Rabu, 05 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (27): Sejarah Kesehatan di Bali; Dr Julius Jacobs dan Putra Pertama Bali Kuliah di Docter Djawa School (1885)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Sebelum Anak Agung Made Djelantik studi kedokteran ke Belanda dan rumah sakit Sanglah Denpasar didirikan, satu siswa pertama asal Bali diterima di sekolah kedokteran Docter Djawa School di Batavia pada tahun 1885. Pengiriman putra Bali pertama melanjutkan sekolah kedokteran tidak lama setelah Dr Julius Jacobs berkeliling Bali untuk urusan vaksinasi. Lulusan sekolah Docter Djawa School yang bertugas di Bali sudah sejak lama ada (khususnya di Boeleleng).

Anak Agung Made Djelantik mengawali pendidikannya di Denpasar di sekolah berbahasa Belanda Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Setelah lulus melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke MULO (Meerleetgebreid Langer Orderwijs) di Malang dan diteruskan ke Jogjakarta (Algemene Middlebare School). Lulus dari Jogjakarta Anak Agung Made Djelantik melanjutkan studi kedokteran ke Belanda pada tahun 1938. Pada tahun 1946 Anak Agung Made Djelantik meraih gelar dokter di Gemente Uiversitet Amsterdam. Rumah sakit Sanglah di Denpasar mulai dibangun pada tahun 1956. Rumah sakit ini diresmikan pada tanggal 30 Desember 1959 dengan kapasitas 150 tempat tidur. Pada tahun 1962 rumah sakit Sanglah bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Univesitas Udayana. Dr. Anak Agung Made Djelantik adalah salah satu pendiri Universitas Udayana.

Lantas bagaiana sejarah pengembangan kesehatan di Bali? Nah, itu dia. Sejauh ini kurang terinformasikan. Yang jelas sejarah kesehatan di Bali seiring dengan penempatan dokter-dokter di Bali. Satu dokter yang penting adalah Dr Julius Jacobs, dokter yang mengusulkan agar siswa Bali yang lulus dikirim ke Batavia untuk melanjutkan sekolah kedokteran. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 04 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (26): GP Rouffaer dan Bali; Batak Instituut dan Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde (KITLV)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah Indonesia (baca: Indonesia) ada satu lembaga yang penting yang terlibat aktif dalam mempromosikan penduduk pribumi--baik sebagai manusianya maupun hasil-hasil karyanya. Lembaga tersebut disebut Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde. Lembaga ini berada di Belanda, para pelopor dan anggotanya adalah orang-orang yang sangat dekat dan peduli terhadap pribumi. Untuk menyebut sejumlah nama, diantaranya adalah Charles Adriaan van Ophuijsen dan GP Rouffer.

Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde disingkat KITLV. Lembaga ini bahkan masih eksis hingga ini hari yang mana cabangnya berada di Jakarta. Saya banyak menggunakan sumber-sumber data (terutama peta dan foto) dan lembaga ini untuk memahami kota-kota dan wilayah-wilayah lainnya tempo doeloe di Indonesia. Jauh sebelum lembaga ini terbentuk sejak era VOC sudah ada pendahulunya di Batavia yang dipelopori oleh Radermacher dengan nama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (lembaga seni dan ilmu pengetahuan di Batavia). Jika mundur ke belakang lagi untuk urusan ilmu pengetahuan ini kita akan menemukan nama-nama pelopor terutama tiga yang pertama: Georgius Everhardus Rumphius, Saint Martin dan Cornelis Chastelein.

Nama GP Rouffer menjadi penting karena terlibat aktif dalam pengembangan adimistrasi KITLV. Seperti peneliti-pemerhati lainnya yang lebih senior, GP Rouffer secara perlahan mulai memperhatikan Bali. Sementara itu tokoh-tokoh Balii terdahulu yang sudah ada antara lain Prof. Kern dan Dr. N van der Tuuk serta Dr R van Eck. Lantas apa saja pernan GP Rouffer tentang Bali? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 03 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (25): Sejarah Kereta Api di Pulau Bali Bermula 1913; Sejarah Kereta Api di Pulau Lombok Bermula Sejak 1895


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Belakangan ini di pulau Bali muncul gagasan untuk pembangunan kereta api. Namun masih pro-kontra. Salah satu prioritas PT KAI adalah membuat studi kelayakan untuk pembangunan kereta api ruas bandara Ngurah Rai-pantai Sanur. Tentu saja kabar ini menandai sejarah baru perkeretaapian di pulau Bali, suatu moda transportasi yang bersifat massal. Lantas seperti apa sejarah lama perkeretaapian di pulau Bal. Yang jelas gagasan pembangunan kereta api di Bali sudah ada sejak tahun 1913.

Seperti yang dapat dibaca dalam berbagai sumber berita akhir-akhir ini bahwa muncul gagasan pembangunan kereta api di pulau Bali. Ada yang menginginkan itu sangat perlu dan tentu saja ada yang menolak, masing-masing dengan argumentasi sendiri-sendiri. Diantara yang pro dan sedikit lebih moderat adalah usulan Gubernur Bali yang mengharapkan jalur kereta api itu sebaiknya dibangun sepanjang pantai yang mengelilingi pulau Bali. Sementara itu ada gagasan dari Kementerian Perhubungan untuk mendukung moda transportasi udara dengan moda transportasi kereta api dengan membangun kereta api untuk ruas bandara dan pantai Sanur melalui titik-titik strategis destinasi pariwisata di sekitar Denpasar (Badung). Gagasan pebangunan kereta api juga muncul di pulau Lombok dan pulau Sumbawa.

Gagasan pembangunan kereta api di Bali sejak tahun 1913 memang tidak terealisasikan. Namun sejarah tetaplah sejarah. Sejarah adalah narasi fakta dan data. Meski masih sebatas rencana pembangunan kereta api di Bali tempo doeloe, rencana itu adalah bagian dari sejarah perkeretaapian di Bali. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pulau Bali (24): Sejarah Pelabuhan di Pulau Bali; Boeleleng hingga Koeta dan Laboehan Amok hingga Gili Manok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Pelabuhan adalah entry point bagi orang asing (Eropa, Cina dan pribumi) untuk berinteraksi dengan orang Bali di pulau Bali. Seperti banyak penulis tempo doeloe mengidentifikasi orang Bali bukanlah pelaut. Oleh karena itu, untuk terjadinya transaksi perdagangan, sejumlah titik pantai di pulau Bali dibuka untuk orang asing. Pelabuhan-pelabuhan yang dibuka hanya sekadar untuk fungsi pabean (orang asing dihalangi masuk ke pedalaman). Orang-orang asing hanya diizinkan berdiam di pantai-pantai.

Tidak diketahui pelabuhan mana yang sudah ada (terbentuk) di pulau Bali sebelum kedatangan orang Belanda. Satu-satunya keterangan yang ditemukan adalah pada ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlabuh di suatu teluk di pantai timur Bali (1597). Di pelabuhan ini Cornelis de Houtman dan telah bertemu dengan rombongan Radja Bali. Pelabuhan ini kelak diketahui sebagai pelabuhan Laboehan Amok, sedangkan teluk dimana berada pelabuhan tersebut disebut (dicatat) orang-orang Belanda berikutnya sebagai Baai van Padang atau Padang Baai. Dalam bahasa Belanda, baai diartikan sebagai teluk. Nama Padang Bai pada masa ini diduga berasal dari penamaan oleh orang Belanda.

Pelabuhan Laboehan Amok boleh dikatakan adalah pelabuhan pertama orang Bali di pulau Bali (pantai timur Bali). Boleh jadi di bagian lain pulau Bali (pada waktu yang sama) sudah terbentuk pelabuhan lain yang dimana orang asing menetap (anggap saja di pantai utara dan di pantai barat Bali). Orang asing tersebut antara lain Portugis, Melajoe, Jawa, Bugis dan lainnya. Lantas apa pentingnya pelabuhan-pelabuhan tersebut? Yang jelas pelabuhan adalah pintu masuk ke suatu pulau dan pelabuhan adalah tempat transaksi yang menjadi cikal bakal terbentuknya pelabuhan-pelabuhan masa kini. Itulah sebab mengapa pelabuhan adalah bagian dari sejarah. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 02 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (23): Harimau Bali dan Sejak Kapan Punah? Habitat Harimau di Pulau Bali Hanya di Buleleng dan Jembrana


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Harimau Bali (Panthera tigris balica) sudah lama punah. Menurut Dr R van Eck (1878) harimau dan banteng liar di pulau Bali hanya ditemukan di afdeeling Boeleleng dan afdeeeling Djembrana. Salah satu favorit pelukis terkenal Raden Saleh adalah melukis hewan besar yang masih liar, dua diantaranya adalah harimau dan banteng liar. Lantas kapan harimau Bali punah? Harimau terakhir di sekitar Batavia dibunuh pada tahun 1884 (lihat Handelsblad, 18-09-1886).

Di wilayah Indonesia (baca: Hindia Belanda) harimau hanya ditemukan di pulau Sumatra, pulau Jawa dan pulau Bali. Ketika terjadi kenaikan permukaan air di jaman kuno, lalu terbentuk pulau Sumatra, pulau Jawa dan pulau Bali. Perbedaan pulau ini yang kemudian menyebabkan populasi harimau terpisah dan membentuk tiga subspesies: harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dan harimau Bali. Lantas mengapa harimau Madura disebut harimau Jawa, sedangkan harimau Bali bukan disebut harimau Jawa? Lalu sejak kapan harimau Jawa punah di (pulau) Madura?

Yang jelas harimau Bali sudah lama punah, sementara harimau Jawa belum lama amat. Sedangkan harimau Sumatra masih banyak ditemukan. Okelah. Harimau Bali pernah eksis, namun bagaimana sejarah harimau Bali kurang terinformasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 01 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (22): Tawan Karang Bali, Karang Asem; Orang Bali Bukan Pelaut dan Tawan Karang yang Membawa Malapetaka


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Mengapa muncul tawan karang? Tawan karang adalah penyitaan kapal yang terdampar di pantai Bali. Untuk menghindari terulangnya tawan karang, Pemerintah Hindia Belanda melakukan perjanjian damai dengan radja-radja Bali. Semua radja setuju dengan tawan karang dan berupaya untuk mencegah jika dilakukan oleh penduduknya. Namun ada satu pangeran (radja) yang dianggap melanggarnya yakni pangeran Boeleleng. Tuntutan ganti rugi yang diminta Pemerintah Hindia Belanda, berdasarkan perjanjian terdahulu, menyebabkan petaka bagi radja Boeleleng.

Perairan pantai timur pulau Bali banyak karangnya. Tidak begitu jelas apakah ada kaitan antara karang di laut dengan karang di gunung yang disebut (kerajaan) Karang Asem. Yang jelas, di teluk Padang (baai van Padang) terdapat pelabuhan Laboehan Amok, tempat dimana ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlabuh pada tahun 1597. Sebelum mencapai teluk Padang di sekitar perairan Lombok (antara pulau Lombok dan pulau Penida), satu dari tiga kapal Cornelis de Houtman rusak berat sehingga harus dibakar dan ditenggelamkan. Tentu saja Cornelis de Houtman tidak mengetahui apakah sudah ada atau belum praktek tawan karang (karena belum bertemu dengan orang Bali). Dalam perkembangannya, jalur navigasi melalui pantai barat pulau Lombok, karena pantai timur pulau Bali tidak aman karena dua hal, banyak karangnya dan juga arus airnya membahayakan pelayaran. Sejak itu pelabuhan yang terus berkembang adalah pelabuhan Boeleleng (Bali) dan pelabuhan Ampenan (Lombok).

Lantas bagaimana sejarah asal-usul tawan karang di Bali? Itu satu hal. Hal lainnya yang penting adalah mengapa praktek tawan karang dilanggar pangeran Boeleleng dan tidak mengindahkan perjanjian yang ditandatanganinya dengan Pemerintah Hindia Belanda yang menyebabkan petaka bagi Boeleleng. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.