*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini
Bahasa menunjuk bangsa. Itulah pepatah lama.
Salah satu Bahasa di Nusantara/Indonesia adalah Bahasa Melayu. Bahasa
Minangkabau tidak disebut Bahasa Melayu. Tetapi Bahasa Minangkabau yang bertetangga
dengan Bahasa Batak/Angkola Mandailing di utara dan Bahasa Kerinci di selatan. Bahasa
Melayu di Indonesia memiliki delapan puluh tujuh dialek. Tujuh dialek berada di
wilayah Jambi: Tanjung Jabung Timur, Kota Jambi, Muarajambi, Batanghari, Tebo, Bungo,
Sarolangun, dan Marangin.
Menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, di wilayah Bangka Belitung terdiri atas lima dialek; Sumatra Selatan sembilan dialek; DKI Jakarta terdiri atas dua dialek; Jawa Barat satu dialek, yaitu dialek Betawi; Bali hanya satu dialek; NTB juga mempunyai satu dialek; Kalimantan Timur terdiri atas tujuh dialek; Kalimantan Tengah tiga dialek; Sulawesi Utara terdiri atas satu dialek; Maluku Utara terdiri atas dua dialek; Maluku terdiri atas empat dialek; Sumatra Utara terdiri atas 11 dialek, Riau terdiri atas satu dialek, yaitu dialek Pesisir dan di wilayah Kepulauan Riau terdiri atas 15 dialek. Di wilayah Lingga, Kepulauan Riau terdiri dari dialek-dialek: Rejai; Kecamatan Senayang; Posek di kecamatan Kepulauan Posek, Merawang di kecamatan Lingga, Berindat-Sebelat di Kecamatan Singkep Pesisir. Secara dialektometri, persentase perbedaan antardialek berkisar 51%—80%. Dua dialek bahasa Melayu di Sumatra Utara adalah dialek Muara Sipongi (Tapanuli Selatan) dan Sungai Sakat (Labuhan Batu),.
Lantas bagaimana sejarah bahasa Jambi, bahasa Melayu dialek O era bahasa Batak Kuno? Seperti yang disebut di atas, Bahasa Melayu di wilayah Jambi adalah bagian dari sebaran Bahasa Melayu. Satu yang khas Bahasa Melayu di Jambi (dan di Palembang) dituturkan dengan menggunakan fonetik o. Mengapa? Apakah ada pengaruh Jawa atau Minangkabau pada era Bahasa Batak Kuno? Lalu bagaimana sejarah bahasa Jambi, bahasa Melayu dialek O era bahasa Batak Kuno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Bahasa Jambi, Bahasa Melayu Dialek O Era Bahasa Batak Kuno; Pengaruh Minangkabau atau Pengaruh Jawa?
Perubahan fonetik pada sejumlah kosa kata bahasa-bahasa di Sumatra terjadi pada bahasa Melayu di Palembang, Jambi dan Minangkabau. Ini berbeda dengan di wilayah penutur bahasa Melayu seperti di Siak dan (kep. Riau). Namun ada pergeseran a menjadi e untuk wilayah penutur bahasa Melayu lainnya seperti semenanjung Malaya. Berdasarkan catatan bahasa terawal yang terdapat pada prasasti umumnya bahasa Melayu (suksesi bahasa Sanskerta) menggunakan fonetik a. Dalam perkembangannya di Jawa, fonetik o muncul. Besar dugaan pengaruh o di Sumatra berasal dari Jawa.
Sebelum
terbentuknya bahasa Melayu, seperti yang terdapat dalam prasasti-prasasti awal
penggunakaan bahasa Sanskerta sangat umum (sebagai lingua franca). Dalam
prasasti Kedoekan Boekit (682 M) bahasa yang digunakan adalah bahasa Sanskerta
dan bahasa Batak sementara bahasa yang digunakan dalam prasasti Sojomerto
(akhir abad ke-7) menggunakan bahasa Sanskerta dengan campuran yang diduga
berasal dari Jawa. Pada masa itu umum terjadi dwibahasa (bahasa lingua franca
dan bahasa daerah, seperti masa ini lingua franca Bahasa Indonesia dengan
bahasa daerah). Campuran bahasa Sanskerta dan bahasa-bahasa daerah inilah
kemudian membentuk bahasa Melayu sebagai lingua franca baru (ibarat masa kini
Bahasa Indonesia menjadi lingua franca baru menggantikan bahasa Melayu).
Dalam sejarahnya, bahasa-bahasa di Jawa tidak semua dengan fonetik o, misalnya di wilayah berbahasa Sunda, dan wilayah berbahasa Bali dan Madura. Di wilayah penutur bahasa Jawa sendiri tidak semuanya menggunakan o, ada juga yang menggunakan a (terutama di wilayah feri-feri di barat, di timur, dan di utara.). Besar dugaan sejak dari awal penggunaan o ini terdapat di pedalaman Jawa (wilayah Mataram Kuno dan Kediri).
Adanya
pelafalan kosa kata dalam bahasa Melayu dengan menggunakan o dan e diduga
adalah pengaruh bahasa (dialek) daerah terhadap bahasa lingua franca. Seperti
disebut di atas, pengaruh o di bahasa Melayu dialek Jambi dipengaruhi oleh
bahasa daeraj Jawa. Demikian juga penggunaan e dalam bahasa Melayu juga dipengaruhi
oleh bahasa daerah seperti di beberapa wilayah di Semenanjung dan Betawi. Oleh
karena itu, bahasa Melayu awal adalah menggunakan a sesaui dengan bahasa
Sanskerta (yang menjadi cikal bakalnya). Perbedaan diantara bahasa daerah misalnya
antara bahasa Batak dan bahasa Jawa, dengan terbentuknya aksara ditulis dengan
fonetik a, tetapi di Jawa diucapkan dengan o (pola ini umum di berbagai bahasa-bahasa
asing seperti bahasa Inggris ditulis a tetap adakalnya diucapkan dengan e)
Bahasa Batak yang di zaman dulu diperkaya oleh bahasa Sanskerta, dalam pekermbangannya hanya sedikit bahasa asli Batak dipengaruhi oleh bahasa Sanskerta/bahasa Melayu. Namun pengaruh bahasa asli Minangkabau tidak hanya dipengaruhi bahsa Sanskerta tetapi juga oleh bahasa Melayu. Penggunaan o pada sejumlah kosa kata Minangkabau diduga pengaruh yang mirip seperti yang dialami bahasa Melayu di wilayah Jambi. Dalam hal ini bahasa asli Minangkabau dipengaruhi oleh bahasa Sanskerta, bahasa Melayu dan juga bahasa Jawa. Hal itulah yang menyebabkan ada perbedaan antara bahasa Jambi dengan bahsa Minangkabau. Meski demikian, kosa kata asli Minangkabau masih dapat dikenali.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pengaruh Minangkabau atau Pengaruh Jawa: Bahasa-Bahasa di Sumatra
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar