Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Hanya ada dua orang Indonesia yang pernah mendapat nama julukan terhormat dari luar negeri. Yang pertama adalah Parada Harahap tahun 1933 dijuluki oleh pers Jepang sebagai The King of Java Press (De Indische courant, 29-12-1933). Yang kedua adalah Soekarno dijuluki oleh pers Amerika Serikat tahun 1956 sebagai George Washington van Indonesia (De nieuwsgier, 16-05-1956). Julukan ini sangat beralasan. Parada Harahap menyatukan Boedi Oetomo (Jawa) dalam Indonesia melawan imperialis kolonial Belanda. Selanjutnya, Soekarno memimpin Indonesia untuk menyatukan dunia melawan paham imperialis. Parada Harahap memimpin orang Indonesia pertama ke Jepang, 1933 dan kemudian Soekarno memimpin pemerintah Indonesia pertama ke Amerika Serikat, 1956. Parada Harahap adalah mentor politik praktis Ir. Soekarno.
Hanya ada dua orang Indonesia yang pernah mendapat nama julukan terhormat dari luar negeri. Yang pertama adalah Parada Harahap tahun 1933 dijuluki oleh pers Jepang sebagai The King of Java Press (De Indische courant, 29-12-1933). Yang kedua adalah Soekarno dijuluki oleh pers Amerika Serikat tahun 1956 sebagai George Washington van Indonesia (De nieuwsgier, 16-05-1956). Julukan ini sangat beralasan. Parada Harahap menyatukan Boedi Oetomo (Jawa) dalam Indonesia melawan imperialis kolonial Belanda. Selanjutnya, Soekarno memimpin Indonesia untuk menyatukan dunia melawan paham imperialis. Parada Harahap memimpin orang Indonesia pertama ke Jepang, 1933 dan kemudian Soekarno memimpin pemerintah Indonesia pertama ke Amerika Serikat, 1956. Parada Harahap adalah mentor politik praktis Ir. Soekarno.
Tiga orang revolusioner pertama Indonesia |
Bagaimana
kisah persahabatan dua tokoh utama revolusioner Indonesia ini sejak muda hingga
tua? Parada Harahap adalah mentor politik praktis Soekarno. Parada Harahap sejak
1927 telah menggadang-gadang Soekarno dan Hatta untuk menjadi pemimpin
Indonesia. Dan, itu terbukti. Pada tahun 1954, ketika Indonesia belum memiliki
Rencana Pembangunan (baca: Repelita), Presiden Soekarno dan Wakil Presiden
Mohammad Hatta mengangkat Parada Harahap untuk memimpin delegasi Indonesia untuk
studi banding ke 14 negara di Eropa (minus Belanda). Hasil laporan studi
banding ini menjadi buku Repelita pertama Indonesia. Pada tahun 1956 giliran Soekarno yang memimpin
Indonesia ke Amerika Serikat.
Pada jaman pendudukan Jepang, hanya tiga
tokoh Indonesia yang paling dipercaya oleh milter Jepang, yakni: Parada
Harahap, Soekarno dan Mohamamd Hatta. Untuk itu pemerintah militer Jepang di
Indonesia mengangkat Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai Ketua Dewan dan Wakil
Ketua Dewan Indonesia; dan Parada Harahap sebagai Koordinator urusan media
untuk militer Jepang. Dua tokoh revolusioner yang berseberangan dengan Jepang
adalah Sjahrir dan Amir Sjarifoeddin Harahap. Dan mudah ditebak, ketika BPUPKI
dibentuk Jepang, yang menjadi ketua adalah Soekarno dan wakil ketua M. Hatta.
Tentu saja Parada Harahap menjadi anggota, Setelah Indonesia merdeka 17 Agustus
1945 empat tokoh muda ‘adik-adik Parada Harahap’ ini menjadi empat orang
pertama Indonesia (yang menjadi Founding Father Republik Indonesia): Soekarno
(Presiden RI); Mohammad Hatta (Wakil Presiden RI); Sjahrir (Perdana Menteri RI
pertama); dan Amir Sjarifoeddin Harahap (Perdana Menteri RI kedua). Lantas
bagaimana itu bisa terjadi? Mari kita lacak peran Parada Harahap.
Dalam
hal ini, sudah waktunya kita membersihkan sejarah kita, sejarah Indonesia yang
disana sini penuh dengan berbagai kebohongan. Sejarah Indonesia dibangun untuk
kepentingan tertentu oleh pihak-pihak tertentu. Para sejarawan masa lalu,
langsung atau tidak langsung telah turut mengotori sejarah kita. Kini, pada era
digital, semua fakta (data dan informasi) masa lampau dapat diakses. Semua hal
terlihat terang benderang. Sejak ini, setahap demi setahap kita meluruskan
sejarah, sejarah kita Sejarah Indonesia, agar next generation tidak tertipu. Era zaman now: semua statement harus ada bukti otentik
yakni bukti tertulis (bukan katanya atau his story). Deskripsi yang panjang lebar ini akan anda
temukan perbedaan esensial dengan apa yang ditulis di Wikipedia.
Parada Harahap Membongkar Poenalie Sanctie, Koelie Ordonantie dan Prostitusi Jepang di Medan: 1918
Parada Harahap tidak seperti pejuang-pejuang
lain. Parada Harahap sangat peduli para persoalan eksploitasi dan berjuang
untuk keadilan. Pada usia 17 tahun, Parada Harahap (lahir di Padang Sidempoean 15
Desember 1899) membongkar kasus Poenalie Sanctie, Koelie Ordonantie di
perkebunan di Deli. Tulisan-tulisannya lalu dimuat di surat kabar Benih Mardeka
yang terbit di Medan pada tahun 1918 dalam enam edisi pada bulan Februari dan
Maret 1918. Lalu, surat kabar Soeara Djawa di Semarang melansir laporan
tersebut yang dimuat pada bulan Juni. Heboh di Jawa. Atas kasus itu, diadakan penyelidikan:
Parada Harahap dipecat sebagai krani (juru tulis dan juru buku) di sebuah onderneming
(perusahaan) perkebunan.
Pada tahun 1918,
Soekarno berumur 17 tahun (lahir di Soerabaja 6 Juni 1901). Soekarno duduk di
HBS di Soerabaja. Pada tahun 1920 Soekarno memulai kuliah di
Technischoogesschool di Bandoeng. Mohammad Hatta pada tahun 1918 baru berumur
15 tahun (lahir di Fort de Kock 12 Agustus 1902). Mohammad Hatta di Padang masih
sekolah Mulo (setingkat SMP). Amir Sjarifoeddin tahun 1918 baru berumur 11
tahun (lahir di Medan 27 April 1907). Amir Sjarifoeddin duduk di sekolah dasa
(ELS di Medan). Soetan Sjahrir pada tahun 1918 baru berumur sembilan tahun (lahir
di Padang Pandjang 5 Maret 1909). Sjarir sekolah dasar.
Parada Harahap hijrah ke Medan akhir tahun
1918 dan melamar menjadi wartawan dan langsung diangkat menjadi editor Benih
Mardeka. Pada bulan April 1919 Parada Harahap menggagas organisasi wartawan di
Medan dan duduk sebagai sekretaris.
Parada Harahap adalah seorang petarung, setelah dipecat dari
jabatannya sebagai karani di perusahaan perkebunan karena membongkar kasus
poenale sanctie, Parada Harahap justru membuat tantangan baru menjadi jurnalis.
Parada Harahap sadar tidak bisa sendiri dan harus muncul jkerjasama dan
organisasi. Parada Harahap sangat mengutamakan dua hal persatuan dan keadilan.
Hanya satu musuh bersama yakni imperialis/penjajah. Parada Harahap berlaku adil
tidak hanya sesama (pribumi) tetapi juga terhadap orang Asia (seperti Tionghoa)
dan juga orang Eropa. Gebrakan pertama setiba di Medan, Parada Harahap
menengahi persaingan tidak sehat dalam bisnis antara pedagang Batak dan
pedagang Minangkabau. Yang mungkin di uar dugaan adalah membongkar kasus praktek
prostitusi Jepang. Parada Harahap yang merangkap editor surat kabar Benih
Mardeka menulis editorial dan laporan tentang prostitusi wanita-wanita Jepang
di Medan. Wanita-wanita Jepang didatangkan germo Cina dari Singapura untuk beroperasi
di hotel-hotel kelas atas di Medan. Para wanita Jepang ini menjadi langganan
para pejabat, pengusaha perkebunan dan wisatawan di Medan. Parada Harahap
seakan telah membela harga diri Jepang di Medan. Kasus prostitusi ini malah sebelumnya
tidak terdeteksi oleh Konsulat Jepang di Medan. [Kelak, sebagaimana kita lihat
segera, berbalik Konsulat Jepang yang membela Parada Harahap di Batavia ketika
menghadapi suatu kasus di pengadilan].
Soetan Casajangan duduk di tengah (Leiden 1908) |
Pada tanggal 4, 5 dan 6 Juli 1919 Parada Harahap
menghadiri kongres pertama Sumatranen Bond yang diadakan di Kota Padang pada
tanggal 8 Juli 1919. Pembina kongres ini adalah Dr. Abdoel Hakim (Nasution) (Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-07-1919). Abdoel Hakim adalah anggota
dewan kota (gemeenteraad) Padang. Dr. Abdoel Hakim lahir di Padang Sidempoean
dan setelah lulus ELS Padang Sidempoean tahun 1898 melanjutkan studi ke Docter
Djawa School di Batavia (sekelas dengan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo). Abdoel Hakim lulus
menjadi dokter tahun 1905. Abdoel Hakim juga adalah Ketua NIP/PNI Sumatra’s
Westkust (pendiri NIP adalah Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo). Ketua PNI Tapanoeli
adalah Dr. Abdoel Karim (kelahiran Padang Sidempoean, alumni Docter Djawa
School, sekelas dengan Dr. Abdoel Hakim dan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo). Pada
saat kongres Sumatranen Bond tahun 1919 ini Parada Harahap tentu saja bertemu
dengan Mohammad Hatta. Parada Harahap mewakili utusan Tapanoeli dan Mohammad
Hatta utusan dari Padang (baru lulus Mulo Padang).
Untuk sekadar diketahui Sumatranen Bond yang
dimotori oleh Sorip Tagor Harahap dan didirikan di Belanda pada tanggal 1
Januari 1917. Ketua Sorip Tagor Harahap, sekretaris Dahlan
Abdoellah, bendahara Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia. Pada tanggal
8 Desember 1917 Sumatranen Bond didirikan di Batavia dengan ketua T. Mansoer
dan wakil ketua Abdul Moenir Nasution. Sorip Tagor berangkat studi ke Belanda
tahun 1914 setelah lulus Inlandschen Veeartsen School di Buitenzorg tahun 1912.
Sorip Tagor keahiran Padang Sidempoean adalah suksesi Soetan Casajangan di
Belanda. Lantas mengapa muncul Sumatranen Bond? Ini tidak lain karena
perhimpunan seluruh mahasiswa Hindia Belanda (baca: Indonesia) Indisch
Vereeniging telah digembosi. Boedi Oetomo (yang bersifat kedaerahan) yang
semakin menguat, Indisch Vereeniging mulai ditinggalkan oleh
mahasiswa-mahasiswa asal Djawa. Aksi inilah yang memunculkan reaksi dari Sorip
Tagor Harahap untuk memunculkan Sumatranen Bond (Soematra Sepakat). Posisi
Ketua Indisch Vereeniging. Dahlan Abdoellah seakan kehilangan jiwa. Akhirnya,
Dahlan Abdoellah ‘menyeberang’ ke Sumatranen Bond (sebagai sekretaris). Indisch
Vereeniging mati suri. Lalu pada tahun 1921, bersamaan dengan kedatangan Mohammad
Hatta studi di belanda, Indisch Vereeniging diaktifkan kembali, yang mana
sebagai ketua adalah Dr. Soetomo. Sorip Tagor adalah dokter hewan pertama
Indonesia (kelak dikenal sebagai kakek Risty/Inez Tagor dan Deisti Astriani
Tagor (istri Setya Novanto).
Sepulang Parada Harahap dari kongres
Sumatranen Bond di Padang, lalu di Padang Sidempoean mendirikan surat kabar berbahasa
Melayu yang diberi nama Sinar Merdeka (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indië, 02-09-1919). Berikut salah satu gebrakan Parada Harahap
sebagai pimpinan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean.
Sinar Merdeka di Padang Sidempoean (1919) |
Dalam beberapa bulan di Padang Sidempoean
Parada Harahap sudah berurusan dengan hukum dan dimejahijaukan. Ibarat kata: di
Deli saja Parada Harahap berani membongkar kasus poenale sanctie dan membongkar
praktek prostitusi Jepang, apalagi di kampungnya sendiri di Padang Sidempoean.
Parada Harahap berbicara sesuai dengan nama dan motto surat kabarnya, Sinar
Merdeka: Organ Ontoek Kemadjoean Bangsa dan Tanah Air.
Sementara itu, setelah kongres Sumatranen
Bond di Padang, Mohammad Hatta melanjutkan studi ke Batavia. Mohammad Hatta pada
bulan Mei 1920 naik ke kelas dua Handelschool di Prins Hendrik School Batavia
(Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie. 01-05-1920). Soekarno saat itu
masih HBS di Soerabaja. Mohammad Hatta lulus (Bataviaasch nieuwsblad,
06-05-1921).
Dalam kongres berikutnya tahun 1921 Parada
Harahap ketua Jong Sumatranen (Bond) cabang Tapanoeli turut hadir. Tentu saja
Mohammad Hatta juga hadir karena bertepatan libur sekolah dan Hatta baru lulus
HS di PHS. Ini terlihat dalam manifest kapal Willis dari Tandjong Priok
terdapat nama M. Hatta turun di Padang (lihat De Preanger-bode, 25-05-1921).
Singkat kata: Parada Harahap dan Mohammad Hatta sudah dua kali bertemu di
kongres Sumatranen Bond di Padang (1919 dan 1921).
Setelah kongres Sumatranen Bond di Padang, Mohammad Hatta
tanggal 2 Agustus berangkat studi ke Negeri Belanda dari Tandjong Priok ke
Rotterdam dengan kapal Tambora (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
02-08-1921). Mohammad Hatta tiba di
Rotterdam tanggal 29 Agustus 1921 (Algemeen Handelsblad, 31-08-1921). Mohammad
Hatta diterima di Nederlandsc Handelshoogeschool Rotterdam, dan lulus ujian
handels-economie (Algemeen Handelsblad, 28-11-1923).
Parada Harahap Mendirikan Surat Kabar Bintang Timoer di
Batavia: 1925
Setelah merasa yakin bahwa kampong halamannya
bebas dari ketidakadilan, penduduk makin sadar akan haknya, Parada Harahap mulai
menatap Batavia. Pelajaran jurnalistik Parada Harahap sudah selesai di Medan
dan disempurnakan dengan inkubasi bisnis media di Padang Sidempoean. Parada
Harahap juga sudah terbiasa berorganisasi baik di Medan (organisasi para krani
dan organisasi wartawan) maupun di Padang Sidempoean (organisasi Sumatranen
Bond wilayah Tapanoeli). Parada Harahap pada tahun 1922 hijrah dari Padang
Sidempoean ke Batavia. Pada tahun 1923 Parada Harahap berkolaborasi dengan Dr.
Abdul Rivai untuk mendirikan surat kabar Bintang Hindia. Pada tahun 1924 Parada
Harahap berkolaborasi dengan investor Amerika di Bintang Hindia (De Indische
courant, 28-02-1924). Masih pada tahun 1924, Parada Harahap melebarkan sayap
mendirikan kantor berita pribumi yang diberi nama Alpena (dengan editor WR
Supratman, yang tinggal bersama dengan Parada Harahap).
Dr. Abdul Rivai adalah alumni Docter Djawa School tengah
melajutkan studi kedokteran di Amsterdam. Pada tahun 1902 Abdul Rivai bersama Clockener
Brousson menerbitkan majalah Bintang Hindia di Belanda. Pada saat kedatangan
Soetan Casajangan di pelabuhan Amsterdam, Abdul Rivai menyambutnya. Beberapa hari
kemudian, setelah Soetan Casajangan mendapatkan pemondokan menulis sebuah
artikel di Bintang Hindia yang mana editor adalah Dr. Abdul Rivai. Inilah awal
dua kisah seorang guru dan seorang dokter di Belanda. Umur mereka beda tiga
tahun: Abdul Rivai lahir di 1871, Soetan Casajangan lahir tahun 1874. Dalam
perkembangannya, Bintang Hindia bangkrut dan tahun 1909 diterbitkan majalah
Bandera Wolanda dengan editor Soetan Casajangan. Pada tahun 1911 muncul majalah
Bintang Perniagaan yang juga editor Soetan Casajangan. Masih di tahun yang sama
Soetan Casajangan memenuhi permintaan Pemerintah Belanda untuk menjadi pengajar
pertama dalam bahasa Melayu di sekolah bisnis atau School of Commerce
(Handelsschool) yang berada di Rotterdam dan Haarlem. Sekolah bisnis ini kelak
dimana Mohammad Hatta kuliah (mulai 1921). Majalah Bintang Hindia yang dulu digawangi
oleh Dr. Abdul Rivai diterbitkan kembali di Batavia yang diduga merupakan hasil
pembicaraan tiga pihak: Abdul Rivai, Soetan Casajangan (guru di Normaal School
di Meester Cornelis) dan Parada Harahap. Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan dan Parada
Harahap berasal dari kampung yang sama: di Padang Sidempoean. Sebelum hijrah ke
Batavia, di Padang Sidempoean menjadi editor surat kabar Sinar Merdeka dan juga
surat kabar Poestaha (yang didirikan Setan Casajangan tahun 1915). Surat kabar
Bintang Hindia di Batavia diterbitkan oleh Percetakan Bintang Hindia (yang
diduga saham tiga pihak: Parada Harahap, Abdul Rivai dan Soetan Casajangan).
Parada Harahap mulai bertarung dengan pers
Belanda. Ini bermula dari pers Belanda yang mulai ‘nyinyir’ dengan pers pribumi
(yang sudah mulai berkembang). Parada Harahap juga membela seorang editor
Tionghoa yang ditangkap intel/polisiBelanda dan menggagas didirikannya
organisasi wartawan (De Sumatra post, 29-09-1925). Pertemuan pembentukan
organisasi ini diadakan di gedung kantor berita Alpena (pimpinan Parada
Harahap) di Weltevreden. Organisasi wartawan sudah pernah dipelopori oleh
Parada Harahap di Medan tahun 1918.
De Indische courant, 17-09-1925 (Indisch fascisme. Het
blanke front): ‘Mr. Parada Harahap, editor Bintang Hindia, menulis dalam Java
Bode tanggal 10 lalu dengan judul Kranten en Klanten (Koran dan Pelanggan)
setelah posisi Lokomotif diambil oleh Soerabija HBL dengan operasi pasar di
Semarang. Artikel ini di Soerabajasch Handelsblad dan Algemeen Handelsblad di
Semarang. Parada Harahap mengatakan: ‘Sebagai pribumi, kemajuan negara-negara
ini sangat dekat dengan hati saya, dan berusaha agar masyarakat tetap harmonis
dari semua lapisan di HIndia, harus mencatat bawah saya pikir saya memiliki
pemahaman, setidakanya mewakili wartawan dari pers Melayu. Mohon ijin saya
harus member pendapat yang sama dikhususkan pada Soer. Hbld hari ini yang
kesannya sikap yang diambil membahayakan kerjasama yang harmonis masyarakat di
Hindia. Ini telah lama mengancam kepercayaan umum penduduk pribumi niat baik
dari Belanda akan hilang di sini di Hindia, oleh tindakan beberapa pers
Eropa/Belanda dan masyarakat ETI, terutama oleh cepat meluncurkan mereka dari
tuduhan senegara mereka sendiri, yang mendukung keselamatan India dan rakyatnya
dengan cara mereka, jika mereka bersalah mengkhianati rakyat dan negara mereka
sendiri. Kesenjangan antara Timur dan Barat dan tidak sedikit Doori (tindakan
yang dimaksudkan Anda dari Soer. Hbld) untuk membentuk sebuah front kosong,
yang begitu banyak memiliki untuk menandakan tantangan resmi yang ditujukan
kepada umat berwarna di Hindia. Bagaimana Pribumi dan disini yang mana
Lokomotif, Cina berpikir, sempurna akrab bagi saya. Lokomotif adalah salah satu
organ, menekankan sopan santun yang baik bagi kita. Dalam hal ini bagi kami
adalah bukti bahwa tidak semua Belanda memusuhi kami, baik antar penduduk asli
termasuk Cina, bahwa semua orang Eropa di Hindia kepercayaan rakyat tidak
pantas berada sendirian dengan menunjuk ke item yang yang terdapat di Soer.
Hbld. dan simpatisan nya. Memang benar bahwa Soer. Hbld. tidak hitam-putih
terhadap pribumi, tetapi efek yang diperoleh oleh sesama seperti Mr Ant Lievegoed
menunjuk sebagai anti-Belanda atau orang berbahaya bagi Nederlandsene di Hindia
tidak berbeda dengan semakin yakin terletak di antara pribumi bahwa setiap
pelatih asal Belanda, yang berusaha untuk kemajuan dan pengembangan tanah dan
orang, dan yang tidak memperkuat depan putih, dan antagonisme abaian putih dan
coklat, dengan bangsanya sebagai pengkhianat. Ini sekarang jelas tilisan
anda lebih berbahaya daripada tulisan
wartawan pribumi. Pers ETI bergema di dunia asli tapi resonansinya jauh dari
menguntungkan untuk hubungan timbal balik di Hindia. Menurut pendapat saya
tugas pers putih sekarang jauh lebih besar dari sebelumnya, sekarang jadi harus
memperhitungkan jutaan orang di Hindia, yang oleh pers sendiri dan melalui
komunikasi yang lebih baik dan karena itu lebih menjamin kontak di antara
mereka sendiri, akan diinformasikan diberitahu tentang apa yang terjadi di pers
ETI tercermin apa yang mereka percaya sebagai yang kulit putih di wilayah ini.
Anda telah mendorong ke arah fasisme. Hal ini unsur-unsur, seperti Komunis,
akan datang untuk mengeksploitasi pernyataan tidak membantu seperti dan taktik
dasar merusak mereka kemudian turun, dan digunakan sebagai alat propaganda.
Soer. Hbld. Telah berusaha kebohongan, bahwa ada lebih kecurigaan terangsang
antara pribumi melawan Belanda di Hindia? Bukankah sekarang delapan orang
datang waktu untuk menahan suara seseorang dari journalistieken diucapkan sikap
simpatik terhadap penduduk pribumi menunjukkan sikap yang menurut banyak pihak,
melihat orang Barat telah mulai menaruh minat kompromi. Tapi kemajuan daerah
ini telah membuat kemajuan besar juga, sudah ada terlalu banyak intelektual
asli yang merupakan penilaian independen untuk mengetahui untuk membuat
peristiwa politik saat ini dari yang klik taruhan reaksioner akan berani secara
terbuka untuk keluar orang untuk prinsip-prinsip etika hanya sebagai musuh
pemerintah Belanda. Oleh karena itu, adalah komunisme jika diperlukan untuk
membenarkan kampanye…Ada yang mau mengikut Aku, yang akan menyelesaikan
pekerjaan saya ini?’. [artikel ini juga dilansir De Sumatra post, 24-09-1925].
Parada Harahap tampaknya telah menggantikan
peran para seniornya dalam berjuang demi bangsa: Abdul Rivai dan Soetan
Casajangan. Parada Harahap dengan cara dan keberaniannya sendiri serta didukung para
senior semakin percaya diri di ibukota: Batavia. Pers Belanda juga mengakui
kehebatan Parada Harahap. Parada Harahap sedang di atas angin, bahkan berani
berkata: ‘Ada yang mau mengikut Aku, yang akan menyelesaikan pekerjaan saya ini’.
De Indische courant, 23-12-1925: ‘Sungguh luar biasa
bagaimana kuat hari ini jumlah media di Jawa meningkat. Banyak yang tutup
tetapi lebih banyak yang muncul. Semakin berwarna (nasionalis, keagamaan) dan
juga khusus perempuan. Wartawannya juga bertambah pesat, bahkan wartawan
Sumatra sudah mencapai 700 anggota. Sangat disayangkan oleh Parada Harahap dari
Bintang Hindia dan kantor berita Alpena, yang merupakan wartawan terbaik dari
Europeescbe pers, bahwa majalah aksara Jawa kurang diperhatikan oleh
komunitasnya. Perjalanan jurnalistiknya ke Sumatera dan Selat Malaka baru-baru
ini manjadi saksi ini’.
Nieuwe Rotterdamsche Courant, 25-02-1926 |
Parada Harahap yang pada dasarnya baru 27
tahun (memulai karir jurnalistik sejak usia 17 tahun) sangat energik, berani
dan sangat piawai berpolemik (adu argumentasi). Sejauh ini sudah ditunjukkannya
kepada pers Belanda. Parada Harahap juga tentu berharap didukung para seniornya
dari belakang, terutama Soetan Casajangan dan Abdul Rivai.
Deretan para intelektual lainnya asal Padang
Sidempoean saat itu di Jawa khususnya di Batavia antara lain: Dr. Mr, Radja
Enda Boemi Siregar Ph.D (kepala pengadilan di Semarang); Dr. Sorip Tagor
Harahap (dokter hewan pribumi pertama di Bandoeng, lulus di Utrecht 1920); dua
anggota Volksraad di Pedjambon: Dr. Alimoesa Harahap (dari dapil Tapanoeli) dan
Mr. Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon (dari dapil Oostkust
Sumatra). Mangaradja Soangkoepon studi ke Belanda tahun 1910 dan lulus sekolah
hukum.
Parada Harahap telah memiliki percetakan dan
surat kabar Bintang Hindia (bersama Dr. Abdul Rivai) plus kantor berita Alpena
(bersama Wage Rudolf Supratman). Sepulang dari lawatan jurnalistik di Sumatra
dan Semenanjung, Parada Harahap menerbitkan buku dan mendirikan surat kabar
baru tahun 1926. Buku Parada Harahap ini berjudul ‘Dari Pantai ke Pantai:
Perjalanan Jurnalistik ke Sematra dan Semenanjung’. Buku ini tergolong buku kedua
yang ditulis oleh seorang wartawan pribumi.
Wartawan pribumi pertama yang menulis buku adalah Dja
Endar Moeda. Judul buku yang dimaksud adalah Riwajat Poelau Sumatra yang terbit
tahun 1903 di Padang. Dja Endar Moeda adalah editor pribumi pertama di surat
kabar investasi ETI (orang-orang Eropa) tahun 1897. Surat kabar tersebut adalah
Pertja Barat yang terbit di Padang. Pada tahun 1900. Dja Endar Moeda mengakusisi
surat kabar dan percetakan Pertja Barat. Dja Endar Moeda adalah editor peribumi
pertama dan juga orang pribumi pemilik percetakan pertama. Editor pribumi kedua
adalah Mangaradja Salamboewe, Pertja Timor di Medan tahun 1902. Editor pribumi
ketiga adalah Tirto Adhi Soerjo, Pewarta Betawie di Batavia. Saleh Harahap
gelar Dja Endar Moeda adalah kakak kelas Soetan Casajangan di Kweekschool
Padang Sidempoean. Hasan Nasution gelar Mangaradja Salamboewe adalah adik kelas
Soetan Casajangan di Kweekschool Padang Sidempoean. Dja Endar Moeda kelak dijuluki
orang sebagai Radja Persuratkabaran Sumatra. Tidak hanya memiliki Pertja Barat,
juga Insulinde (1900) di Padang dan surat kabar berbahasa Melayu, Tapian Na
Oeli (1900). Dja Endar Moeda juga memiliki surat kabar berbahasa Belanda di
Padang (1905). Parada Harahap juga menerbitkan surat kabar Pembrita Atjeh di
Kota Radja (1907). Selain menerbitkan surat kabar berbahasa Belanda di Medan,
Dja Endar Moeda menerbitkan surat kabar Pewarta Deli di Medan (1909). Saat
Benih Mardeka dibreidel di Medan (1918) Parada Harahap pindah menjadi editor di
Pewarta Deli sebelum pulang kampung di Padang Sidempoean untuk menerbitkan surat
kabar Sinar Merdeka (1919). Kelak, sebagaimana kita lihat segera, Parada
Harahap mendapat julukan dari pers Jepang sebagai The King of Java Press (1934).
Singkat kata: di era kolonial Belanda, hanya ada dua raja surat kabar, yakni:
Dja Endar Moeda dan Parada Harahap yang kebetulan keduanya kelahiran Padang
Sidempoean. Keduanya juga sama-sama menulis buku fenomenal (yang bisa dibaca di
internat sekarang). Satu hal yang tidak
boleh dilupakan adalah Dja Endar Moeda adalah pendiri organisasi sosial
kebangsaan (berisfat nasional) yang pertama di Padang tahun 1900 yang diberi
nama Medan Perdamaian (jauh sebelum organisasi kebangsaan yang bersifat
kedaerahan Boedi Oetomo tahun1908).
Buku ini berisi ringkasan dari pengalaman yang diperoleh Parada
Harahap selama perjalanannya dari Bengkulu hingga Aceh, Pulau Penang, Kuala
Lumpur, Singapura dan kemudian Jambi dan Palembang. Penulisan buku ini dengan
sendirinya telah melanjutkan upaya seniornya, Soetan Casajangan tahun 1913 yang
menerbitkan buku di Belanda berjudul: berjudul
'Indische Toestanden Gezien Door Een Inlander' (negara bagian di Hindia dilihat
oleh penduduk pribumi) diterbitkan oleh Percetakan Hollandia-Drukkerij di Baarn.
Parada Harahap selain membuat langkah besar
dalam bidang jurnalistik dengan menulis buku yang dapat dibaca secara luas dan
disimpan lebih lama, Parada Harahap juga menerbitkan surat kabar baru yang
diberi nama Bintang Timoer (Bataviaasch nieuwsblad, 07-08-1926). Disebutkan, surat
kabar ini diterbitkan kepada pembaca diprakarsai oleh perjalanannya ke Sumatra
dan Semenanjung. Surat kabar ini, sampai akhir Agustus sementara akan muncul seminggu
sekali, untuk berikutnya belum diketahui. Surat kabar ini juga disertai
suplemen untuk pembaca ETI (orang-orang Eropa) dengan pemuatan beberapa gambar.
Surat kabar baru ini dengan cepat melejit dan telah mencapai tiras paling
tinggi di Batavia. Tampaknya orang pribumi dan ETI telah mengenal baik dengan
kepiawaian Parada Harahap di bidang jurnalistik. Sebagaimana kita lihat segera.
Surat kabar Bintang Timoer terkesan lebih keras (revolusioner) dibandingkan
surat kabar Bintang Hindia.
Mengapa memilih nama Bintang Timoer? Sulit diterka. Yang
jelas surat kabar Parada Harahap yang lama, Bintang Hindia seakan tersirat
sebagai bintang barat (masih berorientasi ke barat, Eropa). Sedangkan Bintang
Timoer seakan menyuarakan dengan cara timur untuk meninggalkan Eropa/Belanda yang
berorientasi ke timur, Asia, termasuk Indonesia. Apakah Parada Harahap sudah
melakukan persahabatan dan kerjasama dengan orang-orang Jepang di Batavia?
Bukankah Jepang berutang kepada Parada Harahap dalam kasus prostitusi Jepang di
Medan? Atau, sebaliknya Jepang dan Konsulat Jepang di Batavia, Medan dan
Soerabaja telah mengincar Parada Harahap untuk dijadikan sebagai agen mereka di
Indonesia (melawan kekuasaan/imperialis Belanda)? Sebagaimana kita lihat
segera, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terjawab..
Dalam hubungan itu semua, Parada Harahap
mulai berpikir siapa yang akan dijagokan (perlu digadang-gadang) untuk menjadi
pemimpin Indonesia. Seperti kita lihat segera, Parada Harahap sudah
mengidentifikasi dua tokoh muda: Soekarno dan Mohammad Hatta. Parada Harahap
sadar bahwa dirinya hanyalah lulusan sekolah dasar di Padang Sidempoean,
sementara Soekarno di Techisch Hoogeschool di Bandoeng (sejak 1921) dan
Mohammad Hatta di Handels Hoogeschool di Rotterdam. Boleh jadi Parada Harahap
melihat komposisi ini ideal: satu mahasiswa teknik dan satu mahasiswa ekonomi.
Tentu saja itu kurang, diperlukan kandidat pemimpin dari mahasiswa hukum.
Parada Harahap tampaknya tidak melirik Radja Enda Boemi, Ph.D, tetapi lebih
memilih, seperti kita lihat segera, yakni bernama Amir Sjarifoeddin Harahap
(1928).
Keluarga Amir Sjarifoeddin Harahap sudah
dikenal Parada Harahap di Sibolga tahun 1919-1922. Ayah Amir Sjarifoeddin
adalah seorang jaksa di Sibolga yang tidak bisa distir oleh pemerintah Belanda.
Kakek Amir Sjarifoeddin bernama Soetan Goenoeng Toea adalah jaksa pribumi
pertama di Kota Medan yang dipindahkan dari posisi jaksa di Sipirok tahun 1885.
Ayah Amir memulai karir jaksa di Medan 1914 dan dipindahkan ke Sibolga tahun
1915. Dalam kasus-kasus delik pers yang dialami oleh Parada Harahap ketika
memimpin surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean, jaksa Djamin Harahap
gelar Baginda Soripada (ayah Amir Sjarifoeddin) kerap membantu. Meski Djamin
Harahap bekerja untuk pengadilan pemerintah Hindia Belanda, tetapi Djamin
Harahap tidak pernah memihak (dan bersikap adil, apa adanya). Boleh jadi
karakter tiga generasi di keluarga Amir Sjarifoeddin, Parada Harahap memiliki
preferensi terhadap karakter Amir Sjarifoeddin. Amir Sjarifoeddin sendiri lulus ELS di Medan
dan melanjutkan studi ke Belanda tahun 1921 (Hatta juga berangkat ke Belanda
tahun 1921). Setelah menyelesaikan tingkat SMP dan SMA di Belanda, Amir
Sjarifoeddin melanjutkan ke sekolah hukum di Belanda. Amir
masuk perguruan tinggi di Haarlem (1926). Namun baru naik tingkat dua, tahun
1927, Amir pulang kampong karena alasan ada masalah di dalam keluarga di
Sibolga. Amir tidak kembali ke Belanda tetapi masih pada tahun 1927, Amir
mendaftar di Rechthoogeschool di Batavia. Pada tahun inilah intesitas
pertemuann Parada Harahap dan Amir Sjarifoeddin semakin tinggi. Kampung Parada
Harahap dan kampung Amir Sjarifoeddin di Padang Sidempoean (timur) berdekatan.
Tonggak sejarah Indonesia Merdeka sendiri
baru dimulai dibangun tahun 1928 saat mana Kongres PPPKI (senior) dan Kongres
Pemuda (junior) diadakan di Batavia. Dalam radar Parada Harahap hanya terdapat
tiga orang: Soekarno, Mohammad Hatta dan Amir Sjarifoeddin. Sementara nama
Soetan Sjahrir belum muncul bahkan sama sekali belum terdeteksi. Nama Soetan
Sjahrir kali pertama muncul, kelak pada tahun 1930 sebagai wakil ketua
Persatoean Indonesia (PI) di Belanda (pasca kepengurusan Mohammad Hatta).
Het nieuws van den dag voor NI, 05-04-1930 |
Praktis, Parada Harahap pada tahun 1927 hanya
mengenal tiga pemuda revolusioner yang terbilang menonjol, yakni: Soekarno,
Mohammad Hatta dan Amir Sjarifoeddin Harahap. Parada Harahap sejatinya memerankan
fungsi seorang libero dalam tim sepakbola. Berada pada posisi tengah,
mengupayakan kerjasama (teamwork) semua individu dan mengkoordinasikannya.
Rajin dan lincah bergerak ke segala arah, ikut membantu pertahanan, mendampingi
sayap-sayap dan mendorong penyerang untuk menciptakan gol. Sebagaimana
penyerang, libero juga dapat melakukan tugas penyerangan. Parada Harahap
nyata-nyata juga pemain sepak bola dan berposisi sebagai libero di dalam klub
Bataksch Voetbal Club yang berkompetisi di Bataviasch Voetbalbond. Di dalam
masyarakat luas, Parada Harahap seorang yang pemberani, santun dan luwes yang
menjadi pegawai yang baik (mantan krani), jurnalis pemberani, aktivis dan
organisatoris, penulis buku, pengusaha, politisi dan seniman.
Parada
Harahap Mempersatukan Semua Organisasi Kebangsaan: 1927
Di Belanda, pada tanggal
17 Januari 1926 Mohammad Hatta terpilih sebagai ketua Perhimpoenan Indonesia
(lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 25-02-1926). Berita ini dikutip dari
buletin bulanan bulan Februari Indonesia Merdeka, organ dari Perhimpoenan
Indonesia. Berita ini di Batavia secara umum baru diketahui pada bulan April
(De Indische courant, 03-04-1926). Kepengurusan Perhimpoenan Indonesia yang
baru ini melakukan reformasi. Sebelumnya
dilaporkan di Belanda didirikan Perhimpoenan Hakim Indonesia (lihat Nieuwe
Rotterdamsche Courant, 23-03-1926). Organisasi ini adalah organisasi mahasiswa
hukum (yang juga diduga tetap berafiliasi dengan Perhimpoenan Indonesia).
Perhimpoenan Indonesia
diubah dari Indonesische Vereeniging pada tahun 1925 (era kepengurusan Soekiman
Wirjosandjojo). Sementara Indonesische Vereeniging diubah dari Indisch
Vereeniging pada tahun 1922 (pada saat pergantian pengurus dari Dr. Soetomo dan
Herman Kartawisastra). Indisch Vereeniging sendiri didirikan tahun 1908 oleh
Soetan Casajangan, seorang mantan guru di Padang Sidempoean yang melanjutkan
studi ke Belanda tahun 1905. Indisch Vereeniging pernah menerbitkan majalah
yang diberi nama Hindia Poetra. Pada tahun 1922 Hindia Poetra diterbitkan kembali
di bawah pengasuhan Mohammad Hatta. Pada tahun 1924 nama majalah Hindia Poetra
diubah menjadi Indonesia Merdeka yang tetap sebagai organ Indonesische
Vereeniging. Kata merdeka untuk media bukan baru, jauh sebelumnya (1919) sudah
ada nama surat kabar yang diberi nama Sinar Merdeka di Padang Sidempoean yang
dipimpin oleh Parada Harahap. Sebelum Parada Harahap mendirikan surat kabar
Merdeka, di Padang Sidempoean sudah ada surat kabar bernama Poestaha yang
editornya adalah Parada Harahap. Surat kabar Poestaha di Padang Sidempoean
didirikan tahun 1915 oleh Soetan Casajangan (pendiri Indisch Vereeniging).
Soetan Casajangan boleh dikatakan pendiri pertama organisasi pelajar/mahasiswa,
Indisch Vereeniging (1908), sedangkan untuk organisasi kebangsaan (masyarakat)
yang pertama adalah Dja Endar Moeda di Padang tahun 1900 yang diberi nama Medan
Perdamaian (jauh lebih tua dari organisasi kebangsaan Boedi Oetomo yang
didirikan 1908). Format organisasi Boedi Oetomo adalah copy paste Medan
Perdamaian (lihat Soerabaijasch handelsblad, 20-10-1908). Saleh Harahap gelar
Dja Endar Moeda adalah kakak kelas Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan di
Kweekschool Padang Sidempoean.
Tentu saja berita ini turut menggembirakan
Parada Harahap. Sebab antara Parada Harahap dan Mohammad Hatta sangat dekat.
Mohammad Hatta memanggil Parada Harahap dengan ‘Om Parada’. Parada Harahap
kemudian juga mereformasi medianya. Bintang Hindia diganti dengan penerbitan
surat kabar yang baru, Bintang Timoer (Bataviaasch nieuwsblad, 07-08-1926).
Dalam tempo singkat, surat kabar Bintang Timur dibawah perusahaan Bintang Hindia
tirasnya melejit dan menjadi yang tertinggi di Batavia. Parada Harahap mencoba
mengambil inisiatif untuk menghidupkan kembali Sumatranen Bond.
Parada Harahap mulai menghubungi para senior seperti
Abdul Rivai dan Soetan Casajangan. Lalu menghubungi para anggota Volksraad
antara lain Mangaradja Soeangkoepon dan Alimoesa. Lalu diadakan pertemuan orang Sumatra di Welteverden
(De Indische courant, 10-02-1927). Pertemuaan ini diadakan karena Sumatranen
Bond sudah lama vakum. Komite sementara (formatur) terdiri dari Sutan Mohamad
Zain, Parada Harahap dan Dr Abdoel Rivai. Pertemuan memutuskan susunan dewan
Sumatranen Bond yang baru antara lain Soetan Mohamad Zain (ketua) dan Parada
Harahap (sekretaris). Lalu kemudian pertemuan publik pertama diadakan di rumah
Dr. Abdul Rivai (Bataviaasch nieuwsblad, 24-05-1927). Dalam pertemuan ini,
Parada Harahap naik ke mimbar mewakili Residentie Tapanoeli. Anggota Volksraad di Pedjambon
yang berasal dari Sumatra juga turut hadir dalam pertemuan ini. Tiga diantaranya
(kebetulan anak Padang Sidempoean) adalah Todoeng (Harahap) gelar Soetan Goenoeng Moelia,
wakil Batavia, Abdul Firman (Siregar) gelar Mangaradja Soeangkoepon, wakil
Oostkust Sumatra dan Alimoesa Harahap wakil dari Noord Sumatra (Residentie Tapanoeli en Residentie Atjeh). Catatan: mahasiswa pribumi pertama di Belanda adalah Abdul Rivai (1899); Soetan Casajangan yang kelima (1905). Sementara Mangaradja Soeangkoepon tiba di Belanda tahun 1910 dan kemudia disusul Soetan Goenoeng Moelia tahun 1911. Setelah mengabdi menjadi guru HIS di Kotanopan, Soetan Goenoeng Moelia melanjutkan studi doktoral tahun 1928 (saat Mohammad Hatta menjadi ketua Perhimpoenan Indonesia). Soetan Goenoeng Moelia, saudara sepupu Amir Sjarifoeddin meraih gelar doktor (Ph.D) tahun 1933 yang kelak menjadi Menteri Pendidikan RI kedua (setelah Ki Hadjar Dewantara). Soetan Goenoeng Moelia adalah orang Indonesia ketujuh yang meraih gelar doktor di Belanda. Yang pertama ada Husein Djajadiningrat (1913), yang ketiga Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi (1925) dan yang keenam Ida Loemongga Nasution (1930). Husein Djajadiningrat dari Banten adalah
sekretaris Soetan Casajangan di awal Indisch Vereeniging.
Parada Harahap, seperti halnya surat kabarnya
Bintang Timoer meroket, sangat aktif untuk mendorong terbentuknya supra
organisasi kebangsaan, organisasi nasional, Indonesia sebagaimana organisasi
pelajar di Belanda telah menggunakan nama Indonesia, yakni Perhimpoenan
Indonesia.
Pada tahun 1927 masih aktif kuliah di Handelshoogeschool
Rotterdam. Soekarno baru lulus di Technischoogeschool di Bandoeng. Amir Sjarifoeddin
Harahap tingkat dua di Rechthoogeschool Batavia (transfer dari Rechthoogeschool
Belanda). Soetan Sjahrir masih duduk sekolah menengah (SMA) di Bandoeng. Ir.
Soekarno di Bandoeng sudah mulai mengirim tulisan ke surat kabar Bintang Timoer
di Batavia.
Pada bulan September 1927 dibentuk organisasi
kebangsaan yang bersifat nasional. Organisasi supra kebangsaan ini disebut
Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia, disingkat PPPKI.
Dalam pembentukannya, Mohammad Hoesni Thamrin didaulat menjadi ketua dan tentu
saja Parada Harahap sebagai penggagas diposisikan sebagai sekretaris. MH
Thamrin adalah anggota Volksraad dari dapil Batavia.
Mohammad Hoesni Thamrin
dan Parada Harahap adalah sama-sama pengusaha. Usaha MH Thamrin bergerak di
bidang perdagangan dan industri pengolahan di batabia. Sedangkan Parada Harahap
pengusaha di bidang media dan percetakan. Parada Harahap adalah ketua pengusaha
di Batavia (semacam Kadin pada masa ini).
Pertemuan pembentukan PPPKI diadakan di rumah
Mr. Husein Djajadiningrat (yang sudah barang tentu turut dihadiri Soetan
Casajangan, Direktur sekolah Normaal School di Meester Cornelis). Mr. Husein
Djajadiningrat, Ph.D saat itu adalah salah satu dosen di Rechthoogeschool di
Batavia. Rumah Soetan Casajangan dan
Husein Djajadiningrat di Kramat tidak terlalu jauh.
Bataviaasch nieuwsblad, 26-09-1927: ‘Minggu di
Weltevreden para pemimpin yang berbeda dari Serikat pribumi bertemu di Batavia
di rumah Mr Husein Djajadiningrat. Diputuskan untuk mendirikan organisasi yang
terdiri dari para pemimpin dari berbagai serikat pribumi, dengan ketua komite
adalah MH Thamrin dan sekretaris Parada Harahap. Serikat yang hadir adalah Boedi
Oetomo, Pasoendan, Kaoem Betawi, Sumatranenbond, Persatoean Minahasa, Sarekat
Amboncher dan NIB (Perserikatan Nasional Indonesia).
Soetan Casajangan dan Husein Djajadiningrat
adalah senior para mahasiswa Indonesia keduanya adalah angkatan pertama di
Indisch Vereeniging di Belanda. Pada awal pendirian tahun 1908 Soetan
Casajangan sebagai Ketua dan Husein Djajadiningrat sebagai sekretaris. Soetan
Casajangan menyelesaikan studi menjadi sarjana tahun 1911 dan Husein
Djajadiningrat meraih Ph.D tahun 1913, Soekarno masik di sekolah dasar (ELS) di
Soerabaya. Soekarno lulus ELS tahun 1915.
Pada saat ini (1927) Soekarno baru lulus di Technisch Hoogeschool di
Bandoeng, Mohammad Hatta kuliah tingkat akhir di Handelschool di Rotterdam,
Amir Sjarifoeddin kuliah tingkat awal di Rechthoogeschool dan Soetan Sjahrir
masih SMA di Bandoeng.
Sebelum pertemuan tersebut muncul kesulitan mengajak
Boedi Oetomo. Hal ini karena Boedi Oetomo adalah oraganisasi kebangsaan yang
sangat besar (relatif terhadap organisasi kebangsaan lainnya). Sebagaimana kita
lihat nanti, Parada Harahap meminta bantuan Dr. Radjamin Nasution membujuk Dr.
Soetomo yang belum lama ini pulang studi dari Belanda. Dr. Radjamin dan Dr.
Soetomo sewakru di STOVIA adalah teman sekelas. Sebaliknya, sebagaimana kita
lihat nanti, Persatoean Minahasa, Sarekat Amboncher dalam pembentukan ini tanpa
masalah tetapi dalam perkembangannya keduanya kurang respon. Sebagaimana kita
lihat nanti, kurang tertariknya Persatoean Minahasa dan Sarekat Amboncher sangat
disayangkan oleh Parada Harahap.
Stambuk Menjadi Indonesia |
Mengapa harus Soeltan Agoeng, Soekarno dan Mohammad
Hatta? Mudah ditebak. Soeltan Agoeng adalah pejuang masa lalu, Soekarno dan
Mohammad Hatta adalah pejuang masa dekat. Parada Harahap sebagai seorang
aktivis (berbagai organisasi) yang suka membaca dan seorang jurnalis tentu
dapat memetakan masa lalu dan memproyeksikan masa datang. Khusus, untuk Soeltan
Agoeng adalah terbilang salah satu angkatan awal sebagai pejuang (pribumi)
melawan (kehadiran VOC) Belanda. Soeltan adalah pejuang paling agoeng awal-awal
kehadiran Belanda. Bagaimana dengan Soekarno dan Mohammad Hatta? Itu yang
tengah kita lacak dalam konteks hubungannya dengan Parada Harahap.
Sementara Parada Harahap sangat aktif di
PPPKI, pers Belanda terus menyorot sepak terjang Parada Harahap di media. Soal
tanah air, banyak ahlinya, tetapi soal tanah air di media, Parada Harahap
jagonya. Hanya Parada Harahap yang bergelora dan berani memainkan penanya yang
tajam ke depan hidung pers Belanda.
Sejak tulisan Parada Harahap (tentang isu fascism) yang dimuat di Java
Bode dan disarikan oleh De Indische courant, 17-09-1925, pers Belanda terus
mengikuti sepak terjang Parada Harahap. Perang sesama pers (Pribumi vs Eropa/Belanda)
terus memanas.
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië,
08-11-1927 (Wat Gisteren in de Krant stond!...): ‘diskusi tentang mayoritas
Indonesia, bahwa Indonesia adalah warisan nenek moyang, sebagai protes keras
Parada Harahap dari Bintang Timur. ‘Jika Indonesia warisan nenek moyang, KW cs
menganggap sebagai pemberontakan.. Jadi saya memahami komunikasi yang dilakukan
oleh Pemerintah, bermain aman! Dan Anda? K.W’.
Ungkapan warisan nenek moyang sudah kerap
digunakan Parada Harahap, bahkan ketika masih menjadi editor di Benih Mardeka
di Medan dan Sinar Merdeka di Padang Sidempoean. Saat terjadi polemik Parada vs
pers Belanda menyusul tulisan Soekarno yang dimuat di surat kabar Bintang
Timoer. Soekarno tampaknya mulai keluar kandang untuk menyuarakan opininya
secara terbuka ke publik. Mohammad Hatta sebelumnya di Belanda masih bersifat
setengah berani.
Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 07-05-1926 |
Soekarno
Kerap Menemui Parada Harahap di Gang Kenari dan Parada Harahap Meminta Mohammad
Hatta Mengumpulkan Semua Tulisan Dr. Abdul Rivai
Soetan Casajangan, Pionir Pendidikan Tinggi Indonesia (1913) |
Geachte Dames en Heeren! (Dear Ladies and Gentlemen).
....saya berterimakasih kepada Mr. van Rossum, ketua
organisasi...yang mengundang dan memberikan kesempatan kembali kepada saya...di
hadapan forum ini....pada bulan 28 Maret 1911 (sekitar sepuluh tahun
lalu)...saya diberi kesempatan berpidato karena saya dianggap sebagai pelopor
pendidikan bagi pribumi...ketika itu saya menekankan perlunya peningkatan
pendidikan bagi bangsa saya...(terhadap pidato itu) untungnya orang-orang di
negeri Belanda yang respek terhadap pendidikan akhirnya datang ke negeri
saya..dan memenuhi kebutuhan pendidikan (yang sangat diperlukan bangsa)
pribumi. Gubernur Jenderal dan Direktur Pendidikan telah bekerja keras untuk
merealisasikannya..yang membuat ribuan desa dan ratusan sekolah telah membawa
perbaikan..termasuk konversi sekolah rakyat menjadi sekolah yang mirip
(setaraf) dengan sekolah-sekolah untuk orang Eropa..
Sekarang saya ingin berbicara dengan cara yang saya
lakukan pada tahun 1911...saya sekarang sebagai penafsir dari keinginan
bangsaku..politik etis sudah usang..kami tidak ingin hanya sekadar sedekah
(politik etik) dalam pendidikan...tetapi kesetaraan antara coklat dan
putih...saya menyadari ini tidak semua menyetujuinya baik oleh bangsa Belanda,
bahkan sebagian oleh bangsa saya sendiri...mereka terutama pengusaha paling
takut dengan usul kebijakan baru ini...karena dapat merugikan
kepentingannya..perlu diingat para intelektual kami tidak bisa tanpa dukungan
intelektual bangsa Belanda..organisasi ini saya harap dapat menjembatani
perlunya kebijakan baru pendidikan...saya sangat senang hati Vereeniging
Moederland en Kolonien dapat mengupayakannya...karena anggota organisasi ini
lebih baik tingkat pemahamannya jika dibandingkan dengan Dewan [pemerintah
kolonial]...’
Isi pidato ini tampaknya ditujukan untuk
mengoreksi kebijakan pendirian Technische Hoogeschool te Bandoeng yang tidak
memihak pribumi. Sebab isu saat itu soal ketidaksetaraan sangat menonjol pada
sekolah tinggi teknik ini. Dalam daftar mahasiswa baru di tahun pendirian
Technische Hoogeschool te Bandoeng hanya terdapat dua jatah pribumi. Saat itu
Soetan Casajangan adalah Direktur Normaal School di Meester Cornelis (kini
Jatinegara).
Pada tahun 1911, Soetan Casajangan, pendiri Indisch
Vereeniging, baru saja meraih sarjana pendidikan, Soetan Casajangan diundang
oleh Vereeniging Moederland en Kolonien (Organisasi para ahli/pakar bangsa
Belanda di negeri Belanda dan di Hindia Belanda) untuk berpidato dihadapan para
anggotanya. Dalam forum yang diadakan pada tahun 1911, Soetan Casajangan,
berdiri dengan sangat percaya diri dengan makalah 18 halaman yang berjudul:
'Verbeterd Inlandsch Onderwijs' (peningkatan pendidikan pribumi): Berikut
beberapa petikan penting isi pidatonya.
Geachte Dames en Heeren! (Dear Ladies and Gentlemen).
..saya selalu
berpikir tentang pendidikan bangsa saya...cinta saya kepada ibu pertiwa tidak
pernah luntur...dalam memenuhi permintaan ini saya sangat senang untuk langsung
mengemukakan yang seharusnya..saya ingin bertanya kepada tuan-tuan (yang hadir
dalam forum ini). Mengapa produk pendidikan yang indah ini tidak juga berlaku
untuk saya dan juga untuk rekan-rekan saya yang berada di negeri kami yang
indah. Bukan hanya ribuan, tetapi jutaan dari mereka yang merindukan pendidikan
yang lebih tinggi...hak yang sama bagi semua...sesungguhnya dalam berpidato ini
ada konflik antara 'coklat' dan 'putih' dalam perasaan saya (melihat
ketidakadilan dalam pendidikan pribumi).
Pada tahun kedua tahun 1921 akhirnya
Technische Hoogeschool te Bandoeng mengakomodir kandidat mahasiswa pribumi
lebih banyak. Salah satu diantaranya adalah Soekarno (lihat De Preanger-bode,
08-05-1922).
Sementara itu, Mohammad Hatta tahun 1922 di
Handelshoogeschool Rotterdam baru naik ke tingkat dua (masuk tahun 1921). Sorip
Tagor lulus dari Rijksveeartsenijschool, Utrecht dan mendapat gelar dokter
hewan (Dr) pada tahun 1920 (lihat De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad,
02-07-1920). Sorip Tagor Harahap adalah pendiri Sumatranen Bond di Belanda
tanggal 1 Januri 1917. Mohamamd Hatta mengawali sebagai anggota Sumatranen Bond
di Padang. Pada tahun 1922 muncul Vereeniging Indische Club, namun publikasi
mereka akan dibatasi oleh Menteri Koloni (lihat Het Vaderland: staat- en
letterkundig nieuwsblad, 22-07-1922). Sepulang dari Belanda, tahun 1925 Dr.
Soetomo tampak hadir dalam sebuah pertemuan yang diadakan studi klub di Soerabaja
(De Indische courant, 23-02-1925). Pertemuan publik pertama turut hadir Mr. La
Fontaine, asisten Residen dan Mr. JE Stokvis, anggota Volksraad dan banyak
wanita. Dr. Soetomo membuka pertemuan dengan singkat dalam bahasa Melayu.
Singgih mengambil podium yang pertama mengatakan bahwa Studie club adalah
kebangkitan dari klub Intelektual. yang didirikan oleh RMH Soekono dan M. Soendjoto.
Pada tahun 1923, sepulang Soetomo dari Belanda mendirikan klub studi Neu-Orientierung
namun gagal karena kurang keberanian. Pada tanggal 12 Juli 1924 akhirnya RMH
Soejono klub studi intelektual tersebut diganti nama Studieclub yang memiliki
karakter Indonesia. Dalam pertemuan tersebut juga dilakukan pengabadian
nama-nama dengan menggantung potret sejumlah orang di dinding, yakni potret orang-orang
terkenal Diponegoro, Mangkoenegoro IV, Mangkoenegoro VI, Raden Adjeng Kartini, Dr.
Wahidin, juga potret Doewes Dekker, Dr. Tjipto, Dr. Soewardi dan Tjokroaminoto.
Soekarno lulus pada tahun 1926 (Bataviaasch
nieuwsblad, 05-05-1926). Ada empat nama pribumi yang lulus dalam daftar
kelulusan yakni Anwari, Ondang, Soekarno dan Sutedjo. Soekarno melamar atau tidak
bekerja untuk pemerintah. Soekarno,
Dermawan dan Anwari membuka Sekolah MULO di kampung Astana Anjar di Bandoeng. MULO
ini buka setiap hari untuk anak-anak dan orang dewasa dari pukul 4 hingga 8 pagi
kecuali hari Sabtu dan Minggu (De Indische courant, 26-08-1926). Tentu saja
Soekarno sangat dikenal di kalangan orang Jawa dan kerana itu Soekarno diajukan
oleh Boedi Oetomo sebagai salah satu dari tiga kandidat untuk Volksraad di dapil
West Java (De Indische courant, 23-09-1926).
Saat itu, banyak pribumi yang giat untuk mencerdaskan
bangsa dengan inisiatif sendiri. Sekolah MULO milik pemerintah tidak cukup.
Partisipasi ini yang dilakukan di Bandoeng oleh Soekarno dan kawan-kawan. Hal
ini juga muncul di kota-kota lain seperti di Medan. Soekarno dan kawan-kawan
juga mendirikan klub studi di Bandoeng yang diberi nama Algemeene Studie Club.
Pada tanggal 7 November 1926 di Bandoeng
diadakan pertemuan publik pertama Algenieene Studieclub dengan tema ‘Politiek
en Economie in de Koloniale Overheersching’ (Politik dan Ekonomi di dominasi
kolonial). Pertemuan ini dilakukan di balairung yang dipenuhi sekitar 600
orang, termasuk 6 Belanda dan 3 Eropa serta 15 orang perempuan pribumi (Bataviaasch
nieuwsblad, 08-11-1926). Pembicara antara lain Mr Stokvis. Dalam pertemuan ini
juga turut hadir Goenawan, Mohamad Sanoessi, Soeprodjo, Soediro, Darmoprawiró
Dr Tjipto dan Dr. Douwes Dekker. pertemuan itu dipimpin oleh Ir. Darmawan
Mangun Koesoemo. Sementara pada panel duduk Ir. Anwari, Ir. Soekarno dan guru
Kadmirah. Pidato Stokvis diterjemahkan Soekarno ke dalam bahasa Melayu. Pada
intinya Stokvis memberikan gambaran tentang masa lalu dan kehadiran politik etika
dan ekonomi terkait dengan dominansi Belanda dan pribumi masih tahap belajar.
Srokvis berpendapat bahwa pribumi belum matang untuk menerapkan hukum dan
prinsip tersebut, bahkan setengah kedewasaan belum bisa dikatakan. Dalam tanya
jawab, Mohammad Sanoesi tidak sependapat. Dr. Douwe Dekker mengatakan klaim tentang
ketidakdewasaan (hijau) atau kedewasaan (kuning) dari penduduk Hindia benar, kasusnya
menurutnya, penduduk itu tidak merah. Soekarno mengibaratkan pinang ketika
matang berwarna merah. Pertemuan ditutup pukul 12 oleh Ir. Darmawan
Mangoenkoesoemo. Semuanya berakhir dengan lancar berkat kehadiran Komisaris.
Stein dan wakil pembantu polisi R. Machmoed.
Pada tahun 1925 Partai Komunis Indonesia (PKI)
dibentuk dengan tujuan untuk melawan pemerintah Hindia Belanda. Bulan November
1926 PKI melakukan pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat
dan Sumatera Barat. Pimpinan PKI Alimin dan Musso tengah berada di luar negeri melakukan
pembicaraan dengan Tan Malaka. Ada beberapa hal yang tidak disetujui oleh Tan
Malaka dalam pemberontakan tersebut. Pemerintah Belanda berhasil menahan
pemberontakan dan kader-kadernya diasingkan, sebagian besar dikirim ke Boven
Digoel. Dalam hubungan ini sebuah majalah Tionghoa melaporkan, untuk
melokalisir pengaruh PKI, polisi mengawasi para pimpinan Algemeene Studie Club
diantaranya Dermawan, Soekarno en Anwari Yang turut diawasi polisi di Bandoeng
adalah advocat Sartono dan Soenarjo. Resident van Midden-Priangan menyangkal
tuduhan tersebut (lihat De Indische courant, 14-12-1926).
Parada
Harahap mulai kenal Soekarno ketika Soekarno mengirim tulisan ke Bintang Timoer
(didirikan 1926; pemilik dan editor Parada Harahap). Ini sehubungan dengan
semakin intensnya aktivitas Soekarno di Algemeene Studie Club di Bandung. Parada
Harahap mulai melihat sosok dua pemimpin muda yakni Mohammad Hatta di Belanda (ketua
Perhimpoenan Indonesia sejak 1926) dan Ir. Soekarno di Bandoeng (anggota Algemeene Studie Club sejak 1926). Hubungam antara Mohammad Hatta dan Soekarno
belum terlihat. Parada Harahap sudah lama kenal dengan Mohammad Hatta,
sementara Parada Harahap baru mulai kenal Soekarno.
Dalam konteks ini, Parada Harahap mulai
menggalang persatuan tidak hanya diantara organisasi-organisasi kebangsaan
(Sumatranen Bond, Boedi Oetomo, Kaoem Betawi, Pasoendan dan lainnya), Parada
Harahap juga ingin organisasi-organisasi mahasiswa yang menjadi organ
organisasi kebangsaan untuk menyatukan langkah menuju Indonesia Merdeka. Inilah
yang mendasari, mengapa Parada Harahap berambisi segera mewujudkan persatuan.
Lalu digagasnya dan terbentuk PPPKI tahun 1927. Singkat kata: Mohammad Hatta di
Belanda, Soekarno di Bandoeng dan Soetomo di Soerabaja. Parada Harahap sendiri
berada di Batavia. Sebagaimana kita lihat nanti, di Batavia Parada Harahap ‘mengarahkan’
Amir Sjarifoeddin dan Mohammad Jamin.
Parada
Harahap pada satu sisi terus aktif membangun PPPKI, namun di sisi lain Parada
Harahap terus membendung serangan pers
Belanda soal tanah air milik nenek moyang, soal persatoean dan munculnya partai
politik. Anehnya, sebagian wartawan dari pers pribumi turut mendiskreditkan
Parada Harahap dan lebih memihak pers Belanda. Parada Harahap tentu tidak
sendiri, masih banyak orang-orang revolusioner seperti Soekarno dan Mohammad
Hatta yang berani bertarung dan bersuara garang di publik. Musuh utama yang
menjadi seteru polemik Parada Harahap adalah Karel Wijbrand (mantan editor
Sumatra post yang kini, seperti Parada Harahap berkarir/hijrah ke Batavia). Pers
Belanda terus menggarisbawahi statement-statement para revolusioner baik terdapat
di media (seperti Bintang Timoer) maupun di rapat-rapat besar.
Algemeen
Handelsblad, 01-10-1927: ‘Pekalongan, 1 Oktober (Aneta.) Dalam pertemuan
lanjutan partai Sarekat Islam mengenai [sindirian dari pers Belanda] pembentukan
‘front kosong’, Ir. Soekarno berbicara atas nama Komite Sentral Perserikatan ‘Nasional
Indonesia’ juga merespon tindakan itu di dalam pidatonya yang mangatakan ‘ingat
bahwa itu oleh bagian pers putih ditolak’, Soekarno memiliki kesimpulan bahwa
orang-orang itu [pers Belanda] takut untuk pembentukan wajah coklat, dan itu adalah
tugas yang membentuk [baris] depan [kulit] coklat’...(sementara itu) dalam
pertemuan itu, salah satu topik yang paling penting adalah apakah PSI akan
bergabung dengan Liga (baca: partai-partai politik Indonesia) melawan imperialisme dan pemerintahan kolonial...’.
Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 08-11-1927 (Wat Gisteren in de
Krant stond!...): ‘diskusi tentang mayoritas Indonesia, bahwa Indonesia adalah
warisan nenek moyang, sebagai protes keras Parada Harahap dari Bintang Timur.
‘Jika Indonesia warisan nenek moyang, KW cs menganggap sebagai pemberontakan..
Jadi saya memahami komunikasi yang dilakukan oleh Pemerintah, bermain aman! Dan
Anda? K.W’.
Parada Harahap tidak
hanya diserang oleh Karel Wijbrand dan kawan-kawan dari depan, Parada Harahap juga,
sebagian individu dari pers pribumi ‘menyerang’ dan mendiskreditkannya dari
belakang. Hal ini karena Parada Harahap dianggap sebagai wartawan terlalu jauh
terlibat dalam urusan politik dan telah menyimpang dari organisasi jurnalistik. Parada Harahap tampaknya tidak peduli. Parada Harahap sudah sejak lama menyadari dan telah memulainya dengan mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di
Padang Sidempoean tahun 1919.
Gang
Kenari menjadi pusat perjuangan Indonesia. Di gang inilah terdapat gedung
tempat pertemuan dan kantor PPPKI. Gedung gang Kenari ini kerap disebut
Indonesia Club. Kepala kantornya adalah Parada Harahap. Di gedung pertemuan ini
hanya ada tiga foto yang dipajang di dinding: Soeltan Agoeng, Soekarno dan
Mohammad Hatta. Ke gedung inilah setiap akhir pekan datang Soekarno dari
Bandoeng. Sejauh ini, setelah berdirinya PPPKI, perlawanan hampir serentak
terjadi di Belanda (Mohammad Hatta dkk), Bandoeng (Soekarno dkk) dan Medan
(Abdullah Lubis dkk). Catatan: Abdullah Lubis adalah salah satu pendiri surat
kabar Benih Mardeka di Medan tahun 1916. Dan sebagaimana kita lihat nanti di
Soerabaja (Dr. Soetomo, Dr. Rdajamin Nasution dkk).
Dalam
urusan politik, Parada Harahap tidak sendiri. Senior para mahasiswa yang juga
cendekiawan ada di belakangnya, seperti Dr. Abdoel Rivai, Soetan Casajangan dan
Husein Djajadiningrat, Juga terdapat anggota Volksraad yang cukup vokal
diantara para anggota Volksraad pribumi, yakni Mangaradja Soangkoepon, MH
Thamrin dan Alimoesa Harahap. Mangaradja Soangkopen kerap berseberangan dengan
anggota Volksraad JE Stokvis. Corong politik Parada Harahap tidak hanya Bintang
Timoer di Batavia, tetapi juga Benih Timoer di Medan.
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indië, 03-01-1928 (Wat Gisteren in de Krant stond!...): ‘Artikel
utama pada Benih Timoer, Medan, pada tanggal 15 Desember membahas lebih lanjut
usulan tentang mayoritas penduduk pribumi, yaitu pertanyaan, apa yang harus
terjadi jika tidak diterima oleh Statan General. Menurut editorial tersebut,
Indonesia tidak duduk diam, tapi protes, dimana Regeering di belakang mereka.
Dan sebagai wakil dari Opini publik memberikan opini editor itu lagi, bahwa
Pemerintah di sini dan Belanda akan memahami karena suara rakyat adalah suara
Tuhan. "Sekarang, yang terjadi adalah non-coperative! Tapi sepertinya yang
satu jari tidak diberikan sekali dan untuk semua satu menangkap seluruh tangan.
Benih Timoer ingin di semua dewan kota, mayoritas Indonesia. Pewarta Dcli mengatakan, 12 Des. ‘Ketika
editor setelah kekuasaan di tangannya, mereka akan dengan Indonesia mencoba
mereka yang mengatakan mereka sudah matang, dan Belanda harus menonton. Dia
menyebut [Abdullah] Lubis, [Mohammad] Samin, Soekirman; Tjokroaminoto, [Agoes] Salim,
Ibrahim Lubis, Mohamad Joenoes di daerah dan Parada Harahap di pusat’ KW
Para
cendikiawan tersebut aktif melakukan kontak dengan para mahasiswa. Dr. Abdoel
Rivai dan Soetan Casajangan dengan mahasiswa-mahasiswa di Belanda. Sedangkan
Husein Djajadiningrat dengan mahasiswa-mahasiswa di Batavia dan Buitenzorg.
Dalam hubungan ini Parada Harahap merasa perlu untuk membukukan karya-karya Dr.
Abdoel Rivai. Parada Harahap meminta
bantuan Mohammad Hatta di Belanda. untuk mengoleksi semua tulisan-tulisan Abdoel Rivai. Kelak,
Parada Harahap juga menulis memoar Abdul Rivai: Riwajat Dr Abdul Rivai (oleh Parada Harahap).
Handel Mij Indische Drukkerij. 1939.
Nieuwe Rotterdamsche Courant, 28-08-1928: ‘Mahasiswa Indonesia
dl Eropa (Indonesische studenten in
Europa) telah mengoleksi tulisan-tulisan dr Abdul Rivai di surat kabar Melayu,
Bintang Hindia di Batavia dari akhir 1926 sampai pertengahan 1928. Seluruh
proses terhadap dilakukan oleh anggota dewan Perhimpoean Indonesia. Hal
tersebut baru-baru ini diumumkan Hatta, juga mencakup kerja jurnalistik
kontribusi terhadap pengetahuan tentang apa yang terjadi di lingkaran mahasiswa
Indonesia. Dr. Abdul Rivai terus-menerus dengan mereka untuk berhubungan.
Editor Bintang Hindia. Parada Hararap, telah menulis kata pengantar
rekomendasi.
Mengapa
posisi Abdul Rivai dan Soetan Casajangan begitu penting? Ini bukan semata-mata
karena Parada Harahap kenal dekat kepada dua intelektual senior ini, dan juga
bukan karena kedua tokoh ini bukan karena mereka terbilang pionir sebagai
mahasiswa di Belanda, tetapi karena nyata-nyata sejak awal telah memiliki visi (Indonesia)
yang jauh ke depan. Berikut statement Dr. Abdul Rivai.
Soerang koresponden De Sumatra post mewancarai
Abdul Riavia di Amsterdam yang dimuat pada De Sumatra post, 11-06-1901:
‘Bagaimana anda bisa ke sini.. Jika seseorang lulus, mendapat diploma dokter
pribumi (dokter djawa), seseorang memang memiliki judul yang terdengar ilmiah,
tetapi keilmuannya kecil, masih membutuhkan banyak pengembangan. Saya sudah
lima tahun menjadi dokter di tiga tempat yang berbeda, saya kira itu gagal,
karena penduduk membutuhkan pengetahuan kedokteran yang lebih modern.,dengan
sedikit tabungan saya berangkat ke Belanda untuk studi di Utrecht pada tahun
1899 agar mendapat gelar dokter (penuh) agar bisa lebih mandiri. Saya pindah ke
Amsterdam tahun 1900. Namun situasi berubah, saya melihat penerangan dibutuhkan
penduduk, saya mencoba agen publisitas sebagai wartawan. Pada bulan Juli 1900,
pekerjaan jurnalistiknya dimulai dengan menerbitkan Pewarta Wolanda..publisitas
pengetahuan di Belanda dibuat dalam bahasa Melayu. Sebab populasi inlandsche di
Hindia pengetahuan tentang bahasa Belanda sangat rendah, juga karena kurangnya
kesempatan untuk menikmati pendidikan yang layak di dalamnya, sebagian karena
kebiasaan buruk Orang Eropa untuk menegur dan berbicara penduduk asli dengan
bahasa Belanda dan selalu menjawabnya dalam bahasa Melayu. Ini sangat aneh,
hingga saat ini orang Eropa.Belanda dan penduduk inlandsche hampir tiga abad
bersama, tapi sayangnya belum hidup bersama.,,di sisi tampak orang Belanda
lebih baik jika dibandingkan orang Belanda di Hindia...hubungan antara negara
dan India sebenarnya membuat lebih kuat jika berdasarkan hubungan kehormatan
moral yang tinggi, saling menghargai dan menghormati namun itu tidak
jalan,,publisitas ini dicetak sekitar 19.000 eksemplar, dibagikan gratis di
Hindia diantara penduduk asli dan Cina, pegawai negeri dan guru hingga bupati,
beberapa orang Eropa seperti pegawai negeri’.
Surat kabar Telegraaf mewawancara Soetan
Casajangan di Amsterdam yang dilansir Bataviaasch nieuwsblad, 02-07-1907 (hanya
mengutip beberapa saja disini): ‘…mengapa anda mengambil risiko jauh studi
kesini meninggalkan kesenangan di kampungmu, calon koeria [raja], yang
seharusnya sudah pension jadi guru dan anda juga harus rela meninggalkan anak
istri yang setia menunggumu…Anda tahu untuk masyarakat saya, masih banyak yang
perlu dilakukan, kami punya mimpi, kami diajarkan dengan baik oleh guru [Charles
Adriaan van] Ophuijsen….tapi kini masyarakat kami sudah mulai menurun dan
melemah pada semua sendi kehidupan.. Saya punya rencana pembangunan dan
pengembangan lebih lanjut dari penduduk asli di Nederlandsch Indie (Hindia
Belanda)..Saya mengajak anak-anak muda untuk datang ke sini (Belanda) agar bisa
belajar banyak..di kampong saya kehidupan pemuda statis, baik laki-laki dan
perempuan..dari hari ke hari hanya bekerja di sawah (laki-laki) dan menumbuk
padi (perempuan)..Anda tahu dalam filosofi Batak kuno, kami yakin bahwa jiwa
itu berada di kepala, dan karenanya kami harus tekun agar tetap intelek…’.
Majalah
Bintang Hindia yang dulu terkenal menerangi penduduk pribumi di Hindia Belanda,
pada tahun 1923 diterbitkan kembali oleh Parada Harahap dan Dr. Abdul Rivai
dalam bentuk surat kabar. Pada tahun 1926 Parada Harahap mendirikan surat kabar
Bintang Timoer (yang lebih radikal). Dalam rangkaian inilah muncul ide Parada
Harahap untuk mempersatukan bangsa dan terbentuknya PPPKI. Sebagaimana kita
lihat, kini, PPPKI telah mengambil semua peran perjuangan untuk menuju kemajuan
dan kemerdekaan. Hal ini karena sejak 1927 Partai Komunis Indonesia (PKI) telah
dinyatakan terlarang oleh pemerintah Hindia Belanda. PPPKI akan melakukan
kongres pada tahun 1928. Kongres PPPKI (senior) ini akan disandingkan dengan
kongres junior (Kongres Pemuda). Kongres PPPKI diketuai oleh Dr. Soetomo.
De Indische courant, 01-09-1928: ‘Pertemuan publik
pertama PPPKI (Permoefakatan Perhimpoenan-perhimpoenan Politiek Kebangsaan
Indonesia) utuk melakukan kongres di Batavia. Berbagai duta Negara sudah hadir
dalam pertemuan ini. Tjokroaminoto dari PSI sudah hadir. Delegasi dari Sumatera
Sarekat, Mr. Parada Harahap, managing editor Bintang Timur, di sini hari
sebelum kemarin tiba dengan mobilnya. Kongres dibuka jam delapan di tempat
terbuka yang dihadiri lebih dari 2000. Di antara mereka yang hadir kami melihat
Tuan Gobee dan Van der Plas dari Kantor Urusan Pribumi. Perwakilan dari
asosiasi dan istri kongres perempuan berlangsung di aula tengah bangunan situs.
Untuk membuka sekitar 9:00 Dr Soetomo atas nama panitia menerima kongres.
Soetamo mengatakan bahwa ini hasil dari diskusi pada konferensi berlangsung di
Bandung pada tanggal 17 Desember 1927, ketika pembentukan PPPKI diputuskan.
Pada konferensi bahwa rancangan undang-undang diadopsi dan menyerah PSI itu.,
PN1., BO, Pasundan, Sarekat Sumatera, Studi Indonesia, Kaoem Betawi dan Sarekat
Madura sebagai anggota. Organisasi dalam pembentukan PPPKI berdasarkan
nasionalis. Dengan seru: Hidoeplah Persatoean Indonesia (Hidup unit Indonesia)
memutuskan spr. sambutannya. Kesempatan untuk PPPKI. untuk mengucapkan selamat
kongres pertamanya. Ir. Soekarno, yang berbicara atas nama PNI (Perserikatan Nasional Indonesia), bersukacita dalam realisasi PPPKI karena pemisahan
antara sana dan sini dan akan ditentukan lebih tajam. Delegasi dari Sumatera
Sarekat, Mr. Parada Harahap, menyesalkan sikap pasifnya Minahassiscbe dan
Amboineesche sebangsa..’.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Parada Harahap Mengundang Mohammad Hatta di
Kongres PPPKI (senior) dan Menempatkan Amir Sjarifoeddin di Kongres Pemuda
(junior): 1928
PPPKI di Batavia terus menggalang persatuan.
Pertemuan-pertemuan semakin kerap dilakukan di kantor PPPKI di Gang Kenari. Ir.
Soekarno juga semakin kerap datang ke gang Kenari dalam rangka mempersiapkan
organisasi kebangsaan yang baru Perserikatan Nasional Indonesia. Sudah barang
tentu komunikasi antara Parada Harahap dan Soekarno semakin intens.
Soekarno di Bandoeng masih belum mononjol.
Soekarno aktif sebagai sekretaris Algemene Studieclub. Pada bulan Februari 1927
diadakan rapat tahunan. Ketua yang baru adalah Ir. Anwari yang menggantikan
Putuhena. Posisi Soekarno tetap sekretaris. Sekolah MULO yang didirikan
Soekarno dan kawan-kawan tidak diketahui secara jelas. Namun Het nieuws van den
dag voor Nederlandsch-Indie, 03-06-1927 melaporkan bahwa di Bandoeng telah
didirikan Taman Siswa untuk MULO dan AMS mulai tanggal 6 Juli 1927. Kurikulum
akan sesuai dengan AMS pemerintah. di Djokja dengan beberapa modifikasi. Pelamar
yang tidak bersertifikat juga diterima tetapi dilakukan masa percobaan tiga
bulan. Dipungut uang sekolah. Para pengajar antara lain Ir. Anwari, Ir.
Soekarno, Mr. Soenarjo, Dr. Samsi Sastrawidagda dan Drs. Sosro Kartono. MOLO dan
AMS Taman Siswa ini beralamat di Poengkoerweg 7.
Di Bandoeng muncul panitia Rapat Besar yang
akan mempersiapkan kongres nasionalis di Bandoeng. Promotor adalah Ir. Soekarno
dan Mr. Iskaq (Algemeen Handelsblad, 24-06-1927). Dalam fase inilah, didirikan
Perserikatan Nasional Indonesia disingkat PNI, suatu organisasi kebangsaan yang
diketuai oleh Ir. Soekarno yang juga masih anggota Alegemene Studieclub
yang telah berubah nama menjadi Indonesische Studieclub. Rapat Besar yang
rencananya diadakan pada Minggu pagi 15 Agustus 1927 di bioskop Oriental
terpaksa batal karena bersamaan ada festival (Bataviaasch nieuwsblad,
10-08-1927). Rapat Besar sedianya akan dipimpin oleh Ir. Soekarno yang telah
disepakati oleh sebuah komite yang berasal dari PNI, PSI, Boedi Oetomo dan
Pasoendan. Rapat Besar ini disebut inisiatif PNI. Para pembicara sudah dilist
seperti Dr. Tjipto, Ir. Soekarno, Ir. Anwari dan banyak anggota dewan lainnya
dari Indonesische Studieclub dan organisasi kebangsaan lain yang turut hadir. Gagasan
Rapat Besar ini muncul sehubungan dengan investigasi rumah-rumah mahasiswa di
Belanda (lihat Nieuwsblad van het Noorden, 15-08-1927). Dilaporkan bahwa rapat besar itu akan turut
dihadiri oleh van der Plas van Inlandsche zaken dan Stokvis, inspecteur van het
middelbaar onderwijs (Bataviaasch nieuwsblad, 15-08-1927).
Dalam fase inilah spirit non-cooperative
semakin menguat diantara para revolusioner. PNI secara terang-terang menyebut
non-cooperative. Sejarah kolonial telah berevolusi. Pada awal VOC perdagagan
bebas (diawali di Banten), lalu kerjasama perdagangan (di Maluku), kemudian menginisiasi
penduduk (di Jawa) lalu penduduk dijadikan subjek (di Sumatra’s Westkust). Pada
era pemerintah Hindia Belanda (1800), sejak Daendels dan van de Bosch,
eksploitasi Belanda sampai ke tulang sumsum. Pada awal 1900 muncul politik etik
(terutama di Boedi Oetomo), Lalu muncul ide kerjasama West en Oost yang
dipelopori oleh Soetan Casajangan (Indisch Vereeniging) yang kemudian melakukan
protes coklat-putih. Setelah itu muncul spirit non-cooperative (gerakan
kemerdekaan): Parada Harahap, Mohamamd Hatta dan Soekarno.
Selama Rapat Besar di Bandung ditunda (sampai
waktu yang ditetapkan), PNI terus melebarkan sayap. Pada bulan September
diadakan pertemuan PNI di Djogjakarta (De Indische courant, 13-09-1927). Dalam
pertemuan ini Soekarno menjadi salah satu pembicara. Apa yang menjadi tujuan
PNI mulai terbuka. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-09-1927 melaporkan
bahwa Mr. Iskaq telah secara luas menjjelaskan bahwa tujuan dari PNI adalah
untuk memperoleh Kebebasan Hindia (Vryheid van Indie te verkrijgen).
Ini berarti Soekarno tidak (lagi) mewakili Boedi Oetomo (kedaerahan)
tetapi telah mewakili PNI sendiri (yang bersifat nasionalis). Jalan inilah yang
menyebabkan kemudian antara Parada Harahap di satu pihak, Soekarno dan Mohammad
Hatta di pihak lain yang memiliki visi sama yang berada di barisan paling depan.
Parada Harahap sebagai sekretaris Sumatranen Bond, Soekarno sebagai Ketua
Perserikatan Nasional Indonesia dan Mohammaad Hatta sebagai Ketua Perhimpoenan
Indonesia (di Belanda). Dalam kerangka itu, Parada Harahap di Batavia
mempersiapkan pertemuan antara para pemimpin organisasi/partai kebangsaan
Iddonesia. Dalam mempertemukan semua organisasi kebangsaan tersebut, hanya
Boedi Oetomo yang sedikit agak sulit, karena para pemimpin Boedi Oetomo adalah
organisasi kebangsaan paling besar. Melalui lobi Parada Harahap melalui Dr.
Radjamin Nasution terhadap Dr. Soetomo maka Boedi Oetomo dapat mencair. Dr.
Soetomo di Boedi Oetomo masih memiliki pengaruh besar, sebagaimana Dr. Abdul
Rivai, Soetan Casajangan dan Husein Djajadiningrat masih memiliki pengaruh
besar pada perhimpunan pelajar di Belanda. Lalu hari Minggu 25 Juni 1927 di
rumah Husein Djajadiningrat dibentuk PPPKI (lihat Bataviaasch nieuwsblad,
26-09-1927).
Parada Harahap sebagai sekretaris PPPKI kemudian
melakukan konsolidasi di dalam internal dalam kepengurusan PPPKI (supar
organisasi yang baru). Konsolidasi tersebut termasuk mempformalkan administrasi
organisasi (ke pemerintah), penyiapan gedung/kantor PPPKI (di Gang Kenari),
kampanye PPPKI di media, serta mempersiapkan agenda besar pada tahun 1928.
Sementara itu, Perserikatan Nasional Indonesia (PNI)
terus berupaya untuk melebarkan sayap ke berbagai tempat, seperti Batavia,
Djogjakarta, Pekalongan, Soerabaja dan lainnya. Bataviaasch nieuwsblad, 02-12-1927:
‘Minggu pagi pukul sembilan, Afdeeling Jacatra Perserikatan Nasional Indonesia
mengadakan rapat propaganda publik di Cinema Palace di Krekot. Pembicara adalah
Ir. Soekarno, Mr. Boediarto dan Mr. Sartono’. De Indische courant, 06-02-1928 melaporkan
pendirian cabang PNI di Soerabaja.
Semua lini sama-sama bergerak. Dalam
perkembangannya PPPKI ada kalanya disebut Permoefakatan Perhimpoenan Partai
Kebangsaan Indonesia). Juga adakalanya disebut sebagai Permoefakatan Partai
Politiek Kebangsaan Indonesia. Hal ini seiring dengan semakin banyaknya partai:
PNI, PSI, PBI dan sebagainya.
Parada Harahap terus berperang (berpolemik) di surat
kabar mewakili pers pribumi melawan pers Belanda. Mohammad Hatta di Belanda
dengan intel/polisi Belanda dan Soekarno yang terus diawasi oleh polisi.intel pemerintah
Hindia Belanda. Perang di media yang dilakukan Parada Harahap (terhadap pers
Belanda) saat ini seakan mengulang apa yang pernah dilakukan oleh Dja Endar
Moeda yang mengkritisi pers Belanda dalam kasus transvaal tahun 1899 (lihat
Sumatra courant, 16-12-1899).
PNI terus menggebu-gebu meski pengawasan
terhadap Soekarno dkk oleh intel/polisi Hindia Belanda semakin intens. De
Indische courant, 06-02-1928 di gedung Indonesische Studieclub diadakan pertemuan
propaganda Perserikatan Nasional Indonesia yang dihadiri sekitar 600 orang.
Sejumlah pembicara tampil ke podium. Ir. Soekarno berbicara menjelaskan gagasan
Indonesia tentang persatuan dan dalam hubungan ini merujuk pada PPPKI yang baru
dibentuk. Dalam berita ini disebut PPPKI adalah Permoefakatan Partai Politiek
Kebangsaan Indonesia dimana berbagai partai politik bergabung, termasuk PNI. Ir.
Soekarno memulai pembicaraan yang dimulai dengan memberikan gambaran tentang
perkembangan politik di Indonesia, dari pendirian Boedi Oetomo pada tahun 1908
hingga termasuk pembentukan serikat baru ini [PNI] dimana PNI memohon [kepada
Boedi Oetomo] untuk bekerja sendiri. untuk melayani eksistensi Indonesia.
Ini mengindikasikan bahwa Soekarno yang berasal dari
Boedi Oetomo/Jong Java (Jawa) menuju Indonesia (PNI), sebagaimana halnya
Mohammad Hatta dari Sumatranen Bond (Sumatra) menuju Indonesia (PI) dan juga Parada
Harahap dari Sumatranen Bond menuju Indonesia (PPPKI). Sebagaimana kita lihat
segera, Amir Sjarifoeddin Harahap dari Bataksch Bond dari Tapanoeli menuju
Indonesia (PPI=Pemoeda Peladjar Indonesia) di Batavia. Ini seakan kembali ke
kittah, bahwa persatuan nasional (baca: Indonesia) adalah cita-cita semua anak
bangsa dalam wadah organisasi tunggal (bersifat nasional): Medan Perdamaian
yang didirikan oleh Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda di Padang pada tahun
1900 dan Indisch Vereeniging yang didirikan oleh Radjioen gelar Soetan
Casajangan di Leiden pada tahun 1908.
PNI
tampak seakan berpacu dengan waktu. PNI melakukan pertemuan awal dengan
membicarakannya dengan PPPKI yang
dilakukan di Bandung. Dalam pertemuan ini dihasilkan suatu manifesto yang akan
dibicarakan pada kongres pertama PNI di Soerabaja pada 27 hingga 30 Mei (De
Indische courant, 02-05-1928). Manifesto yang telah disiapkan oleh Ir.
Soekarno dan Mr. Iskaq, masing-masing presiden dan sekretaris Perserikatan
Nasional Indonesia terdiri dari sejumlah isu krusial. Isu-isu tersebut
diantaranya juga isu-isu yang selalma sering disuarakan oleh Parada Harahap.
Manifesto tersebut adalah sebagai berikut:
Kami meminta (1) kebebasan bergerak dari mesin
cetak (media). Kebebasan berserikat dan berkumpul. Penghapusan hak luar biasa
yang diberikan kepada gubernur. Penghapusan sistem mata-mata politik. Pemisahan
administrasi, polisi dan keadilan. Pemisahan agama dan negara. Pembebasan
orang-orang buangan politik. (2) Mempromosikan eksistensi bebas. Mempromosikan
perdagangan domestik dan bisnis. Pengenalan peraturan pajak yang lebih adil.
Undang-undang tenaga kerja yang lebih baik. Promosi irigasi. Pembentukan bank
nasional. Pembentukan perkumpulan koperasi. Perlindungan tani terhadap
perusahaan asing. Pelonggaran kemungkinan eksploitasi tidak ada lagi lahan oleh
penduduk asli yang tidak mampu melakukannya. Mempromosikan eksodus orang Jawa
ke bagian lain di Indonesia. Penghapusan sanksi hukuman, menurunkan tingkat
gadai. Melawan riba. (3) Membangun sekolah nasional dan memerangi buta huruf.
Memperbaiki nasib wanita. Administrasi peradilan yang lebih cepat dan lebih
baik. Kompensasi untuk tersangka yang dilakukan secara salah. Peningkatan kualitas
penjara dan reklasifikasi orang yang dihukum. Penghapusan hukuman mati.
Penentuan gaji minimum dan pengenalan hari kerja delapan jam. Bagi hasil bagi
pekerja di perusahaan besar. Dukungan dan penempatan kerja untuk orang yang
menganggur. Perawatan pensiun orang tua dan miskin. Promosi pemantauan
kesehatan. Penghapusan layanan opium dan pelarangan roh. Larangan pernikahan
anak, mempromosikan pernikahan monogami.
De
Indische courant, 02-05-1928 menyebut bahwa butir-butir (program) manifesto itu
tampaknya ditulis oleh seseorang yang tidak pernah melihat-lihat di Hindia
(terutama luar Jawa). Hal ini menjelaskan bahwa beberapa item yang tercantum,
sudah periode puluhan tahun itu telah menjadi perhatian pemerintah, sementara
yang lain ingin diajukan yang jika dipenuhimereka, untuk anggota PNI, itu akan
sangat fatal. Orang yang dimaksud tersebut sudah tentu menuju kepada Soekarno
(selain belum pernah ke luar negeri juga belum pernah ke luar Jawa).
Mungkin editor De Indische courant tidak
memahami atau tidak mengetahui hubungan antara Parada Harahap dan Soekarno.
Mungkin tidak sempat membaca buku laporan jurnalistik Parada Harahap ke
Sumatra. Padahal di dalam buku ini puncak-puncak kemajuan pribumi dan
kemerosotan penduduk dan sebab-sebab mengapa demikian disajikan secara
berimbang. Isu-isu yang terdapat dalam maifesto itu banyak diantaranya merupakan
isu-isu yang selama ini sering disuarakan oleh Parada Harahap baik di medianya
Bintang Timoer maupun buku yang diterbitkannnya tahun 1926 berjudul Dari Pantai
ke Pantai.. Ketidaktahuan sang editor (pers Belanda) menjadi pengetahuan di
pihak lain (pers pribumi yang revolusioner).
Sehubungan dengan jelang kongres pertama PNI
yang akan diadakan di gedung klub studi Indonesia di Soerabaja yang dimulai
hari Minggu tanggal 27 Mei sejumlah agenda telah dirilis yang mana agenda
pertama adalah pengesahan beberapa afdeeling baru di Sumatra, Kaliman dan
Sulawesi (De Indische courant, 25-05-1928). Dalam agenda juga ada pertemuan
tertutup di rumah Dr. Soetomo di Simpang Doekoeh 12. Agenda juga termasuk
penting adalah penentuan posisi PNI dalam hubungannya dengan PPPKI. Sebagaimana
diketahui PPPKI adalah organisasi kebangsaan, bukan organisasi politik. Lantas
apakah PNI akan berubah menjadi partai politik?
Hasil kongres PNI di
Soerabaja telah memutuskan bahwa Perserikatan Nasional Indonesia (organisasi
kebangsaan) menjadi Partai Nasional Indonesia (partai politik) (De Indische
courant, 20-06-1928). Meski demikian, singkatan namanya tetap PNI. Ini adalah
suatu kemajuan, setelah sebelumnya Partai Komunis Indonesia dilarang, maka PNI
sejauh ini menjadi satu-satu partai di Indonesia. Partai Komunis Indonesia pada
awalnya bernama ISDV yang dibentuk 1914 dan pada tahun 1920 diubah namanya
menjadi Perserikatan Komunis Hindia (pengurusnya kombinas Belanda dan pribumi).
Pada tahun 1921 berkurang anggotanya karena SI melarang anggotanya menjadi
anggota PKI. Pemerintah lalu membatasi kegiatan politik yang lalu mengakibatkan
SI hanya fokus di bidang keagamaan. Pada tahun 1922 memimpin pemogokan nasional
untuk semua sarikat buruh. Atas kejadian ini Tan Malaka ditangkap dan
diasingkan ke luar negeri. Lalu partai komunis ini dilanjutkan oleh Semaun yang
baru pulang dari luar negeri. Pada tahun 1924 nama Perserikatan Komunis Hindia
diubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1925 melancarkan
tujuan PKI untuk melawan pemerintah Hindia Belanda. Pada November 1926 PKI
memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan Sumatera
Barat. Pemberontakan ini terjadi ketika pimpinan Ailimin dan Muso tengah berada
di luar negeri untuk membicarakan dengan Tan Malaka. Pemberontakan ini dapat
dilumpuhkan pemerintah dan menangkap para kadernya dan mengasingkannya ke Boven
Digoel. Pada 1927 PKI dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda. Nama PKI
sempat muncul mengubah namanya menjadi Partai Rakjat Indonesia namun gagal karena
kurang pengikut, sementara para pemimpinnya banyak yang dipenjara/diasingkan
(lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 06-10-1927). Pada jelang ujung kisah PKI ini muncul gagasan
Parada Harahap membentuk PPPKI yang mana kemudian anggota PPPKI yakni
Perserikatan Nasional Indonesia berubah menjadi Partai Nasional Indonesia. Pada
saat keberangkatan interniran PKI ke Digoel di Bandoeng tahun 1926 para anggota
Algemeene Studieclub masih sempat menyaksikannya. Anggota klub studi yang
menyaksikannya termasuk diantaranya Ir. Soekarno, Ir. Anwari dan Dr. Tjipto
Mangoenkoesomo. Sejak itulah, para anggota klub studi memberuk organisasi
kebangsaan PNI yang kemudian menjadi partai PNI. Catatan: Tan Malaka adalah
salah satu pendiri Sumatranen Bond di Belanda tahun 1917 yang mana sebagai
ketua Sorip Tagor, wakil ketua Dahlan Abdullah serta Soetan Goenoeng Moelia
sebagai sekretaris. Saat Parada Harahap sebagai sekretaris Sumatranen Bond
tahun 1927 terbentuk PPPKI.
De
Indische courant, 20-06-1928: ‘dalam pertemuan Partai Nasional Indonesia di
Bandoeng, bendera baru PNl: merah dan putih, dua jaring horisontal, dengan
kepala kerbau liar di tengah hitam. Partai PNI sekarang memiliki lima divisi
(afdeeling), yaitu Batavia (Jacatra), Bandoeng, Jogja (Mataram), Soerabaja dan
Chirebon, Dalam pertemuan itu Ir. Soekarno menjelaskan perubahan perserikan
menjadi partai berbasis politik agar lebih jelas dan gamblang dalam pertimbangan
panjang dominasi kolonial Indonesia oleh Belanda, Dan untuk mengakhiri ini, PNI
menghendaki orang Indonesia untuk terampil dalam politik, sosial dan ekonomi.
PNI untuk kemerdekaan dan kebebasan. Sama seperti di negara-negara Asia yang
dominan lainnya, orang-orang disini juga merasa bahwa tindakan melawan sistem
penindasan imperialis harus dilakukan dengan lebih giat dan lebih disengaja.
Menurut Soekarno bahwa Belanda ingin menyebarkan peradaban Barat adalah bohong.
Jika ingin menyebarkan peradaban, mengapa mereka tidak pergi ke kafirland, ke
sebuah negara dimana orang-orang biadab yang membutuhkan peradaban, atau ke
negara-negara di mana tidak ada penduduk yang tinggal. Negara ini tidak
membutuhkan apa pun dari Barat! PNI secara langsung mempromosikan kebebasan
Indonesia. Kami tidak percaya pada dewan sesuai dengan sistem pemerintahan saat
ini, jadi tidak kooperatif adalah motto kami. Menekankan bahwa kesatuan semua
bangsa di negara Indonesia ini diperlukan untuk mewujudkan rekonstruksi
nasional yang diinginkan. Disebutkan Kongres berikutnya akan diadakan di Djokja
pada 29 Juli. Pada tanggal 4 Juli ini, PNI genap satu tahun. Ini
menandakan dalam satu tahun, boleh dikatakan Soekarno dan kawan-kawan telah
menjadi Partai Nasional Indonesia yang diawal mula sebagai organisasi
kebangsaan Perserikatan Nasional Indonesia.
Situasi yang dikemukakan oleh Soekarno inilah
yang diinginkan oleh Parada Harahap ketika mengawali membentuk persatuan
diantara oraganisasi-organisasi kebangsaan yang lahirnya PPPKI. Boleh jadi
dalam hal ini Parada Harahap merasa PPPKI telah melahirkan anaknya yang disebut
partai politik. Cita-cita Parada Harahap sejak membongkar poenale sanctie di
Deli, mendirikan surat kabar Sinar Merdeka kini telah beralih ke tangan
Soekarno, seorang revolusioner yang memang secara terbuka digadang-gadangnya
sejak awal. Ini terlihat di kantor PPPKI hanya da tiga foto, yakni Soeltan
Agoeng, Soekarno dan Mohammad Hatta.
Sementara itu Parada Harahap dan kawan-kawan
di Batavia terus mengolah program PPPKI. Agenda terdekat PPPKI adalah melakukan
kongres pertama yang akan diadakan bulan September 1928. Sebagaimana kita lihat
segera, rangkaian proses kongres PPPKI ini juga berjalan rangkaian proses
persatuan pemuda yang diagendakan akan melakukan kongres pada bulan Oktober
1928 di Jakarta.
De Indische courant, 08-09-1928: ‘Organisasi pemuda.
Surat kabar Bintang Timoer melaporkan bahwa PPP1, federasi organisasi pemuda, terdiri
dari Jong lslamieten Bond, Pemoeda Indonesia, Jong Java, Jong Sumatranen Bond,
Jong Ambon, Jong Batak dan Kaoem Pemuda Betawi, dalam pertemuan di Weltevreden,
memutuskan pada bulan Oktober untuk mengadakan kongres pemuda di sana [Batavia]
untuk membahas tentang isu-isu mengenai organisasi pemuda’.
Parada Harahap dalam bulan-bulan ke depan
akan sangat sibuk. Tidak hanya menyiapkan agendea konges PPPKI tetapi juga
mengkoordinasikan dengan pemuda yang juga akan melakukan kongres pada bulan
Oktober 1928. Parada Harahap juga sangat sibuk sebagai editor surat kabar
Bintang Timoer yang beralamat di Welteverden untuk mengarahkan setiap editorial
dan pemberitaan dalam menggaungkan kongres senior (PPPKI) dan kongres junior
(PPPI).
Manifesto Bandoeng, kongres PNI di Soerabaja telah
mengubah PNI menjadi sebuah partai yang revolusioner. Dalam hubungan ini, di
Belanda Perhimpoenan Indonesia mengaktifkan kembali organ organisasi, majalah
Indonesia Merdeka (De tribune : soc. dem. Weekblad, 27-06-1928). Edisi majalah
yang terbit (kembali) ini berisi ulasan politik, ulasan kerjasama dan non
kerjasama. Disebutkan dalam editorial, sudah waktunya bergerak lebih cepat. Ini bukan politik pasif Gandhi,
tetapi kebijakan yang aktif, Gerakan nasionalis bergerak menjauh dari kebijakan
kerjasama dengan pemerintah dan kelompok. Dr. Soetomo, yang menempati posisi
ambigu pada titik ini, kemudian dengan tajam mengkritik organ mahasiswa
Indonesia.
Sudah ada tiga matahari yang baru di
Indonesia daerah tropis: Parada Harahap di Batavia, Mohammad Hatta di Amsterdam
dan Soekarno di Bandoeng. Tiga matahari sudah menerangi penduduk pribumi,
tetapi sangat menyengat di panas terik bagi orang Belanda. Di antara Parada
Harahap ada dua tokoh revolusioner muda yang memiliki ilmu di perguruan tinggi:
Mohammad Hatta di luar negeri dan Soekarno di dalam negeri. Meski antara
Soekarno dan Mohammad Hatta tidak terhubung secara intens (jika tidak mau
dikatakan belum pernah terhubung), tetapi peran Parada Harahap membuat keduanya
dapat dihubungkan. Respon baik pertama terhadap Mohammad Hatta adalah ketika
Soekarno di Perserikatan Nasional Indonesia di Bandoeng merencanakan rapat
besar untuk protes terhadap polisi/intel yang menangkap para mahasiswa di
Belanda. Soekarno juga tidak terlalu dekat dengan dunia kampus (mahasiswa
Indonesia) di Batavia (yang jumlahnya cukup banyak di Geneeskundigeschhol,
Rehcthoogeschool dan termasuk Inlandschen Veeartsen School di Buitenzorg). Di
Bandoeng sendiri, mahasiswa Indonesia di Technischhoogeschool, almamaternya
hanya sedikit mahasiswa pribumi. Ketidakdekatan Soekarno dengan mahasiswa ini
diperankan oleh Parada Harahap. Selain dengan mahasiswa, Parada Harahap juga
terkoneksi dengan beberapa dosen.
Di Rechthoogeschool Batavia, sejumlah mahasiswa dan dosen
terkoneksi dengan Parada Harahap. Para mahasiswa antara lain Amir Sjarifoeddin,
Mohamamd Jamin, SM Amin, Hazairin. Sementara dosen antara lain, Prof. Mr.
Husein Djajadiningrat, Ph.D dan Mr. Radja Enda Boemi, Ph.D. Keduanya adalah
dosen di Rechthoogeschool. Husein Djajadiningrat doktor (Ph.D) pribumi pertama
di Belanda (lulus 1913) yang pernah menjadi sekretaris Soetan Casajangan di
Indisch Vereeniging (1908) dan yang menyediakan tempat di Batavia (1927) dalam
pembentukan PPPKI dimana diadaulat sebagai ketua MH Thamrin dan sekretaris
Parada Harahap. Sementara itu, Alinoedin Siregar adalah doktor hukum pertama
pribumi, lulus Ph.D tahun 1925 di Leiden.
PNI
telah melakukan kongres pertama dan perayaan ulang yang pertama. Kini gilirannya kongres PPPKI yang akan
diadakan dan sekaligus perayaan satu tahun berdirinya PPPKI. Kongres PPPKI akan
diadakan pada bulan September 1928 di Batavia. Seiring dengan kongres PPPKI
(senior) ini juga direncanakan akan diadakan kongres perempuan dan kongres
pemuda (junior). Ketua kongres PPPKI adalah Dr. Soetomo. Dalam kongres ini, Ir.
Soekarno hadir dan memberikan pidatonya.
De Indische courant, 01-09-1928: ‘Pertemuan publik
pertama PPPK (Permoefakatan Perhimpoenan-perhimpoenan Politiek Kebangsaan
Indonesia) untuk melakukan kongres di Batavia. Berbagai duta Negara sudah hadir
dalam pertemuan ini. Tjokroaminoto dari PSI sudah hadir. Delegasi dari Sumatranen
Bond, Mr. Parada Harahap, managing editor Bintang Timur, di sini hari sebelum
kemarin tiba dengan mobilnya. Kongres dibuka jam delapan di tempat terbuka yang
dihadiri lebih dari 2000 orang. Di antara mereka yang hadir kami melihat Mr.
Gobee dan van der Plas dari Kantor Urusan Pribumi. Perwakilan dari asosiasi dan
istri kongres perempuan berlangsung di aula tengah bangunan situs. Untuk
membuka sekitar 9:00 Dr Soetomo atas nama panitia menerima kongres. Soetomo
mengatakan bahwa ini hasil dari diskusi pada konferensi PPPKI berlangsung di
Bandoeng pada tanggal 17 Desember 1927. Pada konferensi bahwa rancangan
undang-undang diadopsi dan setujui oleh PSI, PN1., BO, Pasoendan, Sumatranen
Bond, Studi Indonesia, Kaoem Betawi dan Sarekat Madoera sebagai anggota.
Organisasi dalam pembentukan PPPKI berdasarkan nasionalis. Dengan seru:
Hidoeplah Persatoean Indonesia (Hidup unit Indonesia) memutuskan spr.
sambutannya. Kesempatan untuk PPPKI. untuk mengucapkan selamat kongres
pertamanya. Ir. Soekarno, yang berbicara atas nama PNI (Partai Nasional
Indonesia), bersukacita dalam realisasi PPPKI karena pemisahan antara sana dan
sini [antara Indonesia dan Belanda] dan akan ditentukan lebih tajam. Delegasi
dari Sumatranen Bond, Mr. Parada Harahap, menyesalkan sikap pasifnya
Minahassiscbe dan Amboineesche sebangsa..’.
Lantas
bagaimana dengan kongres para pemuda. Kongres pemuda akan diagendakan pada
bulan Oktober 1928. Panitia kongres pemuda sudah dibentuk. Ketua adalah
Soegondo, sekretaris adalah Mohamamd Jamin dan bendahara adalah Amir
Sjarifoeddin (lihat De Indische courant, 08-09-1928). Kongres pemuda ini
diinisiasi oleh PPPI (Perhimpoenan Pemoeda Peladjar Indonesia) yang merupakan
gabungan semua organisasi pemuda. Dalam kepanitiaan ini mayoritas anggotanya adalah
mahasiswa-mahasiswa Rechthoogeschool Batavia.
Pelaksana Kongres Pemuda tahun 27-28 Oktober
1928 adalah gabungan dari organisasi-organisasi pemuda baik yang
mengatasnamakan pelajar maupun yang mengatasnamakan pemuda. Organisasi pemuda
juga terdiri dari pelajar-pelajar. Oleh karena itu, pelaksana Kongres Pemuda
tahun 1928 adalah pemuda dan pelajar yang dalam hal ini disebut Persatoean
Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI). Organisasi PPPI ini adalah federasi
organisasi-organisasi pemuda (lihat De Indische courant, 08-09-1928).
Dalam
hubungan ini, PPPKI menjadi pembina panitia Kongres Pemuda. Husein
Djajadiningrat dan Radja Enda Boemi adalah dua dosen di Rechthoogeschool,
Sementara Parada Harahap adalah sekretaris PPPKI yang juga sekaligus ketua
kamar dagang Batavia. Dugaan besar bahwa yang membiayai kongres pemuda adalah
para pengusaha pribumi di Batavia. Hubungan PPPKI dengan panitia kongres adalah
penempatan Amir Sjarifoeddin sebagai bendahara panitia.
Pada tahun 1927 Parada Harahap mendirikan
organisasi pengusaha pribumi di Batavia yang sekaligus menjadi ketuanya
(semacam KADIN pada masa ini). Susunan pengurus terpilih (1927): Presiden, Mr
Parada Harahap (Bintang 'Timoer), Wakil Presiden Abdul Gani (industry
perabaton), Sekretaris, Harun (Toko Haroen Harahap), bendahara, Dachlan Sapi'ie
(Schoenenmagazijn Sapi'ie). Komisaris: MT Moehamad (Siloengkangwinkel), Tarbin
Moehadjilin (Toko Djokja), Djelami Salihoen (ledikantenhandel). Sedangkan Bapak
Thamrin bertindak sebagai penasihat (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 16-09-1929).
Organisasi-organisasi
yang tergabung dalam PPPI ini antara lain adalah Jong lslamieten Bond, Pemoeda
Indonesia, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong-Batak dan Kaoem
Pemoeda Betawi.
Jong Sumatra didirikan pada bulan Desember
1917 di Batavia dengan ketua T. Mansoer dan wakil ketua Abdoel Moenir Nasution.
Sebelumnya pada bulan Januari 1917 didierikan di Belanda Sumatra Sepakat yang
diketuai oleh Sorip Tagor. Pada tahun 1918, jelang pemilihan Volksraad, nama
Sumatra Sepakat diubah menjadi Sumatranen Bond. Pada tahun 1919 didirikan
Bataksch Bond oleh Abdoel Rasjid Siregar di Batavia. Pada tahun 1925 didirikan
Jong Bataksch. Ini sejalan dengan perkembangan Boedi Oetomo (yang didirikan
sejak 1908) yang melahirkan Jong Java (1916). Dalam hal ini Sumatra
Sepakat/Sumatranen Bond melahirkan Jong Sumatra dan Bataksch Bond melahirkan
Jong Batak. Pada tahun 1927 Jong Sumatranen Bond dibentuk kembali, tepat 10
tahun kelahirannya dirayakan di Soerabaja (lihat De Indische courant, 19-12-1927).
Disebutkan nama asli Kong Sumatranen Bond adalah Persatoean Anak Sumatera.
Tokoh-tokohnya adalah Mansoer, Amir, Mohammad Hatta dan Bahder Djohan. Masa
jaya Jong Sumatranen Bond pada era trio Bahder Djohan, Diapari Siregar dan
Abdul Gafar. Tokoh-tokoh Sumatra Sepakat/Sumatranen Bond yang paling awal
adalah Sorip Tagor, Dahlan Abdoellah, Soetan Goenoeng Moelia dan Tan Malaka. Sumatranen
Bond dibentuk kembali tahun 1927 dimana Parada Harahap sebagai sekretaris dan
Mohammad Zain sebagai ketua. Parada Harahap sendiri tidak pernah anggota Jong
Sumatranen Bond dan Jong Batak tetapi memulai anggota pada Sumatranen Bond
(1919) dan Bataksch Bond (1922). Sebaliknya, Mohammad Hatta hanya Jong
Sumatranen Bond sebelum menjadi Indisch Vereeniging/Perhimpoenan Indonesia.
Dari
organisasi-organisasi inilah dibentuk komite kongres (lihat De Indische
courant, 08-09-1928).
De Indische courant, 13-09-1928: ‘De Indische
courant, 13-09-1928: ‘Koran Melayu. Oleh NV Percetakan Bintang Hindia, Mr
Parada Harahap direktur dan pemimpin redaksi dari Batavia mengeluarkan surat
kabar Melayu Bintang Timoe, untuk Jawa Tengah di Semarang dan Jawa Timur di
Surabaya sebagai edisi daerah. Mr Parada Harahap telah melakukan pertemuan
lokal dalam rangka tujuan konferensi PPPKI. Selama perjalanan dan tinggal
dengan tokoh terkemuka di daerah sangat antusias. Bintang Timoer sudah datang di
sebuah iklan untuk kebutuhan yang staf diminta untuk kedua edisi tersebut’.
Parada
Harahap selalu bekerja dengan caranya sendiri. Parada Harahap ingin cepat
merdeka, itu saja. Apa pun dilakukan. Tidak hanya di sarikat dan pertemuan
public, juga secara sadar memainkannya melalui media. Kini, Parada Harahap
tidak cukup dengan Bintang Timoer di Batavia, Parada Harahap ingin juga dapat
dibaca di daerah agar pesannya untuk merdeka dapat tertangkap jelas. Namun hal
itu tidak berarti tidak ada tantangan, karena ada para pihak yang tidak senang.
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indië, 08-10-1928: ‘Editor koran Bintang Timur, Mr. Parada
Harahap, dalam beberapa hari terakhir telah banyak berbicara, kata Pr. Bode,
hampir semua dikutip koran/majalah Maleisehe dan menulis segala macam hal yang
tidak menyenangkan baginya. Ada yang bahkan mengatakan bahwa Perserikatan
Joernalis Asia di Djokja akan membahas perilaku ini pada pertemuan pada tanggal
6 bulan mendatang dan bukan tidak mungkin bahwa pertemuan ini akan diputuskan
apakah Mr. Parada disanksi untuk hal yang dilakukannya untuk ditulis secara
khusus perihal pertemuan publik’.
De Indische courant, 08-09-1928 |
Kongres
Pemuda puncaknya dilangsungkan di gedung Indonesia Club di gang Kenari. Hasil keputusn
Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 adalah berisi janji (sumpah) satu
nusa, satu bangsa dan satu bahasa.
Sejatinya, dalam kongres pemuda ini termasuk
PI di Belanda pimpinan Mohammad Hatta. Namun Parada Harahap meminta Mohammad
Hatta untuk berbicara di Kongres PPPKI. Inilah waktunya Parada Harahap melihat
Soekarno dan Mohammad Hatta berbicara dalam satu panggung. Akan tetapi,
Mohammad Hatta berhalangan hadir. Untuk mewakili dirinya, Mohammad Hatta
mengutus Ali Sastroamidjojo.
Dalam kongres pemuda ini tidak hanya
menghasilkan keputusan yang mana para pemuda dalam satu rangkaian nusa, satu
ikatan bangsa dan satu penggunaan bahasa resmi, juga diperdengarkan lagu
Indonesia Raya karya Wage Rudolf Supratman. Kelak, lagu Indonesia Raya ini
menjadi lagu kebangsaan Indonesia.
Wage Rudolf Supratman adalah ‘anak buah’ Parada Harahap.
Pada tahun 1925, Parada Harahap mengajak WR Supratman dari Bandoeng untuk
membantunya dalam rangka pendirian kantor berita pribumi (pertama), Alpena. WR
Supratman menjadi editor sekaligus merangkap wartawan Alpena. WR Supratman
sendiri tinggal bersama Parada Harahap di rumahnya. Sementara dalam kongres
pemuda ini (1928), Parada Harahap, sekretaris PPPKI yang juga menjadi ketua
pembina Panitia Kongres. Dalam kepanitiaan ini ini juga terdapat Mohamad Jamin
(Sumatranen Bond) dan Amir Sjarifoeddin (Bataksch Bond). Parada Harahap adalah
kader Sumatranen Bond dan juga kader Bataksch Bond. Sumatranen Bond didirikan
di Belanda tagun 1817 oleh Sorip Tagor. Bataksch Bond didirikan di Batavia
tahun 1919 oleh Abdoel Rasjid. Sorip Tagor Harahap, Abdoel Rasjid Siregar
adalah kelahiran Padang Sidempoean yang sekampung dengan Parada Harahap.
Parada Harahap Terus Mengangkat Moral Soekarno Agar Tetap
dalam Barisan Revolusioner: 1932
Setelah Kongres PPPKI (dan Komgres Pemuda)
suhu politik makin naik, Sukarno semakin percaya diri (karena didukung PPPKI
dan Parada Harahap juga semakin intens memperhatikan dan menyebarluaskan
berita. Sukarno yang telah menjadi ketua PNI (nama Perserikatan Nasional
Indonesia menjadi Partai Nasional Indonesia) semakin gencar bersuara di dalam
berbagai kesempatan untuk berpidato tetapi juga semakin diawasi oleh polisi
kolonial Belanda.
De tribune: soc. dem. Weekblad, 10-04-1929: ‘…telah
terjadi perbedaan paham diantara anggota PPPKI yang mana Partai Sarekat Islam
(PSI) dari golongan tua dengan yang lebih muda, Partai Nasional Indonesia (PNI).
Hal serupa juga telah muncul segera kongres PPPKI yang dipimpin Soetomo antara
PSI dengan Muhammadiyah. Perbedaan paham (keretakan) tersebut dipicu oleh
pembentukan Dewan Dana Nasional yang diketuai oleh MH Tamrin, Sekretaris,
Sartono dari PNI dan anggota Soetomo dari Boedi Oetomo, Singgih dari Kelompok
Studi dan Otto dari Pasundan. Tujuan dari dana nasional ini adalah untuk
bantuan finasial untuk diberikan kepada pemimpin kaum nasionalis. Dewan dana
diberi mandat penuh untuk kebebasan bertindak, kecuali untuk keuangan, yang
tetap bertanggung jawab kepada PPPKI. Selanjutnya, dewan pers akan dibentuk,
dipimpin oleh Mr Thamrin, maksudnya adalah untuk membendung serangan pers
terhadap pribumi, yang kemungkinan akan merugikan kepentingan nasional.
Pembentukan dewan pers diambil keputusan dalam kaitannya dengan serangan yang
akhir-akhir ini terhadap Dr. Soetomo yang menjadi ketua komite kongres PPPKI.
Dalam hubungan ini Perhimpoenan Indonesia di Belanda dilibatkan untuk membuat
propaganda di luar negeri. Liga PPPKI telah menjadi wahana pejuang untuk
dukungan kemerdekaan Indonesia yang efektif. Kaum nasionalis Indonesia dalam
hal ini sebagai tindakan permusuhan dan Perhimpunan Indonesia (di Belanda)
cukup kasar dalam berpolemik’.
Sementara Sukarno semakin kencang suaranya,
Parada Harahap sebaliknya sangat sibuk mengadministrasikan semangat pergerakan.
Parada Harahap ke dalam (semacam kemendagri), MH Tamrin ke luar (kemenlu). MH
Tamrin sebagai ketua PPPKI juga duduk sebagai ketua Dewan Dana Nasional dan
ketua Dewan Pers. Sukarno, yang jago berpidato terus berpidato kemana-mana. Dalam
pertemuan PPPKI di Djogja, tema utama adalah Poenale Sanctie. Sebagaimana
diketahui masalah poenale sanctie kali pertama dibongkar oleh Parada Harahap di
Deli tahun 1918. Dalam beberapa kesempatan perttemuan PPPKI, Parada Harahap
masih menyoroti masalah ini karena ia masih terhubung dengan rekan-rekannya di
Medan.
Soerabaijasch handelsblad, 02-09-1929: ‘Pertemuan PPPKI.
Di Djokja malam Minggu ada pertemuan PPPKI yang dihadiri oleh 1500 orang. Ketua
adalah Mr. Sujoedi, yang juga pembicara pertama. Dia berbicara tentang kontak
antara PPPKI, Perhimpoenan Indonesia dan Liga (oragansiasi-organiasi
kebangasaan) melawan tekanan dibawah imperialisme dan kolonial. Pembicara
kedua, Ali memberikan pendapat hukum tentang poenale sanctie dan menyimpulkan
bahwa ini adalah sisa perbudakan. Pembicara, Dr. Soekiman memberi pendapat
politik tentang poenale sanctie. Sosro Soegondo mengajukan pertanyaan sugestif
tentang imperialisme dan penindasan oleh pemerintah, yang mendorong polisi
untuk turun’.
Pidato terakhir Sukarno sebelum ditangkap
untuk kali pertama adalah pada Kongres PPPKI kedua di Solo tanggal 25-27
Desember 1929 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
02-01-1930).
Pada tanggal 29 Desember 1929 Soekarno dikabarkan ditangkap di
Jogjakarta. Penangkapan ini hanya berselang dua hari setelah usai Kongres PPPKI
kedua di Solo tanggal 27 Desember 1929. Sukarno baru disidang pada 18 Juni
1930 di pengadilan negara di Bandung. Sukarno dituntut empat tahun penjara (di
Sukamiskin, Bandung). Ada sembilan belas sesi dan permohonan Sukarno
"Indonesia Menggugat" sepotong terkenal, diterbitkan dalam bahasa
Belanda maupun dalam bahasa Indonesia (Nieuwsblad van het Noorden, 11-01-1969).
Sukarno yang menyebut dirinya ‘penyambung
lidah’ rakyat Indonesia, Parada Harahap juga terbilang ‘penyambung lidah’ sepak
terjang Sukarno dan kawan-kawan. Sebagaimana diketahuii Parada Harahap jelang
Kongres PPPKI dan Kongres Pemuda telah memperluas cakupan pemberitaan dengan
menerbitkan Bintang Timoer edisi daerah Jawa Tengah dan edisi daerah Jawa
Timur.
De Sumatra post, 11-09-1930: ;,,,sejak awal 1929 telah
banyak pihak yang diintrogasi… Pembentukan lembaga Dana Nasional di bawah PPPKI
dipertanyakan pihak Belanda dan Dewan Dana dianggap tidak wajar. Thamrin telah
memainkan peran dalam PPPKI dan sudah mulai berkurang intensitasnya di Kaoem
Betawi meski tidak sedikit anggota Kaoem Betawi yang mulai memprotes kontrak
(keterkaitan Kaoem Betawi) dengan Fonds Nasional…Thamrin sendiri Dewan Dana
Nasional lebih suka diberi nama Fond Oentoek Kaperloean Nasional. Dia mengakui
bahwa Dana Nasional adalah panggilan yang benar-benar umumnya ditujukan
mendukung gerakan Indonesia… (sementara itu) ada penunjukan wakil dari PPPKI
untuk Eropa yang terpilih Perhimpoenan Indonesia?...(selama Sukarno di penjara)
Soetomo ingin berbicara diam-diam dengan Sukarno..’
De Indische courant, 25-09-1930: ‘Volkscourant di
Batavia, seperti yang kita baca di AID telah dijual kepada Mr. Parada Harahap.
Sehubungan dengan ini maka Java Express (edisi Belanda Bintang Timoer) berhenti
beroperasi. Volkscourant sekarang berpindah ke Krekot (markas Bintang Timoer).
Aneta, 25 September melaporkan bahwa manajemen baru Volkscourant di Weltevreden
akan terbit 1 Oktober dalam format yang lebih besar. Volkscourant adalah nama
baru dari De Courant yang sebelumnya kepala redakturnya adalah A. Weeber’.
Kini Parada Harahap menyebarluaskan berita
kebangkitan bangsa ke orang-orang Belanda dengan menerbitkan surat kabar
berbahasa Belanda, Volkscourant. Surat kabar berbahasa Belanda ini tampaknya
dimaksudkan untuk ‘menyerang’ pers untuk mengurangi beban MH Tamrin sebagai
ketua Dewan Pers dalam membendung serangkan pers Belanda kepada orang-orang
pribumi seperti Dr. Soetomo [serangan pers Belanda kepada Dr. Soetomo, karena
selama ini Soetomo dan Boedi Oetomo banyak mendapat dukungan politik dan
sokongan dana dari pemerintah/simpatisan Belanda].
Pers Belanda menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu
(Indonesia) cukup banyak seperti surat kabar Pertja Barat di Padang tahun 1895,
Pertja Timor di Medan 1902 dan Pembrita Betawi di Batavia 1903. Editor pribumi
pertama Dja Endar Moeda (Pertja Barat, 1897); Mangaradja Salamboewe (Pertja
Timor, 1902) dan Tirto Adhi Soerjo (Pembrita Betawi, 1903). Pers pribumi yang
baru tumbuh dimulai oleh Dja Endar Moeda dengan mengakuisisi Pertja Barat dan
percetakannya tahun 1899 dan kemudian menerbitkan dua media lainnya majalah
Insulinde (di Padang) dan surat kabar Tapian Na Oeli (di Sibolga). Bagi Dja
Endar itu tidak cukup, lalu pada tahun 1905 mengakuisisi Sumatra Nieuwsblad (di
Padang). Surat kabar pribumi pertama berbahasa Belanda itu tersandung delik
pers (1907) yang mana Dja Endar Moeda di hokum cambuk dan surat kabar itu
akhirnya ditutup Dja Endar Moeda. Kini (1930), Parada Harahap mengulang success
story seniornya Dja Endar Moeda (sama-sama kelahiran Padang Sidempuan) dengan
menerbitkan Volkscourant di Batavia.
Seperti halnya Sukarno, Parada Harahap juga
menjadi perhatian dan target poisi/pemerintah Belanda. Dua orang ini dianggap
momok dan sangat membayakan. Sukarno memainkan kata-kata orasi yang tajam di
lapangan (forum atau rapat-rapat), Parada Harahap memainkan pena yang tajam di
media. Sebagaimana diketahui saat itu, Parada Harahap adalah radja media di
Jawa (sebagaimana dulu Dja Endar Moeda sebagai radja media di Sumatra).
Soerabaijasch handelsblad, 03-01-1931: ‘Kami selalu
melihat dia (Parada Harahap) sebagai orang ‘putaran suara’. Mungkin dia
memiliki gagasan bahwa ia seperti lingkaran memiliki jumlah tak terbatas sisi.
Direkturnya, yang giat Parada Harahap, yang populer disebut ‘Batavia Paradepap’
yang memiliki banyak delik pers sebagai pemimpin Bintang Timoer’.
Saat ini Sukarno masih di penjara, isu-isu
baru agak tenggelam. Parada Harahap juga tidak banyak mendapat amunisi baru
dalam surat kabarnya. Sukarno yang masih di penjara terus mengolah pikirannya
di balik jeruji di penjara Sukamiskin. Parada Harahap beralih ke isu yang mana
para wakil rakyat di parlemen (Volksraad) sangat penakut dan kurang greget.
Parada Harahap mengomentari adanya tambahan anggota parlemen dari luar Jawa
akan membuat suasana politik di parlemen semakin hidup dan garang (banyak yang
tidur, seperti sekarang di Senayan).
De Sumatra post, 26-01-1931(De Buitengwesten in den
Volksraad): ‘Editor Java Bode mengutip Bintang Timur yang mana Mr. Parada
Harahap, editor pada tanggal 16 bulan ini menulis dengan judul ‘Djago Sabrang’
meski anggota dewan luar Jawa dan yang disebutnya provinsi bagian depan. Ini
disebut ‘depan’ sehubungan dengan cukup dukungan untuk kepentingan di luar Jawa
yang terletak tujuan Belanda – Inlandsch karena masing-masing dari mereka
anggota dewan rakyat memiliki budaya yang diturunkan tidak jinak, tapi
keberanian memiliki kepentingan umum terhadap siapa juga berdiri dari daerah
luar sesuai Bintang Timur dilayani dengan baik. Para editor majalah menyambut
hangat jabatan Dr Ratu Langi, M. Soangkoepon dan Soekawati, terutama dengan
penambahan anggota Mukhtar, Dr. Abdoel Rashid dan Koesad. Echo kondisi bahwa
orang-orang di dewan kepentingan kepulauan besar di luar Jawa akan dipromosikan
lebih intensif dari sebelumnya dan prospek pengembangan wilayah akan datang
lebih kedepan’.
Parada Harahap sebagai pejuang pers, merasa
tidak cukup dengan hanya ada PPPKI (sebagai sekretaris) dan meski MH Tamrin
juga telah membentuk Dewan Pers (kasus Soetomo yang terus di serang pers
Belanda). Parada Harahap lalu menggalang kekuatan lewat para wartawan untuk
mendirikan sarikat wartawan.
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië,
18-07-1931 (Congres Inlandsche Journalisten): ‘Kongres wartawan pribumi pertama
diadakan di Semarang pada 8 Agustus. Kongres ini diketuai oleh jurnalis
Semarang, sekretaris, jurnalis Sumatra, Paroehoem. Program: editor Bahagia
Semarang, Pak Yunus, akan mengadakan kuliah tentang: "Jurnalisme dan
pengembangan bisnis surat kabar"; Haji (Agus) Salim akan berbicara pada
"Jurnalisme dan kode etik; RM Soedarjo tentang ‘Orang-orang dan
Jurnalisme; Maradja Loebis: ‘Jurnalisme dan kehidupan sosial’; Saeroen, Siang
Po: ‘Jurnalisme dan gerakan rakyat’ dan Parada Harahap: "Jurnalisme dan
ekonomi’, sementara editor Soeara Oemoem akan berbicara pada ‘Jurnalisme dan
malaise. Kemudian, organisasi wartawan dibentuk dengan Mr Saeroen sebagai ketua
dan Bapak Parada Harahap sebagai sekretaris dan (merangkap) bendahara. Komisaris
adalah Bakrie, Yunus dan
Koesoemodirdjo’.
Parada Harahap bukan asing dalam soal urusan
bersarikat di bidang pers. Parada Harahap pada tahun 1918 di Medan pernah
mendirikan sarikat wartawan yang merupakan gabungan pers pribumi dan pers
Tionghoa untuk membendung tekanan pers Belanda. Setelah 13 tahun, Parada
Harahap membentuk lagi sarikat wartawan. Alasannnya selalu sama: melawan pers
Belanda. Hal yang sama juga: Parada Harahap selalu menyertakan Tionghoa. Itulah
Parada Harahap, nasionalis yang musuhnya hanya satu: Belanda. Meski di satu
sisi Parada Harahap selalu disorot pers Belanda dan menekannya, namun di sisi
lain pers Belanda juga cover both side dan memberikan penilaian sesuai dengan
kode etik pers (independen). Sebagaimana pers pribumi, pers Belanda juga ada
paksi-paksinya yang satu sama lain adakalanya memiliki pandangan yang berbeda.
Soerabaijasch handelsblad, 15-09-1931: ‘Wartawan muda
Batak Parada Harahap, direktur dan editor Indonesisch nationalist meskipun ia
mungkin dalam berbagai artikel mencerahkan bagi nasionalisme untuk hari yang
akan datang, dia berada di atas semua realis. Dia melakukan, tanpa menjauhkan
apa yang disebut orang Prancis il prend son bien öu il le trouve. Dia dengan
senang hati merekomendasikan contoh Barat saat ia menemukan berguna, dan memuji
dan menghargai dimana ia menemukan sesuatu untuk memuji dan menghargai, bahkan
jika itu adalah dengan orang Eropa. Singkatnya, ia praktis dan turun ke bumi
dan karena itu sangat dibenci dan kadang-kadang - dengan permukaan cemburu pada
perusahaannya yang berjalan dengan baik - dibenci oleh orang-orang mabuk
nasional. Yang menyebut dirinya nasionalis, tapi kutukan dan berkampanye untuk
melukai dia. Ada banyak kebencian, persaingan dan kecemburuan dan disebut
beberapa kejanggalan dan bertindak tidak sopan di pihaknya’.
Soerabaijasch handelsblad, 05-11-1931 (Een en ander over
de Inlandsche Pers): ‘Bintang Timur telah menjadi salah satu yang terbaik
adalah hanya karena Parada Harahap’.
Sejak penangkapan
Soekarno pasca Kongres PPPKI di Solo. Kegiatan politik sedikit kendor. Semua
pihak perhatiannya diarahkan terhadap sidang-sidang Soekarno di pengadilan.
Kantor PPPKI di gang Kenari juga sedikit merana karena kegiatan yang selama ini
ramai menjadi fokus kepada Soekarno.
Dalam ketidakhadirannya
PNI telah hancur. Partai ini secara resmi dibubarkan (pada saat Kongres kedua
PNI 25 April 1931). Sebagai gantinya didirikan Partai Indonesia yang dipimpin
oleh Mr. Sartono. Parada Harahap sebagai kepala kantor PPPKI tentu sangat
menyesalkan tindakan Sartono sementara Soekarno berada di penjara. Parada
Harahap lalu mengajak Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin membicarakan soal nasib
PNI. Bataviaasch nieuwsblad, 02-05-1931
melaporkan PPPI melakukan pertemuan publik di Gedoeng Permoefakatan (PPPKI) di
gang Kenari dengan tema ‘beschouwingen betreffende het PNI vonnis (Pertimbangan
Mengenai Keputusan PNI). Salah satu pembicara adalah Parada Harahap.
Saat ada pemberitaan bahwa hukuman Soekarno
dikurangi, Parada Harahap seakan ingin mempersiapkan ruangan bagi Soekarno di
gang Kenari. Namun apa yang terjadi, Parada Harahap kaget melihat kantor PPPKI (yang
sudah lama terabaikan).
De Indische courant, 27-11-1931 (De
nationalist Hatta):’Di antara pemimpin cemerlang, Hatta, seorang Sumatra,
dianggap oleh banyak kalangan, setelah Ir Soekarno sebagai yang paling sesuai
sebagai pemimpin Inlandsch baik saat ini maupun masa datang. Di dalam gedung
pertemuan permufakatan di gang Kenari, potret Ir. Soekarno dan Diponegoro telah
dipajang bertahun-tahun, diambil dari dinding dan disembunyikan di bawah.
Tindakan ini telah membawa banyak keributan di antara penduduk pribumi, bahkan
wartawan Parada Harahap di majalahnya menulis dalam ‘Surat Terbuka’ telah
menginformasikan bahwa, saat melihat tempat pajangan telah kosong, air mata
menangis dan pelaku diduga telah
melakukan tindakan kejahatan keji ini dan akan dicari di kalangan partai. Mr.
Sartono menyangkal semua itu tindakan partainya dan menolak untuk menaruh
sendiri potret itu (kembali) ke tempat asalnya. Dan sekarang bahkan potret
Hatta telah berdebu di bawah meja’.
Dalam berita ini terkesan bahwa Sartono tidak
menginginkan kembali Ir. Soekarno maupun Mohammad Hatta. Namun kenyataannya
tidak semua eks anggota PNI setuju pemburaran PNI (Soekarno) dan juga tidak
mengikuti partai baru (Sartono). Mereka ini menyebut diri sebagai ‘golongan
merdeka’. Golongan ini kemudian yang
diinisiasi oleh Sjahrir dan kawan-kawan menjadi partai Pendidikan Nasional
Indonesia (PNI). Ini terjadi pada tanggal 25-27 Desember 1931 dalam sebuah
konferensi yang diadakan di Jogjakarta dengan Soekemi sebagai ketuanya.
Nama Soetan Sjahrir
tidaklah terlalu dikenal. Nama Sjahri baru muncul pada tahun 1930 di Belanda
dalam pengurus baru Perhimpoenan Indonesia sebagai wakil ketua. Seementara yang
menjadi ketua adalah Roesbandi (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
05-04-1930). Kepengurusan baru ini menggantikan kepengurusan seblumnya yang
dipimpin oleh Mohammad Hatta (1926-1930). Nama Amir Sjarifoeddin sudah jauh
lebih dikenal sebagai mahasiswa rechthoogeschool di Belanda (1926-1927) dan
transfer menjadi mahasiswa Rechthoogeschool di Batavia)1927). Pada tahun 1928,
Amir Sjarifoeddin sebagai anggota PPPI yang kemudian duduk sebagai bendahara
panitia Kongres Pemuda 1928. Pada tahun 1928, Sjahrir masih duduk di sekolah
menengah (AMS) di Bandoeng. Lalu nama Sjahrir muncul di Bandoeng pada tahun
1931 (Het volk: dagblad voor de arbeiderspartij, 18-02-1931). Sjahrir ikut dalam gerakn protes terhadap
pemerintah Hindia Belanda yang mengkampanyekan buruh untuk melawan pemerintah
dan menyampaikan rasa simpatik kepada eks pemimpin PNI yang telah menyuarakan
melawan imperialis dan berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
Hukuman Soekarno benar-benar dikurangi dan
Sukarno dibebaskan pada 31 Desember 1931. Parada Harahap sumringah, karena
tidak hanya Soekarno yang dibebaskan, tetapi Mohammad Hatta juga dikabarkan
akan pulang ke tanah air, Parada Harahap adalah orang yang merasa pertama
kehilangan Soekarno selama di penjara. Parada Harahap merasa tidak cukup dengan
hanya Mohammad Hatta. Parada Harahap masih konsisten membutuhkan Soekarno.
Setelah Soekarno keluar dari penjara, Parada Harahap ‘memanggil’ kembali Ir.
Soekarno. Inilah ‘panggilan’ kedua Parada Harahap kepada Soekarno, Panggilan
pertama adalah ketika Soekarno di Algemeene Studieclub untuk membentuk
organisasi kebangsaan: Perserikatan Nasional Indonesia.
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 02-04-1932 (Ir.
Soekarno en zijn Wederoptreden): ‘Tunggu tindakan saya’. Ini pernyataan
mahasiswa pribumi Ir. Soekarno yang telah secara khusus meminta untuk
meluangkan waktu belajar tentang partai yang nantinya apakah akan memilih atau
apakah harus tetap di belakang layar, sebagaimana dikonfirmasinya di Bintang
Timoer. Ir. Soekarno telah menulis surat kepada editor Bintang Timoer yang
diterbitkan kemarin, yang menunjukkan bahwa Soekarno bahwa mereka (siswa)
tengah mempelajari ‘teori gerakan rakyat’. Saya perlu untuk belajar teori,
karena saya ingin mengambil tindakan. Selanjutnya Soekarno menulis:
"Ketika saya lagi kemauan politik yang aktif? Aku tahu itu saja. Aku hanya
pada jawaban rakyat. Segera itu akan terlihat bahwa orang itu sendiri, yang
sekarang aku ekspor. Saya tidak ingin bermain. Dengan nasib rakyat, politik
bagi saya adalah bukan olahraga tapi masalah serius, yang membuat saya
hidup. Soekarno meminta kepada Mr Parada
Harahap, editor Bintang Timoer komentar, Ir. Soekarno bukan seseorang yang
berasal untuk Rakyat?’.
Soekarno akhirnya memilih Partindo (Partai
Indonesia), yang didirikan oleh Mr. Sartono. Soekarno lalu menjadi presiden dan
segera aktif secara politik setelah penahanannya. Sementara itu Soetan Sjahrir
terus melakukan propaganda menyuarakan Pendidikan Nasional Indonesia. Dalam
suatu pertemuan besar di gang Kenari, PNI berbicara tentang politik dan
ekonomi. dan krisis. Pemimpin pertemuan tersebut seorang mahasiswa Soetan
Sjahrir yang kembali dari Belanda (Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 01-03-1932).
Dalam Kongres Pendidikan Nasional Indonesia bulan Juni
1932 yang berlangsung di Bandung, Sjahrir terpilih menjadi Pimpinan Umum
Pendidikan Nasional Indonesia menggantikan Soekemi.
Suhu politik yang semakin memanas, sementara
Sukarno yang belum memanas telah terjadi pembereidelan sejumlah majalah dan
surat kabar, termasuk Bintang Timoer, milik Parada Harahap.
De Sumatra post, 13-06-1932 (Verboden periodieken en
bladen): ‘Pihak berwenang militer pada kenyataannya hampir seluruh rakyat
pribumi ditempatkan pada daftar hitam, diduga melarang. Lembar dan majalah yang
dilarang adalah sebagai berikut: Persato'an Indonesia, Simpaj, Sediotomo, Aksi,
Indonesia Moeda, Balai Pemoeda Bandoeng, Garoeda, Garoeda Smeroe, Garoeda
Merapi, Sinar Djakarta, Indonesia Merdeka, Impressa, Soeloeh Indonesia Moeda,
Keng Po, Sim Po, Warna Warta, Sinar Terang, Indonesia Raja, Soeara Merdeka,
Daulat Ra'jat, Banteng Indonesia, Panggoegah Ra'jat, Banteng Ra'jat, Darmo
Kondo, Haloean, Kaperloean Kita, Mustika, Pahlawan (dengan pcmoeda Kita),
Soeara Kita, Priangan Tengah, Soeara Oemoem, Soeara Oemoem Jav. Editie,
Sipatahoenan, Medan Ra'jat, Fikiran, dan Ir. Soekarno Djeung Pergeraken Ra'jat.
Seperti dapat dilihat, media tersebut meliputi media berbahasa Melayu yang
pribumi maupun yang Chineesch. Di antara majalah yang bisa dibaca Bintang
Timoer (Parada Harahap) dan Siang Po, baik yang muncul di Batavia, maupun
majalah Fikiran (anggota dewan Dr Ratu Langi) di Manado adalah tabu. Majalah
lainnya yang organ nasionalis, yang semua link bahkan dicap sebagai berhaluan
revolusioner’.
Pembreidelan adalah senjata polisi/pemerintah
colonial Belanda untuk membungkam pers melalui pasal pers dalam undang-undang.
Soal pembreidelan sudah lama ada. Yang pertama diketahui adalah surat kabar
berbahasa Belanda (Sumatra Niuewsbald) milik Dja Endar Moeda di Padang tahun
1907, kemudian Pewarta Deli (pimpinan Dja Endar Moeda) di Medan 1911 dan Medan
Prijaji di Batavia (pimpinan Tirto Adi Soerjo) tahun 1912. Kemudian juga surat
kabar Benih Merdeka di Medan (1918) dan surat kabar Sinar Merdeka di Padang
Sidempuan (1922). Kedua surat kabar yang disebut terakhir dulunya digawangi
oleh (editor) Parada Harahap. Dalam hal ini Parada Harahap tidak kaget dengan
pembreidelan. Setelah Sinar Merdeka dibreidel di Padang Sidempoean, tahun 1922
Parada Harahap hijrah ke Batavia.
Soekarno yang sudah jarang naik panggung,
Parada Harahap mempertemukan Soekarno dalam suatu pertemuan PPPI. Pertemuan
himpoenan organisasi pemuda/pelajar ini akan diadakan pada tanggal 17-19
September. Soekarno akan berbica terntang
‘Mencari Koneksi Asing’ (De Sumatra post, 16-09-1932). Sementara itu, Mohammad
Hatta kembali dari Belanda. Pada bulan November 1932, Mohammad Hatta dilaporkan
berduet dengan Sjahrir di dalam pertemuan publik di Meglang. Mohammad Hatta
akan berbicara tentang kelebihan perdagangan, dan Sjahrir tentang prinsip
partai (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 17-11-1932).
Lalu kemudian Mohammad Hatta pada awal tahun 1933, Ketua PNI diserahkan oleh Sjahrir kepada Hatta. Kini, Parada
Harahap melihat ini benar-benar ada dua matahari yang diinginkannya: Ir.
Soekarno pemimpin Partai Indonesia, dan Drs. Mohammad Hatta pemimpin (partai)
Pendidikan Nasional Indonesia.
Pemerintah tidak hanya melakukan pembreidelan pers
pribumi, juga menangkap para pemimpin dan kader-kader politik yang bersifat
radikal. Penangkapan terhadap kader-kader politik tersebut diasingkan ke Digul.
Sukarno juga ditangkap 31 Juli 1933 (Leeuwarder courant: hoofdblad van
Friesland, 22-06-1970) karena menyebarkan rasa permusuhan terhadap pemerintah
colonial. Sukarno tidak diasingkan ke Digul tetapi ke Flores. Tujuannya hanya
satu: memisahkan pemimpin dengan anak buah.
Melihat dinamika politik yang tengah
berlangsung, Parada Harahap berkoordinasi dengan Radjamin Nasution di Soerabaja
(De Indische courant, 27-04-1933). Lalu Federasi ‘Kaoem Boeroeh Indonesia’ menyelanggarakan
konferensi di Soerabaia dari 4 hingga 7 Mei. Soekarno yang agak jarang mendapat
panggung diundang sebagai pembicara. Pembicara lainnya adalah Dr. Soetomo. Meski
Parada Harahap sebagai ketua pengusaha pribumi (semacam Kadin) di Batavia, juga
turut dalam konferensi ini. Dalam suasana May Day ini empat tokoh revolusioner
bertemu di Soerabaja: Parada Harahap, Soekarno, Soetomo dan Radjamin Nasution.
Radjamin Nasution adalah
teman sekelas Soetomo di STOVIA. Setelah lulus, Radjamin Nasution ditempatkan
pada urusan kesehatan di bea dan cukai lalu berpindah-pindah dari satu pelabuhan
ke pelabuhan lain. Setelah cukup lama di Medan pada tahun 1927 Radjamin
Nasution dipindahkan ke Batavia. Jelang pembentukan PPPKI, Radjamin Nasution
yang diminta Parada Harahap agar Boedi Oetomo ikut bergabung. Pada bulan
September 1929 Radjamin Nasution dipindahkan ke Soerabaja. Tidak lama setelah
kembali berdinas di Surabaya, awal November, Radjiman dan kawan-kawan
mendirikan Sarikat Pekerja Bea dan Cukai. Dalam rapat tahunan Oktober 1930
Radjamin tetap duduk sebagai bendahara.
Pada bulan yang Oktober 1930 Dr. Soetomo dari
studieclub Soerabaja mendirikan orgnisasi kebangsaan yang baru yang disebut Partai
Bangsa Indonesia (PBI). Besar dugaan pendirian partai didorong oleh Parada
Harahap. Radjamin Nasution menjadi salah satu pengurus PBI. Radjamin Nasution
dicalonkan menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad) Soerabaja. Pada tanggal
10-03-1931 Radjamin Nasution menang mutlak dengan jumlah perolehan suara
sebanyak 62 (suara perwakilan penduduk Surabaya).
PBI kemudian mendirikan surat kabar Soeara Oemoem sebagai
organ partai. Surat kabar Soeara Oemoem ini mirip dengan Soara Djawa yang
pernah eksis tempo doeloe yang merilis laporan Parada Harahap tentang poenale
sanctie di surat kabar Benih Mardeka di Medan 1918. Surat kabar Soera Oemoem
besar kemungkinan surat kabar Bintang Timoer edisi Jawa Timur yang diterbitkan
oleh Parada Harahap pada tahun 1928. Edisi Jawa Timur diterbitkan saat itu
dimaksudkan untuk lebih menyebarluaskan propaganda PPPKI (organisasi senior)
dan PPPI (organisasi junior).
Untuk tetap menjaga marwah revolusi, Parada
Harahap dari gang Kenari mengundang PPPI untuk melakukan diskusi publik. Lalu
kemudian PPPI menyelenggarakannya pada tanggal 3 September di Djatibaroe dan
gang Kenari (De Sumatra post, 01-09-1933). Sebagaimana diketahui Djatibaroe
adalah lokasi percetakan Bintang Hindia (milik Parada Harahap). Pertemuam
publik ini diduga terkait dengan ditangkapnya Ir. Soekarno dan telah mendapat
sinyal dari pemerintah agar Soekarno diasingkan (De Tijd:
godsdienstig-staatkundig dagblad, 03-08-1933). Parada Harahap kembali
kehilangan Soekarno.
Haagsche courant, 03-08-1933: ‘Het oordcel van de
‘Bintang Timoer’, Batavia, 3 Agustus. (Aneta). Dalam sebuah editorial Bintang
Timur menjelaskan berikut peristiwa baru-baru ini, bahwa penangkapan Ir. Soekarno
adalah suatu keprihatinan karena pembatasan hak untuk menghadiri pertemuan, hal
itu sehubungan dengan PI dan PNI. Bintang Timoer menganggap bahwa gerakan
nasionalis menuntut korban, Namun demikian, hak-hak mereka dapat diterapkan
untuk setiap saat diinginkan, sehingga penangkapan Ir. Sukarno meski harus diasingkan
kita harus tetap tenang. Bintang Timoer menyebut pembatasan hak untuk
menghadiri pertemuan, bahkan itu juga terjadi di Volksraad adalah kemunduran
serius dan berharap bahwa Pemerintah akan memberikan kembali hak yang diberikan
sepenuhnya sebagaimana yang terdapat dalam Konstitusi’.
Parada Harahap juga kemungkinan akan lebih
kehilangan lagi karena Mohammad Jamin (ketua Partindo Soerabaja) dan Amir
Sjarifoeddin (ketua Partindo Batavia) juga dalam pembahasan pemerintah
(Arnhemsche courant, 04-08-1933).
Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin adalah sekretaris
dan bendahara panitia Kongres Pemuda 1928. Setelah keduanya lulus
Rechthoogeschool, langsung terjun ke partai politik (Partai Indonesia).
Mohamamad Jamin adalah adik dari Djamaloeddin alias Adinegoro. Sepulang
Adinegoro studi jurnalistik dari Eropa, Parada Harahap mempekerjakannya sebagai
editor Bintang Timoer (1929). Namun belum genak setahun, datang Abdullah Lubis
dari Medan untuk membantu Pewarta Deli karena para editornya mengundurkan diri
karena mendirikan surat kabar. Antara Parada Harahap dan Abdullah Lubis terjadi
kesepakatan dan Adinegoro dipindahkan ke Pewarta Deli di Medan. Parada Harahap
sendiri pernah menjadi editor Pewarta Deli pada tahun 1918.
Parada Harahap, The King of Java Press Memimpin Tujuh
Orang Indonesia Pertama ke Jepang: 1933
Pemerintah Hindia Belanda yang dijalankan
oleh para intel dan polisi terus mengawasi pergerakan nasional. Pemerintah
Hindia Belanda terus melakukan tekanan. Mahasiswa ditangkapi, pemimpin partai
juga ditangkap, semua pers pribumi dibreidel. Pers Belanda juga terus menyoroti
pers pribumi. Parada Harahap telah lama menjadi target pers Belanda. Meski demikian, Parada Harahap tetap berbicara dengan pena yang tajam dan pikiran yang jerni dalam mengorganisasikan para revolusioner Indonesia. Tidak ada
lagi hal yang aman dan nyaman dengan Belanda. Parada Harahap (kembali) memikirkan nama (bangsa) Jepang
sebagai partner (yang baru). Belanda sudah menjadi masa lalu dan tetap melancarkan prinsip non-kooperative, Jepang adalah masa datang dengan prinsip kooperative..
Mengapa muncul nama Jepang di antara para revolusioner
Indonesia adalah sebuah teka teki yang belumlah terjawab. Soekarno dalam satu
kesempatan mengatakan bahwa PNI terbuka untuk semua bangsa kecuali Belanda.
Semua bangsa dapat diterima sebagai anggota, Arab, Tionghoa, India, Jepang dan
sebagainya (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-09-1927). Mr.
Iskaq menyatakan bahwa gerakan Nasionalis Indonesia, program partai didasarkan
pada kekuatannya sendiri, PNI tidak ingin mengambil bagian dalam administrasi
nasional dengan lembaga negara saat ini [Pemerintah Hindia Belanda]. Perspektifnya
adalah sebuah negara dalam negara bagian (Het perspectief is: een staat in den
staat). Jepang dijadikan contoh (Bataviaasch nieuwsblad, 27-09-1927). Soekarno juga pernah menyebut dalam suatu
pertemuan publik untuk mencari koneksi asing (De Sumatra post, 16-09-1932). Soekarno kembali mengulang soal hubungan ke
timur pada bab pertama dalam brosurnya sebelum ditangkap (Arnhemsche courant, 29-08-1933).
Bangsa Eropa/Belanda adalah masa lalu, bangsa
Asia/Jepang adalah masa yang akan datang. Belanda sudah mulai dicampakkan oleh
para revolusioner. Bahkan para revolusioner tidak mau berada di dalam
administrasi (pemerintah Hindia) Belanda. Parada Harahap tampaknya sudah lama menjalin hubungan dengan Jepang.
Diantara tokoh revolusioner yang kali pertama berurusan
dengan Jepang adalah Parada Harahap. Itu terjadi pada tahun 1918 ketika Parada
Harahap membongkar kasus prostitusi Jepang di Medan. Apakah Jepang telah
memantau terus perjalanan dan sepak terjang Parada Harahap terhadap Belanda?
Sebagaimana orang-orang Tionghoa, orang-orang
Jepang juga banyak di kota-kota di Indonesia. Paling tidak terdapat konsentrasi
orang Jepang di tiga kota: Medan, Batavia dan Soerobaja. Di tiga kota ini
terdapat kantor konsulat Jepang.
Sejak 1926 hubungan Parada Harahap dan Soekarno sudah
mulai intens. Pertemuan antara Soekarno dengan Parada Harahap semakin sering
siring dengan dibentuknya PPPKI tahun 1927. Apakah orang-orang Jepang telah
melakukan kontak dengan Parada Harahap dan Soekarno?
Parada Harahap tidak memiliki hutang kepada
pemerintah kolonial Belanda. Sebaliknya, Parada Harahap bertahun-tahun
‘dizalimin’ oleh polisi kolonial Belanda dan telah ratusan kali dipanggil ke
meja hijau di pengadilan dan tak terhitung pula berapa kali harus masuk
penjara. Melawat ke Jepang, sesama Asia jelas jawabannya. Jepang memiliki
hutang kepada Parada Harahap (pembongkaran kasus prostitusi Jepang di Medan,
1918).
De Sumatra post, 16-10-1933: ‘Pada 16 Oct. (Aneta).
Pemimpin Bintang Timoer, Mr. Parada Harahap berangkat 7 November disertai
sejumlah guru pribumi dan pengusaha ke Jepang. Rombongan akan kembali melalui
Manila’.[Bataviaasch nieuwsblad, 24-10-1933: ‘Jumlah yang berangkat ke Jepang
sebanyak tujuh orang. Tiga wartawan, satu orang guru, satu orang kartunis, dua pengusaha (Batavia da Solo).
Tiga orang diantaranya dari pulau-pulau luar [Jawa]. Sebagaimana kita lihat
nanti, mereka itu antara lain: Parada Harahap sendiri plus Abdullah Lubis
(jurnalis), Mohammad Hatta (akademisi) dan Samsi Sastrawidagda (guru) serta
seorang pengusaha/pedagang batik di Pekalongan.
Jika benar ada hubungan yang tersembunyi
antara Jepang dengan para revolusioner Indonesia, lantas siapa yang menjadi
penghubung? Apakah J Tsukimoto yang fasis berbahasa Batak? Tsukimoto yang telah
lama bermukim di Padang Sidempoean diduga dengan Parada Harahap bersahabat dekat.
Parada Harahap pernah memimpin surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean
(1919-1922).
Tsukimoto, bukan seorang Tionghoa tetapi seorang Jepang
yang telah lama bermukim di Padang Sidempuan. Tsukimoto pemilik perusahaan J.
Tsukimoto & Co. Tsukimoto sangat terkenal di Padang Sidempuan dengan nama
tokonya ‘Toko Japan’. Pada tahun 1931, Tsukimoto dan Tjioe Tjeng Liong termasuk
anggota komisi di Padang Sidempoean dalam membantu korban bencana di Pakantan
(Mandailing). Tsukimoto kemungkinan adalah satu-satunya (keluarga) Jepang di
Padang Sidempuan. Tsukimoto kemungkinan besar datang (migrasi) dari Medan.
Sejak akhir abad kesembilan belas sudah banyak orang-orang Jepang di Medan
(yang waktu itu konsentrasi orang Jepang hanya di Singapoera). Tsukimoto kerap
terdeteksi mondar-mandir dari Padang Sidempoean ke Medan maupun Batavia.
Parada Harahap adalah tokoh yang unik dalam
perjuangan revolusioner: persatuan dan kemerdekaan. Parada Harahap berbeda
dengan Soekarno dan Mohammad Hatta, Parada Harahap juga berbeda dengan Dr.
Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution. Parada Harahap terus menginisiasi persatuan,
dan terus konsisten berjuang dengan pena yang tajam. Parada Harahap tidak
terlibat langsung dengan partai politik meski Parada Harahap sendiri mendorong
sejumlah individu mendirikan partai politik. Parada Harahap tetap di dunia
pers, dunianya sejak lama dan dunia pers menjadi medium bagi semua perjuangan
anak-anak bangsa. Inilah sebab mengapa pers Jepang menjuluki Parada Harahap
sebagai The King of Java Press.
Bataviaasch nieuwsblad, 29-12-1933 (Java in Japan: The
King of the Java Press): ‘The King of the Java Press’ telah tiba di Jepang. Dan
ada resepsi diberikan, dia dijamu layaknya seorang raja, Mr Parada Harahap dari
Bintang Timoer dan partainya dari atas
tampaknya benar-benar melakukan yang terbaik mereka dan dengan demikian
sepenuhnya diperlakukan tuan tamu mereka dalam roh, yang merupakan kunjungi
lonjakan negara dari Jawa ke Jepang ini, untuk alasan apa pun, sehingga sekuat
mungkin untuk mendorong, dan dengan cara lain yang begitu mahal dapat
memfasilitasi kontak dengan gerakan masyarakat adat. Misi Perwakilan
Comirercial dari Jawa, yang orang-orang ini wartawan koran, termasuk agen batik
diizinkan berbicara. Di kapal mereka disambut oleh Mr Shinzaburo Ishiwara,
‘general manager’ dari Ishiwara Sangyo Kaisha Kabushiki Kobe. Berkenaan dengan
tujuan kunjungan mereka, pemimpin kelompok, Raja dari Pers Jawa, Mr. Parada
Harahap, yang memimpin lima surat kabar Melayu diantaranya Bintang Timoer,
berbicara bahwa: ‘Kami datang ke sini untuk melihat-lihat dan menikmati
tempat-tempat terkenal keindahan alam dan juga untuk melihat ke pemimpin
lingkaran perdagangan dan industry. Kami dapat untuk membantu dengan
pembentukan hubungan persahabatan antara masyarakat Jepang dan Jawa. Mr Parada
Harahap juga murah hati dengan nasihat yang baik. Ia berpikir bahwa Jepang akan
melakukan sendiri benar mengerti populasi millionen di Jawa, yang ingin datang
untuk mengenal negara ini dan ini bisa dilakukan dengan bantuan pers cukup baik
kemudian ternyata bahwa Mr Parada Harahap siap untuk menyebarkan berita tentang
Jepang sebanyak mungkin dan mengatakan masih akan menulis tentang Jepang dalam
sebuah buku-hampir tidak bisa membawa semua niat ini, karena ia takut kunjungan
singkat hanya selama tiga minggu, ia berpikir ke Jepang untuk memutar kembali
waktu berakhir tentang Cherry Blossom dan sebagai anggota dari ‘Indonesia
Parliamentary Party’.
De Indische courant, 29-12-1933 (Harahap in Japan: The
King of the Java Press): ‘Sudah pergi, sebagai salah satu di kalangan luas di
negeri ini, dengan perusahaan dari editor kepala Bintang Timur, ParadaHarahap
yang membuat perjalanan ke Jepang, menurut Java Bode. Tampaknya dari majalah
Jepang terbaru adalah perusahaan menerima enam ini ke Kobe dengan kehangatan
dan kehormatan, yang jauh melebihi pentingnya orang-orang yang bepergian.
Bahkan pers - atau tampaknya - telah datang dari pria terkesan. Kita mengatakan
tampaknya karena kemungkinan tidak dikecualikan bahwa Jepang berguna mulai
kunjungan sebagai kesempatan untuk mengambil di Hindia Belanda, yang mereka
dapat menghasilkan saja. The Osaka Mainichi, sebuah majalah yang memiliki
sirkulasi tetap terhadap jutaan, ParadaHarahap menggambarkan sebagai ‘Raja pers
Java. Dia adalah kepala dari lima surat kabar pribumi, termasuk "Bintang
Timur. "Kami ingin membangun antara masyarakat Jepang dan Jawa hubungan
baik dan untuk tujuan kita berniat, yang Anda inginkan. Jasa Jawa Pers Jepang
akan melakukannya dengan baik untuk membuat dirinya dimengerti oleh jutaan
orang baik di Jawa, dan ini mungkin - kami percaya - capai melalui pers. Ada
saat ini 240.000 orang Eropa di Jawa dan sebagian besar dari mereka dapat berlibur
di Eropa tidak mampu, karena ada hambatan harga tinggi dan perjalanan panjang.
Jepang adalah posisi yang sangat menguntungkan untuk menarik pekerja keras
Eropa, yang memiliki kebutuhan liburan, untuk dirinya sendiri. Hal ini sangat
disayangkan bahwa, meskipun di Jawa banyak yang diketahui tentang politik,
ekonomi, kehidupan sosial dan atletik di Eropa, pada saat ketika orang-orang
sedikit yang diketahui tentang Jepang dan ini adalah Jepang sendiri dalam
ukuran kecil yang bertanggung jawab karena saya takut bahwa itu adalah
pertukaran berita tentang kehidupan di Jepang dan Jawa diabaikan. Saya bersedia
bertukar berita dengan Jepang seluas mungkin untuk menyebar. Saya berencana
untuk menulis buku tentang Jepang. Saya hampir tidak bisa berharap untuk mencapai
perjalanan, tujuan saya tapi rencana saya untuk kembali ke Jepang pada saat
cherry blossom sebagai anggota dari Indonesia Parliamentary Party’.
Sepulang dari Jepang, Parada Harahap menjadi
target polisi/intel Belanda. Parada Harahap dan kawan-kawan tidak langsung ke
Batavia, melainkan turun di Tandjoeng Perak Soerabaja. Mengapa? Jika langsung
ke Batavia, Parada Harahap dan kawan-kawan akan langsung ditangkap. Di
Soerabaja akan merasa lebih aman. Ketua Persatoean Boereh Pelabuhan Tandjong
Perak adalah Radjamin Nasution yang juga menjadi anggota dewan kota Soerabaja.
Tentu saja di pelabuhan, Parada Harahap dan kawan-kawan disambut oleh Dr.
Soetomo.
De tribune : soc. dem. Weekblad, 22-03-1934
Para siswa India. Tentang pesan dari para pelajar Indonesia, dituduh
mengelompokkan artikel-artikel paling awal di organ PPPI (Perhimpoenan Peladjar-Peladjar
Indonesia - 'organisasi mahasiswa' Indonesia) dapat dikomunikasikan kepada
pihak-pihak yang berkuasa: Sekarang para penulis artikel itu menentang
pemerintah Hindia sudah dikenal. Investigasi sudah berakhir. Makalah diserahkan
kepada Jaksa Agung untuk memutuskan tindakan apa yang akan diambil. Penelitian
ini tidak hanya dilakuan oleh para profesor yang relevan. tetapi juga dewan
editorial yang bertanggung jawab dewan PPPI.
Parada Harahap berangkat ke Jepang pada 7
November, hanya dilirik pers Belanda sebagai berita kecil. Kini, setelah Parada
Harahap pulang (tiba si Soerabaja, 13 Januari 1934), pers Belanda matanya mulai
terbelalak. Pers Belanda di Indonesia dan di Belanda menjadi heboh. Parada
Harahap dianggap mewakili pers pribumi telah menggapai matahari di timur dan pers Belanda di barat seakan
dibelakangi Parada Harahap.
Algemeen Handelsblad, 14-02-1934 (Onze Oost
Japans Politike Belansg-Stelling. Meer aandacht gevraagd): ‘Ada juga diantara
para pemimpin gerakan masyarakat adat untuk kepentingan Hindia Belanda di
Jepang, negara Oriental, begitu luar biasa dalam waktu singkat, Westersch
begitu luar biasa mampu untuk berbelanja dan jangan ragu untuk melemparkan
dirinya sebagai juara Asia dan masyarakat. Perjalanannya telah menarik banyak
minat di kalangan pribumi dan disebut akan, seperti yang telah dilaporkan,
waarschijniyk diikuti oleh orang lain. kepentingan para pemimpin pribumi kami
untuk Jepang didorong oleh serikat "Kaigai Kyolky Kyokai," serikat
membuat propaganda untuk tujuan oleh Jepang, yang berbasis di Hindia. Seorang
wartawan Jepang menulis tentang dalam lembar Maleisen, termasuk yang berikut:
Serikat yang akan. segera memulai pendirian pesantren untuk kepentingan
mahasiswa asing. Persiapan ini sudah hampir selesai. Biaya per bulan per siswa
diperkirakan sekitar 50 yen (25 gulden). Ini akan dibangun sekolah menengah
pertanian, sekolah perdagangan, sekolah teknik. Pada saat ini, menurut
wartawan, satu telah berada di Tokyo beberapa mahasiswa dari Hindia. Pada yang
terakhir Pan-Aziëeongres telah berbicara termasuk Sumatera, beberapa Gaoes
bahwa kursus dalam bahasa Jepang. Saya minta maaf - demikianlah wartawan, bahwa
ada begitu sedikit disebut mahasiswa Hindia, baik untuk kepentingan kemajuan
Indonesia seperti untuk memperkuat persahabatan antara negara-negara Asia.
Dianjurkan untuk mengirim sebanyak mungkin orang-orang muda ke Jepang. Mengapa
hal ini menguntungkan untuk pergi ke Jepang tidak perlu dibahas lebih lanjut.
Posisi Jepang di Dunia Dikenal. Mengenai ilmu, seperti astronomi, listrik,
kedokteran, teknik, djiudjitsu, dll Jepang adalah No. 1 di dunia! Hindari
propaganda ini Hindia tidak bisa meninggalkan acuh tak acuh. Dan meskipun kita
tidak tahu bahwa di balik sutra Jepang mengintai kebijakan luar negeri resmi
atau tidak resmi, kasus apapun, itu yakin bahwa kepentingan pribumi yang
tertarik untuk Jepang, sebuah tahanan politik. Satu dapat sekitar mereka
berbicara dan mengatakan bahwa ada interpretasi lain. Kami sangat menghormati
tenaga kerja dan warga negara berada di bawah pemerintah pansche dan
orang-orang Jepang, tapi di situlah letak bahaya, menyerukan Jepang sendiri dan
bagi lingkungannya, bahwa yang terbaik adalah secara terbuka mendiskusikan.
Jika Jepang memang untuk perdagangan dengan Hindia Belanda adalah
mengembangkan, maka seharusnya tidak menggoda dengan para pemimpin terisolasi
vftnjer gerakan masyarakat adat, tapi kehormatan ini untuk semua sentuhan mengacu pada jalur
resmi’.
Setelah situasi mereda Parada Harahap dan
kawan-kawan kembali ke Batavia. Tentu saja di Soerabaja ada pembicaraan dengan
Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution. Mereka berdua adalah tokoh penting
Partai Bangsa Indonesia (PBI) yang berpusat di Soerabaja. Selain itu, antara
Parada Harahap dan Dr. Soetomo sesama pengelola media juga membicarakan banyak
hal.
Bataviaasch nieuwsblad, 25-06-1934: ‘Rapat
Direksi Koran di Solo. Hampir semua direktur surat kabar pribumi dipenuhi
dengan tujuan untuk membangun Asosiasiini didirikan, dengan Dr R. Soetomo,
direktur ‘Soeara Oemoem di Soerabaya sebagai presiden, Saeroen, direktur
Pemandangan dan Parada Harahap, direktur Bintang Timoer sebagai komisaris’
Dalam perkembangannya di Soerabaja
sebagaimana kita lihat nanti, Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution merasa
perlu untuk memperbesar PBI. Cara yang mungkin dilakukan adalah menggerakkan
Boedi Oetomo berafiliasi dengan partai politik. Lalu muncullah gagasan
pembentukan Partai Indonesia Raja.
Dalam pertemuan tanggal 24-26 Desember 1935 di Solo PBI
dan Boedi Oetomo melakukan fusi dan membentuk partai baru yang diberi nama Partai
Indonesia Raja yang disingkat Parindra. Ketua terpilih adalah Dr. Soetomo.
Untuk kantor pusat Parindra ditetapkan di Soerabaja. Ini dengan sendirinya akan
memperkuat Soerabaja sebagai basis perjuangan politik, sebagaimana Bandoeng
tahun 1927 dengan dibentuknya Partai Nasional Indonesia (PNI).
Parindra memiliki tujuan yang sama dengan
organisasi revolusioner yang lain seperti Partindo dan PNI. Akan tetapi
strategi Parindra berbeda dengan mengambil jalan tengah, yakni tetap mengusung
demokrasi dan nasionalisme. Dalam hal ini Parindra bersifat pro-aktif: Parindra
untuk satu hal cooperative tetapi untuk hal lain non-cooperative. Parindra
berjuang lewat parlemen. Hal ini sudah dijalankan oleh Radjamin Nasution di
Soerabaja atas sokongan sobatnya Dr. Soetomo (sejak 1931). Prinsip demokrasi
parlemen ini juga diamini oleh MH Thamrin di Batavia.
Koran Soerabaijasch Handelsblad yang terbit tanggal
13-05-1938 melaporkan bahwa Radjamin termasuk salah satu kandidat pribumi untuk
calon perwakilan dewan pusat dari Soerabaja. Pada saat yang bersamaan
sebagaimana diberitakan koran De Indische Courant tanggal 04-06-1938, Radjamin Nasution
termasuk salah satu pejabat pemerintah yang naik pangkatnya menjadi Kelas 2
(Eselon 1). Sementara itu, koran Soerabaijasch Handelsblad tanggal 20-07-1938
memberitakan bahwa Radjamin Nasution menjadi salah satu petinggi (sekretaris)
Parindra Kota Soerabaja. Selanjutnya diberitakan koran De Indische Courant,
01-08-1938 bahwa Radjamin Nasution menjadi salah satu kandidat dalam pemilihan
umum Stadgemeenteraad (Perwakilan Dewan Kota) dari Parindra untuk Volksraad. Surat kabar De Indische courant 30-09-1938
memberitakan nama-nama kandidat anggota Volksraad wakil pribumi dari Parindra
dari seluruh Indonesia (West Java, Midden Java, Oost Java, Vorstenlanden (Solo
danYogya), Borneo, Celebes, dan Soematra. Nama-nama selain Radjamin dari
Parindra, termasuk MH Thamrin (daerah pemilihan West Java/Batavia-C) dan RP
Iskaq Tjokrohadisoerjo (daerah pemilihan Oost Java/Soerabaja).
Sebagaimana kita lihat nanti, meski Radjamin
Nasution sudah di Volksraad di Pedjambon, namun Radjamin Nasution kerap ‘pulang
kampung’ di Soerabaja. Pada bulan April 1940, Radjamin Nasution turba ke
Surabaya. Dia berkeliling kota, blusukan ke tempat-tempat tertentu: pasar,
pinggir jalan (proyek pembangunan jalan), stasion, terminal dan perkampungan.
Radjamin tidak segan-segan mengkritik pegawai kota yang berbangsa Belanda yang
tidak becus melaksanakan tupoksinya. Hebatnya, Radjamin blusukan minta langsung
didampingi oleh Walikota Fuchter. Walikota bangsa Belanda ini (tentu saja) ‘nurut’
kepada Anggota Volksraad. Sebelumnya, Fuchter adalah seteru Radjamin Nasution
di gemeenteraad Soerabaja. Radjamin Nasution yang telak menjadi ‘arek Soerabaja’
sangat galak, tetapi sangat mencintai rakyatnya dan sangat hormat kepada
teman-teman.
Dr. Soetomo, sahabat Dr. Radjamin Nasution sejak di bangku
kuliah di STOVIA ternyata tidak panjang umur. Dr. Soetomo dikabarkan telah
meninggal dunia. Radjamin Nasution bergegas pulang ke Soerabaja. Sebagaimana
diberitakan di surat kabar Soerabaja yang terbit tanggal 23-2-1941, Radjamin
Nasution berpidato dengan lembut dan hangat dalam upacara pemberangkatan alm.
Dr. Soetomo ke pemakaman. Ini untuk yang kedua sababat baik Radjamin Nasution
meninggal di Soerabaja. Beberapa tahun sebelumnya (1938) WR Supratman meninggal
dunia di Soerabaja. Parada hadir juga turut hadir dalam pemakaman WR Supratman
ini, karena WR Supratman tidak hanya pencipta lagu Indonesia Raja yang
dikumandangkan di Kongres Pemoeda tahun 1928, WR Supratman adalah ‘anak buah’
terbaik Parada Harahap dalam urusan
pers.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Parada
Harahap Memindahkan Soekarno dari Flores ke Bengkoeloe, Egon Hakim Kerap
Mengunjungi Soekarno di Bengkoeloe: 1938
Soekarno sudah lama di Flores. Soekarno ditangkap
pada bulan Agustus 1933 dan kemudian , dan diasingkan ke Flores. Tiba-tiba muncul
gagasan Soekarno dipindahkan dari Flores. Bagaimana itu bisa terjadi. Algemeen
Handelsblad dan Soerabaijasch handelsblad yang mengutip dari kantor berita
Aneta yang melaporkan Soekarno akan dipindahkan dari Flores ke Bengkoeloe.
Algemeen Handelsblad, 05-05-1938 menyebutkan Soekarno sendiri yang mengajukan
permohonan dipindahkan. Soekarno berdalih bahwa di Bengkulu akan dapat
menggunakan pengetahuan teknisnya dengan lebih baik. Pemerintah telah
mengabulkan permintaan. Ir. Soekarno tiba hari ini di Soerabaja. Dalam
Soerabaijasch handelsblad, 05-05-1938 juga terdapat informasi bahwa Soekarno
akan tiba di Tandjoeng Priok tanggal 8 Mei.
Tentu saja permohonan Ir. Soekarno dipindahkan dari
Flores ke Bengkoeloe tidak terlalu penting bagi penmerintah Hindia Belanda.
Demikian juga polisi/intel Belanda tidak terlalu menghiraukannnya. Sebab
situasi politik sedikit agak terkendali, demokrasi melalui parlementer di
Volksraad masih aman-aman saja. Tentu saja bagi sebagian pemimpin pribumi
permohonan pindah ini dianggap sebagai sikap cengeng Soekarno dan dianggap
angin lalu. Akan tetapi, sebaliknya, bagi para revolusioner permohonan Soekarno
dipindahkan adalah hal yang sangat strategis. Para revolusioner telah memiliki
skenario di belakang proses pemindahan ini.
Ir. Soekarno tentu saja memiliki ‘musuh’
politik. Soekarno diasingkan ke Flores akan menjadi keuntungan bagi lawan-lawan
politiknya. Tentu saja masih banyak orang yang peduli dan terus memperhatikan
Soekarno (sebagai calon pemimpin bangsa). Dalam hal ini Parada Harahap terus
konsisten dalam perjuangan: persatuan dan kemerdekaan.
Sementara itu Mohammad Hatta juga telah diasingkan di
Bandaneira setelah sebelumnya berada di Boven Digoel (1934-1937). Parada
Harahap dan kawan-kawan pulang dari Jepang bulan Januari 1934. Parada Harahap
dan Mohammad Hatta ditangkap. Parada Harahap dianggap tidak terbukti di
pengadilan, ini sehubungan dengan keterlibatan Konsulat Jepang di Batavia yang
mampu dan bersedia memberikan bukti. Namun Mohammad Hatta tidak bisa bebas
karena dikaitkan dengan kasus lain. Lalu Mohammad Hatta diasingkan ke Boven
Digoel (lalu dipindahkan ke Bandaneira). Sedangkan Soekarno sejak Agustus 1933
telah ditangkap dan tahun 1934 diasingkan ke Flores. Parada Harahap memimpin
tujuh orang Indonesia pertama ke Jepang (termasuk di dalamnya Mohammad Hatta) justru
karena dipicu dengan ditangkapnya Soekarno. Parada Harahap telah kehilangan Soekarno
dan menyusul kehilangan Mohammad Hatta.
Parada Harahap dan kawan-kawan telah berhasil
memindahkan Mohammad Hatta dan Sjahrir dari Boven Digoel ke Bandaneira. Keinginan
Parada Harahap dan kawan-kawan pemindahan Mohammad Hatta ditujukan ke
Sumatra, tetapi pemerintah Hindia Belanda kurang setuju karena Mohammad Hatta
dan Sjahrir adalah orang Sumatra. Untuk tetap menjaga keterasingan Mohammad
Hatta dipilihlah Maluku di Bandaneira. Kini tinggal memindahkan Ir. Soekarno.
Bagaimana caranya? Fakta-fakta terkait dengan pemindahan inilah yang kurang
digali oleh para sejarawan.
Parada Harahap dan Mohammad Hoesni Thamrin menyusun
skenario pemindahan Ir. Soekarno ke Sumatra. Pilihan tempat bukan ke (pulau)
Bangka, tetapi ke Bengkoeloe. Tempat pengasingan ini terkesan terpencil dari mana-mana
dan supaya ada kesan Soekarno dilokasir dari teman-temannya di Jawa. Parada
Harahap dan MH Thamrin memiliki niat yang lain yang tidak diketahui oleh
siapapun. Skenarionya jadi begini: Parada Harahap dan MH Thamrin menginginkan
Soekarno tetap bahagia di pengasingan (Bengkoeloe) dan juga tetap terhubungan
dengan Parada Harahap dan MH Thmarin. Untuk bisa berinteraksi dengan para
pendukungnya perjalanan Ir. Soekarno dibuat singgah di Soerabaja (alasan
bertemu keluarga); lalu naik kereta ke Batavia dan kemudian melalui Merak dan
Lampoeng hingga ke Lahat dan seterusnya ke Bengkoeloe. Titik-titik persinggahan
ini (dalam sududt pandang Parada Harahap dan MH Thamrin supaya ada kemungkinan
bertemu dengan Dr. Radjamin Nasution di Soerabaja, MH Thamrin dan Parada
Harahap di Batavia; Mr. Gele Haroen dan Mr. Abdoel Abbas Siregar di Tandjong
Karang. Selanjutnya selama di pengasingan di Bengkoeloe dimungkinkan mudah dikunjungi
oleh Gele Haroen Nasution dan Abdoel Abbas Siregar dari Tandjong Karang dan Mr.
Egon Hakim dari Kota Padang. Egon Hakim adalah anak Dr. Abdoel Hakim Nasution wakil
wali kota (Loco-Burgemeeter) Kota Padang. Mr. Egon Hakim Nasution adalah
menantu dari MH Thamrin. Sementara, Gele Haroen Nasution adalah sepupu dari
Egon Hakim. Lantas, siapa Mr. Abdoel Abbas? Parada Harahap adalah ‘tulang’ dari
Abdoel Abbas [Kelak, ketika Soekarno dan Mohammad Hatta menjadi pemimpin (terutama
jelang) berakhirnya era Jepang dan awal RI: Parada Harahap, sebagai anggota
BPUPKI, Mr. Abdoel Abbas, angggota PPKI dan salah dari tiga pemimpin pertama di
Sumatra; Mr. Gele Haroen menjadi Residen Lampoeng; sedangkan Dr. Abdoel Hakim
diangkat menjadi Wali Kota Padang]. .
Soerabaijasch handelsblad, 06-05-1938
melaporkan Ir. Soekarno saat transit di Soerabaja. Bersama KPM Steamer
Valentijn, Ir Soekarno bersama istrinya, dua anak angkat dan tiga pelayan tiba,
pada hari Selasa siang (5 Mei) dan keluarga tersebut pada malam hari ini ke
Batavia dalam perjalanan mereka ke Benkoelen. Selama Soekarno berada disini
(Soerabaja), Soekarno mencari dan
memesan kamar di pusat kota, sementara istri dan orang-orang lain yang
besertanya diijinkan untuk mengunjungi teman-teman dan kerabatnya. Keberangkatan
Soekarno dari Soerabaja ke Batavia dilaporkan tiga surat kabar. Bataviaasch
nieuwsblad edisi 07-05-1938 Soekarno yang awalnya diberangkatkan dengan kapal
ke Batavia tiba-tiba diubah dengan menggunakan kereta api dan dilakukan pada
malam hari. Saat keberangkatan dari Soerabaja hanya hanya ada orang tua dan
kerabat dekat yang hanya diberikan kesempatan salam perpisahan selama lima
belas menit.
Ada dua kesempatan Soekarno bertemu dengan Radjamin
Nasution yakni yang pertama pada saat di hotel penginapan. Kesempatan kedua
adalah pada saat pengantaran keberangkatan dari Soerabaja menuju Batavia. Soekarno
dalam hal ini tentu bukan orang bodoh. Soekarno dan petugas PID yang
mengawalnya berbeda level. Soekarno meminta pindah kepada pejabat dengan alasan
teknis: membuat peluang bertemu dengan siapa Soekarno menginginkan bertemu.
Petugas PID hanya melihat Soekarno bertemu dengan orangtua dan kerabat.
Sementara Soekarno sudah barang tentu telah menskenariokan ingin bertemu dengan
koleganya. Kolega itu ada di dalam barisan kerabat yang hadir di stasion kereta
api Soerabaja. Harus diingat inilah satu-satunya kesempatan bertemu dengan
kolega (seperjuangan). Singkat kata: Soekarno bukan saja ingin pindah sendiri
dari Ende ke Bengkoelen tetapi juga keinginan para koleganya.
Siapa beberapa orang yang hadir dalam salam
perpisahan di stasion kereta Soerabaja tersebut? Hanya ada kemungkinan Dr.
Soetomo dan Dr. Radjamin. Bahwa Dr. Soetomo kecil kemungkinan hadir. Haagsche
courant, 30-05-1938 melaporkan bahwa Dr. Soetomo meninggal dunia hari ini yang
diterima dari Aneta yang dirawat selama sebulan di rumah sakit sipil pusat di
Surabaya. Dr. Soetomo mengambil alih posisi Soekarno mengenai prinsip non-kerjasama.
Berdasarkan berita ini, Dr. Soetomo sudah sakit selama sebulan (sebelum
meninggal) dan Dr. Soetomo dianggap non-koperatif (sebagaimana Soekarno). Dr.
Radjamin dianggap masih mau bekerjasama. Saat itu Radjamin adalah anggota
senior (Wethouder) dewan kota (gemeenteraad) Soerabaja. Dr. Radjamin (Nasution)
teman sekelas Dr. Soetomo di STOVIA. Pertemanan Radjamin dan Soetomo sudah
bagaikan keluarga. De Sumatra post, 31-05-1938 menyebut Dr. Soetomo pernah
bertugas di Batoebara dan Loeboek Pakam. Sementara Dr. Radjamin juga pernah
bertugas di Medan dan Belawan. Pendiri PIB (Partai Bangsa Indonesia) adalah Dr.
Soetomo yang mana Dr. Radjamin salah satu pengurus di Soerabaja. PIB kemudian
melebur ke Parindra. Dalam pemakaman Soetomo ini akan datang dari Batavia
beberapa perwakilan gerakan pribumi, termasuk MH Thamrin (Parindra). Dalam
pemakaman Soetomo ini, Dr. Radjamin berpidato atas nama keluarga Dr. Soetomo.
Dengan demikian, saat keberangkatan Soekarno ke Batavia diduga kuat Dr.
Radjamin (Nasution) hadir. Saat pembentukan PPPKI tahun 1927, Dr. Radjamin yang
berdinas di Batavia sebelum dipindahkan ke Soerabaja adalah orang yang diminta
Parada Harahap untuk mendekati dan mengubah status quo Soetomo (Boedi Oetomo)
untuk bergabung dengan PPPKI. Oleh karena itu, melalui Dr, Radjamin pesan
politik Soekarno ke teman-teman seperjuangan sebelum berangkat ke Bengkoeloe.
Dalam hubungan ini, di Telok Betong sudah barang tentu Dr. Radjamin telah
menelpon Mr. Gele Haroen, seorang advokat terkenal di Lampong yang berkantor di
Telok Betong tentang rute perjalanan Soekarno tersebut. Gele Haroen (Nasution)
adalah alumni sekolah tinggi hukum di Leiden (kelak menjadi Residen Lampoeng).
Singkat kata: proses perpindahan Soekarno dari Ende ke Bengkulu adalah kerja
gotong royong diantara koleganya yang dikoordinasikan oleh Parada Harahap. Di
parlemen (Volksraad), Parada Harahap akan terus berkomunikasi secara intens
dengan MH. Thamrin (mertua Egon Hakim) yang juga akan berkoordinasi dengan tiga
anggota Volksraad lainnya kelahiran Padang Sidempoean: Mr. Abdul Firman gelar
Mangaradja Soangkoepon, Dr. Abdul Rasjid dan Mr. Dr. Todoeng Harahap gelar
Soetan Goenoeng Moelia. Untuk mengingatkan kembali: MH Thamrin dan Parada
Harahap adalah pendiri PPPKI (1927) yang berkantor di Gang Kenari, dimana di
kantor tersebut Parada Harahap memajang dua foto juniornya: Soekarno dan M.
Hatta.
Sebelumnya di dalam berita disebutkan bahwa permintaan
Soekarno untuk pindah ke Bengkoeloe didorong oleh MH. Thamrin di Volksraad. Di
dalam berita disebutkan MH Thamrin mengatakan bahwa Soekarno menderita di
Flores karena malaria, jika Soekarno mati karena serangan malaria tersebut maka
Pemerintah akan bertanggungjawab (lihat Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 11-06-1957) [Catatan: surat kabar Java
Bode sejak 1952 sudah diakuisisi oleh Parada Harahap].
Upaya menakut-nakuti oleh MH Thamrin ini akhirnya
permintaan Soekarno dikabulkan. Perpindahan ini akan memberi manfaat:
menjauhkan diri dari area Australia (internasional) ke Sumatra (domestik);
mendekatkan diri kepada para koleganya terutama di Sumatra yang besar
kemungkinan Jepang akan mendudukinya terlebih dahulu; memiliki kesempatan
sepanjang perjalanan bertemu para koleganya. Sebelum perpindahan ini sempat
muncul keraguan pejabat tinggi untuk menyetujui perpindahan (De Telegraaf,
21-03-1966). Dan harus diingat bahwa yang terbuka ke publik bahwa perpindahan
itu adalah atas permintaan Soekarno dan atas biaya sendiri. Dalam hal ini tentu
saja pemerintah Hindia Belanda terkecih. Ini adalah buah pemikiran yang cerdas.
Tegasnya bahwa sangat naif proses
perpindahan dari Ende ke Bengkoelen jika dianggap hal sepele dan tidak begitu
penting. Ini nyata-nyata kemenangan para revolusioner.
Setelah Soekarno di Soerabaja sempat muncul
perjalanan dilanjutkan ke Batavia melalui laut. Akan tetapi terjadi perubahan
mendadak. Tentu saja itu menimbulkan pertanyaan. Apa pun yang mendasarinya dan
bagaimana keputusannya sehingga perjalanan dengan kereta api malam, tentu hanya
para revolusioner yang diuntungkan. Perubahan rute perjalanan tersebut dapat
diubah haruslah dikairkan dengan orang yang memiliki pengaruh, baik secara
individu maupun secara kolektif. Saat itu orang-orang yang berpengaruh adalah
Dr. Radjamin Nasution (wethouder di Soerabaja yang menjadi anggota Volksraad).
Di Volksraad sendiri paling tidak masih ada empat anggota Volksraad yang
terkoneksi dengan Parada Harahap, yakni tiga anggota Volksraad kelahiran Padang
Sidempoean: Mr. Abdul Firman gelar Mangaradja Soangkoepon, Dr. Abdul Rasjid Siregar
dan Mr. Dr. Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia. Pemindahan Soekarno
ini seakan dilakukan secara diam-diam sebagaimana di beritakan di dalam surat
kabar, kenyataannya diketahui oleh para revolusioner. Radjamin Nasution, Dr.
Soetomo dan MH Thamrin adalah tokoh utama Parindra. MH Thamrin juga besan dari
Dr. Abdoel Hakim Nasution, wakil wali kota Padang. Singkat kata: saat
pemindahan Soekarno dari Flores ke Bengkoeloe dikelilingi oleh orang-orang
Parada Harahap. Tidak ada nama-nama yang terhubung dengan Soekarno dalam proses
pemindahan ini, kecuali Parada Harhap dan kawan-kawannya.
Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-05-1938 menambahkan bahwa
Soekarno pagi ini telah tiba di Batavia. Pada pukul 11 dengan mobil polisi ke
Serang dan malam hari dari pelabuhan Merak (dengan kapal) menuju Oosthaven
(Telok Betong?). Dari tempat terakhir ini, dengan kereta api menuju tempat
tinggal yang ditunjuk di Benkoelen. Bataviaasch
nieuwsblad, 10-05-1938 bahwa Soekarno sekarang telah tiba di bawah
pengawasan seorang pejabat penyelidikan politik. Jika Soekarno berangkat dari
Batavia tanggal 7 Mei maka keesokan harinya tanggal 8 Mei tiba di Telok Betong.
Jika perjalanan ini langsung diteruskan dengan naik kereta ke Lahat dan lalu
dilanjutkan dengan mobil ke Bengkoeloe, Soekarno kemungkinan besar sudah tiba
di Bengkoeloe tanggal 9 Mei. Dengan demikian benar apa yang dilaporkan
Bataviaasch nieuwsblad, 10-05-1938 bahwa Soekarno telah tiba di Bencoelen.
Soekarno selama di Bengkoeloe meski tetap
diawasi tetapi masih dapat melakukan aktivitas sosial. Aktivitas yang
dilakukannnya diantaranya mengajar dan turut membantu warga untuk membangun
atau merenovasi fasilitas umum seperti sekolah dan masjid. Pada situasi inilah
Soekarno bertemu dengan seorang gadis bernama Fatmawati. Dalam foto disamping
ini pada tahun 1939 di Bengkoelen, Soekarno (di tengah) yang mana pada barisan
depan di sebelah kiri anak angkat Soekarno bersama Inggit Garnasih bernama
Ratna Djoeami dan di sebelah kanan adalah pacar Soekarno bernama Fatmawati (De
tijd: dagblad voor Nederland, 22-06-1970). Orang yang bertanggung jawab atas pembayaran
tunjangan bulanan Soekarno adalah LGM Jaquet, aspirant-controleur di Benkoelen
(NRC Handelsblad, 28-04-1979).
Soekarno pertama menikah dengan putri Tjokroaminoto,
Oetari di Soerabaja. Saat Soekarno di Bandoeng, Soekarno yang tinggal di rumah [Hadji
Mohammad] Sanoesi jatuh cinta dengan putrinya, Inggit Garnasih. Oetari
diceraikan dan Inggit dinikahi. Inggit yang lebih tua dari Soekarno ikut
diasingkan ke Flores dan kemudian ikut ke Bengkoeloe.
Bengkulu adalah segalanya bagi Ir. Soekarno,
jauh melebihi penjara Soekamiskin di Bandoeng (1930-1931) dan tempat
pengasingan di Ende, Flores (1934-1938). Bengkoeloe adalah suatu skenario,
suatu tempat yang indah yang akan selamanya terkesan bagi Soekarno. Pilihan Bengkoeloe
sebagai tempat pengasingan Soekarno bukanlah karena sesukahati Soekarno
memilih. Bengkoeloe dipilih oleh Parada Harahap.
De Sumatra post, 14-01-1922 |
Selama hari-hari Soekarno di pengasingan
merasa nyaman dan aman.Soekarno nyaman karena selama berinteraksi sosial dengan
menduduk mengalami jatuh cinta (seorang gadis cantik Fatmawati). Soekarno juga
aman karena kerap dikunjungi oleh Gele Haroen dari Tandjong Karang dan Egon Hakim
dari Padang. Gele Haroen dan Egon Hakim yang bersaudara sepupu adalah sama-sama
advocat lulusan dari Uiveriteit Leiden.
Antara Tandjong Karang dan Padang tidak terlalu jauh
dalam pelayaran. Di tengah dua kota ini terdapat Bengkoeloe. Saling mengunjungi
antar keluarga Gele Haroen dan keluarga Egon Hakim tentu saja tetap terjaga.
Dalam perjalanan anatr dua kota inilah Egon Hakim dan Gele Haroen mampir ke
Bengkoeloe. Boleh jadi juga dilakukan oleh Parada Harahap jika pulang kampung
ke Padang Sidempoean melalui Tandjong Priok menuju pelabuhan Sibolga dan mampir
di Bengkoeloe.
Tandjong Pinang, 22-12-194l.
Dear all. Sama seperti Anda telah mendengar di radio
Tarempa dibom. Kami masih hidup dan untuk ini kita harus berterima kasih kepada
Tuhan. Anda tidak menyadari apa yang telah kami alami. Ini mengerikan, enam
hari kami tinggal di dalam lubang. Kami tidak lagi tinggal di Tarempa tapi di
gunung. Dan apa yang harus kami makan kadang-kadang hanya ubi. Tewas dan
terluka tidak terhitung. Rumah kami dibom dua kali dan rusak parah. Apa yang
bisa kami amankan, telah kami bawa ke gunung. Ini hanya beberapa pakaian. Apa
yang telah kami menabung berjuang dalam waktu empat tahun, dalam waktu setengah
jam hilang. Tapi aku tidak berduka, ketika kami menyadari masih hidup.
Hari Kamis, tempat kami dievakuasi….cepat-cepat aku
mengepak koper dengan beberapa pakaian. Kami tidak diperbolehkan untuk
mengambil banyak. Perjalanan menyusuri harus dilakukan dengan cepat. Kami hanya
diberi waktu lima menit, takut Jepang datang kembali. Mereka datang setiap
hari. Pukul 4 sore kami berlari ke pit controller, karena pesawat Jepang bisa
kembali setiap saat. Aku tidak melihat, tapi terus berlari. Saya hanya bisa
melihat bahwa tidak ada yang tersisa di Tarempa.
Kami mendengar dentuman. Jika pesawat datang, kami
merangkak. Semuanya harus dilakukan dengan cepat. Kami meninggalkan tempat kejadian
dengan menggunakan sampan. Butuh waktu satu jam. Aku sama sekali tidak mabuk
laut….. Di Tanjong Pinang akibatnya saya menjadi sangat gugup, apalagi saya
punya anak kecil. Dia tidak cukup susu dari saya...Saya mendapat telegram Kamis
14 Desember supaya menuju Tapanoeli...Saya memiliki Kakek dan bibi di
sana…Sejauh ini, saya berharap kita bisa bertemu….Selamat bertemu. Ini
mengerikan di sini. Semoga saya bisa melihat Anda lagi segera. [Catatan: kakek
dan bibinya di Padang Sidempoean; sedangkan orangtua, suaminya Dr. Amir Hoesin
Siagian berada di Laboehan Bilik, Labohan Batoe].
Boleh jadi berita itu di satu sisi sangat
menakutkan, karena tidak lama kemudian Soerabaja juga dibom oleh militer
Jepang. Sementara di sisi lain, kehadiran militer Jepang akan melegakan napas.
Selama ini orang Indonesia tertindas oleh pemerintah Hindia Belanda, para
politisi dijebloskan ke penjara dan diasingkan.
Militer Jepang telah memilih Radjamin Nasution menjadi
pemimpin di Soerabaja (Walikota). Radjamin Nasution dipilih dibandingkan yang
lain karena Radjamin Nasution satu-satunya tokoh pribumi di Surabaya yang
memiliki portfolio paling tinggi. Sahabat baiknya Dr. Soetomo setahun
sebelumnya telah meninggal dunia. Radjamin Nasution selain dikenal sebagai
Wethouder (anggota senior dewan kota) yang pro rakyat, Radjamin Nasution juga
diketahui secara luas sangat dekat dengan rakyat dan didukung tokoh-tokoh
‘adat’ di Soerabaja. Radjamin Nasution juga berpengalaman dalam pemerintahan
Belanda sebagai pejabat tinggi (eselon-1) Bea dan Cukai di Soerabaja. Tentu
saja, Radjamin Nasution juga seorang yang cerdas, dokter, lulusan perguruan
tinggi, STOVIA di Batavia.
Dalam perkembangannya terlihat reaksi
penduduk sangat bersukacita dengan kehadiran militer Jepang dan terusirnya
Belanda. Tidak hanya di Soerabaja, di berbagai wilayah militer Jepang kemudian
membentuk pemerintahan.
Surat kabar Soerabaijasch Handelsblad yang beberapa
minggu terakhir berhenti terbit (karena proses pendudukan Jepang), terbit
kembali tanggal 27-04-1942. Disebutkan bahwa Radjamin telah membentuk panitia
peringatan ulang tahun Tenno Haika. Panitia terdiri dari, Ketua: Ruslan
Wongsokoesoemo, dan sekretaris: Dr Angka Nitisastro. Kegiatan menghormati Raja
Jepang itu meliputi berbagai kegiatan, seperti karnaval, hiburan rakyat, dan
pertandingan sepakbola. Untuk pertandingan sepakbola dilaksanakan tiga hari
28-30 April 1942 yang diikuti empat klub, yakni: Persibaja (Persatuan Sepakbola
Indonesia, Soerabaja), HBS, Tiong Hwa dan Excelsior.
Parada Harahap, Soekarno dan Mohammad Hatta Berkolaborasi
dengan Jepang, Amir Sjarifoeddin Harahap dan Sjahrir Menentangnya: 1942
Tanggal 3 Februari 1942 perang benar-benar
meletus di Kota Surabaya. Pasukan Jepang selama satu bulan beberapa kali
mengebom Kota Surabaya. Koran Soerabaijasch Handelsblad yang menjadi salah satu
sumber utama artikel tentang Radjamin ini, lama tidak terbit. Baru terbit
kembali pada tanggal 26-02-1942. Dalam terbitan tersebut, dilaporkan terjadi
perubahan di Dewan Kota. Radjamin diangkat sebagai Wakil Ketua.
Soekarno berada di Bengkulu sebagai tahanan politik yang diasingkan
oleh Pemerintah Hindia Belanda. Soekarno berada di Bengkulu sejak 1938 (lihat
Bataviaasch nieuwsblad, 28-03-1941), tepatnya bulan Mei 1938 (lihat De Indische
courant, 31-03-1941). Pada bulan Februari 1942, setelah Palembang diduduki
militer Jepang, Pemerintah Hindia Belanda di pantai barat Sumatra (Sumatra’s
Westkust) seperti di Sibolga dan Bengkulu bergerak ke Kota Padang. Soekarno
sebagai tahanan politik terpenting, Soekarno dan keluarga turut dievakuasi dan
ikut ke Kota Padang
Pada tanggal 8 Maret 1942 pemerintahan
Belanda di Indonesia benar-benar takluk tanpa syarat kepada pasukan Jepang di
Kalijati-Subang setelah sebelumnya militer Jepang melakukan pendaratan di timur
Batavia. Pada tanggal 8 Meret 1942 kekuasaan Gemeente (Pemerintahan Kota)
Surabaya berpindah tangan kepada militer (pasukan tentara) Jepang. Lantas Dewan
Kota dibubarkan. Namun demikian, pada fase konsolidasi ini, pihak Jepang masih
memberi toleransi dua kepemimpinan di dalam kota. Walikota Fuchter masih
dianggap berfungsi untuk kepentingan komunitas orang-orang Eropa saja.
Sementara walikota di kubu Indonesia dibawah perlindungan militer Jepang
ditunjuk dan diangkat Radjamin Nasoetion--Wethouder, mantan anggota senior
dewan kota yang berasal dari pribumi.
Sumatra Timur kemudian diduduki lalu Sumatra Barat yang
berkedudukan di Fort de Kock diduduki 17 Maret 1942. Jabatan wakil wali kota
Kota Padang ini dipegang Abdoel Hakim selama 11 tahun (1931-1942). Pemerintahan
militer Jepang di Sumatra yang sebelumnya berpusat di Singapura kemudian
dipindahkan tanggal 1 Mei 1943 ke Fort de Kock.
Di Kota Padang dalam situasi tidak menentu
(akibat serangan militer Jepang), Pemerintah Hindia Belanda mulai secara
bertahap dievakuasi dengan kapal ke Australia. Situasi yang semakin membuat
panik, orang-orang Belanda tidak peduli lagi dengan siapa kecuali masing-masing
ingin menyelamatkan dirinya. Soekarno di Kota Padang dengan sendirinya tidak
terawasi. Saat situasi chaos inilah, Soekarno dan keluarganya diamankan oleh Egon
Hakim.
Siapa Egon Hakim?
Seorang pengacara di Padang lulus fakultas hukum di Universiteit Leiden. Egon
Hakim adalah anak wakil wali kota (burgemeeter) Padang, Abdoel Hakim. Pada era
pemerintahan Hindia Belanda hanya ada dua wali kota pribumi, yakni wali kota
Padang dan wali kota Batavia, MH Thamrin. Untuk sekadar diketahui, Egon Hakim
adalah juga menantu dari MH Thamrin. Abdoel Hakim, ayah Egon Hakim sebelum
menjadi wakil wali kota Padang adalah wethouder Kota Padang. Sementara itu di
Kota Soerabaja yang menjadi wethouder adalah Radjamin Nasution. Untuk sekadar
diketahui saja: Abdoel Hakim Nasution, wethouder Kota Padang dan Radjamin
Nasution adalah wethouder Kota Soerabaja. Abdoel Hakim Nasution dan Radjamin
Nasution adalah sama-sama kelahiran dan lulusan ELS Kota Padang Sidempoean,
satu kampung dengan Parada Harahap. Radjamin Nasution adalah sekelas dengan
Soetomo di STOVIA. Sedangkan Abdoel Hakim Nasution adalah sekelas dengan Tjipto
Mangoenkosoemo di Docter Djawa School. Saat Dr. Tjipto Mangoenkosoemo
mendirikan NIP (Indische Partij). Dr. Abdoel Hakim Nasution adalah Ketua NIP di
Residentie West Sumatra dan Dr. Abdoel Karim Lubis adalah Ketua NIP di Residentie
Tapanoeli. Dr. Abdoel Karim juga kelahiran dan alumni ELS Padang Sidempoean,
yang juga teman sekelas Tipto Mangoenkoesomo dan Abdoel Hakim di Docter Djawa
School. Parada Harahap kerap bertemu dengan Dr. Abdoel Hakim dan Dr. Abdoel
Karim. Tentu saja Soekarno kerap bertemu dengan Dr. Tjipto Mangoenkosoemo di
Bandoeng. Dan, Parada Harahap dan
Soekarno kerap bertemu. Ini ibarat, sejarah itu
tidak terbentuk secara random (acak), dan juga tidak terbentuk secara tiba-tiba
(simsalabim), tetapi perihal yang membuat sejarah terbentuk bersifat sistematis
(ada relasi satu sama lain).
Bagaimana Ir. Soekarno ‘diculik’ di Padang
dari pengawasan Belanda oleh Egon Hakim dan lalu Ir. Soekarno diamankan di
rumah Egon Hakim tentu saja sudah ada skenarionya. Orang yang berada di
belakang pengamanan Soekarno di Padang sudah tentu adalah Parada Harahap MH
Thamrin, Abdoel Hakim dan Radjamin Nasution.
Diculiknya dan diamankannya Soekarno di Padang adalah
kelalaian orang Belanda sendiri. Kelak orang Belanda sangat-sangat menyesalinya
karena di Bengkoeloe ada kans untuk membunuh Soekarno (De Telegraaf,
21-03-1966). Sementaa lolosnya Soekarno dari kawalan intel/polisi Belanda di
Padang menjadi faktor terpenting berubahnya jalan sejarah Belanda di Indonesia
(setelah 350 tahun).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Soekarno, Mohammad Hatta dan Parada Harahap dalam BPUPKI:
1945
Soekarno dan Mohammad Hatta (Presiden dan Wakil), Sjahrir dan Amir Sjarifoeddin Harahap (Perdana Menteri Pertama dan Kedua): 1945-1948
Mohammad Hatta Meminta Parada Harahap Memimpin Majalah
Detik di Bukittinggi: 1948
Parada Harahap Mendirikan Akademi Wartawan dan Memimpin Kopertis: 1952
Soekarno Mengangkat Parada Harahap Memimpin
Delegasi Indonedia ke Eropa: 1954
Soekarno, George Washington van Indonesia Memimpin
Delegasi ke Amerika Serikat: 1956
Soekarno dijuluki sebagai George Washington
van Indonesia pertama kali diberikan oleh para anggota Indonesia-club di New
York tahun 1946 (Limburgsch dagblad, 21-08-1946). Ketua klub Indonesia-club di New
York adalah John R. Andu. Saat itu, Indonesia-club di New York akan melakukan
pertemuan yang akan dihadiri 200 orang. Pearl Buck, penulis terkenal diundang
untuk berbicara. Dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia berupa ucapan selama
dibacakan dalam pertemuan di kota kantor PBB tersebut.
Pada tahun 1949 saat pengakuan kedaulatan RI oleh
Belanda, RIS pernah mengeluarkan prangko yang menyandingkan nama-nama phalawan
Amerika Serikat dengan tokoh-tokoh Indonesia (De Telegraaf, 28-12-1949).
Presiden RIS Soekarno disandingkan dengan George Washington dan Mohammed Hatta disandingkan
dengan Abraham Lincoln; Hadji [Agoes] Salim dengan Benjamin Franklin; dan Mr
Maramis, yang merancang struktur keuangan dari ‘republik’ Indonesia dengan Alexander
Hamilton, sekretaris negara keuangan pertama Amerika Serikat pada tahun 1915.
Dalam kaitan kunjungan Soekarno ke Amerika
Serikat tahun 1956, De nieuwsgier, 16-05-1956 memberi judul berita George Washington
van Azie. De nieuwsgier mengutip ucapan Wellington Long yang pernah turut
menghadiri konferensi Asia Afrika di Bandoeng (1955). Wellington Long
mengatakan bahwa Presiden AS pertama George Washington. Presiden Soekarno
adalah ayah bagi rakyatnya. Dalam konferensi tersebut disebut Wllington Long
bahwa Soekarno mengingatkan para hadirin bahwa revolusi Amerika merebut
kemerdekaan dimulai dari perang melawan Inggris.
Parada Harahap Wafat, Soekarno dan Hatta Retak:
Dwitunggal, Tanggal Tunggal Tinggal Tunggal: 1957
Soekarno dan Mohammad Hatta pada awalnya
tidak saling kenal, yang memperkenalkan keduanya adalah Parada Harahap.
Kebetulan ketiga orang yang berjauhan ini sama-sama berjiwa revolusioner.
Parada Harahap di Batavia, Mohammad Hatta di Belanda dan Soekarno di Bandoeng.
Parada Harahap tidak punya utang kepada pemerintah Hindia Belanda, Parada
Harahap sejak di Medan 1918 sudah menentang Belanda yang cenderung tidak adil
dan eksploitatif. Virus kemerdekaan Parada Harahap inilah yang menular ke tubuh
Mohammad Hatta dan Soekarno.
Parada Harahap sudah mengenal baik sejak Mohammad Hatta masih
sekolah MULO di Padang. Mohammad Hatta melanjutkan studi ke Batavia dan setelah
lulus Handelschool di PHS pada tahun 1921 langsung berangkat studi ke Belanda.
Sementara itu, Soekarno tahun yang sama lulus di HBS Soerabaja lalu melanjutkan
studi ke THS Bandoeng. Pada tahun 1922 Parada Harahap, editor sura kabar
Poestaha (yang didirikan Soetan Casajangan) dan pendiri surat kabar Sinar
Merdeka dari Padang Sidempoean hijrah ke Batavia dan tahun 1923 mendirikan
surat kabar bersama Dr. Abdul Rivai, Bintang Hindia. Soetan Casajangan dan Dr.
Abdul Rivai adalah mahasiswa-mahasiswa awal di Belanda. Pada tahun 1926 di
Batavia, Parada Harahap mendirikan surat kabar Bintang Timoer, yang di tahun
yang sama Mohammad Hatta terpilih menjadi ketua Perhimpoenan Indonesia di
Belanda dan Soekarno (yang baru saja lulus THS) membentuk studi klub di
Bandoeng. Saat inilah interaksi Parada Harahap dan Soekarno dimulai melalui
berita dan artikel di surat kabar Bintang Timoer. Diduga kuat, Parada Harahap
yang saat itu menjabat sekretaris Sumatranen Bond mendorong Soekarno membentuk
perserikatan. Dan perserikatan Nasional Indonesia segera terbentuk yang mana
sekretaris adalah Soekarno. Posisi Parada Harahap dan Soekarno yang sama–sama sekretaris
perserikatan membuat hubungan keduanya semakin intens hingga terbentuknya
PPPKI.
Parada Harahap hanya berpendidikan lulusan sekolah
dasar di Padang Sidempoean. Namun Parada Harahap lebih awal terjun ke dunia
politik praktis melawan Belanda dibandingkan Mohammad Hatta dan Soekarno.
Parada Harahap, sang pemberani yang sudah menjadi jurnalis senior di Batavia
memerlukan pemuda yang cerdas (mahasiswa) sebagai sparring partner melawan
Belanda dan kemudian mendorong Mohammad Hatta dan Soekarno menjadi pemimpin
revolusioner-revolusioner muda. Sejauh ini, hingga terbentuknya PPPKI (1927),
Parada Harahap boleh dikata adalah mentor politik praktis Mohammad Hatta dan
Soekarno.
De tribune : soc. dem. weekblad, 27-06-1928: ‘Dalam
majalah Indonesia Merdeka, organ Perhimpoenan Indonesia Belanda menggarisbawahi
peran kebangkitan Sarikat Islam, penetrasi prinsip-prinsip PNI dan juga
prinsip-prinsip Perhimpoenan Indonesia dan lainnya yang non-cooperative (terhadap
pemerintah Hindia Belanda) serta pengusiran ke Banda dari tokoh tua, Dr. Tjipto
Mangoenkusoemo menjadi awal mula munculnya persatuan dengan dibentuknya PPPKI.
Saat ini bukan politik pasif Gandhi, tetapi kebijakan yang aktif, yang hanya dapat
berlangsung semua bekerja sama dengan mereka yang berada di dalam pemerintahan,
di Volksraad, di bidang pendidikan menolak untuk mempersiapkan kemerdekaan
nasional oleh aktivitas sendiri melainkan bekerja secara bersama-sama,
Parada Harahap sangat dihormati oleh Mohammad
Hatta dan Soekarno. Demikian juga sebaliknya, Parada Harahap sangat menyayangi
Mohammad Hatta dan Soekarno. Saking sayangnya, Parada Harahap sebagai kepala
kantor yang merangkap sekretaris di gedung PPPKI di Gang Kenari hanya memajang
dua foto pemuda yang ditaruh di dinding, yakni foto Soekarno dan foto Mohammad
Hatta. Parada Harahap di mata Mohammad Hatta dan Soekarno bukan saudara (Bung),
tetapi Mohammad Hatta memanggil dengan sapaan Oom Parada, dan Soekarno dengan
panggilan Bang Parada. Mereka hanya beda tipis dalam soal umur (Parada lahir
1899, Soekarno, 1901 dan Mohammad Hatta, 1902). Akan tetapi Parada Harahap
lebih (dulu) berpengalaman di dunia praktis. Hingga tahun 1927, Parada Harahap
sudah seratus kali (sejak 1918) dimejahijaukan dan belasan kali masuk penjara
karena delik pers. Parada Harahap sangat piawai di pengadilan tanpa pengacara.
Lebih banyak yang lolos, jika tidak lolos, karena kemampuan finansialnya yang
ok cukup membayar denda yang tinggi. Parada Harahap terdeteksi dimejahijaukan
tahun 1931. Berikut kutipan di pengadilan.
De Sumatra post, 06-01-1931: ‘Mr Parada Harahap berdiri
untuk keseratus kalinya di meja hijau. Kali ini Parada Harahap dipanggil ke
pengadilan karena korannya memuat iklan tagihan hutang. Si penagih hutang
digugat karena dianggap mencemarkan nama dan juga editor Bintang Timoer, Parada
Harahap juga diseret. Ketika dituduhkan [kepada] Parada Harahap ikut
bertanggungjawab karena iklan itu menjadi pendapatannya. Parada menjawab: ‘Bagaimana
saya bertanggungjawab?’. Polisi mencecar: ‘Anda kan direktur editor?’ [Parada
menyahut] ‘Iya betul, tapi saya hanya bertanggungjawab untuk bagian jurnalistik’,
jawab Parada Harahap. ‘Bagian administrasi bertanggungjawab untuk iklan’.
[Djaksa tidak puas,lalu mendesak] ‘Ah’, kata Sheriff, ‘tanya sekarang, setuju
bahwa di koran Anda muncul iklan cabul, apakah Anda akan mengatakan tidak
bertanggung jawab?’. [Parada Harahap spontan jawab]. ‘Oh, kalau soal itu
tanggungjawab saya’.
Di akhir hayat Parada Harahap, Soekarno
(Presiden) dan Mohammad Hatta (wakil Presiden) masih menghargai kejeniusan
Parada Harahap dan mengangkat sebagai pimpinan delegasi Indonesia ke 14 negara
di Eropa tahun 1954 untuk studi banding yang akan dijadikan sebagai buku
repelita Indonesia. Laporan studi banding tersebut ditulis Parada Harahap dan
dicetak serta diedarkan secara luas tahun 1955. Buku repelita ini adalah karya (dalam
bentuk buku) terakhir Parada Harahap. Buku pertama Parada Harahap diterbitkan
tahun 1926 yang merupakan hasil perjalanan jurnalistiknya ke Sumatra dan
Semenanjung tahun sebelumnya (1925) yang diberi judul: ‘Dari Pantai ke Pantai’.
Sejak penerbitan buku repelita (1955), Parada Harahap
lengser keprabon. Parada Harahap yang berumur 56 tahun pensiun dari segala
aktivitas. Parada Harahap memiliki dua putri yang sulung lulus dari Sekolah
Tinggi Hukum (Universitas Indonesia) tahun 1957 bersama-sama putri dari Dr.
Radjamin Nasution. Pada tahun 1958 Parada Harahap menikahkan putrinya Mr. Aida
Dalkit Harahap dengan seorang srjana hukum di Pintoe Padang, Padang Sidempoean.
Selesai sudah tugas Parada Harahap untuk negeri dan juga untuk keluarganya.
Parada Harahap dikabarkan meninggal di Djakarta tahun 1959.
Selama ini yang menjadi penengah antara
Soekarno dan Mohammad Hatta adalah Parada Harahap. Sejauh itu antara Soekarno
dan Mohammad Hatta sangat kuat sehingga disebut dwitunggal. Namun setelah
Parada Harahap lengser, hubungan Soekarno dan Mohammad Hatta mulai tidak
harmonis.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar