Rabu, 01 Februari 2017

Sejarah Bandung (15): Masjid, Klenteng dan Gereja; Bukti Keberagaman di Bandung



Bandung telah menjadi salah satu contoh kota yang mengedepankan keberagaman: etnik, budaya, agama dan lainnya. Wujud keberagaman ini makin nyata ketika dalam tahun-tahun terakhir ini pemerintah Kota Bandung telah memberikan izin cukup banyak pendirian rumah ibadah kepada semua pemeluk agama. Bagaimana riwayat pendirian rumah-rumah ibadah di Bandoeng di masa lampau? Mari kita telusuri.

Kantor pos, di aloen-aloen Bandoeng
Hingga tahun 1871 di Kota Bandoeng belum ditemukan rumah ibadah dalam wujud permanen (gedung). Pada tahun 1871 adalah awal Kota Bandoeng dijadikan sebagai ibukota Residentie Preanger (yang sebelumnya berkedudukan di Tjiandjoer. Pembangunan Kota Bandoeng sendiri sejak 1846 sudah tampak semakin intens (tumbuh dan berkembang). Hal ini karena tahun 1846 kali pertama di Kota Bandoeng ditempatkan Asisten Residen. Pembangunan pertama (selain bangunan pemerintah kolonial Belanda) adalah rumah Bupati Bandoeng, Raden Adipati Wira Nata Koesoema.

Masjid Bandoeng

Rumah Bupati Bandoeng dibangun di lokasi dimana berada Masjid Raya Bandung yang sekarang, suatu area pada tahun 1846 yang berada di sisi selatan jalan pos trans-Java dan sisi barat. Posisi rumah Bupati ini diagonal dengan rumah/kantor controleur Bandoeng yang berada di sisi utara jalan pos trans-Java dan sisi timur sungai Tjikapoendoeng. Dua bangunan tersebut seakan dipisahkan oleh sungai (Tjikapoendong) dan oleh jalan raya (pos trans-Java). Saat itu, masjid di kota Bandung belum ada, demikian juga gereja dan klenteng belum ada. Yang ada adalah bangunan-bangunan pemerintah.

Bangunan-bangunan yang seumuran dengan rumah Bupati Bandoeng adalah kantor pos (di seberang jalan rumah Bupati), kantor Asisten Residen (di seberang kantor/rumah Controleur), gedung besar sebagai mahkamah di belakang kantor Asisten Residen. Rumah Asisten Residen sendiri dibangun agak terpisah dan jauh ke arah utara kantor/rumah Controleur. Jalan menuju ke rumah Asisten Residen dibangun jalan akses sepanjang sisi timur sungai Tjikapoendoeng (yang kelak disebut Bragaweg). Satu lagi bangunan yang menyertai gedung besar mahkamah adalah bangunan penjara yang berlokasi di arah utara kantor pos (kelak jalan penghubung ini disebut Bantjeuiweg).  

Secara perlahan-lahan, di sekitar kantor pos hingga penjara (yang kemudian dikenal sebagai Bantjeuiweg) muncul titik-titik perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Tionghoa yang datang (komuter) dari Buitenzorg. Area barat (jalan pos trans-Java) dan utara (Bantjeuiweg) tempat dimana kantor pos, lambat laun menjadi pusat perdagangan (pasar) utamanya transaksi antara penduduk pribumi dan orang-orang Tionghoa. Area pedagangan orang-orang Eropa/Belanda sendiri berkembang di sepanjang Bragaweg.

Selasa, 31 Januari 2017

Sejarah Bandung (14): Pecinan, China Town, Chinese Kampement di Winkelstraat te Bandoeng



Pecinan di Indonesia, China Town di mancanegara dan Chinese Kampement di era colonial Balanda doeloe. Pecinan atau China Town adalah daerah komunitas orang-orang Tionghoa, tidak hanya ada di Batavia dan Buitenzorg tetapi juga ada di Bandoeng. Orang-orang Tionghoa di Bandoeng datang (migrasi) dari Buitenzorg, orang-orang Tionghoa di Buitenzorg datang dari Bidara Tjina, Pondok Tjina dan Tangerang (Cina Benteng) yang hampir semuanya bermula di Batavia.

Pecinan di Bandung, Winkelstraat, 1900
Pada mulanya, penduduk Pakuan Padjadjaran membeli barang (garam, besi, kain dan pernik-pernik) ke pelabuhan Soenda Kelapa (sejak era Hindua) dari pedagang-pedagang Arab, Persia dan lainnya. Kemudian diikuti oleh orang-orang Priangan (Preanger) setelah era Islam ke Batavia (era Balanda) dari orang-orang Moor dan Tiongkok. Lalu kemudian, akibat peristiwa pembantaian orang-orang Cina di benteng Batavia (casteel Batavia) tahun 1740 (era VOC), sebagian orang-orang Tionghoa terpencar dan menyebar memasuki pedalaman di Tanah Soenda dengan titik pengumpulan utama di Tangerang, Bidara Tjina (dan kemudian menyusul Pondok Tjina). Diantara ketiga komunitas orang-orang Tionghoa yang terkanal tersebut, yang terbesar adalah yang berada di Tangerang (muncul istilah Cina Benteng yang diduga eksodus dari casteel Batavia). Mereka ini, yang dulunya semua pedagang, tukang dan kuli, lalu di pedalaman sebagian menjadi petani (seperti penduduk lokal).  

Awal Mula Pecinan di Bandoeng

Ketika Pemerintahan Hindia Belanda dibentuk (pasca VOC, 1800), pemerintah coba ‘merangkul kembali’ orang-orang Tionghoa sebagai partner dalam mengelola wilayah baru. Gubernur Jenderal Daendels lalu membentuk kota pemerintahan pertama di luar Batavia dengan mengakuisisi lahan-lahan partikulir orang-orang Eropa/Belanda dengan cara membeli (1810). Dengan cara tertentu, pemerintah mengatur orang-orang Tionghoa dengan mengangkat pemimpin dan lokasi yang sesuai. Pemimpin Tionghoa ini disebut letnan dan kemudian sesuai perkembangan ditingkatkan statusnya menjadi kapten dan major. Area komunitas orang-orang Tionghoa ditetapkan di timur Buitenzorg.

Senin, 30 Januari 2017

Sejarah Bandung (13): Sejarah Jalan Braga Ditulis Keliru, Ini Faktanya; Jalan Tertua di Bandung


Jalan Braga (Peta 1910)
Jalan Braga Bandung adalah jalan yang sudah dikenal sejak dari doeloe. Jalan ini tidak hanya popular bagi warga Bandung tetapi juga cukup dikenal oleh para wisatawan, baik domestik maupun manca negara. Oleh karena nama jalan Braga sendiri tidak pernah berubah sejak era kolonial, maka nama jalan Braga dikenal oleh antar generasi. Kini jalan Braga adalah salah satu heritage dan juga dianggap sebagai salah satu icon Kota Bandung.

Nama jalan Braga sangat dikenal luas sejak dari dulu, tetapi sangat disayangkan sejarahnya ditulis secara keliru. Mungkin karena begitu popular, detail sejarahnya terabaikan. Artikel ini menelusuri TKP di masa lampau. Mari kita lacak.

Asal Usul Nama Braga

Java-bode: voor Nederlandsch-Indie, 06-06-1883
Nama ‘Braga’ di Bandoeng kali pertama muncul pada tahun 1883. Muncul di surat kabar, karena sejumlah individu membentuk paguyuban (vereeniging) yang diberi nama ‘Braga’ untuk mempromosikan tempat yang nyaman dengan menyediakan pertunjukan drama, musik dan puisi (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 06-06-1883). Sarikat ini mendapat pengesahan dari pemerintah berdasarkan Stbl. No.152 (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 08-06-1883).

Minggu, 29 Januari 2017

Sejarah Bandung (12): Introduksi Pendidikan Modern di Preanger Telat, Kweekschool Bandoeng Dibangun; Kini Pusat Pendidikan



Kota Bandung adalah salah satu ‘kota pendidikan’ terpenting di Indonesia saat ini. Kota Bandung tidak hanya memiliki ITB, tetapi juga memiliki Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Namun bukan karena di Bandoeng kali pertama pendidikan berkembang, tetapi sebaliknya Preanger dan Bandoeng justru terbilang introduksi pendidikan  agak telat dibanding daerah lain. Dalam perkembangan lebih lanjut, telat bukan menjadi halangan bagi Bandoeng untuk berkembang dalam bidang pendidikan. Lantas, apa yang menyebabkan Bandoeng menjadi kota dimana pendidikan berkembang pesat dan memiliki keutamaan dalam bidang pendidikan di Hindia Belanda. Mari kita lacak.

Introduksi Pendidikan Modern

Kweekschool Bandoeng di Pieterspark (foto 1920)
Introduksi pendidikan modern diperkenalkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Ini dimaksudkan untuk mendekatkan tingkat pengetahuan penduduk pribumi terhadap kebutuhan pemerintahan Hindia Belanda agar lebih mampu meningkatkan produktivitas (kolonialisme). Dan tentu saja penduduk pribumi yang telah memiliki pendidikan tertentu dapat mengisi jabatan yang tidak mungkin diisi oleh orang-orang Eropa/Belanda. Introduksi pendidikan tersebut diawali dengan melatih sejumlah pribumi di Soerakarta tahun 1850. Guru-guru pribumi dari hasil pelatihan tersebut dikembalikan ke kampong halamannya atau dikirim ke  berbagai tempat di Hindia Belanda, termasuk ke Bandoeng. Namun jumlah tersebut jelas tidak cukup dari yang dibutuhkan.

Sabtu, 28 Januari 2017

Sejarah Bandung (11): 'Taman Sejarah' dan Sejarah Taman; Taman Pertama di Bandung Pieters Park

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Taman 'Pieters Park', Bandoeng, 1846
Kota Bandung memiliki Taman Sejarah, tetapi tidak memiliki sejarah taman. Padahal cukup banyak taman di Kota Bandung. Taman Sejarah adalah suatu taman yang mengusung konsep sejarah, tetapi bukan sejarah taman, melainkan sejarah para walikotanya. Taman Sejarah ini baru beberapa hari lalu dibuka, tapi uniknya Taman Sejarah belum diresmikan. Padahal, biasanya diresmikan dulu baru dibuka. Biolehlah Taman Sejarah adalah yang pertama di Indonesia tetapi dari sudut sejarah, taman yang pertama di Kota Bandung adalah Taman Pieters Park.

Taman Pieters Park

Pendirian Kota Bandung dimulai pada tahun 1829, saat controleur kali pertama ditempatkan di Regentschap (Kabupaten) Bandoeng. Kota Bandung bermula dari rumah/kantor Controleur Bandoeng yang berada di sisi utara jalan pos trans-Java (yang baru) dan di sisi timur sungai Tjikapoendoeng. Saat itu, hanya kantor/rumah controleur adanya dan area sekitarnya ditemukan banyak rawa-rawa dan hutan belantara.

Peta taman 'Pieters Park'
Pada saat penempatan controleur ini garnisun militer yang berada di Tjimahi diperluas ke timur dengan membangun tangsi militer di sisi timur kantor/rumah controleur di suatu tempat yang kelak muncul nama kampong yang lebih dikenal sebagai Tjikoedapateuh (kini sekitar stadion Siliwangi). Tangsi militer ini kemudian ditingkatkan menjadi garnizoen militer. Di sekitar kantor/rumah controleur ini lambat laun bertambah bangunan yang digunakan oleh parkhuis, opziener dan para staf controleur. Tentu saja di lingkungan tersebut belum ada rumah orang-orang pribumi dan semuanya adalah orang-orang Eropa.

Pada tahun 1846 status controleur di Regentschap Bandoeng ditingkatkan menjadi Asisten Residen. Sejak itu beberapa bangunan pemerintah yang baru yang muncul adalah kantor dan rumah Asisten Residen. Kantor Asisten Residen dibangun di seberang kantor/rumah controleur, sedang rumah Asisten Residen dibangun di arah utara kantor/rumah controleur. Bangunan lainnya adalah gedung/balai besar di dekat kantor Asisten Residen. Lalu kantor pos dibangun di sisi utara jalan pos trans-Java (sejajar dengan kantor/rumah controleur tetapi berada sebelah barat sungai Tjikapoendoeng). Kemudian dibangun penjara di arah utara kantor pos (kelak disebut penjara Bantjeui).

Jumat, 27 Januari 2017

Sejarah Bandung (10): Konstruksi Jembatan; Teknologi Bambu vs Teknologi Beton dan Teknologi Baja



Overpass Pelangi, Antapani, Bandung 2017
Baru-baru ini Kota Bandung mendapat kesempatan pertama di Indonesia untuk penerapan teknologi mortar busa untuk pembangunan jembatan. Cirinya, konstruksi dibuat melengkung. Meski begitu, hasilnya efisen secara teknis dan juga efisien secara ekonomis. Secara teknis tampak lebih kuat karena konstruksi penahan jembatan dibuat melengkung (arch construction) dan secara ekonomis menyebabkan hemat bahan yang membuat biaya pembuatan lebih murah.

Penggunaan teknologi mortar busa ini dilakukan pada jembatan overpass ‎Pelangi Antapani, Bandung yang pengoperasiannya baru dilakukan beberapa hari yang lalu. Sementara arch structure  sendiri banyak diterapkan untuk pembuatan konstruksi berbahan beton dan berbahan baja baik pada jembatan maupun kontruksi lainnya seperti atap dan pipa minyak. Pendekatan arch ini dicapture dan dipopulerkan oleh restoran cepat saji McD (McDonald’s).

Teknologi Bambu

Jembatan bambu di atas sungai Citarum, Bandung, 1893
Jauh sebelum teknik lengkungan digunakan secara modern dalam berbagai kontruksi bangunan (jembatan, gedung dan sebagainya), nenek moyang kita sudah memikirkan dan menerapkannya.Teknologi bamboo jembatan lengkung ditemukan di banyak tempat dan yang paling terkenal adalah jembatan teknologi bamboo di atas sungai Cisadane di Buitenzorg (Bogor) dan di atas sungai Tjitaroem di Bandoeng.