Sebelum nama
K’toet Tantri van Bali dikenal, di Bali sudah terbit dua surat kabar Bali
Adnjana dan surat kabar Surya Kanta. Dua surat kabar ini muncul di Bali setelah
para pentolan masing-masing melihat dan terus memantau pergumulan politik anak
bangsa (baca: pribumi) di (pulau) Jawa khususnya dalam konteks ketidakadilan
oleh kaum penjajah (baca: orang Belanda). Surya Kanta dan Bali Adnjana sama-sama
terbit di Bali utara di Singaradja. Bali Adnjana lebih dulu terbit baru kemudian
menysul surat kabar Surya Kanta. Dua surat kabar ini tampaknya berbeda haluan.
Pada
tahun 1932 seorang wanita muda Amerika tiba di Bali dengan paspor bernama Nyona Walker (Mevrouw Walker). Boleh
jadi Ny Walker yang tengah menjanda ini ingin mengasingkan diri ke surga di
Bali setelah José Miguel Covarrubias memamerkan lukisannya di New York yang
menjadi tenar di seluruh Amerika. José Miguel Covarrubias asal Meksiko yang
sudah lama di New York melakukan perjalanan di seluruh dunia. Pada perjalanan
ini ia berakhir di Bali pada tahun 1930 yang membuatnya segera terkesan luar
biasa. Dia menggambar dan melukis di Bali selama sembilan bulan dan kemudian memamerkan
karyanya di New York yang menarik perhatian orang Amerika. Orang bule pertama
di Bali yang telah melakukan kegiatan melukis adalah seorang Jerman, Walter
Spies yang tiba di Bali tahun 1920. Catatan: Pemerintah Hindia Belanda
membentuk cabang pemerintahan di (afdeeeling) Zuid Bali, baru dimulai pada
tahun 1908 dengan ibu kota Denpasar.
Pada
tahun 1933 bersama istrinya kembali ke Bali sebagai bulan madu. José Miguel
Covarrubias bersama istri tinggal di Denpasar. Mereka menempati salah satu
paviliun di halaman I Goesti Alit Oka (pemimpin orkest musi gamelan Bali),
sepupu dari almarhum radja terakhir Badoeng (yang meninggal tahun 1906).
Pasangan beda ras ini tinggal di Denpasar selama dua tahun dan telah
mengunjungi berbagai tempat di Bali khususnya wilayah selatan Bali. Mereka
meninggalkan Bali pada tahun 1934 dan kembali ke New York. Sementara
karya-karya mereka dipamerkan di New York, José Miguel Covarrubias
menyelesaikan bukuanya tentang Bali. Pada tahun 1937 buku José Miguel Covarrubias
terbit dengan judul Island of Bali. Buku ini ditulis dalam bahasa Inggris
setebal 417 halaman yang diterbitkan sebuah penerbit di New York (Alfred A.
Knopf). Buku ini dilengkapi oleh foto-foto hasil pemotretan yang dilakukan oleh
istrinya Rose Covarrubias. Buku ini tentu saja beredar luas karena ditulis
dalam bahasa Inggris. Pembaca orang-orang Belanda molohok. Sementara itu
Mevrouw Walker yang juga dikenal dengan nama K’toet Tantri tetap berdiam di
Bali.
Surya Kanta adalah organisasi sosial (societeit) yang
didirikan di Bali. Organisasi ini didirikan pada tahun 1924. Pada tahun 1927
organisasi ini memasuki tahun ketiga (lihat De
Indische courant, 02-04-1927). Nama Surya Kanta dalam bahasa Belanda berarti ‘brandglas’.
Pemimpin organisasi awalnya adalah I Goesti Tjakra Tanara seorang mantan
pejabat yang telah mendapat pendidikan. I Goesti Tjakra Tanara kali pertama
menjadi kepala district Soekasada pada tahun 1910 (lihat De Preanger-bode,
13-11-1910). Dalam perkembangannya, karir Goesti Tjakra Tanara kemudian segera
terputus karena Pemerintah Hindia Belanda memecatnya sebagai pejabat pribumi.
|
De
Indische courant, 23-02-1931 |
Organisasi Surya Kanta bukan orang Jawa yang
mendirikan, tetapi seorang muda yang menjadi kepala district Bali di Soekasada
di Bali Utara, Goesti Tjakra Tanara. Dia telah mendapatkan pendidikan di sebuah
sekolah kepala (Mosvia) di Jawa yang diduga telah berhubungan dengan anak muda revolusioner.
Oleh karenanya ia menerima sebanyak mungkin informasi dari Jawa, lalu mulai
membentuk persatuan. Namun anehnya organisasi Surya Kanta hampir semua anggotanya
adalah orang-orang bangsawan dan pegawai kantor-kantor yang juga bangsawan (triwangsa)
di Bali. Organisasi ini kemudian melakukan pertemuan pada akhir Desember (1926)
di Singaraja, namun hanya ada dua anggota triwangsa yang hadir.
Namun Goesti Tjakra Tanara bukanlah orang biasa,
dia adalah orang terpelajar yang telah mendapat pengaruh soal pergerakan
kebangsaan dari Jawa. Meski dia sudah dipecat oleh pemerintah, Goesti Tjakra
Tanara yang sudah mengenal para pejabat lokal lintas afdeeeling di Bali, tetap
mengadvokasi penduduk seperti hukum pertanahan. Lalu muncullah media surat
kabar (bulanan) dengan nama Bali Adnjana. Tidak diketahui apa yang menyebabkan
dia dipecat dan tahun berapa dipecat. Namun setelah itu, mendirikan kantor
pengacara. Disebutkan bahwa Goesti Tjakra Tanara tersandung kasus yang
menyebabkan pengadilan adat (Raad van Kerta) di Tabanan yang menjatuhkannya
hukuman 12 penjara. Tidak disebutkan kapan vonnis itu dijatuhkan dan bagaimana
selanjutnya.
De
Indische courant, 23-02-1931: ‘Orang Bali, I Goesti Tjakra Tanara, tinggal di
Singaradja, yang diberhentikan dengan hormat beberapa tahun yang lalu sebagai
poenggawa di Soekasada, yang setelah pemecatannya mendirikan kantor pengacara dan
juga pemimpin redaksi majalah yang diterbitkan di Singaradja dengan nama Bali Adnjana.
Surat kabar berbahasa Melayu, Bali Adnjana paling
tidak pada tahun 1925 sudah eksis di bawah pimpinan I Goesti Tjakra Tanara
(lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 26-02-1925). Tampaknya
I Goesti Tjakra Tanara mendirikan surat kabar Bali Adnjana setelah tidak aktif
di societeiy Surya Kanta.
Surat
kabar Bali Adnjana masih teridentifikasi hingga tahun 1929 yang masih tetap di
bawah pimpinan I Goesti Tjakra Tanara (lihat Overzicht van de Inlandsche en
Maleisisch-Chineesche pers, 25-06-1929). Lalu tidak lama kemudian muncul surat
kabar Surya Kanta (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche
pers, 25-06-1925). Disebutkan surat kabar bulanan ini adalah surat kabar
berbahasa Melayu yang baru tetapi dengan kutipan berbahasa Bali. Surat kabar
ini mengusung pusaka Bali dan menginformasikan kemajuan umum. Pemimpin redaksi
adalah Ketoet Nasa di Boeboenan dan alamatnya adalah Ketoet Sempidi di
Singaradja. Surat kabar Surya Kanta tampaknya tidak bertahan lama, paling tidak
masih terdeteksi awal tahun 1929 yang masih dipimpin oleh Ktoet Nasa (lihat Overzicht
van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 01-01-1929). Seperti disebut
di atas, surat kabar Bali Adnjana masih terus bertahan lalu kemudian tidak
terdeteksi lagi setelah bulan Juni 1929. Dalam hal ini, I Goesti Tjakra Tanaja
dan Ktoet Nasa dapat dianggap sebagai dua pionir pers Bali yang sama-sama eksis
di Singaradja.
Pada bulan Juni 1931 di
Singaradja terbit surat kabar (bulanan) yang diberi nama Bhawanagara (lihat
Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1931). Disebutkan
media ini menyajikan budaya Bali. Redaksi antara lain Dr. R. Goris dan I Goesti
Gde Djelantik. Surat kabar terdiri 16 halaman. Kantor redaksi berada di
(perpustakaan) Kirtya Liefrinck-Van der
Tuuk di Singaradja. Artikel-artikel ditulis dalam bahasa Bali dan bahasa Melayu
dengan aksara Latin. Hanya Kadjeng yang tetap bertahan sebagai redaksi Bhawanagara.
Pada
tahun 1936 muncul surat kabar (bulanan) yang baru yang diberi nama Djatajoe. Tidak
disebutkan siapa nama-nama redakturnya. Redaksi surat kabar ini disebut pengurus organisasi Bali Darma Laksana. Seperti
halnya surat kabar Bhawanagara, surat kabar Djatajoe yang juga beralamat di
Singaradja juga ditulis dalam bahasa Bali dan Melayu aksara Latin. Tidak
diketahui seberapa lama surat kabar baru ini bertahan. Tampaknya surat kabar Bhawanagara
masih bisa bertahan hingga berakhirnya era kolonial Belanda.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pers Kebebasan: Bali Adnjana vs Surya Kanta
Pada suatu hari di jaman pendudukan militer Jepang,
Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap bertanya kepada seorang ‘anak Bali’ K’toet
Tantri. ‘Apakah kamu tahu arti Lord Haw Haw?”. Tantri menjawab serius. ‘Itu kan radio
propaganda Jerman’. Amir kemudian bercanda: ‘Bukan itu maksud saya, Tantri?’.
Tanri tidak menjawab tetapi balik bertanya kepada Amir: ‘Hey Bung Amir, kalau
begitu apa artinya dalam bahasa kamu?’. Amir tak menduga pertanyaan itu
ditanyakan Tantri, tetapi Amir dengan sigap menjawab: ‘Dalam bahasa saya, Lord
Haw-Haw artinya adalah Tuan Hau Hau’. Itulah candaan antara dua orang
anti-fasis. Kedua orang ini yang awalnya bercanda lalu diinternir oleh militer
Jepang.
Mengetahui bahwa militer
Jepang telah menduduki (pulau) Bali, K’toet Tantri segera bergegas ke
Soerabaja. Meski dia adalah anak angkat Radja Bali, Tantri sadar bahwa warna
kulitnya akan mudah dikenali orang Jepang. K’toet Tantri dengan nama paspor Muriel
Stuart Walker akhirnya tiba di Soerabaja (tempat dimana orang Eropa banyak
ditemukan). Di Bali sendiri hanya sedikit orang Eropa-Belanda. Anehnya, ketika
orang-orang Eropa-Belanda ditangkap dan diinternir oleh para anggota militer
Jepang, K’toet Tantri menyimpan dan menitipkan paspornya kepada seorang wanita Prancis
yang tidak akan ditangkap kerena ia adalah istri seorang apoteker di Soerabaja
bernama Ismail Harahap (di Kaliasin). K’toet Tantri kemudian bergabung dengan
gerakan bawah tanah. Saat bergabung inilah K’toet Tantri mengenal Mr. Amir
Sjarifoeddin Harahap. Dalam perkembangannya, Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap
diinternir oleh militer Jepang, demikian juga K’toet Tantri harus pula mendekam
dalam tahanan militer Jepang di Malang.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal
17 Agustus 1945, Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap dijemput oleh utusan Soekarno
karena akan diplot sebagai Menteri Penerangan Republik Indonesia. Akhirnya K’toet
Tantri mendapat giliran bebas keluar dari tanahan militer Jepang. K’toet Tantri
tidak sempat pulang kampong ke Bali, pasukan Sekutu-Inggris sudah datang di
Soerabaja untuk membebaskan interniran Eropa-Belanda dan melucuti senjata serta
mengevakuasi militer Jepang ke luar Indonesia.
Anehnya
lagi, meski K’toet Tantri yang berpaspor atas nama Muriel Stuart Walker yang notabene keturunan
Inggris, bukannya malah senang dengan kehadiran Sekutu-Inggris tetapi, sekali
lagi, ikut bergabung dengan para Republiken. K’toet Tantri aktif membatu Wali
Kota Soerabaja, Dr, Radjamin Nasution menkonsolidasikan penduduk sehubungan
dengan munculnya perlawanan warga Soerabaja terhadap kehadiran tentara
Sekutu-Inggris di Soerabaja. Akhirnya terjadilah perang Soerabaja yang puncaknya
pada tanggal 10 November 1945. Pemerintah Wali Kota Soerabaja kemudian
mengungsi awalnya ke Modjokerto dan kemudian ke Toeloengagoeng. K’toet Tantri yang dalam
waktu-waktu tertentu ikut radio propaganda Soerabaja, akhirnya K’toet Tantri ikut mengungsi dengan rombongan
pemerintah Kota Soerabaja yang dipimpin oleh Dr. Radjamin Nasoetion.
Sehubungan dengan pemindahan ibu kota Republik
Indonesia dari Djakarta-Batavia ke Djokjakarta, K’toet Tantri kemudian menemukan
jalan hingga sampai ke Djokjakarta. K’toet Tantri kembali ketemu teman lama Mr.
Amir Sjarifoeddin Harahap dengan jabatan barunya sebagai Menteri Keamanan
Rakyat yang tetap merangkap sebagai Menteri Penerangan di Djokjakarta.
Rombongan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moehamad Hatta baru menyusul
pada awal Januari 1946. Seperti di Soerabaja, K’toet Tantri juga mengambil
peran sebagai aktivis radio propganda di Djokjakarta.
Sementara itu, fungsi pemerintahan masih berada
di Djakarta-Batavia yang dipimpin oleh Perdana Menteri Soetan Sjahrir yang
terus melakukan diplomasi politik baik terhadap komandan Sekutu-Inggris,
pemimpin NICA, dan perwakilan-perwakilan negara asing. Hanya terdapat trio
founding father RI di Djokjakarta yakni Presiden dan Wakil Presiden serta
Menteri Pertahanan RI, Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap yang terus membina
strategi pertahanan dengan Letnan Jenderal Oerip, Kolonel Zulkifli Lubis dan Soeltan
Djokja sembari memantau dan mengkonsolidasikan Tentara Rakyat Indonesia dengan
para laskar yang berjuang di berbagai tempat di Indonesia. Saat inilah K’toet
Tantri bertemu kembali dengan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap. Dalam pertemuan
tidak terduga ini, K’toet Tantri mengingatkan kembali Mr. Amir Sjarifoeddin
Harahap: ‘Bung, Amir, saya sudah tahu arti Lord Haw-Haw dalam bahasa kamu?’. Apa
artinya, desak Tantri di keramaian orang. ‘Tuan Tak Berguna’ jawab Tantri. Amir
lalu mengumumkan, masih di tengah keramaian: ‘Perhatian-perhatian, mulai
sekarang, Muriel Stuart Walker saya beri marga sesuai ibu saya Siregar. Oleh
karena itu nama lengkapnya sekarang adalah K’toet Tantri Siregar’. Tiba-tiba
ada yang memberi selamat kepada Tantri: ‘Gefeliciteerd, jij hebt het’. Orang
itu adalah Dr Parlindoengan Lubis yang baru pulangdari Belanda yang pernah
ditahan Jerman di kamp Nazi. Dr Parlindoengan Lubis adalah anti-fasis.
Dalam
fase awal di Djokjakarta ini, pers asing yang memiliki homebase di
Batavia-Djakarta bermaksud untuk mengunjungi ibu kota RI yang baru. Sejumlah
wartawan asing sudah tiba di Batavia termasuk wartawan Amerika Serikat Martha
Gelhom dari Saturday Evening Post. Dengan kereta api dari stasion Djatienegara Soetan
Sjahrir membawa rombongan pers asing ke Djogjakarta. Dalam rombongan ini tidak
termasuk jurnalis Belanda, karena tidak diberi izin oleh Pemerintah Republik
Indonesia di Djokjakarta. Setiba di Djokjakarta jurnalis asing itu
terheran-heran ada seorang bule diantara pejabat-pejabat Indonesia. Pada saat
inilah Muriel Stuart Walker
alias K’toet Tantri berkenalan dengan Martha Gelhom (sesama Amerika). Sepulang dari
Indonesia, K’toet Tanri adalah orang yang terus memasok kabar-berita kepada Martha
Gelhom di Amerika.
Sehubungan dengan keberadaan K’toet
Tantri pers Belanda mulai nyinyir. Hal ini karena pers Amerika mulai banyak
yang menyudutkan kehadiran Belanda (kembali) di Indonesia, Pers Belanda juga
menyoroti dan menkritik pers Amerika. Tak terkecuali K’toet Tantri juga menjadi
sorotan karena dianggap memasok berita ke Amerika Serikat. Amunisi-amunisi yang
bersumber dari pusat Republik di Jokjakarta menjadi bahan berita di Amerika
yang terus memprovokasi pemerintah Belanda. Pers Amerika menjadi semacam corong
(Lord Haw-Haw) RI di Eropa. Tentu saja hal itu didukung rakyat Amerika karena
Pemerintah Amerika Serikat memiliki kepentingan tertentu di Indonesia.
De Nederlander, 27-06-1946: ‘Perjalanan pers
asing ke pusat Repoeblik di Jawa mendapat kejutan...dalam media Amerika Serikat
mendapat simpati kepada Repoebliek....setelah berakhirnya pendudukan Jepang, salah
satu kesulitan terbesar bagi politik kita (Belanda) di Hindia (Indonesia)
mendapat citra miring dari berbagai negara...Kita mungkin tidak selalu
menyadari dengan cukup apa pengaruh melumpuhkan yang sedang terjadi disini,
tidak hanya di Inggris, tetapi juga terutama di Amerika Serikat..yang lebih
berbahaya adalah sikap mental khas Amerika...bahwa propagandis dari Hindia dapat
dengan mudah bermain dimana saja di Amerika Serikat...Ini bukan masalah kanan
atau kiri. Hanya ada satu pendapat di Amerika Serikat yakni simpati untuk
Indonesia yang akan ‘membebaskan orang-orang Indonesia dari rantai tirani’....Sebaliknya...di
surat kabar dan majalah utama Inggris, pelaporan menjadi lebih objektif dan
akurat. Di Amerika Serikat sekarang ada juga tanda-tanda pembalikan. Sebagai
contoh, kita baru saja membaca sebuah artikel yang menarik di Saturday Evening
Post edisi 1 Juni oleh jurnalis terampil Martha Gelhom. Dia mengunjungi pusat republik...Staf
editorial koran itu memperkenalkan laporan (diilustrasikan dengan gambar yang menyanjung
Soekarno) dengan karakteristik berikut, kata-kata yang hampir sensasional:
Orang Jawa menyatakan diri mereka merdeka, dan sang presiden dengan murah hati
menjanjikan sebuah mobil untuk semua orang: tetapi seorang jurnalis Amerika
yang telah mengunjungi daerah terlarang menemukan bahwa koloni Belanda yang
dulu....Penulis mulai dengan sketsa situasi tragis di mana Belanda masih
menemukan diri mereka sendiri, terutama mereka yang belum dibebaskan dari
interniran (Jepang). Anda tidak akan menemukan dan membaca kata-kata dari
pengertian seperti itu untuk situasi diluar negara kita. Kemudian membuat deskripsi rinci tentang perjalanan kereta
malam ke Jokjakarta...yang bersamaan dengan misi Tuan Sjahrir melakukan
perjalanan untuk konsultasi dengan orang kuat Soekarno...Laporan tersebut
menunjuk pada perbedaan antara sawah yang tak berujung dan tiga perempat
penduduk asli kelaparan dimana-mana di stasiun yang tak terhitung
jumlahnya...Di Jokja, kelompok jurnalis kulit putih disambut oleh seorang
wanita, pegiat edisi lokal ‘van Lord Haw Haw, yaitu Miss Tantri yang terkenal,
seorang Inggris, yang berperilaku seperti orang Indonesia. Wanita ini
mendapatkan mantel dari Miss Gelhom, terutama karena berita-berita yang ia
hujani dengan para jurnalis asing bahwa pembunuhan oleh Belanda akan terjadi
disini yang diperankan oleh agen rahasia Belanda, dll!...Segala macam
kebohongan, gosip, dan dongeng juga dibahas lebih lanjut ketika pertanyaan para
koresponden... Kunjungan ke kamp TRI dibatalkan karena akan membahayakan
rahasia militer. Tetapi para pengunjung cukup melihat gerombolan prajurit yang
sangat muda yang diberi semua jenis senjata oleh Jepang. Orang Jepang kini yang
secara sukarela diinternir dalam jumlah yang sebelumnya mereka memukul, menyiksa
atau membunuh Nederlander....Di Soerakarta, Miss Gelhorn mendengar tentang
Soekarno pada suatu pertemuan yang menulis bakat oratorisnya yang besar,,,Dia
mendebit gelombang pasang frasa dangkal dan berulang kali berkata: ‘Cita-cita sosial kita adalah lampu listrik,
sepeda dan mobil untuk semua orang’. Penulis telah memutarbalikkan fakta..orang
Amerika yang mudah tertipu. Justru karena dia tidak hanya mengkritik tetapi
juga menunjukkan pemahaman yang tulus tentang kesulitan dan perasaan orang
Indonesia, pidatonya membuatnya semakin mendalam...Saturday Ev, Post adalah
salah satu surat kabar Amerika Serikat terbesar. Sirkulasinya, seperti yang
kita ketahui, 8 juta per minggu, benar-benar mencapai sebagian besar seluruh rumah
di Amerika Serikat. Artikel seperti ini dapat melakukan banyak hal baik,
terutama karena majalah tersebut memiliki reputasi untuk berhati-hati dalam
penilaiannya. Dokumen semacam itu mungkin terbukti sangat penting dalam menyebarkan
kebenaran tentang Jawa...tapi, entahlah’. Surat kabar lainnya di Belanda, Algemeen
Handelsblad, 09-07-1946 mengomentrari dan menyindiri surat kabar New York Times
yang mengutip pernyataan datri Martha Gelhom. Surat kabar Amerika itu
menyatakan bahwa ”memaksakan kehendak kami (Belanda) kepada para penguasa (Indonesia)
tanpa meminta persetujuan. kami (Belanda) membiarkan mereka membayar pajak... bahwa dengan sedikit kasar, mereka (Berlanda) sekarang
menuntut agar orang Indonesia ini melakukan praktik itu lagi.... (Algemeen Handelsblad menutup editorial itu dengan)...’tidak
perlu digeneralisasi, tetapi hal itu diperlukan untuk membantu memberikan citra
orang asing (Amerika) tentang perspektif Hindia (Belanda), terutama ketika
dikaitkan dengan kesadaran akan kekurangannya sendiri (Amerika Serikat),
seperti di New York Times. dalam masalah terkait.
Tampaknya Muriel Stuart Walker
berada di tempat yang tepat ketika Amerika Serikat membutuhkan Indonesia,
sementara Indonesia tidak membutuhkan lagi Belanda. Muriel Stuart Walker pantas
mendapat nama K’toet Tantri di Bali, tempat yang menjadi kesadaran baru Muriel
Stuart Walker ketika tahun 1932 memilih Bali sebagai tujuannya. Bali telah
mempertemukan Muriel Stuart Walker dengan pejuang-pejuang Indonesia. Kini, Muriel
Stuart Walker ketika tengah berada di Djokdjakarta, diantara para Republiken
sejati.
Keberadaan Muriel Stuart Walker ketika di
Djokjakarta telah membuat gusar Dr HJ van Mook (pemimpin Belanda-NICA) dan
memperingatkan orang asing (lihat Nieuwsblad voor de Hoeksche Waard en
Ijselmonde, 29-01-1947). Disebutkan ‘ada tiga orang Amerika dan beberapa orang
Australia di sini (Indonesia0. Ada juga banyak orang India, beberapa orang
Arab, seorang Belanda dan seorang Spanyol. Mereka ini telah memainkan
propaganda internasional dan selalu bergerak, sebagian besar dari mereka ini
sebagai propagandis ditempatkan di Djokjakarta. Baru-baru ini, Dr. Van Mook
memperingatkan orang-orang India terhadap hal ini. Di antara orang asing, Suze van
Soerabaja, yang propaganda jahatnya yang anti-Belanda dan anti-Inggris. Dia
adalah paling terkenal. Akhir-akhir ini dia telah berbicara dengan otoritas
republik di Djogjakarta. Teman-temannya para ekstremisnya di Oost Java menyebut
dia adalah sebagai Muriel Pierson yang lahir di eiland Man. Dia menikah dengan seorang
seniman di Hollywood. Setelah kehilangan suami dan anaknya dalam suatu
kecelakaan, dia pergi ke laut Selatan dan akhirnya menetap di Bali dengan nama
Vannen Manx. Dia membuka hotel liburan disana, dikonversi ke ajaran Hindu dan
mengambil nama Bali K’toet Diah Tantri. Pada waktu pendudukan Jepang dia
disangka sebagai mata-mata Amerika, lalu mereka mengurungnya. Setelah
pembebasan dia di Jawa [Malang] kemudian menjadi turut mendukung Soetomo,
penghasut ekstremis berusia 23 tahun. Orang-orang pengikut Soetomo yang
melakukan pertempuran sengit di Soerabaja melawan Inggris dia disebut ‘Sally dari
AS’. Dia juga diberi julukan ‘Suze dari Soerabaja’ keturunan Inggris. Setelah
itu kemudian dia muncul di Djokjakarta di bawah naungan seorang komandan Indonesia’.
Catatan: Komandan Indonesia di Djokjakarta ini adalah Mr. Amir Sjarifoeddin
Harahap (Menteri Pertahanan RI) yang diperbantukan kepada Kolonel Zulkifli
Lubis (Komandan Intelijen RI).
Muriel Stuart Walker
alias K’toet Tantri tampaknya menikmati hidupnya di Indonesia terutama di
kampongnya di Bali. K’toet Tantri adalah seorang Republiken sejati. Akan tetapi
K’toet Tantri tidak mengetahui dirinya sedang diincar oleh agen rahasia
Belanda-NICA. Namun agen rahasia Amerika Serikat di Indonesia dan Singapoera lebih
cepat bergerak sehingga K’toet Tantri dapat diamankan ke Singapoera melalui
kerja sama dengan agen intelijen Indonesia.
|
Twentsch dagblad Tubantia
en Enschedesche, 09-01-1950 |
K’toet Tantri menjadi
musuh Belanda. Muriel Stuart Walker tampaknya sedang dicari oleh agen rahasia
Belanda-NICA. Muriel Stuart Walker yang masih berpaspor Amerika Serikat itu
sudah diketahui oleh agen-agen rahasia Amerika Serikat. Lalu Muriel Stuart
Walker, Republiken Indionesia itu diamankan ke Amerika Serikat pada tahun 1947.
Surat kabar Provinciale Drentsche en Asser courant, 01-02-1947 melaporkan bahwa
Mrs K’toet
Tantri telah berhasil melewati kontrol (barikade) angkatan laut Belanda untuk
melarikan diri dari Jawa. Dia diselundupkan oleh agen intelijen Indonesia secara
diam-diam diangkut dari Jawa ke Singapura bulan sebelumnya dengan kapal boat 100
ton milik orang Indonesia. Dia sekarang menulis memoarnya di sebuah vila di
Singapura. Dia diberikan izin untuk menetap di Singapura selama dua bulan
sampai formalitas paspornya selesai. Diaantara orang Indonesia di Sangapoera dia
disebut Miss Daventry tetapi ke pihak lain dikatakan orang Amerika.
K’toet Tantri kemudian
diberangkatkan oleh agen rahasia Amerika Serikat ke Los Angeles via Honolulu
(Hawaii). Seperti sebelumnya, melalui agen-agen ini selama penantian di
Singapoera K’toet Tantri terus memasok berita ke teman-teman jurnalisnya di
Amerika Serikat khususnya Martha Gelhom. K’toet Tantri menerima bahan berita
dari agen-agen intelijen Indonesia. Catatan: Kolonel Zulkifli Lubis sejak era
pendudukan militer Jepang telah membangun jaringan intelijen Indonesia di
Singapoera dan Semenanjung Malaya. Keluarga Kolonel Zilkifli Lubis banyak di
Semenanjung Malaya. Surat kabar Nieuwe courant, 05-02-1947 yang mengutip dari
kantor berita Antara menambahkan bahwa K’toet Tantri punya rencana untuk
menulis di Amerika dan berbicara di radio tentang revolusi nasional di
Indonesia. Catatan: Kantor berita Antara, kantor berita Republiken di
Djakarta-Batavia yang dipimpin oleh Adam Malik dengan editornya Mochtar Lubis.
Sementara menunggu paspor
di Singapoera, K’toet Tantri tanpa diduga memiliki kesempatan berharga ke
Djokjakarta. Hal ini terjadi ketika Konsul Jenderal Mesir di Bombay (India)
melakukan kunjungan kenegaraan ke RI (di Djokjakarta) pesawat yang ditumpangi
mampir di Singapoera (lihat Nieuwe courant, 15-03-1947). Disebutkan yang
mengutip dari kantor berita Antara, bahwa ‘Konsul Jenderal Mesir di Bombay,
Moh. Abdoel Munim, telah tiba di Djokja dengan pesawat terbang carter. Dia
ditemani oleh komentator radio wanita terkenal K’toet Tantri, yang telah
menghabiskan beberapa waktu di Singapura. Munim membawa surat-surat dari pemerintah
Mesir dan Mohammed Ali Jinna, presiden Liga Islam di India, yang ditujukan
kepada Presiden Soekarno’.
Sekembalinya dari
Djokjakarta di Singapoera, K’toet Tantri akhirnya berangkat ke Amerika Serikat.
Selama di Amerika Serikat, K’toet Tantri tidak diam, dia memberikan kuliah di
universitas dan perkumpulan mahasiswi dimana dia mendesak dukungan untuk orang
Indonesia (lihat Twentsch dagblad Tubantia en Enschedesche courant en Vrije
Twentsche courant, 09-01-1950).
Setelah pengakuan kedaulatan
Indonesia oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, K’toet Tantri pulang
kampong ke Indonesia. Seperti diberitakan surat kabar Twentsch dagblad Tubantia
en Enschedesche courant en Vrije Twentsche courant, 09-01-1950, Muriel Stuart
Walker alias K’toet Tantri dengan samaran pada era perang revolusi ‘Suze van Soerabaja’
setelah tiba di Indonesia berharap untuk bertemu Presiden Soekarno di Djakarta
dan kemudian akan pulang kampong ke Bali. Foto yang ditampilkan di atas yang
beredar selama ini, kemungkinan besar adalah foto pertemuan itu (antara K’toet
Tantri dengan Presiden Soekarno) sebelum pulang kampong ke Bali.
K’toet Diah Tantri benar-benar pulang kampong ke
Bali. Muriel Stuart Walker telah meninggalkan Bali sejak awal pendudukan
militer Jepang, 1942. Itu berarti sudah delapan tahun tidak mendapat kabar dari
‘ayah’ dan ‘ibu’ di Bali.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Bali en Lombok Bode
Surat kabar bulanan Bali Adnjana dan Surya Kanta
sudah lama tiada. Tidak ada penerusnya. Surat-surat kabar yang terbit di
Soerabaja mencapai oplahnya hingga Bali khususnya di Singardja dan Denpasar.
Surat-surat kabar Soerabaja ada yang diterbitkan dalam bahasa Belanda dan juga
ada yang diterbitkan dalam bahasa Melajoe. Surat kabar Soerabaja ini juga
beredar hingga Lombok khususnya di Ampenan, Mataram dan Selong.
Surat
kabar berbahasa Malajoe yang terkenal di Soerabaja adalah Soeara Oemoem. Surat
kabar ini awalnya adalah surat kabar Bintang Timoer edisi Soerabaja (dan edisi
Semarang) sebagai perluasan jangkauan surat kabar Bintang Timoer yang terbit di
Batavia. Edisi Soerabaja diterbitkan tahun 1927 untuk lebih menggelorakan rencana
Kongres PPPKI (senior) bulan September 1928 dan Kongres Pemoeda (junior) bulan
Oktober 1928. Pemimpin dan redaktur utama surat kabar Bintang Timoer adalah
Parada Harahap (yang juga menjadi sekretaris PPPKI dan sekretaris Sumatranen
Bond). Untuk menyelenggarakan dua kongres tahun 1928 Parada Harahap meminta Dr
Soetomo sebagai ketua panitia, sedangkan komite Kongres Pemoeda Parada Harahap
merekomendasik Mohamad Jamin (Jong Sumatranen Bond) sebagai sekretaris dan Amir
Sjarifoeddin Harahap (Jong Bataksche Bond) sebagai bendahara. Untuk ketua komite Dr
Soetomo merekomendasikan Soegondo (ketua PPPI). Ketiga tokoh pemuda ini adalah
sama-sama Rechthoogeschool di Batavia. Dalam Kongres PPPKI 1928 pengurus baru
terpilih Dr Soetomo. Dalam rangka persiapan Kongres PPPKI di Solo tahun 1929.
Dr Soetomo bersama Dr Radjamin Nasoetion di Soerabaja mendirikan partai baru
yang diberi nama Partai Bangsa Indonesia (PBI). Surat kabar Bintang Tioer edisi
Soerabaja inilah yang kemudian menjadi surat kabar Soeara Oemoem pimpinan dan
redaktur Dr Soetomo yang juga sebagai organ dari PBI. Pada tahun 1931 Dr
Radjamin Nasoetion dengan kendaraan PBI terpilih menjadi anggota dewan kota
(Gemeenteraad) Soerabaja. Pada tahun 1935 PBI dan Boedi Oetomo bergabung (fusi)
dan terbentuk partai baru yang diseberi nama Partai Indonesia Raja (Parindra).
Pada tahun 1938 Dr Soetomo meninggal dunia, Pada tahun yang sama Dr Radjamin
Nasoetion menjadi anggota Volksraad mewakili dapil Oost Java (Parindra).
Surat kabar Soeara Oemoem selain memberitakan
kabar-kabar faktual juga menyuarakan keadilan dan kemerdekaan Indonesia.
Melalui surat kabar Soeara Oemoem ini, publik di Bali dan Lombok tercerahkan tentang
keadilan dan cita-cita kemerdekaan bangsa oleh para pejuang-pejuang di Jawa
khususnya di Soerabaja. Sementara itu, sejak 1920an putra-putri asal Bali sudah
banyak yang melanjutkan pendidikan di Oost Java khususnya di Soerabaja,
Probolinggo dan Malang.
Pada
era pendudukan Jepang, surat kabar Soeara Oemoem dibatasi. Oleh karena itu
berita-berita di Jawa khususnya juga kurang tersampaikan ke Bali dan Lombok.
Sebagaimana diketahui Jepang menyerah kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus
1945 yang lalu kemudian kemerdekaan Indonesia diproklamirkan di Djakarta pada
tanggal 17 Agustus 1945. Namun tidak lama kemudian datang menyusul Belanda-NICA
di belakang Sekutu-Inggris yang melakukan pelucutan senjata militer Jepang dan
pembebasan para interniran Eropa-Belanda. Dengan semakin menguatnya
NICA-Belanda di Batavia dan Soerabaja, maka NICA-Belanda mulai memasuki Bali
pada awal bulan Maret 1946. Sebagaiana sebelumnya ketika NICA-Belanda berhasil
menguasai Batavia langsung menerbitkan surat kabar (Het Dagblad terbit kali
pertama di Batavia. pada tanggal 23-10-1945) dan hal yang sama juga di
Soerabaja segera terbit surat kabar Nieuwe Courant (diperkirakan terbit pertama
pada akhir Desember 1945; edisi No 23 terbit pada tanggal 19 Januari 1946).
Surat kabar baru terbit kembali di Bali pada era
perang kemerdekaan (Belanda-NICA). Surat kabar berbahasa Belanda yang terbit di
Bali diberi nama Bali en Lombok Bode. Surat kabar lokal di Bali dan Lombok ini
paling tidak sudah terdeteksi pada awal Juni 1946 (lihat Het dagblad: uitgave
van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 14-06-1946). Dalam hal ini surat
kabar Het Daghblad di Batavia mengutip berita surat kabar Bali en Lombok Bode.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar