*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Sejarah pantai timur Sumatra adalah bagian dari Sumatra bagian utara. Catatan Sumatra bagian utara sudah ada sejak era Ptolomeus abad ke-2 dan dikenal nama Barus hingga abad ke-7 (sumber impor kamper). Catatan pantai timur Sumatra tertua terdapat dalam prasasti-prasasti abad ke-7 (seperti prasasti Kedoekan Boekit 682 M), kemudian prasasti Laguna 900 M dan prasasti Tanjore 1030 M. Catatan pantai timur Sumatra semakin kaya dengan prasasti-prasasti berikutnya plus candi-candi serta laporan orang Moor, Italia, Arab, Tiongkok dan Jawa plus Portugis. Dalam konteks inilah muncul nama-nama di pantai barat (semeanjung) Malaya, dari nama Kadaram hingga nama Malaysia.
Lantas bagaimana sejarah pantai timur Sumatra dari masa ke masa? Seperti disebut di atas, sejarah di kawasan adalah berasal dari sejarah kuno, dan bahkan masih eksis. Kawasan ini tidak hanya strategis ke selatan (Palembang) juga ke utara di Atjeh (Pasai) dan tentu saja di Malaka (Semenanjung Malaya). Lalu bagaimana sejarah pantai timur Sumatra dari masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..
Pantai Timur Sumatra dari Masa ke Masa: Kadaram, Muar, Malaka, Melayu, Malaya, Malay, Malaysia
Dalam teks Negarakertagam (1365) disebut nama-nama yang diduga di pantai timur Sumatra antara lain: Rokan, Mandailing, Padang Lawas/Aru dan Pane (semuanya di wilayah Tapanuli bagian selatan) plus di pantai barat Barus. Nama tempat lainnya di utara adalah Kampe, Tamiang, Perlak, Samudra dan Lamuri, sementara di selatan antara lain Siak, Kandis, Kampar, Karitang dan Jambi. Di pantai barat Semenanjung antara lain Muar, Klang dan Kedah.
Dalam prasasti Tanjore (1030 M) nama-nama tersebut di atas ada juga yang mirip yakni Kadaram (Kedah) dan Lamuri. Nama-nama lainnya adalah Pane dan Mandailing, Nama-nama lain yang disebutkan di sekitar Padang Lawas adalah Torgamba, Angkola, Langgapayung, Binanga, Sunggam, Malaiur, Sipalpal, Limbong dan Mandurana. Dalam prasasti Kedoekan Boekit (682 M) disebut nama Miannga yang diduga Binanga; yang juga disebut dalam prasasti Laguna (900 M) dengan nama Binwangan. Dalam prasasti Batugana (abad ke-12 hingga abad ke-14) disebutkan nama-nama tempat antara lain Batugana di Padang Lawas dan Darmasraya di hilir dan Pane.
Nama (pasar) Muar dan Klang adalah nama baru di Semenanjung Malaya. Besar dugaan nama Muar merujuk pada nama Moor (orang Moor beragama Islam dari Afrika Utara/laut Mediterania) dan Kalang merujuk pada nama Keling (India). Seorang utusan Moor disebutkan berkunjung ke selat Malaka tahun 1345 diduga ke Samudara dan Muar. Sampai sejauh ini tidak terdapat nama Malaka.
Sepeeri halnya nama Barus (yang dicatat sejak abad ke-2) di pantai barat Sumatra, nama yang terbilang tua di pantai timur Sumatra adalah Binanga dan Pane. Besar dugaan bahwa jarak antara Barus dan Binanga tidak terlalu jauh yang diantaranya terdapat wilayah kerajaan. Dalam hal ini Barus adalah pelabuhan pantai barat dan Binanga adalah pelabuhan pantai timur Sumatra. Binanga saat itu berada di muara sungai Barumun dan di sungaii yang lain di Pane. Nama Barumun juga dapat dikaitkan dengan nama Haru./Aru.
Dalam catatan Tiongkok (abad ke-10 hingga abad ke-15) disebutkan nama San-fo-ts'i dan Che-li-foche. Nama San-fo-ts'i diduga adalah Tambusai yang dipertukarkan dengan nama Rokan dan Che-li-foche yang diduga nama Silo Pasai (yang dipertukarkan dengan nama Samudra). Silo kini berada di Simalungun dan Pasai di Atjeh (di utara Taamiang dan Kampe). Kamper sendiri di Deli.
Dalam catatan Tiongkok lainnya pada abad ke-15 Ma Huan (era Cheng Ho) menyebut nama-nama utusan kerajaan yang berkunjung ke Tiongkok antara lain Samudara, Aru dan Malaka. Dalam hal ini nama Malaka adalah nama baru (di semenanjung Malaya). Berdasarkan sumber lain raja pertama Malaka adalah Parameswara yang relokasi dari Palembang pada tahun 1403. Besar dugaan relokasi ini karena serangan Madjapahit pada era Patih Gadjah Mada. Sebelum muncul kerajaan Madjapahir diduga telah terjalin hubungan natara Singhasasri dan Padang Lawas. Hal ini karena ada candi yang mirip di Padang Lawas dengan di Singasari. Radja terkenal Singhasari adalah Kertanegara.
Dalam catata Portugis Mendes Pinto yang pernah berkunjung ke Kerajaan Aru Batak Kingdom tahun 1537 menyebut kerajaan Aru pernah menyerang Malaka dan orang di Malaka selalu takut kepada pasukan Aru. Nama lain yang disebut Mendes Pinto adalah Pahang. Pada saat kunjungan Mendes Pinto, kerajaan Aru tengah berperang dengan Atjeh. Kerajaan Aru balas dendam karena dua putra raja terbunuh di Nakur (Nagur, Simalungun) dan Lingga, Karo). Kerajaan Malaka sendiri ditaklukkan Portugis pada tahun 1511.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kadaram, Muar, Malaka, Melayu, Malaya, Malay, Malaysia: Kerajaan Srieijaya hingga Kerajaan Aru
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar