Jumat, 17 Juli 2020

Sejarah Lombok (43): Sejarah Gerung, Ibu Kota Kabupaten Lombok Barat; Riwayat Laboehan Tring Menjadi Pelabuhan Lembar


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini ibu kota kabupaten Lombok Barat berada di Gerung. Pemindahan ibu kota ini dari kota Mataram ke Gerung sehubungan dengan ditingkatkannya status kota (administratif) Mataram menjadi Kota pada tahun 1993. Kota Mataram terdiri dari tiga kecamatan (Ampenan, Mataram dan Cakranegara). Sementara kabupaten Lombok Barat menjadi hanya terdiri dari sembilan kecamatan (Gunungsari, Tanjung, Gangga, Bayan, Labuapi, Kediri, Gerung, Sekotong Tengah  dan Narmada. Perpindahan ke kecamatan Gerung ini dilakukan secara bertahap pada periode (1999-2003).

Sejak tahun 2001 kabupaten Lombok Barat bertambah lima kecamatan baru yakni Lingsar (pemekaran dari Narmada), Lembar (pemekatan dari Gerung), Kayangan (pemekaran dari Bayan), Pemenang (pemekaran dari Tanjung) dan Batu Layar (pemekaran Gunugsari). Pada tahun 2008 kabupaten Lombok Barat dimekarkan (kembali) dengan membentuk kabupaten Lombok Utara yang terdiri dari lima kecamatan: Bayan, Gangga, Tanjung, Kayangan dan Pemenang. Kota yang dipilih sebagai ibu kota kabupaten Lombok Utara adalah kota Tanjung (di kecamatan Tanjung).

Kecamatan Gerung (sebelum pemekaran) tempo doeloe adalah sutau district di Onderafdeeling Wesst Lombok, Afdeeling Lombok, Residentei Bali en Lombok. Kepala districr Geroeng berada di kampong Geroeng. Kampong terdekat dari kampong Geroeng adalah kampong Lembar. Kini, kanmpong Lembar menjadi pelabuhan utama di pulau Lombok dan kampong Geroeng menjadi ibu kota kabupaten Lombok Barat. Lalu, bagaimana perjalanan sejarah kampong Geroeng menjadi ibu kota kabupaten Lombok Barat. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Kampong Geroeng

Kampong Geroeng berada di sisi utara sungai Dodokan. Kampong ini jauh di selatan Tjakranegara. Kampong ini terbilang besar karena itu namanya dijadikan sebagai salah satu nama district dari empat district yang dibentuk di Onderafdeeling West Lombok (1895). Tiga district lainnya adalah Ampenan en Ommelanden, Tandjoeng dan Bajan.

Rute militer Perang Lombok (Peta 1894)
Pada peta militer (1894) rute pasukan di beberapa titik pantai. Salah satu pintu masuk dari teluk Laboehan  Tring di kampong Lembar. Dari kampong Lembar dengan jalan setapak menuju Geroeng kemudian dipecah ke kampong Parampoean dan ke kampong Roemak. Dalam perkembangannya, ruas jalan antara kampong Roemak dan kampong Geroeng ini yang ditingkatkan oleh pemerintah onderafdeeling West Lombok.

Nama kampong Geroeng dan nama kampong Lembar sudah lama dikenal. Namun antara dua kampong ini belum terhubung. Pada ekspedisi militer 1894 antara dua kampong ini merupakan jalan setapak yang dapat dilalui oleh pasukan militer atau oleh penduduk kedua kampong tersebut. Pada tahun 1895 Pemerintah Hindia Belanda merencanakan pembangun jalur kereta api di Lombok. Namun tampaknya studi kelayakan yang sudah berjalan harus dihentikan karena terjadi pemberontakan di Praja pada tahun 1896.

Peta jalan pos (Peta 1897)
Pada Peta 1897 jalan pos kelas satu di pulau Lombok adalah dari Ampenan melalui Mataram ke Tjakranegara terus Sisik dan Laboehan Hadji. Pada cabang Tjakranegara jalan pos kelas kedua ke selatan menuju Geroeng melalui Dasan Tjermin, Laboeapi, Roemak, Bendagi dan Geroeng. Jalan pos kelas kedua ini di Roemak bercabang ke Kediri melalui Bagepolah. Seterusnya jalan pos kelas dua ini dari Kediri menuju Praja dan terus ke pelabuhan Pidjot.

Baru pada tahun 1907 situasi kondusif di Lombok. Setelah pemberontakan di Praja pada tahun 1896 kembali muncul pemberontakan di Oost Lombok khususnya di wilayah Sakra dan Selong pada tahun 1903. Pada tahun 1907 Asisten Residen mulai melakukan kunjungan dinas ke seluruh tempat di pulau Lombok.

Kampong Lembar terisolasi dari Geroeng (Peta 1907)
Pada kunjungan dinas Asisten Residen pada tahun 1907 antara dua kampong ini tampaknya belum terhubung. Hal ini dapat diperhattikan dari rute yang ditempuh oleh Asisten Residen dan rombongan (lihat De Preanger-bode, 17-06-1907). Disebutkan rombongan berangkat dengan kapal uap ke teluk Laboehan Tring yang terletak di pantai barat pulau, selatan Ampenan. Setelah mengunjungi kampung terbesar Lembar, keluar dari teluk kembali ke Ampenan....Dalam perjalanan berikutnya melalui darat (naik kuda) ke kampong Telaga Bage melalui kampong Geroeng terus ke Koeripan dan Kediri, selanjutnya mengikuti jalan pos ke Praja’.

Pada tahun 1907 kembali konsesi pembangunan kereta api mengemuka. Beberapa waktu sebelumnya Pemerintah Hindia Belanda telah memberi konsesi kepada suatu perusahaan. Namun konsesi yang diberikan itu tidak ada kemajuan sehingga pemerintah mengalihkannya kepada pihak lain. Dalam rencana baru dalam pembangunan kereta api ini akan diintegrasikan dengan pembangunan pelabuhan di Lembar (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-12-1907). Dalam rencana baru ini jalur kereta api akan melewati Geroeng.

Bataviaasch nieuwsblad, 17-12-1907
Bataviaasch nieuwsblad, 17-12-1907: ‘Konsesi. Telah dicatat bahwa konsesi untuk pembangunan dan pengoperasian kereta api uap atau listrik sebagai tenaga penggerak di pulau Lombok, dari Ampenan ke Mataram, Tjakranegara, Abijan Teboe dan Bengkel terus ke Kediri, dengan cabang dari Tjakranegara melalui Bertais ke Narmada yang telah diberikan (perusahaan) SRJ Onnen telah jatuh tempo karena keterlambatan memulainya, sementara (perusahaan) J Smit Sibinga untuk periode satu tahun termasuk konsesi kepada permintaan dari orang lain untuk konsesi pembangunan pekerjaan pelabuhan di teluk Laboehan Tereng yang juga akan membangun konstruksi dan eksploitasi kereta api uap disana, di sepanjang teluk tersebut melalui Pada Galoeh, Geroeng, Bendagi, Roemak, Dasan Tjermen, Abijan Teboe dan Tjakranegara, dengan dua cabang samping, satu dari Bagih Polak ke Kediri terus ke Praja, yang lain dari Tjakranegara ke Narmada’

Dalam hal ini, Geroeng tidak hanya sebagai ibu kota district, tetapi juga wilayah Geroeng termasuk dalam rencana strategis pembangunan wilayah dalam bidang infrastuktur (jalan dan jembatan, kereta api dan pelabuhan). Selama sepuluh tahun terakhir (1897-1907) district Geroeng juga mendapat perhatian dalam pengembangan pertanian di daerah aliran sungai Dodokan, kesehatan penduduk dan penanganan segera terhadap dampak banjir.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Perkembangan Lebih Lanjut District Geroeng

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

2 komentar: