Minggu, 19 Februari 2017

Sejarah Bandung (25): Emma Poeradiredja, Wanita Pertama Anggota Dewan Kota (Gemeenteraad); Kiprah Perempuan Pribumi

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Sudah diketahui secara luas tokoh wanita Bandung Dewi Sartika, terkenal sebagai pionir pendidikan untuk kaum perempuan. Namun, generasi penerusnya bernama Emma Poeradiredja kurang terinformasikan. Padahal Emma adalah perempuan pertama di Bandoeng yang menjadi anggota dewan (gemeenteraad). Emma Poeradiredja sendiri adalah Ketua divisi perempuan Pasundan yang banyak terlibat di dalam kegiatan sosial.

Idola Emma Poeradiredja, Ratu Emma
Di dewan kota Bandung terdapat dua wanita. Selain Emma adalah Raden Aju Sangkaningrat. Sangat menakjubkan di dewan kota Bandung ada dua wanita pribumi duduk dan tidak ada wanita Europcesche. Ini sangat disesalkan (Soerabaijasch handelsblad, 14-09-1938). Ini berarti secara politik, wanita pribumi lebih maju jika dibandingkan dengan wanita Eropa.

Emma Poeradiredja bukanlah nama asli, melainkan kombinasi nama idola Ratu Emma dan nama ayah Poeradiredja. Nama aslinya sebagaimana disebut dalam berbagai tulisan adalah Raden Rachmat’ulhadiah, lahir di Chirebon, 1902. Ayahnya adalah seorang anggota dewan di Bandung dan demikian juga saudara-saudaranya. Dugaan bahwa dua tokoh (ratu dan ayah) ini menjadi sumber cita-cita Emma Poeradiredja.

Sabtu, 18 Februari 2017

Sejarah Bandung (24): Negara Pasundan dan Pemberontakan DI/TII; Sukarno dan Hatta Juga Pernah ‘Ingkari’ Republik Indonesia

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini


Sisa bara api Bandung Lautan Api (24 Maret 1946) belum sepenuhnya padam, para pejuang masih berjuang di luar kota, di Bogor Soeria Karta Legawa, mantan Bupati Garoet mendirikan Partai Rakyat Pasundan. Ketika wilayah republik makin menyusut, karena digrogoti oleh Belanda, Negara Pasundan diproklamirkan di Bandung. Namun dalam perkembangan lebih lanjut, ketika Belanda memberikan pengakuan pada Republik Indonesia, di Bandung pada tanggal 8 Maret 1950 dilakukan kembali ikrar: Wilayah Jawa Barat (eks Negara Pasundan) kembali menjadi bagian Republik Indonesia.

Jawa Barat tidak sendiri, juga terdapat di Sumatra Timur, Sumatra Selatan, Jawa Timur, Madura dan Indonesia Timur. Saat ibukota RI di Bukitinggi, daerah-daerah lain yang masih republik hanya tinggal hitungan jari, yakni: Aceh, Tapanuli, Djokjakarta dan Lampung. Daerah lainnya bersifat otonom.

Proklamasi 17 Agustus 1945

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Teks proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno disamping Drs. M. Hatta dihadapan para pejuang kemerdekaan Indonesia. Tanggal ini menandai seluruh rakyat Indonesia telah merdeka. Tidak tergantung kepada Jepang, tidak tergantung kepada Belanda dan juga tidak tergantung Negara lain. Proklamasi ini telah mengubah cita-cita yang sudah lama diimpikan dan kini benar-benar menjadi kenyataan. Penduduk Priangan adalah rakyat Indonesia yang pertama bersukacita atas kemerdekaan ini ketika di daerah-daerah lain kabar berita itu belum sampai.

Rabu, 15 Februari 2017

Sejarah Bandung (23): Bandung Lautan Api, Ini Rincian Faktanya; Bumi Hangus di Padang Sidempuan Demi Jaga Harga Diri



van Mook (koran 1946)
Bandung Lautan Api, bukanlah mitos. Ini kejadian yang benar-benar terjadi, Tidak hanya di Bandung, juga di kota-kota lain di Indonesia. Bagaimana disebut ‘lautan api’, informasinya jarang diungkapkan. Artikel ini menelusuri seperti apa itu Bandung Lautan Api, Untuk pembanding disarikan versi Bumi Hangus di Padang Sidempuan, kota kampung halaman Kolonel Abdul Haris Nasution dan Amir Sjarifoeddin Harahap.

Politik bumi hangus (verschroeide aarde) terjadi dua cara: Pertama, pihak yang menyerang melakukan pembakaran baik akibat granat, bom darat atau udara. Pasukan sekutu dan pasukan Jepang banyak melakukan tindakan ini seperti di Birma, Singapora, Australia, Batam dan Soerabaja. Kedua, pihak yang diserang melakukan pembakaran dengan cara konvensional agar bangunan tidak dapat digunakan musuh. Ini banyak dilakukan oleh para pejuang RI dan penduduk seperti di Bandung, Padang Sidempuan,.

Politik Bumi Hangus

Pendudukan oleh militer Jepang atas Batavia terjadi pada tanggal 5 Maret 1942. Orang-orang Belanda du Batavia belum menyadari karena begitu cepat sudah terjadi militer dimana-mana. Tindakan bumi hangus (verschroeide aarde) oleh Belanda atas gedung-gedung tertentu tidak sempat dilaksanakan meski sudah direncanakan.

Nieuwe Apeldoornsche courant, 16-03-1942:‘Angkatan bersenjata Hindia Belanda (Nederlandsc Indie) tidak punya waktu tersisa untuk pelaksanaan yang efektif politik "bumi hangus" di ibukota Batavia. Setelah pendudukan Jepang pada tanggal 5 Maret ibukota Nederlandsch Indie kembali ke kehidupan normal’.

Ini mengindikasikan praktek bumi hangus sudah ada di pihak Belanda sebelum umum dilakukan oleh militer dan penduduk pribumi pada tahap berikutnya. Dalam berita-berita lain, tidak terlaksananya bumi hangus sebagian orang-orang Belanda sedikit agak lega. Bangunan-bangunan yang ditargetkan seperti kantor telepon, perpusatakaan urung dilaksanakan karena itu adalah asset. Hanya kerugian yang terjadi jika itu terlaksana.

Selasa, 14 Februari 2017

Sejarah Bandung (22): Pikiran Rakyat dan Sakti Alamsyah; ‘Dimana Bumi Dipijak Disitu Langit Dijunjung’

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini


Tokoh PPPKI (1929): Thamrin, Soetomo, Soekarno dan Parada
Ini adalah kisah tentang Sakti Alamsyah dan kawan-kawannya: Mereka yang terjun dalam bidang pers, antara lain Mochtar Lubis, Adam Malik, Parada Harahap dan AM Hoetasoehoet. Di bidang militer antara lain Abdul Haris Nasution, Zulkifli Lubis dan Mengaradja Onggang Parlindungan. Yang berprofesi sebagai politisi antara lain Amir Sjarifoeddin Harahap, Zanul Arifin Pohan, Burhanuddin Harahap dan Abdul Hakim Harahap. Diantara teman-teman Sakti Alamsyah tersebut hanya Abdul Haris Nasution dan Mangaradja Onggang Parlindungan yang pernah lama menetap di Bandung.

Kisah Sakti Alamsyah di Bandung sangat mirip dengan kisah Radjamin di Surabaya (Walikota pribumi pertama Kota Surabaya). Keduanya, lahir sebagai Anak Tapanuli (Selatan) tetapi meninggal sebagai 'Anak Bandung' dan 'Arek Surabaya'. Seperti umumnya orang-orang Tapanuli, 'sekali merantau tidak akan kembali', mereka terbiasa mengikuti pepatah 'dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung'. Mereka tidak melihat dekat Indonesia antara Pakantan hingga Sipirok, tetapi melihat jauh antara Sabang hingga Merauke. Mereka adalah generasi Indonesia yang sebenarnya (Truly Indonesia).

Dari Pikiran Rakyat Hingga Pikirkan Rakyat

Surat kabar Pikiran Rakyat Bandung terbit kali pertama tanggal 30 Mei 1950. Surat kabar ini dipimpin oleh Djamal Ali. Dalam jajaran direksi terdapat Palindih, Sakti Alamsyah dan Asmara Hadi. Motto surat kabar ini ‘Mengadjak Pembatja Berfikir Kritis’.

Sabtu, 11 Februari 2017

Sejarah Bandung (21): Fikiran Ra’jat, Pikiran Rakjat dan Pikiran Rakyat; Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat



Surat kabar Harian Pikiran Rakyat Bandung adalah surat kabar legendaries di Bandung. Surat kabar pertama di Bandoeng adalah Preanger Bode (terbit 1896). Surat kabar Pikiran Rakyat adalah penerus surat kabar Prenager Bode. Sejarah Preanger Bode (lihat Artikel 17), sejarah Pikiran Rakyat mari kita lacak. Asal-usul pendirian surat kabar Pikiran Rakyat tidak pernah ditulis. Untuk itu coba dilengkapi dalam artikel ke-21 ini. Asal-usul pendirian surat kabar Pikiran Rakyat sangat esensial sebagai pra kondisi mengapa surat kabar Pikiran Rakyat namanya tetap dipertahankan sejak era Belanda dan mengapa pula tetap merupakan surat kabar utama di Kota Bandung.

Asal Usul Pikiran Rakyat

Sakti Alamsyah Siregar, pendiri Pikiran Rakyat
Untuk mengenang surat kabar Harian Pikiran Rakyat yang sekarang, kita harus memutar jarum jam ke tahun 1950. Pada bulan Mei 1950, surat kabar Pikiran Rakjat diterbitkan di Bandoeng. Kelak motto surat kabar baru ini adalah ‘Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat’.


Di Djakarta, surat kabar yang memiliki motto yang sama dengan Pikiran Rakyat adalah Indonesia Raya. Surat kabar yang mengambil nama dari surat kabar lama Indonesia Raja dan nama lagu kebangsaan Indonesia Raya yang diciptakan oleh WR Supratman. Pada tahun 1925 WR Supratman bekerja sebagai editor kantor berita pribumi pertama, Alpena yang digagas oleh Parada Harahap. 

Surat kabar Indonesia Raya terbit pertama kali pada 29 Desember 1949 didirikan oleh Mochtar Lubis dengan kawannya dan yang bertindak sebagai editor adalah Mochtar Lubis.

Selasa, 07 Februari 2017

Sejarah Bandung (20): Wali Kota Pertama Kota Bandung, RA Atmadinata; Seorang Guru Alumni Belanda

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini


RA Atmadinata, Walikota pertama Bandung
Yang pertama seharusnya selalu diperhatikan, sebab yang pertama biasanya menarik perhatian, dan yang pertama juga umumnya banyak dipublikasikan. Namun sangat disayangkan Wali kota pertama Bandoeng RA Atmadinata hanya sedikit terinformasikan, karenanya kurang dikenal. Padahal, RA Atmadinata adalah tokoh penting di Kota Bandoeng sejak era Pemerintah Hindia Belanda hingga pasca pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda. Perjuangannya tidak perlu diragukan: Dinu Kiwari Ngancik Nu Bihari, Seja Ayeuna Sampeureun Jaga.

Tidak hanya wali kota pertama kota Bandung, ternyata setali tiga uang dengan wali kota pertama Medan dan walikota pertama Surabaya—sama-sama kurang terinformasikan. Semoga itu karena hanya sekadar kurangnya atau tiadanya data dan informasi tentang mereka. Jangan sampai karena ada maksud pihak tertentu untuk mengerdilkan mereka. Jika hanya soal data dan informasi dapat dicari atau dikumpulkan. Untuk itu, mari kita telusuri profil RA Atmadinata, Wali kota Pertama Kota Bandung. Wali kota yang satu ini layak mendapat tempat dalam bingkai Sejarah Preanger dan Sejarah Kota Bandung..

Gemeenterraad Bandoeng

Atmadinata mulai terkenal sejak dicalonkan utnuk menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad) Bandoeng. Pada saat wali kota Bandoeng kali pertama diangkat tahun 1917, Atmadinata adalah anggota dewan kota dari golongan pribumi. Di tengah kebisingan politik, Atmadinata masih sempat membagi perhatian untuk fungsi seorang guru: mengajar dan tetap terus belajar.