*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini
Mangaradja Soangkoepon adalah seorang anggota dewan pusat (Volksraad) yang tidak ada takutnya. Mangaradja Soangkoepon membela siapa pun dimana saja. Mangaradja Soangkoepon juga penuh humor, pernah berseloroh di Volkraad dengan menyatakan bahwa (pulau) Sumatra itu bukan Pintu Belakang Luar Djawa, tetapi Pintu Depan Indonesia (baca: Hindia Belanda). Semua tertawa, tetapi dia sendiri tetap serius dalam mengemukakan pendapatnya.
Mangaradja Soangkoepon adalah seorang anggota dewan pusat (Volksraad) yang tidak ada takutnya. Mangaradja Soangkoepon membela siapa pun dimana saja. Mangaradja Soangkoepon juga penuh humor, pernah berseloroh di Volkraad dengan menyatakan bahwa (pulau) Sumatra itu bukan Pintu Belakang Luar Djawa, tetapi Pintu Depan Indonesia (baca: Hindia Belanda). Semua tertawa, tetapi dia sendiri tetap serius dalam mengemukakan pendapatnya.
Mangaradja Soangkoepon (Matjan Pedjambon) |
Mangaradja Soangkoepon, bukanlah macan ompong, dan
juga bukan Macan Kemajoran, tetapi Macan Pedjambon. Gedung dewan pusat
(Volksrad) tempo doeloe di Pedjamboen (kini di Senayan). Mangaradja Soangkoepon
bertarung di DPR benar-benar membela atas nama rakyat, seluruh rakyat Indonesia.
Kisahnya dimulai di Belanda pada tahumn 1911 ketika membela pemuda Madura di
pengadilan. Bagaimana kisah selanjutnya, mari kita ikuti berdasarkan hasil
penelusuran sumber-suimber tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Izajah Sekolah Rakyat Ditolak Jadi Pegawai Pemerintah Memicu Lanjut Sekolah
ke Negeri Belanda
Kisah Abdoel Firman sangatlah menarik. Selesai
sekolah rakyat di Padang Sidempoean lalu merantau ke Medan. Di Medan, 1903 Abdul Firman melamar dan sembilan orang
mengikuti ujian untuk klein ambtenaar (pegawai pemerintah) hanya dia sendiri
yang pribumi. Hasilnya tidak diterima.
Abdul Firman
ternyata tidak patah arang. Modal sekolah rakyat tidak cukup. Tahun itu juga ia
mengikuti ujian masuk ELS (Europeesche Lagere School) sehubungan dengan
diperbolehkannya warga pribumi utama. Sekolah ini lamanya tujuh tahun. Setelah
lulus di Medan (1910) ia tidak ke Batavia sebagaimana teman-teman pribuminya
umumnya melamar ke STOVIA. Abdul Firman justru menuju Belanda. Dari Belawan ia
berangkat dengan kapal Prinses Juliana dan berlabuh di Rotterdam. Di pelabuhan
besar ini, Abdul Firman dijemput Soetan Casajangan dan diantar ke Leiden untuk
mencari sekolah yang lebih tinggi (semacam sekolah menengah). Setahun kemudian
pada tahun 1911, alumni ELS Sibolga, Todoeng Harahap tiba di Belanda. Abdul Firman
dan Todoeng Harahap yang masih belai ini langsung di bawah pengawasan/bimbingan
Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan. Catatan: Soetana Casajangan tiba di
Belanda tahun 1905 dan pada tahun 1911 lulus fakultas pendidikan (sarjana
pendidikan.
Abdul Firman tiba-tiba menjadi terkenal di Negeri
Belanda karena namanya diberitakan di koran-koran yang terbit sekitar Maret
1912. Apa pasal? Dua imigran dari Madura terlibat perkelahian dengan sesama
imigran dari Jawa (Oost Java), korban akhirnya meninggal dunia akibat tusukan.
Di pengadilan Amsterdam terdakwa disidangkan dan menghadirkan saksi-saksi.
Aparat pengadilan bingung, karena para imigran (terdakwa dan saksi-saksi) tidak
bisa berbahasa Belanda. Untuk mencari penerjemah sekaligus untuk pemandu sumpah
(secara Islam) ternyata tidak mudah. Dari sejumlah mahasiswa yang ada hanya
Abdul Firman yang bersedia dan sukarela (tanpa paksaan).
Dari
namanya memang pantas tetapi ternyata juga Abdul Firman adalah orang yang alim.
Karenanya masyarakat Belanda menganggap Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja
Soangkoepon adalah pemimpin (imam) Islam dari para imigran dari Hindia Belanda.
Abdul Firman tidak keberatan. Di dalam pengadian tersebut Abdul Firman membela
terdakwa untuk dikurangi tuntutan djaksa.
Selesai studi Abdul Firman coba membuka usaha
firma di Amsterdam di awal 1914 (iklan di koran). Akan tetapi tidak berhasil.
Ini kegagalan kedua Abdul Firman. Dia tidak patah arang. Lalu Abdul Firman
pulang ke tanah air pada tanggal 27 Oktober 2014 dengan kapal ss Loudon
langsung ke Jawa. Di Batavia, Soangkoepon melamar menjadi ambtenaar dan
berhasil serta diterima. Abdul Firman lantas ditempatkan di kantor Asisten Residen
Asahan di Tandjong Balai, Oost Sumatra (Sumatra Timur). Tidak lama, lantas
kemudian, Soangkoepon dipindahkan ke kantor Asisten Residen Simaloengioen di
Pematang Siantar (Oost Sumatra) pada tahun 1915. Dalam perkembangannya
Mangaradja Soangkoepon terpilih menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad)
Pematang Siantar.
Pada
tahun 1917, Abdul Firman yang menjadi pegawai di kantor Asisten Residen Simaloengoen
dan Karolanden di Pematangsiantar mencalonkan diri untuk kandidat Volksraad
dari wilayah pemilihan Pematang Siantar (Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indië, 07-12-1917). Di koran ini juga mentornya dulu di Negeri
Belanda, Soetan Casajangan mencalonkan diri dari wilayah pemilihan Batavia.
Keduanya sama-sama gagal. Abdul Firman tidak patah arang, lantas mencalonkan
diri menjadi anggota Dewan Kota Pematang Siantar. Abdul Firman berhasil.
Setelah selesai satu periode sebagai anggota dewan
kota, Abdul Firman kembali bertugas sebagai pegawai negeri. Pada tahun 1920,
Abdul Firman ditunjuk untuk menjadi commies opziener di kantor Residen di
Sibolga. Tidak lama, lalu dipindahkan ke Kotanopan (Zuid Tapanoeli) dan
kemudian 1922 dipindahkan lagi ke kantor Asisten Residen Asahan di Tandjong Balai.
Dari kota pertama ini menjadi pegawai negeri, Mangaradja Soangkoepoen menatap
kembali ke Pedjambon untuk bertarung menuju Pedjambon (gedung Volksraad).
Setelah
cukup lama di Tandjoeng Balai, pada tahun 1926, Abdul Firman gelar Managaradja
Soeangkoepn terpilih menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad) Tandjong Balai.
Setahun kemudian Mangaradja Soangkoepon mencalonkan diri kembali untuk menjadi
anggota dewan pusat (Volksraad) di Batavia mewakili wilayah pemilihan Oost
Sumatra. Alhamdulilah, berhasil melenggang ke Pedjambon (kira-kira kini
melenggang ke Senayan).
Mangaradja Soangkoepon Menjadi 'Macan Pedjambon'
Tidak ada komentar:
Posting Komentar