Selasa, 24 Agustus 2021

Sejarah Makassar (41): Sidenreng Rappang, Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang Doeloe; Danau Gunung hingga Tana Toraja

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini

Kabupaten Sidenreng Rappang yang juga disingkat sebagai Kabupaten Sidrap ibu kota di Pangkajene (wilayah Sidenreng). Kabupaten Sidenreng Rappang di bagian tenggara dibatasi dengan danau pedalaman yang disebut danau Sidenreng. Penduduk kabupaten Sidenreng Rappang berbahasa Bugis dialek Sidenreng Rappang. Kabupaten Sidenreng Rappang termasuk sentra beras utama di provinsi Sulawesi Selatan.

Kisah awal mula (wilayah) Sidenreng ditemukan dalam Lontara Mula Ri Timpakenna Tana’e Ri Sidenreng. Disebutkan seorang raja bernama Sangalla, seorang raja di Tana Toraja memiliki sembilan orang anak yaitu La Maddarammeng, La Wewanriru, La Togellipu, La Pasampoi, La Pakolongi, La Pababbari, La Panaungi, La Mampasessu, dan La Mappatunru. Sang sulung La Maddaremmeng sangat dominan terhadap saudara-saudaranya. Adik-adik La Maddaremmeng kemudian meninggalkan Tana Toraja dan menemukan danau yang kini dikenal sebagai danau Sidenreng. Di sekitar danau inilah migran asal Toraja ini membangunan pemukiman baru yang kemudian terbentuk kerajaan Sidenreng.

Lantas bagaimana sejarah Sidenreng Rappang di danau pedalaman Sulawesi danau Sidenreng? Seperti disebut di atas awal terbentuknya (kerajaan) Sidenreng berawal dari kisah (lontara) perantau dari Tana Toraja. Kisah adalah satu hal, dalam hal ini sejarah tidak berdasarkan kisah, tetapi berdasarkan fakta dan data. Namun demikian, meski sejarah adalah narasi fakta dan data, informasi dari kisah juga dapat dipelajri sebagai bagian dari sejarah. Lalu bagaimana dengan (kerajaan) Rappang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Makassar (40): Enrekang, Gunung Latimojong Jantung Sulawesi; Toraja Makki Mamasa Seko Rampi Bada Besoa Napu

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah Enrekang berbeda dengan sejarah Luwu, Sejarah Mamasa berbeda dengan sejarah Mandar. Sejarah Enrekang lebih mirip dengan sejarah Mamasa. Sejarah Enrekang dan sajarah Mamasa memiliki kedekatan dengan sejarah Toraja. Di sebelah utara wilayah Toraja terdapat sejarah Makki, sejarah Seko, sejarah Rampi, sejarah Bada, sejarah Beso dan sejarah Napu. Semua sejarah tersebut berada di wilayah pedalaman jantung pulau Sulawesi. Di sisi luar wilayah pedalaman ini terbentuk sejarah Luwu dan sejarah Mandar.

Wilayah Enrekang pada masa ini adalah kabupaten Enrekang dengan ibu kota di Enrekang. Pada wilayah ini tempo doeloe terdapat suatu kerajaan bernama Malepong Bulan. Kerajaan ini bersifat Manurung, terdiri dari tujuh kerajaan-kerajaan yang lebih kecil yang membentuk federasi yang disebut Pitue Massenrempulu. Kerajaan-kerajaan kecil tersebut, yaitu: Endekan, Kassa, Batulappa, Tallu Batu Papan, Maiwa, Letta dan Baringin, Kerajaan Tallu Batu Papan (Duri) adalah gabungan dari tiga kerajaan-kerajaan yang lebih kecil yaitu Buntu Batu, Malua dan Alla, Pitu Massenrempulu' ini terjadi kira-kira dalam abad ke-14, tetapi sekitar pada abad ke-17 Pitu Massenrempulu berubah nama menjadi Lima Massenrempulu (kerajaan Baringin dan kerajaan Letta tidak bergabung lagi ke dalam federasi Massenrempulu). Pada pemulaan cabang Pemerintah Hindia Belanda, federasi Lima Massenrempulu terdiri dari Buntu Batu, Malua, Alla (Tallu Batu Papan/Duri), Enrekang (Endekan) dan Maiwa. Sejak 1912 wilayah federasi ini dijadikan sebagai satu wilayah pemerintah setingkat onderafdeling dengan nama Onderafdeeeling Enrekang.

Lantas bagaimana sejarah Enrekang di jantung pulau Sulawesi? Seperti disebut di atas bahwa Enrekang berada di wilayah pedalaman di tenggara Toraja dan di sebelah barat laut Toraja adalah Mamasa. Sedangkan di wilayah utara Toraja terdapat Makki, Seko, Rampi, Bada, Beso dan Napu. Lalu bagaimana semua itu berkaitan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 23 Agustus 2021

Sejarah Makassar (39): Majene di Pantai Barat Sulawesi dan Penduduk Berbahasa Mandar; Kota Antara Polewali dan Mamuju

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini

Nama Mandar dan Toraja sudah dikenal sejak lama. Orang Mandar di wilayah pantai dan orang Toraja di pedalaman. Wilayah Mandar adalah wilayah terpenting sejak zaman lampau. Tidak hanya karena keutamaan pelabuhan (Polewali) di teluk Mandar, juga orang Mandar juga sudah dikenal sejak lampau sebagai pelaut yang hebat (yang setara dengan Bugis dan Makassar). Lantas bagaimana dengan sejarah Majene? Penduduk Majene tidak berbahasa Mamuju tetapi umumnya berbahasa Mandar.

Wilayah Majene berada di antara pelabuhan Polewali dan pelabuhan Mamuju. Meski penduduk Mejene berbahasa Mandar, lalu apakah penduduk Majene memiliki asal usul yang sama dengan orang Polewali-Mandar? Penduduk Majene berbahasa Mandar, Bahasa Mandar sendiri memiliki beberapa dialek seperti dialek Majene (Banggae), dialek Pamboang di wilayah pesisir Pamboang, dialek Awok Sumakengu di desa Onang, kecamatan Tubo Sendana. Pada era Hindia Belanda ibu kota wilayah pantai barat Sulawesi (afdeeling Mandar) berpusat di Polewali. Pada nera Republik Indonesia eks wilayah Mandar dibentuk tiga kabupaten: Polewali Mamasa, Majene dan Mamuju. Lalu kabupaten Polewali Mamasa dilikuidasi dan kemudian dibentukan kabupaten Polewali Mandar dan kabupaten Mamasa. Sementara itu wilayah bagian utara Mamuju dimekarkan dengan membentuk kabupaten Mamuju Tengah dan kabupaten Mamuju Utara (kini berganti nama kabupaten Pasangkayu). Pada tahun 2004 wilayah eks Afdeeling Mandar ini dibentuk menjadi provinsi Sulawesi Barat dengan ibu kota di Mamuju, Ini mengindikasikan ibu kota wilayah awalnya di timur-selatan Majene di Polewali (Mandar) kini berada di barat-uta di Mamuju (Mamuju).

Lalu bagaimana hubungan sejarah Majene dengan sejarah Mandar? Seperti disebut di atas bahwa penduduk Majene berbahasa Manadar. Meski Majene dan Polewali berbahasa sama (Mandar) lantas mengapa antara Polewali dan Majene nseakan terpisah atau dipisahkan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Makassar (38): Toraja, Zaman Kuno di Pedalaman Jantung Sulawesi; Toraja di Pegunungan dan Luwu di Wilayah Pantai

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah zaman kuno kerap menimbulkan misteri sendiri. Sejarah Toraja dan sejarah Luwu terbilang sejarah yang sudah lama. Toraja berada di pedalaman pulau Sulawesi, sementara Luwu berada di wilayah pantai. Lantas bagaimana hubungan Toraja dan Luwu di masa lampau? Seperti disebut tadi, sejarah zaman kuno kerap menimbulkan misteri dan pada masa kini narasinya adakalanya menimbulkan kontroversi.

Dalam laman Detik Travel diberitakan bahwa rumah tongkonan yang identik dengan Tana Toraja, disebutkan kini sudah ada replikanya di Museum TB Silalahi di Balige. Apa, pasal? Detik Travel mempertanyakan bahwa adakah kemiripan budaya antara suku Toraja dan suku Batak? Disebutnya ada kemiripan bentuk tongkonan di Toraja dan rumah bolon di Batak, tarian tor-tor dan rambu solo serta penulisan dan penyebutan marga yang hampir sama, seperti marga Aritonang, Tobing, Pakpahan dan Pardede pada suku Batak dan ada marga Aitonam, Toding, Pahan dan Pirade pada suku Toraja. Detik Travel menemukan narasi di museum tersebut bahwa budaya Batak dan Toraja mirip dengan kebudayaan Dongson di lembah Vietnam. Detik Travel menambahkan bahwa bangsa Austronesia ini sebagian menetap di Filipina dan sebagian lagi di Indonesia bagian barat. Mereka yang datang pada gelombang pertama disebut sebagai bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) yang sekarang berkembang menjadi suku bangsa Batak, Toraja, Nias, Mentawai dan Dayak. Detik Travel mulai berimajinasi yang membayangkan bahwa sebelumnya berpikir kesamaan budaya suku Toraja di Sulawesi Selatan dan suku Batak di Sumatera Utara hanya karna sinkronisasi dan akulturasi budaya semata, tapi ternyata kedua suku tersebut memang memiliki garis keturunan yang sama.

Lantas bagaimana sejarah Toraja? Seperti disebut di atas ada yang membayangkan sepefrti Detik Travel bahwa kenudayaan suku Toraja memiliki kemiripan dengan suku Batak. Lepas dari itu, lalu bagaimana hubungan sejarah Toraja dan sejarah Luwu? Apakah keduanya memiliki asal usul yang sama? Sejarah zaman kuno kerap menyimpan misteri dan narasi yang ditulis dapat minimbulkan kontroversi. Lalu bagaimana sejarah Toraja? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 22 Agustus 2021

Sejarah Makassar (37): Suku Makki Jantung Pulau Sulawesi, Bukan Terbelakang Tetapi Tertinggal; Toraja, Mamasa, Mamuju, Seko

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini

Suku Makki di jantung pulau Sulawesi, bukanlah penduduk terbelakng tetapi penduduk yang sangat tertinggal. Populasinya yang sedikit menyebabkan upaya mereka mengejar kemajuan sangat lambat. Wilayah geografis suku Makki yang benar-benar berada di pedalaman, jantung pulau Sulawesi sangat tergantung pada penduduk orang Toraja, orang Mamasa, orang Mamuju dan orang Seko yang memiliki akses ke dunia luar.

Wilayah provinsi Sulawesi Selatan terdiri banyak suku, populasi yang terbanyak adalah Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja. Pada tahun 2004 provinsi Sulawesi Selatan dimekarkan dengan membentuk provinsi Sulawesi Barat yang kini terdiri dari enam kabupaten (Mandar, Majene, Mamasa, Mamuju, Mamuju Tengah dan Pasangkayu). Suku-suku yang terdapat di provinsi Sulawesi Barat cukup banyak. Populasi terbanyak adalah Mandar (49,15%), Toraja (13,95%), Bugis (10,79%), Jawa (5,38%), Makassar (1,59%) dan suku lainnya (19,15%). Suku-suku lainnya yang populasinya sedikit antara lain Mamasa dan Mamuju. Populasi yang lebih sedikit diantaranya Baras, Benggaulu dan Makki. Wilayah penduduk Makki ini berada di lereng gunung Gondangdewata yang juga berbatasan dengan suku Seko.

Lantas bagaimana sejarah suku Makki di jantung pulau Sulawesi? Seperti disebut di atas keberadaan penduduk Makki kurang terinformasikan. Hal itu karena populasinya yang sedikit dan berada diantara suku-suku yang populasinya lebih banyak. Posisi GPS yang berada di pedalaman menyebabkan penduduk Makki kurang mendapat akses. Lalu bagaimana sejarah suku Makki yang sebenarnya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Makassar (37): Napu, Besoa, Bada di Lembah, Antara Danau Lindu dan Danau Poso; Benarkah Megalitik TN Lore Lindu?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini

Pada artikel-artikel sebelumnya telah dideskripsikan bahasa etnik Pamona di sekitar danau Poso dan juga bahasa Kaili di danau Lindu di kabupaten Sigi. Juga telah dibicarakan bahasa-bahasa di kabupaten Pasangkayu serta situs kuno di Seko dan Rampi (kabupaten Luwu). Pada artikel ini akan dideskripsi sejarah zaman kuno di sekitar Taman Nasional Lore Lindu (perbatasan kabupaten Poso dan kabupaten Sigi). Wilayah danau Lindu-danau Poso bukanlah wilayah muda, tetapi wilayah yang sudah tua. Namun tidak setua yang diperkirakan para arkeolog, Bagaimana bisa?

Seperti halnya di wilayah Sigi dan Poso di jantung pulau Sulawesi, nun jauh di barat di di jantung pulau Sumatra, tepatnya di wilayah Angkola Mandailing dan wilayah Silindung Toba terdapat situs-situs yang berasal dari zaman kuno yang mirip satu sama lain. Dalam hal ini disingkat saja sebagai: Danau Toba-Siais di Silindung-Angkola hingga danau Poso-Lindu di Sigi-Lore. Para arkeolog menyebut situs-situs di Sigi dan Poso bersifat megalitik (zaman batu), tetapi situs-situs tua di Angkola (Mandailing)-Silindung (Toba) tidak disebut bersifat megalitik tetapi situs-situs tua yang diduga pada era Hindoe Boedha. Apakah berlebihan penanggalam para arkeolog tentang situs-situs kuno di Sigi-Poso terlalu tua (jika dibandingkan dengan situs tua di Angkola-Siliindung?).  Situs-situs tua ini berada di lembah-lembah di antara danau Lindu dan danau Poso seperti di wilayah pegunungan Telawi dengan lima lembah, yakni Lembah Napu, Lembah Behoa, dan Lembah Bada yang masuk kabupaten Poso dan Lembah Palu dan Danau Lindu di kabupaten Sigi (yang termasuk kawasan Taman Nasional Lore Lindu).

Lantas bagaimana sejarah situs-situs tua di di Taman Nasional Lore Lindu di perbatasan wilayah Sigi dan wilayah Poso? Seperti disebut di atas, situs-situs tua di Sigi-Poso di sekitar gunung (danau) Lindu mirip dengan situs-situs tua di Angkola-Silndung. Bagaimana hal itu memilik kemiripan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.