*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini
Nama pulau Belitung sudah dikenal sejak lama.
Namun namanya pasang surut, tenggelam. diantara nama-nama besar: nama pulau
Bangka dan nama selat Karimata. Saya baru kali ini memperhatikan pulau
Belitung. Semua itu karena di dalam perjalanan hidup saya yang pernah
berkunjung ke seluruh wilayah di Indonesia, saya baru menyadari dan dapat
dikatakan ternyata saya belum pernah mengunjungi pulau Belitung. Boleh jadi saya
telah melewatinya baik melalui moda transportasi laut maupun transportasi
udara. Ketika pernah berkunjung ke pulau Bangka, tampaknya saya hanya terbatas
di pulau Bangka. Kalau
disangka jauh di mata, tetapi kini dekat di hati.
Belitung, atau Belitong (bahasa setempat, diambil dari nama sejenis siput laut), dulunya dikenal sebagai Billiton adalah sebuah pulau di lepas pantai timur Sumatra, diapit oleh Selat Gaspar dan Selat Karimata. Pulau ini terkenal dengan lada putih (Piper sp.) yang dalam bahasa setempat disebut sahang dan bahan tambang tipe galian-C seperti timah putih, pasir kuarsa, tanah liat putih (kaolin), dan granit. Akhir-akhir ini menjadi tujuan wisata alam alternatif. Pulau ini dahulu dimiliki Britania Raya (1812), sebelum akhirnya ditukar kepada Belanda, bersama-sama Bengkulu, dengan Singapura dan New Amsterdam (sekarang bagian kota New York). Kota utamanya adalah Tanjung Pandan. Pulau Belitung terbagi menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belitung, beribukota di Tanjung Pandan, dan Belitung Timur, beribukota Manggar. Sebagian besar penduduknya, terutama yang tinggal di kawasan pesisir pantai, sangat akrab dengan kehidupan bahari yang kaya dengan hasil ikan laut. Sumber daya alam yang tak kalah penting bagi kehidupan masyarakat Belitung adalah timah. Usaha pertambangan timah sudah dimulai sejak zaman Hindia Belanda. Penduduk Pulau Belitung terutama adalah suku Melayu (bertutur dengan dialek Belitung) dan keturunan Tionghoa Hokkien dan Hakka (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah pulau Belitung, antara
pulau Bangka dan pulau Karimata? Seperti disebut di atas, nama pulau Belitung
sudah dikenal sejak lama, namun pasang surut tenggelam di bawah nama besar
Bangka dan Karimata. Kini, siapa sangka jauh di mata tetapi dekat di hati. Lantas
bagaimana sejarah pulau Belitung, antara pulau Bangka dan pulau Karimata? Seperti
kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Pulau Belitung, Antara Pulau Bangka dan Pulau Karimata; Kalau Sangka Jauh di Mata Tapi Dekat di Hati
Kapan pulau Belitung tidak diketahui secara pasti. Yang jelas, pulau Bangka sudah dikenal sejak zaman kuno, ini sehubungan dengan ditemukan prasasti Kota Kapoer di pantai barat pulau Bangka yang berasal dari abad ke-7. Tapi sudah barang tentu, karena berdekatan populasi penduduk di pulau Bangka terhubung dengan populasi pendudukan di pulau Belitung.
Dimana pusat peradaban di pulau Belitung pada era (kerajaan) Sriwijaya diduga kuat berada di pantai barat pulau Bangka (yang mengarah ke lalu lintas navigasi pelayaran perdagangan di pantai timur Sumatra di sebelah barat. Sebaliknya, pada era navigasi pelayaran perdagangan Eropa/Portugis diduga pusat perdagangan berada di pantai timur pulau Belitung. Mengapa? Secara geomorfologis pantai barat pulau Bangka banyak rawa dengan kedalaman laut dangkal yang sulit dinavigasi, demikian juga pantai barat pulau Belitung sulit dinavigasi (banyak pulau-pulau yang terbentuk baru). Peta Portugis Peta 1665 arah navigasi pelayaran datang dari utara/timur di selat Karimata (Portugis berpusat di Malaka). Nama pulau disebut Billiton merujuk pada coding yang diberikan pelaut-pelaut Portugis terhadap nama lama/kuno dari nama depan Beli…, Bili…Belu,.. Bila...dan Bala…(idem dito nama Bangka, Bangko; demikian juga Kari, Cari untuk Karimata,…kemudian Kalimatan,…dan seterusnya Kalimantan). Peta 1665
Pada era Portugis nama-nama geografis di pulau Belitung belum diidentifikasi. Yang diidentifikasi adalah penanda navigasi seperti kedalaman laut, tanjong, gunung/bukit pulau-pulau kecil termasuk gosong (daratan pasir di tengah laut). Nama-nama geografis baru muncul pada peta-peta VOC/Belanda.
Dalam peta-peta VOC/Belanda, nama-nama geografis yang didientifikasi sudah termasuk nama sungai dan nama tanjung. Besar dugaan nama sungai merujuk pada nama kampong yang berada di muara sungai dimana terdapat pertukaran (perdagangan). Salah satu nama sungai yang diidentifikasi adalah Lenggang di pantai timur pulau. Satu nama tanjong yang diidentifikasi dengan nama (tanjong) Tuar (lihat Peta 1724). Pada Peta 1740 nama Tanjung Tuar telah berubah nama menjadi Tandjoeng Pandan. Peta 1724
Nama tanjong dengan nama Pandan diduga adalah suatu tanjong dimana terdapat kampong Pandan. Demikian juga nama sungai dimana di muara sungai terdapat nama kampong Lenggang. Mengapa disebut Lenggang, diduga merupakan nama lama, bahkan nama yang berasal dari zaman kuno. Sedangkan nama Pandan diduga merujuk pada nama kampong yang baru terbentuk yang berada di suatu tanjong. Dari kampong Pandan di tanjong inilah diduga menjadi cikal bakal kota Tanjung Pandan yang sekarang.
Kampong Pandan ini berada di arah selatan tanjong di dalam suatu teluk. Tanjung ini menjadi pengaman yang penting bagi kampong Pandan dari arah angin/badai yang berasal dari Laut Cina Selatan. Teluk dimana kampong Pandan berada menjadi kawasan yang tenang, yang memungkinkan kapal-kapal atau perahu dapat berlindung denga naman pada saat terjadi serangan badai. Sementara sungai Lenggang di pantai timur pulau Belitung cukup lebar di muara sehingga memungkinkan kapal/perahu berlabuh di kampong Lenggang di belakang pantai. Tanjung yang berada di arah utara sungai Lenggang juga diduga menjadi pengaman di muara sungai Lenggang. Muara sungai Lenggang berada di suatu teluk, dimana di dalam teluk sudah terbentuk pulau-pulau pasir (gosong). Peta 1740
Kampong Tanjung Pandan dan kampong Lenggang diduga kuat dua diantara nama kampong-kampong tua di wilayah pesisir/pantai pulau Belitung. Harus dicatat bahwa kampong Manggar dan kampong Gantoeng di pantai timur diduga kuat adalah kampong-kampong yang baru terbentuk (kemudian).
Secara
geomorfologi dimana terbentuk kota Tanjung Padan bermula di suatu teluk. Pada bagian utara teluk, daratan yang menjorok
ke laut membentuk tanjong, sementara di selatan teluk terdapat gunung/bukit
Parak. Di bagian dalam sisi selatan tanjong terbentuk kampong Pandan. Oleh karena
itu nama kampong menjadi Tanjoeng Pandan. Sedangkan di dalam teluk ini bermuara
sungai Tjeroetjoep. Kampong (Tanjung) Pandan ini menjadi pusat penampungan
timah (perdagangan), dimana penduduk asli mengusahakan dan para pedagangan
bertransaksi di kota/kampong (Tanjung) Pandan. Adanya proses sedimentasi jangka
panjang menyebabkan teluk menjadi rawa kemudian terbentuk daratan baru dimana
sungai Tjeroetjoep mencari jalan sendiri mencapai laut yang melewati
kampong/kota Tanjung Pandan. Oleh karenanya kampong/kota Pandan ini tetap eksis
(jmenjadi muara sungai Tjeroetkjoep). Sementara itu kampong/kota Lenggang di
pantai timur bukanlah tempat perdagangan timah, tetapi tempat perdagangan
komoditi perikanan dan hasil-hasil laut lainnya dimana para pedagang datang. Adanya
proses sedimentasi jangka panjang teluk di depan muara sungai Lenggang menjadi
daratan yang mana sungai Lenggang mencari jalan mencapai laut melalui kampong
Gantorng. Seiring dengan kota/kampong Manggar menjadi tempat perdagangan yang
baru, maka kampong Lenggang dan kampong Gantoeng semaki sepi sendiri. Kampong/kota
Manggar tumbuh dan berkembang terus. Kampong Lenggang/Gantoeng dengan
terbentuknya daratan di teluk kuno, seakan dua kota/kampong ini kemudian jauh
berada di belakang pantai. Dalam perkembangan lebih lanjut, muara sungai
Manggar juga semakin bergeser kea rah laut, sehingga pada masa ini kota/kampong
Manggar yang dulu berada di pantai seakan berada jauh di belakang pantai. Itu
gambaran awal dan perkembangan pulau Belitung, yang dulu masih kecil, lambat
laut semakin membengkak seperti kondisi yang sekarang (banyak teluk menjadi
daratan, muara sungai bergeser membentuk tanjong-tanjung baru)..
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pulau Belitung Siapa Sangka Jauh di Mata Tapi Dekat di Hati: Pulau Belitung Riwayatnya Sejak Doeloe
Pada saat permulaan Pemerintah Hindia Belanda, pulau Belitung seakan berada di belakang. Keutamaan Kota Palembang sejak era VOC/Belanda, terus berlangsung dimana cabang Pemerintah Hindia Belanda dibentuk di Palembang. Pantai barat pulau Bangka justru sebaliknya berkembang karena selat Bangka menjadi jalan navigasi menuju Palembang (dari Batavia). Namun situasi berubah cepat, terjadi pendudukan Inggris tahun 1811. Rezim Pemerintah Hindia Belanda digantikan Inggris, terutama di Jawa Plus di Makassar dan Palembang.
Pada
saat ekspedisi Inggris dilakukan ke Palembang yang dipimpin oleh Kolonel Gliepse
tahun 1812, kejadian yang ditemukan adalah telah terjadi kerusuhan yang
dilancarkan oleh Pangeran Palembang dimana Residen (Pemerintah Hindia Belanda)
terbunuh. Inggris menghukum Sultan Palembang dengan perjanjian dimana hak
Sultan dihilangkan. Dalam perjanjian juga disebut wilayah Bangka dan Belitung
diserahkan kepada Inggris (Bangka dan Belitung dipisahkan dari Palembang). Pada
fase inilah Inggris membangun benteng di kampong kecil yang disebut benteng (fort)
Minto (yang menjadi asal mula nama kampng Moentok). Benteng ini tidak hanya
menjadi pusat Inggris untuk Palembang, juga benteng ini menjadi pusat
perdagangan timah Inggris. Namun pendudukan Inggris tidak lama, pada tahun 1816
Inggris harus mengembalikan Hindia Timur kepada kerajaan Belanda, lalu
Pemerintah Hindia Belanda bekerja lagi (seperti sebelum pendudukan).
Dengan kembalinya Pemerintah Hindia Belanda, cabang pemerintahan di Palembang direorganisasi dengan membentuk Residentie Palembang (termasuk Bangka dan Belitung). Residen berkedudukan di Palembang dan Asisten Residen ditempatkan di Muntok (Afdeeling Bangkan en Onderh). Meski demikian, kehadiran Pemerintah Hindia Belanda di Palembang khususnya mendapat resistensi. Oleh karenanya Muntok tetap menjadi penting apalagi sudah ada benteng yang kemudian dikembangkan.
Sementara
resistensi di Pelambang (daratan Sumatra), Ppemerintah Hindia Belanda terus
mengembangkan cabang pemerintahan di Bangka en Onderh. Sejumlah inspektur
pertambangan ditempat di berbagai pelabuhan seperti di Djeboes, Blindjoe, Soengai
Liat, Pangkal Pinang dan Toboali. Pada than 1821 dibangun benteng di Toboali
untuk memperkuat pertahanan, terutama di jalan navigasi di selat Bangka.
Inspektur pertambangan kemudian ditambahkan di Tandjoeng Pandan.
Pada tahun 1821 Bangka dan Belitung dipisahkan dari Residentie Palembang dengan membentuk residentie baru (Residentie Bangka en Onderh.) ibu kota di Muntok dengan menempatkan Asisten residen di Tandjoeng Pandan. Inilah fase Tandjoeng Pandang sebagai kota mulai dikembangkan dan posisinya menjadi sangat penting di pulau Belitung. Sehubungan dengan itu dibentuk cabang pemerintahan di pulau Belitung dengan membentuk sejumlah district (Tanjoeng Pinang, Dendang, Manggar, Boeding dan Sidjoek). Dalam perkembangannya terjadi perundingan antara Inggris dan Belanda menyangkut wilayah koloni di Hindia Timur.
Pada tahun 1824 antara kerajaan Inggris dan kerajaan Belanda melakukan perjanjian tentang wilayah koloni di Hindia Timur. Perjanjian ini kini lebih dikenal Traktat London 1824. Dalam Staatsblad van het Koningrijk der Nederlanden, 1824 pada bagian Perjanjian Belanda dan Inggris termasuk yang diperjanjian adalah tukar gulung antara Bengkulu dan Malaka. Dalam Art 11 disebutkan ‘Yang Mulia Raja Inggris menolak semua protes terhadap pendudukan pulau Billiton dan sekitar oleh Agen Pemerintah Belanda’. Ini seakan mengindikasikan bahwa Inggris ingin tetap menguasai tambang timah di Belitung, tetapi Pemerintah Hindia Belanda menolaknya. Sementara dalam Art 12 disebutkan: ‘Yang Mulia Raja Belanda menolak semua argumen yang menentang pendudukan pulau Singapoera oleh rakyat Yang Mulia Raja Inggris. Di sisi lain, Yang Mulia Inggris berjanji bahwa tidak ada kantor Inggris yang akan didirikan di kepulauan Karimoen, atau di kepulauan Batam, Bintan, Lingga, atau di pulau-pulau lain yang terletak di selatan selat Sinngapoera dan bahwa tidak ada perjanjian di bawah otoritas Inggris yang akan dibuat dengan salah satu pemimpin local’. Sedanhkan Art 13 disebutkan: ‘Semua daerah jajahan, milik dan tempat-tempat yang diserahkan oleh pasal-pasal di atas harus diserahkan kepada Pejabat Pemerintah masing-masing pada tanggal 1 Maret 1825’.
Dalam Traktat London 1824, isi pokok yang diperjanjikan tidak hanya tukar guling antara Bengkoloe di pantai barat Sumatra dengan Malaka di pantai barat Semenanjung Malaya, juga ada pengaturan, yang berawal dari aktivitas perdagangan, dimana di (pulau) Singapoera harus dikosongkan oleh (Pemerintah Hindia) Belanda dan sebaliknya (pulau) Belitung juga dikosongkan dari pengaruh Inggris.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar