*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini
Kerajaan Aru atau Kerajaan Haru adalah kerajaan kuno yang terdapat di sekitar sungai Barumun. Keberadaan Kerajaan Haru (Daroe atau Aroe) telah disebut dalam Pararaton (1336). Laporan Tiongkok di era Cheng Ho (1411-1431) disebutkan terdapat hubungan timbal balik antara Tiongkok dan Kerajaan Aroe. Keberadaan Kerajaan Aroe juga masih dicatat oleh Tome Pires (1512-1515) dan Duarte Barbosa (1518). Mendes Pinto dalam bukunya (1535) menyebut Kerajaan Aroe sebagai Batak Kingdom. Kerajaan Aru ditaklukkan oleh Kesultanan Atjeh tahun 1619. Wilayah Kerajaan Aru (Terra d’Aru atau Terra Daru) di sekitar sungai Barumun teridentifikasi dengan jelas pada peta Portugis tahun 1619.
Kerajaan Aru atau Kerajaan Haru adalah kerajaan kuno yang terdapat di sekitar sungai Barumun. Keberadaan Kerajaan Haru (Daroe atau Aroe) telah disebut dalam Pararaton (1336). Laporan Tiongkok di era Cheng Ho (1411-1431) disebutkan terdapat hubungan timbal balik antara Tiongkok dan Kerajaan Aroe. Keberadaan Kerajaan Aroe juga masih dicatat oleh Tome Pires (1512-1515) dan Duarte Barbosa (1518). Mendes Pinto dalam bukunya (1535) menyebut Kerajaan Aroe sebagai Batak Kingdom. Kerajaan Aru ditaklukkan oleh Kesultanan Atjeh tahun 1619. Wilayah Kerajaan Aru (Terra d’Aru atau Terra Daru) di sekitar sungai Barumun teridentifikasi dengan jelas pada peta Portugis tahun 1619.
Aru (Aroe) dan Deli (Dilli) pada Peta 1750 |
Sesungguhnya Kerajaan
Aroe dan Kerajaan Deli adalah dua kerajaan berbeda. Kerajaan Aroe mendahului
eksistensi Kerajaan Deli. Kerajaan Aroe secara eksplisit dinyatakan berada di
sekitar pengaliran sungai Barumun dan Kerajaan Deli berada di hulu sungai Deli
(kini Deli Tua). Kesultanan Deli baru muncul kemudian di hilir sungai Deli
(kini Labuhan Deli). Kesultanan Deli yang kini terdapat di Kota Medan adalah
kraton Kesultanan Deli yang relokasi dari Labuhan Deli ke Kota Medan pada tahun
1891. Suksesi Kerajaan Aroe di sungai Barumun adalah Kesultanan Kotapinang.
Eksistensi Kerajaan Dilli
(baca: Deli) belumlah begitu tua. Masih lebih tua Kesultanan Atjeh dan
Kesultanan Gowa. Catatan tentang Kesultanan Atjeh dan Kesultanan Gowa sangat
berlimpah di surat kabar yang terbit di Belanda. Tentang eksistensi Kerajaan
Pagaroejoeng dilaporkan Thomas Dias dalam ekspedisinya ke Pagaroejoeng tahun
1684 yang disarikan oleh F. De Haan yang dimuat dalam Tijdschrift van het
Bataviaasch Genootschap [Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde,
1897]. Sedangkan catatan tertua tentang sungai Barumun ditemukan dalam Dagh
Register di Batavia 1 Maret 1701 diceritakan seorang pedagang Tionghoa yang
telah bermukim di Angkola (kini Padang Sidempoean) selama 10 tahun. Pedagang
Tionghoa ini sudah berada di Angkola sejak 1690 (enam tahun setelah ekspedisi
Thomas Dias ke Pagaroejoeng). Catatan kedua tentang Angkola/sungai Barumun
dilaporkan oleh seorang utusan Inggris, Charles Miller yang melakukan ekspedisi
ke Angkola dan hulu sungai Barumun pada tahun 1773. Ini mengindikasikan wilayah
Pagaroejoeng dan wilayah Barumun sudah terbuka dengan dunia luar, dan telah
mengindikasikan orang asing menuju wilayah ini karena sudah ada hal yang
penting yang harus dikunjungi. Sementara catatan tertua tentang sungai Deli kali
pertama kali dilaporkan oleh John Anderson (1822). Ada perbedaan waktu sekitar
150 tahun antara Mendes Dias ke Aroe Batak Kingdom (1539) dan Thomas Dias ke
Pageroejoeng Minangkabau Kingdom (1684). Ada perbedaan waktu sekitar setengah abad
antara laporan Charles Miller di Angkola dan laporan John Anderson di Deli.
Dalam peta yang lebih kuno (1619) sudah diidentifikasi Kerajaan Aroe.
Peta Portugis ini mengidetifikasi I. Daru dan Terra Daru. Ilha (pulau) Daru
dan Terra (Tanah) Daru adalah singkatan bahasa Portugis dari de Aru menjadi
Daru.
Peta 1619 (Portugis) |
Deskripsi yang dikutip C Pennant (1800) kurang lebih sama dengan posisi
geografis yang dinyatakan dalam peta Portugis (1619). Dalam peta terlihat jelas
posisi Baroes, Terra Daru, Ilha Daru dan Malacca berada pada posisi sejajar. Satu kerajaan yang teridentifikasi dalam Peta 1619 yang berada di teritori Batak adalah Bathan (Batahan) yang terletak dekat Kota Natal yang sekarang.
Dalam peta juga ditunjukkan posisi Ambuara (juga disebut Djamboe Ajer) yang berada di muara sungai
Wampu yang sekarang. Dalam peta ini belum teridentifikasi nama Dilli atau Deli di sungai Deli.
Kerajaan Aroe (Peta 1598) |
Kerajaan Dilli untuk kali pertama teridentifikasi pada peta Portugis
bertarih 1750. Dalam peta ini Kerajaan Dilli berada di hulu sungai Deli yang
sekarang (Deli Tua). Kerajaan Dilli ini berada di pedalaman sebagaimana Kerajaan
Aru barada di pedalaman sungai Baroemoen. Dalam peta Prancis (1752) nama sungai
Deli teridentifikasi dengan nama sungai Songi Delli. Dalam peta Perancis ini letak
Ambara atau Ambuara berada di sebelah utara Songi Delli.
Peta 1818 (Belanda) |
Dalam peta tahun 1843 buatan Belanda nama Rijk Dilli dan Rijk Aroe tidak
teridentifikasi. Yang masih eksis adalah Rijk Astjien dan Rijk Siak. Apakah
kedua kerajaan ini telah menghilang atau tidak populer lagi dari sudut pandang
asing (Eropa)?
Dalam laporan John Anderson
(1823) menyebut dua kerajaan sedang berperang yakni antara Kerajaan (Batak)
Pulau Braijan Kesultanan Laboehan Deli. Disebutkan Kerajaan (Laboehan) Deli
dibantu oleh seorang sersan Inggris dari (Pulau) Penang. Lantas muncul
pertanyaan, apakah setelah Rijk Dilli yang berada di hulu sungai Deli (Deli
Tua) hilang muncul kerajaan-kerajaan kecil di daerah pengaliran sungai Deli? Kerajaan-kerajaan
kecil tersebut antara lain (Laboehan) Deli, Baraijan, Soenggal dan Serdang.
Laporan lain menyebutkan Kerajaan Deli pernah ditundukkan Kesultanan Siak yang
lalu kemudian nama kerajaan berubah menjadi kesultan Deli. Kesultanan Deli juga
pernah dilaporkan ditundukkan oleh Kerajaan Serdang.
Dalam hal ini dapat diringkas sebagai berikut: Kerajaan/Kesultanan Aru
telah ditaklukkan oleh Kesultanan Atjeh tahun 1619. Kerajaan Aru menurut peta
Portugis tahun 1619 Kerajaan Aru terletak di sungai Barumun. Pada peta Portugis
1750 teridentifikasi Kerajaan Dilli di hulu sungai Deli (Deli Tua). Meski
demikian, nama Kerajaan Aru masih teridentifikasi di sungai Barumun. Ini
berarti Kerajaan Aru dan Kerajaan Dilli adalah dua kerajaan yang berbeda. Pada
peta yang lebih baru buatan Belanda tahun 1818 nama Kerajaan Dilli dan Kerajaan
Aru masih teridentifikasi yang mana Kerajaan Dilli di hulu sungai Deli dan
Kerajaan Aru di sekitar sungai Barumun. Namun menurut laporan John Anderson,
Kerajaan Dilli (Deli) di Deli Tua hanya tinggal sejarah (sudah lama tiada).
Menurut John Anderson yang muncul adalah kerajaan-kerajaan kecil seperti
Kerajaan Braijan (Pulau Brayan) dan Kerajaan/Kesultanan (Laboehan) Deli di
hilir/muara sungai Deli.
Pulau Aru dan Sungai Barumun (googlemaps) |
Lahirnya Kerajaan Aroe di (hulu) sungai Barumun bukanlah tanpa dasar.
Peradaban baru meneruskan peradaban lama. Peradaban adalah kumulatif
pengetahuan penduduk/masyarakat di sekitar lokasi ditemukan peradaban. Kerajaan
Aroe sebagai kerajaan kuno di sungai Barumun adalah garis continuum peradaban
Hindu/Budha di Padang Lawas (di hulu sungai Barumun). Bukti adanya (peradaban)
Hindu/Budha di sungai Barumun ditunjukkan oleh situs percandian di Padang Lawas
(hulu sungai Barumun). Candi-candi ini dibangun di era Kerajaan Cola pada abad
ke-11 (sekitar tahun 1030).
Pararaton (1336) telah mencatat
keberadaan Kerajaan Haru (Aroe). Sumber Tiongkok juga telah mencatat yang mana
ekspedisi Cheng Ho (1405-1433) berlabuh di muara sungai air tawar (fresh water estuary).
Lokasi dimana fresh water estuary tempat kapal-kapal Cheng Ho membuang sauh
hanya sesuai dengan muara sungai Barumun (lihat peta googlemaps). Satu abad
kemudian muncul ekspedisi Mendes Pinto (1535) ke Kerajaan Aroe yang secara
jelas disebutnya Aroe Kingdom sebagai Batak Kingdom. Menurut Mendes Pinto
Kerajaan Aroe atau Batak Kingdom ini tidak jauh dari Pagaroejoeng Kingdom.
Mendes Pinto menyebut jika Kerajaan Aroe diserang Kesultanan Atjeh, Kerajaan
Aroe dapat mendatangkan pasukan tambahan dari dataran tinggi Pagaroejoeng.
Peta 1724 |
Pada saat ekspedisi Belanda yang dipimpin oleh Residen Riouw, Elisa
Netscher tahun 1863 Kesultanan Deli berada dibawah Kesultanan Atjeh. Namun
setelah Belanda menempatkan seorang controleur di Laboehan, elemen Atjeh
menghilang (Supremasi Siak berkuasa kembali di Laboehan). Dalam laporan Netscher,
otoritas Kesultanan Deli hanya terbatas di Laboehan Deli dan Pertjoet. Ini mengindikasikan bahwa Kesultanan Deli tidak terkait dengan Kerajaan Deli (eks Rijk Dilli) di Deli Tua yang sekarang.
Peta 1750 (Portugis) |
Kesultanan Deli secara perlahan menjadi kesultanan superior. Pemerintah
Belanda terus mendukung Kesultanan Deli. Oleh karena para planter semakin
mendapat keuntungan yang besar maka para planter mendukung relokasi kraton
Sultan Deli di Laboehan ke Medan. Kraton Sultan Deli dibangun tahun 1888 dan
selesai dibangun tahun 1891. Relokasi ini sehubungan dengan relokasi ibukota
pemerintahan Belanda dari Laboehan ke Medan.
Controleur pertama di Deli
ditempatkan oleh pemerintah Belanda di Laboehan pada tahun 1863. Sehubungan
dengan semakin ekspansifnya lahan perkebunan ke Medan, pada tahun 1875 status
controleur Labohan ditingkatkan menjadi Asisten Residen dan menempatkan seorang
controleur di Medan (di pertemuan sungai deli dan sungai Baboera). Pada tahun
1879 controleur Laboehan dilikuidasi dan controleur Medan ditingkatkan menjadi
Asisten Residen. Di Laboehan hanya ditempatkan seorang controleur. Pada tahun
1887 ibukota Residentie Oostkust Sumatra dipindagkan dari Benagkalis ke Medan.
Status Asisten Residen di Medan ditingkatkan menjadi Residen (sebaliknya status
Residen di Benagkilis diturunkan menjadi Asisten Residen). Saat perpindahan
ibukota dari Bengkalis ke Medan, relokasi Sultan Deli juga dipersiapkan untuk
pindah dari Laboehan ke Medan.
Lantas mengapa kemudian muncul klaim dua pihak tentang eksistensi
Kerajaan Deli di hulu sungai Deli (Deli) antara Kesultanan Deli dengan
kerajaan-kerajaan di Karo? Orang Karo mengklaim Kerajaan Deli sebagai kerajaan
yang berada di wilayahnya yang dibangun sejak dahulu kala oleh para nenek
moyang. Sementara, Kesultanan Deli mengklaim Kerajaan Deli sebagai garis
continuum Kesultanan Deli. Namun klaim ini terkesan dipaksakan, karena faktanya
saat Belanda datang ke Deli tahun 1863, Kesultanan Deli hanya memiliki otoritas
untuk dua wilayah marjinal yakni Laboehan Deli (muara sungai Deli) dan wilayah
Pertjoet.
Kesultanan Deli yang
dibesarkan oleh Belanda (dan para planter) ekspansi wilayah perkebunan telah
mencapai Deli Tua. Untuk melegitimasi bahwa wilayah-wilayah yang dijadikan
konsesi perkebunan hingga ke Deli Tua merupakan wilayah Kesultanan Deli maka dibutuhkan
suatu legitimasi sejarah. Klaim Kerajaan Deli (Deli Tua) sebagai sukses
Kesultanan Deli akan memperkuat klaim hukum terhadap penjualan (konsesi) lahan
dan lokasi dimana kraton Sultan Deli yang baru berada (dipindahkan dari
Laboehan ke Medan). Karena itu, Kesultanan Deli membutuhkan klaim sejarah terhadap
Kerajaan Deli. Sebaliknya penduduk Karo membutuhkan klaim sejarah Kerajaan Deli
karena dianggap sebagai warisan sejarah yang terpenting.
Sangat naif memang Kesultanan (Laboehan) Deli di muara sungai (di pantai)
mengklaim eks Kerajaan Deli (Deli Tua) jauh di hulu sungai (di pedalaman),
sementara Kesultanan (Laboehan) Deli sendiri berperang melawan Kerajaan (pulau)
Braijan (di era John Anderson; 1822) dan Kesultanan (Laboehan) Deli berperang
melawan Kerajaan Soenggal (di era pemerintahan Belanda; sejak 1872). Para raja
dan pangeran Soenggal kemudian diasingkan ke tempat lain. Pada tahun 1891
Sultan Deli relokasi dari Laboehan ke Medan. Dalam sejarah kerajaan-kerajaan di
Indonesia sangat jarang situs (lokasi) kerajaan/kesultanan berpindah tempat,
yang dalam hal ini termasuk kraton Sultan Deli.
Situs bandar 'Kota Tjina' (Peta 1915) |
Demikian, semoga membantu meningkatkan level pengetahuan kita. Dalam
memahami jarak yang jauh ke masa lampau, memperluas pengetahuan tidak cukup, juga
harus meninggikan tingkat (level) pengetahuan. Hanya dengan begitu kita dapat
menyederhanan sesuatu yang rumit sehingga lebih mudah dipahami (bukan
sebaliknya, sesuatu yang sederhana diperrumit).
Semasih Medan masih kampong, Padang Sidempuan sudah kota |
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber
tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti
surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak
semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain.
Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut
di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Kerajaan
Aroe (Aru) vs Kerajaan Dilli (Deli)
|
|||
Kerajaan Aroe (Binanga di sungai Barumun)
|
Kerajaan Dilli (Deli Tua di sungai Deli)
|
||
Situs dan Naskah Kuno |
|||
1
|
Situs candi Simangambat di Siabu pada abad ke-8 hingga abad ke-10 (satu
era dengan Borobudur); situs candi Padang Lawas di hulu sungai Barumun pada
abad ke-11 hingga abad ke-13 (pasca Sriwijaya).
|
||
2
|
Kerajaan Aru atau Kerajaan Haru disebut dalam Pararaton (1336); Laporan
Tiongkok (1411-1431); Tome Pires (1512-1515); Duarte Barbosa (1518); Mendes
Pinto (1535).
|
||
3
|
Laporan Belanda (VOC) muncul sejak 1668.
|
||
Peta Geografi |
|||
1
|
Peta 1619 Portugis mengidentifikasi wilayah Kerajaan Aru (Terra d’Aru
atau Terra Daru) di sekitar sungai. Peta ini juga mengidentifikasi Ilha
(pulau) Aru berdekatan dengan Terra d’Aru.
|
Peta 1619 Poertugis tidak ada indikasi dan tidak ada teridentifikasi
nama tempat atau nama kerajaan di sungai Deli
|
|
2
|
Peta 1750 Portugis nama Kerajaan Aroe tetap berada di sungai Barumun
|
Peta 1750 Portugis teridentifikasi nama kerajaan Dilli di sungai Deli
)sekitar Deli Tua sekarang).
|
|
3
|
Peta 1818 Belanda nama Kerajaan Aroe tetap berada di sungai Barumun
|
Peta 1818 Belanda nama Kerajaan Dilli tetap berada di sungai Deli
|
|
Deskripsi Portugis (Tome Pires, Duarte Barbosa dan Mendes Pinto). |
|||
1
|
Kerajaan besar yang tidak ada yang melebihinya (pasca Sriwijaya di
Jambi/Palembang).
|
||
2
|
Posisinya sangat sulit dipenetrasi dan dikelilingi oleh pegunungan, jauh
ke pedalaman dan sungainya berliku-liku (sungai Barumun)
|
Tidak dikelilingi pegunungan, tidak jauh ke pedalaman, sungainya tidak
berliku-liku (sungai Deli)
|
|
3
|
Nama Aru adakalanya ditulis Ara dan dipertukarkan dengan Bata, Bara,
Baros (nama-nama yang dihubungkan dengan teritori Tapanuli sekarang)
|
Nama-nama yang tidak terhubung dengan teritori Deli sekarang
|
|
4
|
Berseberangan dengan Malaca. Muara sungai Barumun sangat dekat ke
Malaca (Pernyataan ini sesuai Peta 1619).
|
Sangat jauh dari Malaca (Tidak didukung Peta 1619).
|
|
5
|
Kerajaan Malaca selalu waspada kepada Kerajaan Aru, karena dimasa lalu
Kerajaan Aru pernah menyerang Malaka.
|
Belum ada Kerajaan Dilli
|
|
6
|
Memiliki wilayah kekuasaan antara Ambuara di sungai Wampu dan Rokan di
sungai Rokan (berada pada posisi tengah antara Ambuara dan Rokan).
|
Berada di ujung dekat Ambuara
|
|
7
|
Beribukota di pedalaman, dapat dilayari, ratusan mil jauhnya, sangat
jauh ke pedalaman, lima hari perjalanan (sesuai sungai Barumun)
|
Tidak sesuai sungai Deli yang hanya belasan mil, kurang dari satu hari
perjalanan.
|
|
8
|
Di pusat kerajaan dan sekitarnya terdapat banyak sungai dan terhubung
satu sama lai. (Di hulu sungai Barumun
terdapat sungai Batang Pane, sungai Aek Sirumambe, sungai Aek Sangkilon, sungai
Aek Batang Onang dan sungai Aek Sihapas)
|
Sungai Deli hanya terhubung dengan sungai Babura.
|
|
9
|
Menghasilkan banyak emas dan daging (emas dari Batang Angkola di
Angkola dan Batang Gadis di Mandailing; populasi ternak besar banyak di
Padang Bolak).
|
Tidak pernah ada indikasi perdagangan emas dan ternak di sungai Deli.
|
|
10
|
Menghasilkan benzoin, kamper, rotan, madu, gaharu dan beras
(produk-produk alami asal penduduk Batak di pedalaman).
|
Tidak pernah ada indikasi perdagangan beras di sungai Deli.
|
|
11
|
Produk-produk alamiah dijual melalui Pedir dan Pase dan melalui Panchur
atau Baros (melaui laut ke Pedir dan Pase, melalui darat ke Baros)
|
Sulit membayangkan dari Deli ke Baros.
|
|
12
|
Terdapat pasar budak (keluar/masuk) terutama di Kualu, Bila dan Panai
(Bila dan Panai tidak terlalu jauh dari muara sungai Baroemun). Perdagangannya
dipimpin oleh orang Moor dan memiliki banyak orang Mandarin di sisi luar
(pantai) kerap melakukan perampokan dan ancaman di selat.
|
Kualu, Bila dan Panai jauh dari sungai Deli
|
|
Deskripsi Belanda |
|||
1
|
Wilayah independen. Kerajaan Aru tidak terdeteksi lagi. Muncul
kerajaan-kerajaan kecil (luhak dan Djandji)
|
Silih berganti di bawah kekuasaan Kesultanan Siak dan Kesultanan Aceh.
Kerajaan Dilli tidak terdeteksi lagi. Muncul kerajaan-kerajaan kecil, seperti
Kerajaan Braijan, Kerajaan Soenggal dan Kesultanan Laboehan.
|
|
2
|
Aneksasi pasukan Padri. Sebagian penduduk melakukan perlawanan dan
sebagian yang lain eksodus ke wilayah-wilayah pantai termasuk ke semenanjung
Malaka.
|
Kesultanan Laboehan Deli terakhir berada di bawah kekuasaan Kesultanan
Aceh. Elemen Aceh masih ada ketika Belanda melakukan invasi ke Deli tahun
1863.
|
|
3
|
Pemerintahan militer Belanda (1830-1839)
|
||
4
|
Pemerintahan sipil Belanda dimulai sejak 1840. Tidak melibatkan
pemimpin lokal (raja-raja) dalam struktur pemerintahan Belanda. Pemerintahan
langsung di bawah pusat (Gubernur Jenderal)
|
Pemerintahan sipil dan militer Belanda dimulai tahun 1863. Melibatkan
pemimpin lokal (sultan-sultan) dalam struktur pemerintahan Belanda. Sultan
Deli diposisikan sultan di atas sultan (King of the King; yang disejajarkan
dengan Sultan Siak (sultan yang dulu memberi mahkota dan mengubah Kerajaan
Laboehan menjadi Kesultanan Laboehan).
|
wah artikelnya cukup lengkap tentang kota medan, bisa menambah wawasan min
BalasHapusijin promo min Berita Kuliner Terbaru
Keren Pak.menambah wawasan ttg Sejarah Kota Medan maupun ttg kerajaan lama di Sumatera Utara..Aru dan Deli..
BalasHapusBagaimana dg kerajaan Nagur Pak? Apakah ada ada tulisan Bapak ttg Kerajaan Nagur?
Belum dipublish, masih dalam bentuk draf. Suatu waktu nanti akan kembali ke serial Sejarah Kota Medan. Sebagai bagian dari Sejarah Menjadi Indonesia, sekarang masih di serial Sejarah Air Bangis. Kerajaan Nagur tentu sangat menarik, Dalam buku penulis Porugis, Pinto (1500) mencatat Radja Aroe sangat marah besar kepada kerajaan Atjeh karena dua anaknya dibunuh di Nagur. Ini adalah petunjuk awal dalam menelusuri sejarah Kerajaan Nagur. Hipotesis: Apakah Kerajaan Nagur berafiliasi dengan Kerajaan Aroe (yang diserang Kerajaan Atjeh), Mungkin tidak terlalu kita sadari teritorial Aroe dan teritorial Nagur berdampingan dan juga dialek bahasa Padang Lawas dan Simalungun terkesan mirip. Menurunnya reputasi Aroe dan Nagur diduga menjadi sebab munculnya Kerajaan Deli (di Karo)sebagai wujud aliansi Atjeh di hulu sungai Deli Karo). Kemudian Kerajaan Deli diserang Portugis. Tamat kerajaan Deli (Tua) dan muncul kerajaan-kerajaan kecil di sepanjang daerah aliran sungai Deli, termasuk kerajaan Soenggal, Brayan dan (Labuhan) Deli. Kerajaan Labuhan Deli diperebutkan Atjeh dan Siak dan kemudian awalnya dibesarkan oleh Inggris dan dilanjutkan Belanda (hingga kraton Kesultanan Labuhan Deli direlokasi ke kota Medan.
HapusDemikian untuk sekadar info awal.
sudah pernah ke binanga min ???
HapusNah, ini analisa yang cukup luas yang baru saya dapat tentang peta lokasi aru. Saya lebih condong ke anda dalam teori dan bukti pendukung bahwa aru memang eksis di wilayah selatan ke timur laut dari sumatra utara. Lebih masuk akal lokasinya di sungai barumun karena lebih dekat ke selat malaka dari pada lokasi lainya di sungai deli. Semoga bisa mendapat bukti dan petunjuk yang lebih baik kedepan agar dapat menambah wawasan bagi orang asli sumatra utara. Terima kasih.
BalasHapusSaya mau minta pendapat min,,apakah benar bahwa kerajaan aru didirikan orang karo?sehingga ada pernyataan yg nengatakan bahwa suku karo itu berasal dari aru,haru,haroe ,karo.Adakah relasinya?
BalasHapusHaru dalam sulalatus salatin di sebut sejaman Lamuri Aceh belum muncul kesultanan Aceh Syeikh Ismail datang dr atas angin mencari negri samudra . tetapi sampai di Lamuri kemudia Aru . Ketika kembali tiba di negri samudra tujuan membuktikan kebenaran hadis dg kemunculan nama negri itu di cari kemudian hari.
BalasHapus