Kamis, 02 September 2021

Sejarah Makassar (58): Sejarah Kolaka di Pantai Barat Semenanjung Tenggara Pulau Sulawesi Teluk Bone; Luwu Buton Banggai


 *Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini  

Apakah ada sejarah Kolaka? Tentu saja ada. Hanya saja kurang terinformasikan. Lantas mengapa tidak ada yang menulis sejarah Kolaka? Hal itu boleh jadi karena keterbatasan data. Memang sejarah adalah narasi fakta dan data. Namun sejarah Kolaka tetaplah menarik untuk diperhatikan dan narasikan dengan baik. Sebap pada masa kini wilayah Kolaka yang tempo doeloe sangat luas, kini terlah menjadi tiga wilayah kabupaten.

Wilayah Kolaka kini beradea di wilayah provinsi Sulawesi Tenggara dengan ibu kota di Kolaka. Kabupaten Kolaka kemudian demekarkan dengan membentuk kabupaten Kolaka Utara dan kemudian dimekarkan lagi dengan membentuk kbupaten Kolaka Timur. Nama Kolaka kini dijadikan sebagai nama kabupaten. Pada masa kini kabupaten Kolaka terdiri dari 12 kecamatan, yaitu: Toari, Baula, Kolaka, Latambaga, Pomalaa, Samaturu, Tanggetada, Watubangga, Wolo, Wundulako, Polinggona dan Iwoimendaa. Sementara itu kabupaten Kolaka Utara dengan ibu kota di Lasusua yang terdiri dari enama kecamatan, yaitu: Batu Putih, Kodeoha, Lasusua, Ngapa, Pakue dan Ranteangin. Sedangkan kabupaten Kolaka Timur dengan ibu kota di Tirawuta yang terdiri dari 12 kecamatan, yaitu: Ladongi, Lalolae, Lambandia, Loea, Mowewe, Poli Polia, Tinondo, Tirawuta, Uluiwoi, Dangia, Aere dam Ueesi.

Lantas bagaimana sejarah Kolaka.? Seperti disebut di atas sejarah Kolaka dapat dikatakan kurang terinformasikan. Yang jelas kini wilayah Kolaka terdiri dari tiga kabupaten, yaitu: kabupaten Kolaka, kabupaten Kolaka Utara dan kabupaten Kolaka Timur. Lalu bagaimana sejarah Kolaka secara keseluruhan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Kolaka: Riwayat Kerajaan Luwu

Pada dasarnya secara historis wilayah provinsi Sulawesi Tenggara yang sekarang, pada masa lampau meliputi tiga wilayah: Buton, Kolaka dan Konawe. Seperti disebut di atas, di wilayah Konawe terbentuk (kota) Kendari, sementara di wilayah Buton terdapat Kerajaan Buton (yang terkenal sejak zaman kuno), sedangkan di wilayah Kolaka penduduk berinteraksi dengan penduduk di perairan teluk dimana terdapat kerajaan kuno Kerajaan Luwu yang kemudian suksesinya Kerajaan Bone. Dalam hal ini wilayah Konawe berinteraksi dengan navigasi pelayaran perdagangan di (kerajaan Banggai) dan (kerajaan Ternate), wilayah Buton dengan (kerajaan Makassar) dan (kerajaan) Ternate (Maluku) dan wilayah Kolaka dengan (kerajaan Luwu) dan (kerajaan Bone).

Pada masa ini wilayah Konawe terbagi ke dalam beberapa kabupaten/kota (Kendari, Konawe, Konawe Selatan dan Konawe Kepulauaan). Di wilayah Buton terbagi ke dalam beberapa kabupaten kota (Bau-Bau, Buton, Muna dan Wakatobi plus Bombana). Di wilayah Kolaka terbagi ke dalam beberapa kabupaten (Kolaka, Kolaka Utara, Kolaka Timur plus Bombana). Seperti halnya di wilayah wilayah Maluku, Sulawesi bagian selatan dan Sulawesi bagian tengah, penduduk di wilayah semenanjung tenggara Sulawesi juga terdiri dari berbagai asal-usul penduduk (bahasa dan budaya). Di wilayah daratan provinsi Sulawesi Tenggara ini penutur bahasa Tolaki sangat tersebar (dengan enam dialek Mekongga, Rahambuu, Kodeoha, Konawe, Laromerui dan Waru).

Nama Kolaka sendiri, paling tidak baru diberitakan pada tahun 1903 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 11-04-1903). Disebutkan Sarasin, seorang ahli geografi mengujungin wilayah Kolaka untuk suatu penyelidikan ilmiah. Sarasin sendiri menyatakan bahwa wilayah (daratan) semenanjung tenggara Sulawesi ini kurang dikenal (nyaris tidak terinformasikan). Dalam hal ini dapat dikatakan Sarasin adalah orang asing pertama yang membuat wilayah ini dapat dikenal secara luas. Jauh sebelumnya di wilayah tengah pulau Sulawesi Kruijt dan Andriani sudah lama bekerja dan menghasilkan banyak tulisan (dan wilayah tengayh Sulawesi) sudah terinformasikan dengan baik). Perbedaan bahasa Tolaki dengan bahasa-bahasa lain dengan bahasa bertetangga sekitar 81-100 persen.

Lantas mengapa wilayah Kolaka kurang terinformasikan, Boleh jadi hal itu karena wilayah Kolaka berada selama ini berada di bawah bayang-bayang nama besar Buton dan Luwu. Sebagaimana diketahui nama Luwu dan Buton serta Banggai sudah dikenal secara luas dari zaman kuno sebagai pusat perdagangan yang penting (yang telah diidentifikasi dalam teks Negarakertagama, 1365). Dalam navigasi pelayaran perdagangan wilayah perairan (teluk Luwu/Bone) dan juga teluk Tomini yang dapat dikatakan tersembunyi dari navigasi pelayaran perdagangan internasional (sejak era Portugis dan VOC). Namun demikian, di wilayah Kolaka, secara domestik perngaruh Luwu dan Buton dapat dikatakan cukup intens.

Keberadaan wilayah Kolaka sudah pernah ditulis sebelumnya dalam suatu laporan ekspedisi geografi dan geologi dari arah timur. Suatu wilayah yang berbatasan dengan penduduk Mori (di pedalaman) Sulawesi bagian tengah dan penduduk Towotoe berbabahasa Bare’e (lihat Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1900). Nama Kolaka juga sudah disebut dalam laporan ekspedisi kelautan dari arah barat di teluk Bone dengan kapal Hr Ms Siboga (lihat Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1902). Ekspedisi ini disertai oleh pejabat setingkat Controleur di Luwu (Palopo) untuk penyelidikan awal lanskap Mengkoka.

Di teluk Mengkoka terdapat beberapa kampung yang cukup besar (yang terdiri dari sekitar 20 rumah) yang dihuni orang-orang Bone dan orang-orang Luwu serta orang-orang Toraja, yang dipimpin oleh (orang) Kolaka; beberapa pedagang Cina tinggal disini. Yang diimpor adalah beras, kain, minyak bumi, dan barang keperluan sehari-hari; sementara yang dikeluarkan dari wilayah ini adalah damar dan rotan. Lalu lintas pelayaran prahu cukup sibuk disini dari dan ke teluk Pau Pau dan Sindjai dan kota-kota yang lebih utara di sisi lain di teluk Boni. Perdagangan minuman jarang. Kadang-kadang perwakilan pangeran Boni datang ke Kolaka untuk mengatur bisnis, tetapi sebenarnya kepala kampung tidak di sana. Dalam laporan ini juga dihasilkan peta yang diberi judul Zuidkust Celebes. Golf van Boni. Vaarwaters naar de Mengkoka-baai (1904). Orang yang pertama memasuki wilayah pedalaman (Kolaka) diduga dalam hal ini adalah Sarasin.

Sejak kehadiran Sarasin di Kolaka, nama Kolaka mulai kerap disebut-sebut. Dalam berbagai laporan, sebagaimana dapat dibaca pada surat kabar De Preanger-bode, 28-12-1905 bahwa lanskap Mengkoka (Kolaka) meulai dari Poelang hingga Usu yang berada di bawah pengaturam Datu Luwu yang kemudian diambil alih Sulewatang (Bone) yang kemudian diserahkan kepada wakil Kolaka. Hal itu mengapa pangeran Bone menarik pajak di Mengkoka tetapi dengan sewenang-wenang. Setelah berakhirnya pera di Loewoe dengan pemerintah Hindia Belanda, Mengkoka dikembalikan kepada Loewoe. Sejak pemerintah Hindia Belanda menempatkan Asisten Residen di Sinjai situasi dan kondisi di teluk Mengkoka menjadi lebih tertata yang secara faktual diwakili oleh pejabat setingkat Controleur Loewoe di Palopo.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kolaka dari Waktu ke Waktu

 unggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar