*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Barat di blog ini Klik Disini
Kota Singkawang adalah satu dari dua status Kota di provinsi Kalimantan Barat. Kota ini bera di utara khatulistiwa (utara Kota Pontianak). Kota ini dapat dikatakan yang bersifat mix population (beragam etnik dan beragam agama). Sebelum terbentuk Sambas, Singkawang sudah ada dengan nama yang disebut orangPortugis sebagai Hermata. Kota Singkawang dalam hal ini dapat dikatan kota kuno.
Lantas bagaimana sejarah Singkawang? Kota Singkawang terkesan kota kembar (sister city) dengan Kota Padang Sidempuan (ibu kota kabupaten Tapanuli Selatan). Dua kota ini mendapat status Kota pada tahun 2001. Tentu saja tidak hanya itu, di kabupaten Tapanuli Selatan terdapat nama kota pantai yang dikenal sejak dulu dengan nama Singkuwang (hanya beda satu huruf u). Lantas apakah ada kaitannya antara Singkawang dan Singkuwang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Singkawang di Pantai Barat Borneo dan Singkuwang di Pantai Barat Sumatra
Sambas sudah ada sejak lama. Menurut satu sumber pada tahun 1407 sudah ada komunitas Islam di Sambas, komunitas Islam yang berasal dari Tiongkok. Komunitas ini menjadi penting ketika Laksamana Haji Sam Po Bo menjadi Gubernur di Nang King pada era Dinasti Ming (1368-1645). Laksamana Haji Sam Po Bo kemudian menjadi Gubernur di Nan Yang (Asia Tenggara) menjadikan nama Sambas juga penting. Pada era inilah awal pengembangan Islam di Jawa (setelah berakhirnya Madjapahit). Singkat kata: Sambas bukanlah kota baru, tetapi terbilang kota kuno. Haji Sam Po Bo juga dikenal sebagai Cheng Ho.
Pada era Hindoe di pulau Kalimantan sudah terbentuk dua kerajaan yakni Nagara dan Koti. Kerajaan Nagara diduga berada di pantai selatan dan kerajaan Koti di pantai timur (Koetai). Pada tahun 1299 didirikan Kesultanan Aroe di sungai Baroemoen (Padang Lawas, Tapanuli Selatan). Kesultanan Aroe memiliki hubungan yang baik pada era Dinasti Ming (1368-1645). Pada 1336-1361 Kesultanan Aroe di Sumatra (Islam) memiliki armada laut di bawah komando Hang Tuah dan Hang Lekir yang head to head dengan Gajah Mada dari Madjapahit di Jawa (Hindoe).
Tidak diketahui secara pasti apakah penyebaran agama Islam ke pantai selatan atau pantai timur Kalimantan berasal dari Jawa atau dari pantai barat Kalimantan.Sebelum pengaruh Islam dari Tiongkok, agama Islam di Sumatra bagian utara dan Malaka sudah lebih dulu berkembang (dari Jazirah Arab) yang awalnya berpusat di Baroes (Tapanuli).
Dalam laporan Tiongkok disebutkan ada ekspedisi Tiongkok ke negeri-negeri di Samudera Barat dibawah pimpinan Laksamana Cheng Ho. Samudra Barat adalah lautan Hindia (pantai barat Sumatra). Eskpedisi ini jauh dari motif penaklukan, melainkan untuk tujuan hubungan politik internasional Tiongkok. Ekspedisi Cheng Ho ini sendiri dilakukan tujuh kali antara tahun 1405-1433) yang meliputi 20 tempat penting. Dalam laporan Ma Huan yang mengikuti ekspedisi Cheng Ho berjudul Ying Ya Sheng Lan (ditulis 1451) disebutkan bahwa Kesultanan Aru dan Kesultanan Lamuri (cikal bakal Kesultanan Aceh), raja dan semua penduduknya beragama Islam. Masih dalam laporan Tiongkok disebutkan lokasi Kerajaan Aru ini berada di muara sungai air tawar (fresh water estuary). Karakteristik sungai ini hanya sesuai dengan muara sungai Baroemoen.
Dalam tujuh kali ekspedisi Cheng Ho (1405-1433) yang meliputi 20 tempat penting diduga salah satunya adalah pelabuhan yang menghasilkan banyak kayu dan emas di pantai barat Sumatra di selatan Baros. Pelabuhan ini diduga kuat pelabuhan yang kemudian dikenal dengan nama Singkuang (kini di Tapanuli Selatan). Pada saat ini jika memperhatikan peta satelit, kota Singkuang (kabupaten Tapanuli Selatan) dan kota Singkawang (kabupaten Sambas) entah kebetulan berada pada garis lintang utara yang sama.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Singkawang: Era VOC hingga Era Pemerintah Hindia Belanda
Nama Sambas sudah lama ada, Lalu bagaimana dengan nama Singkawang (dan tentu saja Singkuang). Pada peta-peta Portugis nama kerajaan penting di pantai barat Borneo diidentifikasi adalah Hermata (lihat Peta 1601). Tidak ada nama Sambas.
Satu abad kemudian di pantai barat Borneo dua diantara kerajaan yang eksis adalah kerajaan Hermata dan kerajaan Sambas (lihat Peta 1724). Lokasi kerajaan Sambas telah berpindah lebih ke pedalaman jika dibandingkan sebelumnya. Besar dugaan sebelumnya kerajaan Hermata promosi sementara kerajaan Sambas degradasi (Oud Sambas) yang kemudian relokasi ke tempat yang baru (Nieuw Sambas) yang kembali setara dengan kerajaan Hermata.
Pasang surut kerajaan-kerajaan dalam kurun waktu lama. Surut atau pasang karena faktor perdagangan atau karena menang atau kalah dalam perang. Pengaruh asing (sebut misalnya Eropa-Portugis) dapat menyebabkan terjadinya kerajaan mengalami pasang surut apakah karena hubungan koperatif atau non koperatif.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar