Bugis (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Orang Laut di Bangka dan Belitung tempo doeloe? Seperti disebut di atas pada masa ini disebut keberadaan Orang Sekak di Bangka dan Orang Ameng Sewan di Belitung. Orang Laut hidup di laut. Lalu bagaimana sejarah Orang Laut di Belitung tempo doeloe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 05 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (29):Kota Manggar Tempo Dulu, Pantai Timur Belitung; Muara Sungai Manggar - Gunung Boeroeng Mandi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Manggar pada dasarnya nama kuno, nama yang berasal dari masa lampau. Nama Manggar mirip dengan nama Manggarai. Mangga adalah nama tempat pada masa lalu. Mangga dalam hal ini dibedakan dengan mangga sebagai buah/pohon. Nama tempat Mangga sejaman dengan nama tempat Nangga. Nama tempat Nanggar ditemukan di Tapanuli Selatan dan Simalungun hingga pulau Madura. Lagu Si Nanggar Tullo terkenal dari tanah Batak. Hal itulah mengapa nama Manggar di pulau Belitung diduga memiliki sejarah yang panjang. Nama tempat Manggar juga ditemukan antara lain di Kalimantan Timur.


Manggar adalah sebuah kecamatan dan sekaligus ibu kota dari Kabupaten Belitung Timur di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Manggar awalnya didirikan sebagai pusat penambangan timah pada abad ke-19. Pada dasawarsa 1860-an, seorang ahli tambang Belanda dari Billiton Maatschappij yang bernama De Groot menjelajahi wilayah Manggar dan membentuk sebuah distrik penambangan yang disebut Burung Mandi Lenggang. Pada tahun 1863, sebuah tambang timah didirikan di sebelah kanan Sungai Manggar, dan nama distriknya pun diganti menjadi Manggar pada tahun 1866. Para pendatang dari Tiongkok diperbolehkan masuk ke Manggar pada 8 Oktober 1871, dan tanggal inilah yang dipilih sebagai hari jadi Manggar. Pada akhir tahun 1945, ketika Revolusi Nasional Indonesia sedang berlangsung, aparat Belanda menduduki kembali kota ini, walaupun mereka menghadapi perlawanan dari Tentara Nasional Indonesia. Pada dasawarsa 1980-an, Kecamatan Manggar sudah menjadi salah satu dari empat kecamatan di Pulau Belitung. Manggar menjadi ibu kota Kabupaten Belitung Timur setelah pembentukan kabupaten tersebut pada tahun 2003. Kecamatan Manggar terbagi menjadi sembilan desa: Kelub, Padang, Lalang, Lalang Jaya, Kurnia Jaya, Baru, Bentaian Jaya, Mekar Jaya, dan Buku Limau. Tokoh terkenal Yusril Ihza Mahendra (kelahiran 1956) dan Basuki Tjahaja Purnama (kelahiran 1966) (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Manggar tempo doeloe dan pertambangan timah? Seperti disebut di atas, kota Manggar berada di muara sungai Manggar di pantai timur pulau Belitung. Kota ini menjadi penting karena pertambangan timah di gunung Burung Mandi. Lalu bagaimana sejarah Manggar tempo doeloe dan pertambangan timah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (28): Kota Sijuk Tempo Doeloe, Kota Tua di Pantai Utara Pulau Belitung; Sejarah Tambang Timah


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Kota Sijuk tidak sejuk, karena kota berada di pantai utara pulau Belitung. Namun sangat sejuk memandang ke horizon di Laut Cina Selatan. Namun yang lebih penting kota Sijuk, berada di suatu wilayah/Kawasan strategis. Pada masa lampau Sijuk terhubung ke barat di pulau Bangka dan pantai timur Sumatra, dan ke timur di pulau Karimatan dan pantai barat Kalimantan. Hal itulah mengapa dulu Sijuk penting. Bagaimana pada masa kini?


Sijuk adalah sebuah kecamatan di kabupaten Belitung, provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Wisata unggulan kabupaten Belitung, banyak berada di kecamatan Sijuk, terutama objek wisata pantai, seperti Pantai Tanjung Tinggi, Pantai Tanjung Kelayang, dan Pantai Tanjung Binga. Kecamatan Sijuk terdiri dari 10 desa: Batu Itam, Terong, Air Seruk, Air Selumar, Tanjung Binga, Keciput, Sijuk, Sungai Padang, Pelepak Pute, dan Tanjong Tinggi. Pusat Pemerintahan Kecamatan Sijuk adalah di Desa Sijuk. Secara geografis Kecamatan Sijuk terletak terletak disebelah Utara, dengan batas wilayah sebagai berikut; Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan; Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Belitung Timur; Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjungpandan & Kecamatan Badau; Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna. Surau Tertua di Belitung, Masjid Sijuk yang Berdiri Sejak 1817. Dalam poster tertulis, Masjid Sijuk dibangun oleh seorang bernama Tuk Dong yang kabarnya merupakan seorang penyebar agama Islam dari Kalimantan. Di Sijuk juga pernah terjadi pertempuran melawan NICA/Belanda 1945 di sekitar dekat jembatan di Desa Air Seruk Kecamatan Sijuk. Pertempuran sengit itu terjadi pada tanggal 25 November 1945. Pertempuran saat itu dipimpin Lettu Daud Malik (berbagai sumber).

Lantas bagaimana sejarah kota Sidjoek tempo dpeloe, kota pantai di bagian utara pulau Belitung? Seperti disebut di tas, kota Sijuk dahulunya sudah menjadi salah satu pusat perdagangan timah dimana pertambangan timah ditemukan di wilayah pedalaman. Lantas bagaimana sejarah kota Sidjoek tempo dpeloe, kota pantai di bagian utara pulau Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 04 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (27): Kota Tanjung Pandan, Dulu Lebih Besar dari Muntok dan Pangkal Pinang; Kini Kota Kedua di Babel


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Tanjung Pandan pada dasarnya adalah kota tua, kota yang berada di pulau Belitung. Tanjung Pandan sejak doeloe sudah menjadi pusat perdagangan di pulau Belitung dan sekitar. Pada saat permulaan cabang Pemerintah Hindia Belanda, Residen berkedudukan di Muntok dan Asisten Residen berkedudukan di Tanjung Pandan. Pada fase ini kota Tanjung Panda jauh lebih besar dari kota Pangkal Pinang. Ketika ibu kota residentie relokasi dari Muntok ke Pangkal Pinang, kota Tanjoeng Pandang berkembang pesat melampaui kota Muntok dan kota Pangkal Pinang. Kota Tanjung Pandang dapat dikatakan kota sepanjang masa.


Tanjungpandan adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Belitung, provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang sekaligus menjadi ibu kota dari kabupaten Belitung. Tanjungpandan adalah kota pelabuhan dimana pelabuhan dikelola oleh BUMN PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Tanjungpandan. Kecamatan Tanjungpandan terdiri dari 7 kelurahan dan 9 desa, yakni: Kampong Damai, Kota Tanjungpandan, Lesung Batang, Paal Satu, Pangkal Lalang, Parit, Tanjung Pendam. Selain itu adalah desa-desa Aik Ketekok, Aik Pelempang Jaya, Aik Rayak, Air Merbau, Air Saga, Buluh Tumbang, Dukong, Juru Seberang dan Perawas. Penduduk asli kabupaten Belitung atau juga pulau Belitung adalah suku Sawang. Selain suku Sawang ada juga suku lainnya seperti suku Lingge, suku Ulim, suku Juru dan suku Parak, yang masih erat dengan budaya Melayu, dan merupakan suku mayoritas di Belitung, demikian halnya di kecamatan Tanjungpandan, selain suku Melayu, terdapat beragama etnis lain, dengan jumlah signifikan yakni Tionghoa, kemudian ada juga suku Jawa, Sunda, Batak, Minangkabau, dan suku lainnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kabupaten Belitung 2021 agama yang dianut penduduk Tanungpandan sangat beragam dengan mayoritas menganut agama Islam yakni 87,50 persen (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Tanjung Pandan, yang dulu kota lebih besar dari Muntok dan Pangkal Pinang? Seperti disebut di atas, ibu kota di pulau Belitung dari masa ke masa berada di Tanjung Pandan, sementara ibu kota di pulau Bangka awalnya di Muntok kemudian relokasi ke Pangkal Pinang. Pada masa ini kota Tanjung Pandan, kota kedua di (provinsi) Bangka Belitung (setelah ibu kota provinsi di Pangkal Pinang). Lalu bagaimana sejarah Tanjung Pandan, yang dulu kota lebih besar dari Muntok dan Pangkal Pinang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (26): Pulo Belitung Antara Pulau Bangka dan Selat Karimata; Kalau Sangka Jauh di Mata, Dekat di Hati


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Nama pulau Belitung sudah dikenal sejak lama. Namun namanya pasang surut, tenggelam. diantara nama-nama besar: nama pulau Bangka dan nama selat Karimata. Saya baru kali ini memperhatikan pulau Belitung. Semua itu karena di dalam perjalanan hidup saya yang pernah berkunjung ke seluruh wilayah di Indonesia, saya baru menyadari dan dapat dikatakan ternyata saya belum pernah mengunjungi pulau Belitung. Boleh jadi saya telah melewatinya baik melalui moda transportasi laut maupun transportasi udara. Ketika pernah berkunjung ke pulau Bangka, tampaknya saya hanya terbatas di pulau Bangka. Kalau disangka jauh di mata, tetapi kini dekat di hati.


Belitung, atau Belitong (bahasa setempat, diambil dari nama sejenis siput laut), dulunya dikenal sebagai Billiton adalah sebuah pulau di lepas pantai timur Sumatra, diapit oleh Selat Gaspar dan Selat Karimata. Pulau ini terkenal dengan lada putih (Piper sp.) yang dalam bahasa setempat disebut sahang dan bahan tambang tipe galian-C seperti timah putih, pasir kuarsa, tanah liat putih (kaolin), dan granit. Akhir-akhir ini menjadi tujuan wisata alam alternatif. Pulau ini dahulu dimiliki Britania Raya (1812), sebelum akhirnya ditukar kepada Belanda, bersama-sama Bengkulu, dengan Singapura dan New Amsterdam (sekarang bagian kota New York). Kota utamanya adalah Tanjung Pandan. Pulau Belitung terbagi menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belitung, beribukota di Tanjung Pandan, dan Belitung Timur, beribukota Manggar. Sebagian besar penduduknya, terutama yang tinggal di kawasan pesisir pantai, sangat akrab dengan kehidupan bahari yang kaya dengan hasil ikan laut. Sumber daya alam yang tak kalah penting bagi kehidupan masyarakat Belitung adalah timah. Usaha pertambangan timah sudah dimulai sejak zaman Hindia Belanda. Penduduk Pulau Belitung terutama adalah suku Melayu (bertutur dengan dialek Belitung) dan keturunan Tionghoa Hokkien dan Hakka (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah pulau Belitung, antara pulau Bangka dan pulau Karimata? Seperti disebut di atas, nama pulau Belitung sudah dikenal sejak lama, namun pasang surut tenggelam di bawah nama besar Bangka dan Karimata. Kini, siapa sangka jauh di mata tetapi dekat di hati. Lantas bagaimana sejarah pulau Belitung, antara pulau Bangka dan pulau Karimata? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 03 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (25): Warga Cina dan Orang Tionghoa di Bangka - Belitung; Sejarah Migran Asal Tiongkok Hindia Timur


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Warga Cina menjadi Orang Tionghoa. Begitulah sejarahnya. Bermula dari masa lampau, bahkan sejak zaman kuno. Pada era Portugis orang Tiongkok sudah banyak yang berdagang ke wilayah Hindia Timur. Populasinya semakin meningkat pada era VOC/Belanda. Sejak era Pemerintah Hindia Belanda banyak yang menetap, yang kemudian muncul nama Tionghoa yang kini menjadi warga negara Indonesia. Namun sebaliknya banyak juga yang Kembali ke Tiongkok, berbeda dari masa ke masa. Bagaimana para migran asal Tiongkok di kepulauan Bangka dan Belitung sejak tempo doeloe?


Tionghoa Bangka-Belitung adalah etnis Tionghoa tinggal di wilayah Bangka Belitung, salah satu daerah dengan konsentrasi etnis Tionghoa yang besar di Indonesia. Awal kedatangan skala besar orang Cina di Bangka Belitung tahun 1700-1800-an. Orang Hakka didatangkan dari berbagai wilayah di Guangdong Huizhou, Chaozhou tenaga penambang timah. Sebagian besar etnis Tionghoa di Bangka Belitung Orang Hakka, minoritas Orang Minnan (Hokkian). Sensus 1920, populasi orang Cina di Bangka 44% dari 154.141 jiwa. Etnik Tionghoa di Bangka dan Belitung terbesar kedua setelah suku Melayu. Budaya Tionghoa di Bangka sedikit berbeda dengan di Belitung. Orang Cina di Bangka didatangkan awal abad ke-18 ketika pertambangan resmi dibuka. Umumnya tidak membawa istri, menikahi penduduk asli, sehingga Tionghoa di Bangka sebagian besar peranakan berbicara bahasa Hakka bercampur Bahasa Melayu. Tionghoa Belitung dianggap "totok" datang pada abad ke-19 membawa istri, beradaptasi dengan kebudayaan Nusantara. Mereka masih berbicara dengan Bahasa Hakka yang asli. Tokoh-tokoh Tionghoa Bangka-Belitung: Lim Tau Kian, Lim Boe Sing, Tjoeng A-tiam, mayor Cina di Mentok. Tan Hong Kwee, kapten Cina di Mentok 1832 – 1839, Tony Wen, lahir di Sungailiat, pejuang kemerdekaan Indonesia. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Bupati Belitung Timur dari 3 Agustus 2005 sampai 22 Desember 2006 dan Gubernur DKI Jakarta dari 16 Oktober 2014 sampai 9 Mei 2017, Myra Sidharta, penulis dan sinolog dari Belitung. Sandra Dewi, aktris. Rudianto Tjen, politikus, Hidayat Arsani, Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Bambang Patijaya, politisi/(anggota DPR (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah warga Cina dan orang Tionghoa di Bangka Belitung? Seperti disebut di atas, orang Tionghoa cukup banyak di Bangka Belitung yang merupakan bagian dari sejarah migran asal Tiongkok di Hindia Timur. Lantas bagaimana sejarah warga Cina dan orang Tionghoa di Bangka Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (24): Pulau Tujuh, Pulau Sengketa Riau dan Bangka Belitung; Pulau Berhala, Sengketa Antara Riau-Jambi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Pulau Tujuh? Mengapa kini penting. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, pulau ini tidak diperhatikan bahkan kurang terinformasikan. Meski demikian, nama pulau Tujuh sudah dikenal lama, suatu pulau yang di dalam peta-peta Pemerintah Hindia Belanda diidentifikasi dalam peta Bangka. Apakah pulau Tujuh diidentifikasi dalam peta (kepulauan) Riau? Yang jelas pada masa ini menjadi dipersengkatakan antara Riau dan Bangka Belitung.


Inilah Sejarah Pulau Tujuh, Lokasi Dekat Bangka Belitung yang Kini Jadi Milik Kepulauan Riau. BANGKAPOS.COM - Hampir 20 tahun menjadi sengketa sekaligus bom waktu bagi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Provinsi Kepulauan Riau, kini jelas sudah status Pulau Tujuh. Sempat dipertahankan Babel sebelumnya, Pulau Tujuh saat ini sudah masuk ke dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Hal itu tertuang dalam terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 050-145 tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, dan Pulau tahun 2021 yang disahkan tanggal 14 Februari 2022. Sejak enam bulan lalu, pulau dengan jumlah tujuh gugusan itu bukan lagi termasuk wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Di dalam Kepmendagri Nomor 050-145 tahun 2022, Desa Pekajang di Pulau Tujuh ditetapkan sebagai bagian Kecamatan Lingga, Provinsi Kepulauan Riau. Posisi Desa Pekajang berkode 21.04.02.2001 berada paling atas desa-desa lainnya di Kecamatan Lingga, Kabupaten Lingga, Kepri. Secara geografis, Pulau Tujuh memang lebih dekat dengan Kabupaten Bangka, ketimbang Kepulauan Riau. Dari Bangka, perjalanan ke Pulau Tujuh hanya tiga jam dari Teluk Limau, Parittiga, Bangka Barat sementara dari Lingga delapan jam. Namun begitu, keputusan masuknya gugusan Pulau yang berada di utara Pulau Bangka ini ke Provinsi Kepulauan Riau ternyata tak berlandaskan satu dua alasan saja (https://bangka.tribunnews.com/2022/08/05/)

Lantas bagaimana sejarah Pulau Tujuh, pulau sengketa Riau dan Bangka Belitung? Seperti disebut di atas, pada masa ini ada sejumlah pulau(-pulau) yang dipersengkatan antara satu daerah dengan daerah lain. Sebelumnya juga pulau Berhala, sengketa antara Riau dan Jambi. Lalu bagaimana sejarah Pulau Tujuh, pulau sengketa Riau dan Bangka Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 02 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (23): Pulau Lepar, Selat Gaspar. Antara Bangka dan Belitung; Mengapa Penting Sejarah Pulau Lepar?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Nama pulau Lepar sudah dikenal sejak lama, bahkan sejak era Portugis. Meski dalam sejarahnya, pulau Lepar tidak terlalu penting (karena kontribusinya dalam pertambangan timah), tetapi pulau Lepar memiliki sejarahnya sendiri. Dalam hal ini pulau Lepar berada di selat gaspar dimana antara pulau Bangka dan pulau Belitung terdapat pulau Lepar di barat dan pulau Mendanau di timur yang disela oleh pulau Liat (pulau Pongok). Ibarat pada suatu masa antara pulau Bangka dan pulau Belitung dihubungkan dengan jembatan, tiga pulau ini pasti sejarahnya tidak terlupakan.


Pulau Lepar adalah sebuah pulau yang terletak di lepas pantai tenggara Pulau Bangka. Secara administrasi pemerintahan, pulau ini merupakan bagian dari Kabupaten Bangka Selatan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dan merupakan pulau terbesar ketiga di provinsi tersebut setelah Pulau Bangka dan Belitung, dengan luas 169 km2. Pualu Lepar terletak di Selat Gaspar yang memisahkan kedua pulau tersebut. Pulau ini membentang dari timur ke barat sekitar 22 km dan 17 km dari utara ke selatan, dengan kota-kotanya Tanjunglabu, Tanjungsangkar, dan Penutuk yang menjadi pusat populasi utama. Pulau ini diadministrasikan sebagai Kecamatan Lepar Pongok, yang dulunya mencakup Pulau Pongok—sebuah pulau berdekatan yang berukuran sedang—sampai tahun 2012 ketika dimekarkan sebagai kecamatan sendiri dengan nama Kecamatan Kepulauan Pongok. Pulau ini sebagian besar datar tanpa ketinggian yang menonjol, dengan sisi tenggara memiliki lereng paling curam. Ia dipisahkan dari Pulau Bangka oleh sebuah selat yang dikenal sebagai Selat Lepar. Pulau ini dikelilingi oleh sekitar selusin pulau kecil, beberapa di antaranya tidak berpenghuni. Empat sungai kecil mengalir di pulau itu, bernama Pangku, Elang, Bunut, dan Bayan. Kecamatan Lepar dibagi menjadi 4 desa, yang juga mencakup pulau-pulau kecil di sekitar Lepar: Penutuk, Tanjung Labu, Tanjung Sangkar dan Kumbung (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pulau Lepar di selat Gaspar, antara Bangka dan Belitung? Seperti disebut di atas, pulau Lepar sebagai pulau besar diantara Bangka dan Balitung yang kini sebagai satu kecamatan memiliki sejarah sendiri yang menjadi bagian sejarah Bangka Belitung yang menyebabkan mengapa penting sejarah Pulau Lepar? Lalu bagaimana sejarah pulau Lepar di selat Gaspar, antara Bangka dan Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (22): Telegraf dan Telepon Bangka-Belitung; Telekomunikasi Awal Sejak Era Pemerintah Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Dalam sejarah pembangunan, berbagai aspek pembangunan seharusnya mendapat perhatian dalam narasi sejarah. Namun hari ini tidak demikian. Narasi sejarah hanya pada sebagian bidang pembangunan. Di wilayah Bangka dan Belitung, seperti di banyak wilayah di Indonesia, narasi sejarah pembangunan masih kurang terinformasikan. Dalam artikel sebelumnya sudah mulai dirintis sejarah pembangunan jalan di Bangka dan Belitung, juga sejarah bandara dan sejarah pembangunan kereta api. Tentu saja masih banyak lagi bidang yang kurang terinformasikan termasuk pembangunan listrik dan pembangunan telekomunikasi.


Ada tiga pulau besar di Indonesia yakni Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Posisi kepulauan Bangka Belitung dan kepulauan Riau, meski kurang mendapat perhatian, tetapi dalam sejarah pembangunan telekomuni di Indonesia, pada era Hindia Belanda, posisinya menjadi penting karena berada diantara daratan-daratan penting yang intensitas pembangunannya meningkat. Sebagai misal pembangunan lapangan terbang di Bangka Belitung diadakan karena factor strategis, bahkan posisinya strategis dari sisi lua negara (Singapoera). Dalam hal ini juga, posisi strategis pulau Bangka dan Belitung menjadi penting dalam pembangunan (jaringan) telekomunikasi.

Lantas bagaimana sejarah telekomunikasi di Bangka dan Belitung? Seperti disebut, sebagai bagian dari pembangunan, sejarah awal telekomunikasi di Bangka dan Belitung dihubungkan sejak era telegraf dan telepon pada masa Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah telekomunikasi di Bangka dan Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 01 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (21): Latif Pane, Kepala Pengadilan (Landraad) di Pangkal Pinang;Pecatur Terkenal Era Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Indonesia itu sangat luas, dari Sabang hingga Merauke. Demikian juga pada era Pemerintah Hindia Belanda, antara pulau Weh hingga pulau Papua. Gambaran pemerintahan nasional pada masa kini tidak berbeda jauh dibanding pada era Hindia Belanda. Seorang pejabat dari satu daerah ke daerah lain, demikian sebaliknya. Banyak diantara mereka yang putra-putrinya lahir di Bangka Belitung. Satu pejabat yang berasal dari Padang Sidempoean pernah bertugas di Pangkal Pinang pada era Pemerintah Hindia Belanda, Latif Pane.


Dalam laman Wikipedia, banyak nama dalam Daftar tokoh Kepulauan Bangka Belitung. Namun hanya daftar itu memuat tokoh-tokoh yang berasal dari provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tokoh bidang Politikus, Negarawan, Pengusaha, Pemuda dan lainnya, antara lain Prof. Adrianus Meliala, Antasari Azhar, Prof. Ahmad Noermandi, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Ir. Ahmad Damiri, Chandra Setiawan, DN Aidit, Daniel Tjen, Hanta Yuda, Hendra Lie, Lili Pintauli Siregar, Rustam Effendi, Satrio Budihardjo Joedono, Tan Tjhoen Lim, The Chung Shen, Soeseno Tedjo, Yusril Ihza Mahendra, Brigjen Roma Hutajulu. Penulis, Ilmuwan, Seniman, Musisi, Budayawan, Tokoh Pemuda, Olahragawan, Wartawan dan sebagainya, diantaranya Andrea Hirata, Delon, Idang Rasjidi, Rafika Duri, Rosiana Silalahi, Supardi Nasir, Tarman Azzam. Pahlawan Bangka dan Belitung, antara lain Batin Tikal, Depati Amir, Depati Bahrin, Depati Hamzah, Hamidah, Hanandjoeddin, Depati Tjakraningrat dan Tony Wen.

Lantas bagaimana sejarah Latif Pane, Kepala Pengadilan Landraad di Pangkal Pinang, Bangka? Seperti disebut di atas, banyak tokoh yang lahir maupun yang pernah berkiprah di Bangka dan Belitung. Satu nama local terkenal adalah Basuki Tjahaja Purnama. Namun diantaranya banyak tokoh di masa lalu, ada nama Latif Pane, seorang ahli hukum yang juga pecatur terkenal di zaman Satur Batak era Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah Latif Pane, Kepala Pengadilan Landraad di Pangkal Pinang, Bangka? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (20): Bahasa di Bangka dan Belitung; Tidak Hanya Bahasa Melayu, Ada Juga Bahasa Asal Tiongkok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Salah satu bagian dari sejarah local adalah sejarah bahasa. Dalam hal ini bahasa dapat diwariskan atau diturunkan ke generasi berikut. Oleh karena itu bahasa, yang masih eksis sekarang dapat dijadikan sebagai data sejarah. Namun sangat jarang narasi sejarah bahasa ditulis, dan bahasa-bahasa yang pernah eksis terutama di Bangka dan Belitung juga kurang terinformasikan.


Bahasa Bangka atau Basé Bangka adalah bahasa dipetuturkan di Bangka Belitung. Bahasa termasuk dalam salah satu rumpun bahasa melayu-polinesia. Beberapa dialek bahasa diantaranya: dialek Bangka utara, dialek Bangka Selatan, dialek Bangka Tengah, dan dialek Lom (nama suku asli di Pulau Bangka) atau Belom atau Mapor. Berdasarkan informasi dari Dinas Kebudayaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, penutur bahasa bangka mencapai 340.000 pada tahun 2000. Secara umum dialek bahasa bangka hampir mirip dengan bahasa Betawi Jakarta. Meski itu hanya kilasan saja, namun, jika diteliti lebih lanjut berdasarkan tiap tiap daerah di Bangka Belitung, maka dialek bahasa jelas berbeda. Dialek Bangka bagian timur tidak sama dengan dialek Bangka bagian Selatan. Begitu juga di daerah pulau Bangka bagian Utara dan Barat. Bangka bagian Timur dengan Ibu kota Belinyu memiliki dialek lebih kental menggunakan akhiran O dan E bahasa ngapo dan bahasa panji. Sedangkan Bangka Selatan lebih akrab dengan akhiran “E” kuat (logat melayu Malaysia). Bangka selatan seperti kota Toboali lebih akrab dengan logat menggantikan pengucapan dengan huruf “S” menjadi “H”. Bbahasa bangka daerah pusat Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka ada sisi kemiripan dan sebagian besar sama. Dialeknya lebih dominan menggunakan huruf “e” lemah seperti logat Bahasa Betawi. Bahasa ini cenderung seperti bahasa melayu pada umumnya tetapi, bahasa ini mengubah penyebutan huruf ‘e’ menjadi ‘E’. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah bahasa-bahasa di Bangka dan Belitung? Seperti disebut di atas, tidak hanya bahasa Melayu, ada juga bahasa asal Tiongkok dan Sulawesi. Lalu bagaimana sejarah bahasa-bahasa di Bangka dan Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 30 September 2022

Sejarah Bangka Belitung (19): Lenggang di Belitung Timur - Basuki Tjahaja Purnama; Kampong Ahok Kini Menjadi Kampong Fifi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Apa pentingnya desa Lenggang, di pulau Belitung (kini masuk kecamatan Gantung, kabupaten Belitung Timur)? Tentu sulit dipahami dalam peta sejarah hingga muncul nama terkenal Basuki Tjahaja Purnama (pernah menjabat sebagai Guburnur DKI Jakarta). Karena itu didesa ini kemudian muncul kampong yang disebut Kampong Ahok, tetapi kini lebih popular dengan nama Kampong Fifi. Apakah ada narasi sejarah yang penting antara nama penting Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan wilayah di Belitung Timur, terutama di wilayah Gantung dimana terdapat kampong Lenggang?


Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.  Jumlah Kelurahan & Desa = 39. Jumlah Penduduk = 119.807. Jumlah Pulau bernama = 141. Dasar Hukum = Undang-Undang RI No. 5 Tahun 2003, Tgl. 25-02-2003. Terduru dari kecamatan: Simpang Pesak, Simpang Renggiang, Damar, Kelapa Kampit, Dendang dan Gantung. Untuk kecamatan Manggar: Lalang Jaya, Kurnia Jaya, Padang, Kelubi, Lalang, Baru, Buku Limau (Pulau Buku Limau), Mekar Jaya, Bentaian Jaya. Kecamatan Gantung: Gantung, Selingsing, Jangkar Asam, Lilangan, Lenggang; Kecamatan Kelapa Kampit: Mayang, Buding, Cendil, Senyubuk, Mentawak. Kecamatan Dendang: Balok, Nyuruk. Jangkang, Dendang. Kecamatan Gantung: Limbongan, Batu Penyu, Lenggang, Lilangan, Jangkar Asam, Selingsing. Gantung. Kecamatan Manggar: Bentaian Jaya, Mekar Jaya, Buku Limau (Pulau Buku Limau), Baru, Lalang, Kelubi, Padang, Kurnia Jaya dan Lalang Jaya.

Lantas bagaimana sejarah Desa Lenggang, Belitung Timur dan Basuki Tjahaja Purnama; Kampong Ahok menjadi Kampong Fifi? Seperti disebut di atas, desa Lenggang adalah kampong halaman mantan Gubernur DKI Jakarta. Lalu bagaimana sejarah Desa Lenggang, Belitung Timur dan Basuki Tjahaja Purnama, Kampong Ahok menjadi Kampong Fifi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (18): Bandara di Bangka Belitung, Mula Dimana? Lapangan Terbang Militer - Bandar Udara Komersil


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Lapangan terbang adalah kebutuhan untuk pendaratan pesawat udara/kapal terbang. Dalam hal ini moda transportasi udara adalah puncak peradaban manusia sejak era zaman kuno navigasi pelayaran perdagangan. Sebelum terdapat lapangan terbang di Bangka dan Belitung, moda transportasi laut yang digunakan dimana dermaga-dermaga banyak dibangun, baik untuk mengubungkan antara kota di dalam pulau maupun antar pulau. Lalu kemudian tumbu berkembang moda transpoertasi darat dengan pembangunan jalan raya di dalam pulau.


Lapangan terbang Pangkal Pinang kini lebih dikenal sebagai Bandar Udara (bandara) Depati Amir, adalah bandar udara yang terletak di Kota Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Bandara ini dikelola oleh PT Angkasa Pura II sejak bulan Januari 2007. Pada awalnya bernama Pelabuhan Udara Pangkalpinang yang dibangun sejak penjajahan Jepang tahun 1942 sebagai pertahanan dari serangan tentara sekutu. Pada tahun 1985 nama Pelabuhan Udara diubah menjadi Bandar Udara. Pada tahun 1999, nama Bandar Udara Pangkalpinang diubah menjadi Bandar Udara Depati Amir. Sejak 1 Januari 2007, Bandara ini diserahkan pengelolaannya kepada sebuah BUMN yang membidangi pengelolaan beberapa bandara di wilayah barat Indonesia, yaitu PT Angkasa Pura II (Persero). Pada tahun 1978, landasan dipindah bergeser ke arah barat sejauh sekitar 75 meter, dengan panjang 1200 m. Kemudian secara bertahap terus diperpanjang menjadi 1600 m, 1800 m, 2000 m dan selanjutnya tahun 2013 runway telah mencapai panjang 2250 m x 45m. Dalam sejarah perpanjangan landasan pacu ini, pernah juga memotong sebuah jalan raya, hingga pada akhirnya jalan raya tersebut dialihkan ke arah jalur yang lebih sesuai. Hingga saat ini runway bandara ini telah mampu didarati pesawat tipe Boeing 737-800NG/900ER, & Airbus A320. (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah bandara di Bangka dan Belitung, bermula dimana? Seperti disebut di atas, sejarah bandara nermula di masa lampau pada era Hindia Belanda yakni pada awalnya untuk kepubutuhan lapangan terbang militer hingga kini bandar udara (bandara) komersil. Lalu bagaimana sejarah bandara di Bangka dan Belitung, bermula dimana? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.