Kamis, 21 Januari 2021

Sejarah Banten (29): Sejarah Pers di Banten Bermula di Serang; Koran 'De Banten Bode' dan Surat Kabar Berbahasa Melayu

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Bagaimana sejarah pers di Banten tentu saja penting. Hal ini karena pers adalah salah satu instrumen untuk mencerdaskan bangsa. Namun bagaimana sejarah pers di Banten boleh jadi sudah ada yang menulis, namun itu tidak cukup, Hal itulah mengapa sejarah pers di Banten perlu ditulis lagi. Yang jelas pers di Banten, surat kabar De Banten Bode yang terbit di Serang hanya berumur seumur jagung, karena diboikot pemerintah setempat.

Sejarah pers sudah ada sejak era VOC, namun baru berkembang pesat di era Pemerintah Hindia Belanda. Perkemmbangannya dimulai dari surat kabar berbahasa Belanda yang selanjutnya muncul surat kabar berbahasa Melayu yang dirintis oleh orang-orang Belanda dan orang-orang Tionghoa. Dari pers berbahasa Melayu inilah orang pribumi belajar pers. Ini dimulai pada tahun 1897 di Padang, seorang mantan guru pribumi, Dja Endar Moeda direkrut penerbit surat kabar berbahsa Melayu Pertja Barat untuk menjadi editor. Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda mengakuisisi (membeli) surat kabar tersebut beserta percetakannya (menjadi pribumi pertama pemilik media). Pada tahun 1902 di Medan, penerbit koran Sumatra Post menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu Pertja Timor dengan merengkrut editor pribumi Mangaradja Salamboewe. Pribumi yang ketiga yang pernah menjadi editor di surat kabar investasi Eropa (Belanda) adalah Tirto Adhi Soetjo.

Lantas bagaimana sejarah pers di Banten? Seperti yang disebut di atas diawali oleh surat kabar berbahasa Belanda De Banten Bode. Lantas mengapa surat kabar Banten Bode muncul? Itu satu soal. Soal yang lain mengapa De Banten Bode diboikot pemerintah setempat. Surat kabar berbahasa Melayu di Batavia Tjaja Timoer yang dipimpin Parada Harahap menyindir pemerintah di Banten soal pers. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banten (28): Profesor Dr. Hussein Djajadiningrat dan Kramatwatu Tempat Kelahiran; Karangantu, Serang, Cilegon

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Siapa Profesor Dr. Hussein Jayadiningrat sudah diketahui secara luas. Disebutkan Hussein Jayadiningrat, doktor pertama Indonesia ini lahir di Kramatwatu. Riwayat keluargnya cukup terkenal, ayahnya pernah menjadi Bupati Serang. Semuanya dimiliki oleh Hussein Jayadiningrat. Tak banyak lagi keterangan yang perlu ditambahkan. Narasi sejarah Hussein Jayadiningrat terbilang lengkap dan tentu saja sudah banyak ditulis. Yang kurang mendapat perhatian adalah tentang tempat kelahiran Hussein Jayadiningrat.

Nama Kramatwatu kini adalah nama sebuah kecamatan di kabupaten Serang, Provinsi Banten. Kecamatan Kramatwatu terdiri dari 13 desa, yakni: Pegadingan, Harjatani, Kramatwatu, Lebakwana, Margasana, Pamengkang, Pejaten, Pelamunan, Serdang, Terate, Tonjong, Toyomerto dan Wanayasa. Kecamatan Kramatwatu berbatasan langsung dengan Kota Cilegon dan Kota Serang. Masyarakat Kramatwatu menggunakan bahasa Jawa Banten. Meski sama-sama menggunakan bahasa Jawa Banten, masing-masing desa (bahkan masing-masing kampung) memiliki dialek yang berbeda. Di wilayah Kramatwatoe ini terdapat situs-situs lama.

Nama Profesor Dr. Hussein Jayadiningrat adalah satu hal. Nama Kramatwatoe adalah hal lain lagi. Lantas apakah ada relasinya? Itulah pertanyaan yang masih tersisa yang masih membutuhkan pemahaman. Yang jelas Kramatwatoe tempo doeloe berada di tiga tempat yang penting: Karangantoe (Banten), Cilegon dan Serang. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 20 Januari 2021

Sejarah Banten (27): Kereta Api Banten Bermula di Rangkasbitung (Menuju Anyer dan Labuhan); Kereta Api Komuter Batavia

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Sejarah kereta api Banten pada dasarnya adalah sejarah kereta api ruas Rangkasbitung via Serang dan Tjilegon ke Anyer dan via Pandeglang ke Labuhan. Ruas jalur kereta api Batavia (Kota) ke Tangerang via Pesing dan ruas Batavia (Tanah Abang) ke Rangkasbitung via Serpong adalah sejarah kereta api Batavia (kereta komuter). Ruas Batavia-Rangkasbitung dan ruas Batavia-Tangerang sama halnya dengan ruas Batavia-Buitenzorg vias Depok  dan Batavia-Cikarang via Bekasi.

Pada era Hindia Belanda, pembangunan dan pengembangan moda transportasi kereta api tidak mengikuti proses politik, tetapi mengikuti hukum ekonomi. Ibarat kate, lu jual gua beli. Hal itulah mengapa jalur kereta api Jakarta (Batavia) ke Tangerang buntu, tidak tersambung ke Serang (ibukota Residentie Banten). Sebaliknya jalur kereta api dari Batavia dikembangkan ke arah barat daya menuju Rangkasbitung (Afdeeling Lebak, Residentie Banten). Apa yang menjadi dasar hukum ekonomi terbentuk? Di sepanjang jalur Kota-Tangerang untuk melayani produksi dan penduduk di tanah-tanah partikelir, Demikian juga di sepanjang jalur Tanah Abang-Rangkasbitung. Praktisnya sama dengan ruas jalur Batavia (Meester Cornelis) ke Buitenzorg. Oleh karena itu pembangunan jalur keretap api ke Tangerang dan Rangkasbitung untuk tujuan kereta api komuter (ulang-alik). Sejarah pengembangan kereta api di (residentie) Banten baru dimulai ketika memperluas kereta api ke Anyer via Serang dan ke Labuhan via Pandeglang. Itulah sejarah kereta api Banten (perluasan kereta api Batavia). Idemm dito pengembangan jalur kereta api Buitenzorg ke Bandoeng via Soekabomi sebagai sejarah kereta api (residentie) Preanger.

Lantas bagaimana sejarah kereta api Banten? Nah itulah fokus kita (memisahkannya dengan sejarah kereta api Batavia). Namun demikian, jaringan kereta api Banten berbasis di Rangkasbitung. Arus barang (dari dan ke) Rangkasbitung dihubungkan ke timur (Batavia), ke utara (Karangantoe) dan ke barat (Labuhan). Ruas jalur Karangantoe-Anyer bersifat sekunder. Bagaimana itu semua berlangsung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banten (26): Sejarah Pendidikan di Banten Dimulai di Serang; ELS, Inlandsche School, OSVIA dan Normaal School (Guru)

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Sejarah pendidikan di Banten sesungguhnya termasuk awal, bahkan sebelum ada sekolah untuk pribumi di Batavia, di Banten tepatnya di Serang sudah ada sekolah untuk pribumi yang didirikan oleh pemerintah. Namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa tidak cepat tumbuh dan berkembang seperti di tempat lain?.Ketika tiba saatnya, putra-putra Banten dapat mencapai pendidikan setinggi-tingginya: Hussein Djajadinigrat orang pribumi pertama yang meraih gelar doktor (Ph.D) di Leiden pada tahun 1913.

Ketika Pemerintahan Hindia Belanda mulai berjalan normal, pada tahun 1819 sudah mulai dibentuk sekolah untuk anak-anak pribumi untuk lebih mengenal pendidikan modern (aksara Latin). Namun sekolah-sekolah yang didirikan di Batavia, Soerabaja dan Semarang dan kemudian disusul di Padang, tetapi tidak mendapat respon yang baik dari orang tua yang berpikir bahwa sekolah belum dibutuhkan anak-anak dan orang tua membutuhkan tenaga mereka untuk produksi. Sekolah untuk pribumi mati suri, sementara sekolah untuk anak-anak Eropa (Belanda) terus eksis. Akan tetapi kesadaran perlunya pendidikan itu secara perlahan meningkat. Di Soeracarta mulai banyak didirikan sekolah (berbahasa campura Melayu dan Jawa). Pada tahun 1846 Residen Padangsche mendirikan sekolah di Fort de Kock lalu pada tahun 1849 di Afdeeling Mandailing en Angkola (Residentie Tapanoeli) asisten residen mendirikan sekolah. Pada tahun 1851 di Soerarta didirikan sekolah guru Kweekschool tot opleiding van Inlandsche Onderwijzers (Kweekschool) yang diasuh oleh DW Palmer van den Broek (yang dibantu oleh J van Hangen). Inilah sekolah guru untuk pribumi yang pertama untuk mempercepat pengadaan guru yang lebih banyak.

Lantas bagaimana sejarah pendidikan di Banten? Pendirian sekolah untuk pribumi di Residentie Banten ditempatkan di ibu kota baru di Serang pada tahun 1851 (tahun yang mana sekolah guru Kweekschiool di Soeracarta didirikan). Bagaimana semua itu bermula? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 19 Januari 2021

Sejarah Banten (25): Asisten Residen di Lebak Edward Douwes Dekker; Controleur Natal dan Tragedi di Mandailing Angkola

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Edward Douwes Dekker adalah sosok pribadi yang berbeda dengan orang Belanda umumnya. Edward Douwes Dekker adalah seorang yang humanis dan penuh keadilan. Rasa adilnya inilah yang membuat dirinya dibenci oleh sebagian orang Belanda. Edward Douwes Dekker memulai karir sebagai Controleur di Natal tahun 1842. Ketika program koffiecultuur diterapkan di Afdeeling Mandailing en Angkola (sejak 1840) banyak penduduk protes sebagian eksodus ke Semenanjung Malaya (Inggris) dan sebagian berkeluh kesah kepada seorang Controeleur di Afdeeling Natal. Edward Douwes Dekker mengadvokasi penduduk, Atas perbuatannya ini Edward Douwes Dekker dihukum setahun di Padang. Sosok Edward Douwes Dekker inilah yang kemudian menjadi Asisten residen di Lebak.

Pada saat orang lupa siapa Edward Douwes Dekker, Mochtar Lubis dan Sanusi Pane mengambil inisiatif di Jakarta tahun 1953 untuk memperingati 66 tahun meninggalnya Multatuli. Peringatan itu dilaksanakan di Jalan Pegangsaan Timur No 56, tempat dimana 17 Agustus 1945 membacakan Proklamasi Indonesia. Mochtar Lubis dan Sanusi Pane seakan ingin menunjukkan kepada rakyat Indonesia, Edward Douwes Dekker alias Multatuli layak dihormati. Edward Douwes Dekker telah berjuang demi penduduk Indonesia di Natal dan di Lebak. Nama Edward Douwes Dekker sudah diabadikan sejak lama sebagai nama jalan Max Havelaar (merujuk pada nama bukunya Max Havelaar). Pada awal pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada tahun 1949 hanya dua kota yang tetap mempertahankan nama Edward Douwes Dekker yakni di Medan dan di Bandoeng dengan Indonesia hanya dua kota yang mempertahankan nama Edward Douwes Dekker sebagai nama jalan yakni di kota Medan dan di Bandung. Nama buku (jalan Max Havelaar) diubah menjadi nama orang (jalan Multatuli). Edward Douwes Dekker alias Multatuli adalah saudara sepupu Ernest Douwes Dekker alias Dr. Setia Budi (satu dari tiga pejuang Tiga Serangkai).

Bagaimana kisah Edward Douwes Dekker di Lebak sudah tentu ada yang menulis. Itu adalah satu hal. Hal yang lebih penting dalam hal ini adalah bagaimana situasi dan kondisi di Lebak pada saat Edward Douwes Dekker menjadi asisten residen di Lebak. Lantas mengapa hal itu begitu penting? Pengalamannya di Natal dan Lebak menjadi inspirasinya enulis buku terkenal Max Havelaar. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Museum (3): Renaisans Indonesia Sejak 1846; Taal, Letter, Oudheid, Penning, Natuur, Volkenkunde, Landbouw, Nijverheid

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Museum dalam blog ini Klik Disini 

Adakah sejarah renaisans Indonesia? Masalahnya bukan soal ada atau tidak ada seperti di Eropa, namun soal siapa yang bersedia menulisnya. Renaisans tentu saja adalah kata yang bersifat generik dan dapat digunakan di suatu kawasan. Lantas apakah renaisans Indonesia hanya latah? Bukan soal latah atau tidak, tetapi apakah ada gambaran yang mirip di masa lampau seperti halnya renaisans di Eropa? Tentu saja ada tampa harus kita cari, karena faktanya ada. Jadi, persoalannya adalah siapa yang bersedia menulisnya.

Renaisans (bahasa Prancis: Renaissance) atau Abad Pembaharuan adalah kurun waktu dalam sejarah Eropa dari abad ke-14 sampai abad ke-17, yang merupakan zaman peralihan dari Abad Pertengahan ke Zaman Modern. Pandangan-pandangan tradisional lebih menyoroti aspek-aspek Awal Zaman Modern dari Renaisans sehingga menganggapnya terputus dari zaman sebelumnya, tetapi banyak sejarawan masa kini lebih menyoroti aspek-aspek Abad Pertengahan dari Renaisans sehingga menganggapnya sinambung dengan Abad Pertengahan. Renaisans adalah sebuah gerakan budaya yang berkembang pada periode kira-kira dari abad ke-14 sampai abad ke-17, dimulai di Italia pada Akhir Abad Pertengahan dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa. Gerakan Renaissance tidak terjadi secara bersamaan di seluruh Eropa, gerakan ini juga tidak terjadi secara serentak melainkan perlahan-lahan mulai dari abad ke 15. Persebaran itu ditandai dengan pemakaian kertas dan penemuan barang metal. Kedua hal tersebut mempercepat penyebaran ide gerakan Renaissance dari abad ke-15 dan seterusnya. Sesudah mengalami masa kebudayaan tradisional yang sepenuhnya diwarnai oleh ajaran Kristiani, orang-orang kini mencari orientasi dan inspirasi baru sebagai alternatif dari kebudayaan Yunani-Romawi sebagai satu-satunya kebudayaan lain yang mereka kenal dengan baik. Kebudayaan klasik ini dipuja dan dijadikan model serta dasar bagi seluruh peradaban manusia (Wikipedia).

Okelah kalau begitu? Lalu bagaimana sejarah renainsans Indonesia? Tentu saja awal renainsans Indonesia dimulai pada era Hindia Belanda. Itu bermula ketika para pegiat ilmu pengatahuan dan seni di Batavia (baca: Jakarta) mulai menyadari bahwa Hindia Belanda berbeda dengan Belanda. Ibu Pertiwi (Vaderland) tidak lagi dapat dijadikan sebagai referensi dalam mengambil langkah tindakan. Memang tidak, tentu saja, tidak disebut dengan nama konsep renainsans, tetapai nyatanya Gubernir Jenderal setuju dan memulai meotivasi. Bagaimana semua itu bermula? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.