*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini
Hanya ada beberapa prasasti kuno di pulau
Sumatra, yang diduga berasal dari abad ke-7. Dua yang penting adalah prasasti
Kedoekan Boekit (682 M) dan prasasti Talang Tuwo (684). Dua prasati ini
ditemukan di kota Palembang yang sekarang. Satu prasasti penting lainnya adalah
prasasti Kota Kapur di pantai barat pulau Bangka (686 M). Dalam hubungan ini
ada tiga prasasti lagi, yang diduga berasal dari abad ke-7, yakni prasasti Karang
Brahi, Bangko (Jambi), prasasti Telaga Batur (Palembang) dan prasasti Palas
Pasemah (Lampung). Isi tiga prasasti terakhir mirip denga nisi prasasti Kota
Kapur. Oleh karena itu prasasti di kampong Palas Pasemah juga diduga berasal
dari abad ke-7.
Prasasti Palas Pasemah adalah sebuah prasasti pada batu peninggalan Sriwijaya, ditemukan di Palas Pasemah, di tepi Way (Sungai) Pisang, Lampung. Ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno sebanyak 13 baris. Meskipun tidak berangka tahun, tetapi dari bentuk aksaranya diperkirakan prasasti itu berasal dari akhir abad ke-7 Masehi. Isinya mengenai kutukan bagi orang-orang yang tidak tunduk kepada Sriwijaya. Batu ini ditemukan oleh warga desa pada 5 April 1956 di Kali Pisang, anak sungai Way Sekampung, Desa Palas Pasemah, Kabupaten Lampung Selatan. Pada tahun 1979, Prof. Dr. Buchari, seorang ahli benda benda bersejarah, tulisan kuno yang ada di batu itu merupakan prasasti peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya (artikelnya "An Old Malay Inscription of Srivijaya at Palas Pasemah (South Lampung)". Isi prasasti tersebut mirip dengan prasasti kutukan lainnya seperti Prasasti Karang Brahi (Jambi) dan Prasasti Kota Kapur (Bangka). Isi: Salam, hormat kepada semua dewa, yang maha kuat, yang melindungi Sriwijaya. Hormat juga kepada Tadrum Luah, dan semua dewa yang mengawasi sumpah kutukan ini. Jika ada orang atau rakyat di bawah kekuasaanku, yang tunduk pada kerajaan, memberontak, berkomplot dengan pemberontak, bicara dengan pemberontak, tahu pemberontak, tidak tunduk takzim dan setia padaku dan pada mereka yang telah dinobatkan sebagai datu. Orang-orang tersebut akan terbunuh oleh sumpah kutukan ini. Kepada penguasa Sriwijaya, diperintahkan untuk menghancurkannya. Mereka akan dihukum bersama seluruh anggota marga dan keluarganya. Orang yang berniat buruk, yang membuat prang menghilang, membuat orang sakit, membuat orang gila, mengucapkat jampi-jampi, meracuni orang dengan upas dan tuba, dengan racun yang terbuat dari akar-akaran dan tanaman merambat, menjalankan ilmu pengasih (supaya orang jatuh cinta), biarlah mereka dijatuhkan dari keberuntungan dan dibenci masyarakat, karena berlaku buruk. Tetapi, mereka yang patuh dan setia kepadaku dan mereka kunobatkan sebagak datuk akan memperoleh segala keberuntungan dalam usahanya, termasuk marga dan keluarga mereka. Sukses itu memberi sejahtera, sehat, aman yang berlimpah kepada negara (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah prasasti di kampong Palas Pasemah daerah aliran sungai Pisang, hulu sungai Way Sekampung Lampung? Seperti disebut di atas, prasasti ini didga berasal dari abad ke-7 (era Sriwijaya). Kampong Palas Pasemah sendiri kini berada jauh di belakang pantai di pedalaman. Dalam hal ini menarik diperthatikan bagaimana situasi dan kondisi geomorfologis wilayah pada abad ke-7 termasuk di Lampung. Lalu bagaimana sejarah prasasti di kampong Palas Pasemah daerah aliran sungai Pisang, hulu sungai Way Sekampung Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Prasasti di Kampong Palas Pasemah, Sungai Pisang Way Sekampung Lampung; Geomorfologis Wilayah Abad ke-7
Prasasti Palas Pasemah Lampung belum lama ditemukan. Baru ditemukan pada tahun 1856. Oleh karena itu, prasasti Palas Pasemah belum dianalisis dan dinarasikan oleh para peneliti pada era Pemerintah Hindia Belanda. Namun sebelum membicarakan prasastinya, ada baiknya mendeskripsikan wilayah kampong Palas Pasemah di Lampoeng. Kampong Palas Pasemah ini kini dikenal di daerah aliran sungai Way Pisang, salah satu cabang sungai Way Sekampong di hulu.
Palas adalah sejenis palem (lihat Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1898). Nama geografi menggunakan palas antara lain Tandjoeng Palas di Boeloengan (lihat De Indische mercuur; orgaan gewijd aan den uitvoerhandel, jrg 32, 1909); nama pulau di Indragiri, Poeloe Palas (lihat Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie, Onder redactie van S. de Graaff en D.G. Stibbe, met medewerking van W. C. B. Wintges, 1916); nama sungai Soegei Palas (lihat De Indische mercuur; orgaan gewijd aan den uitvoerhandel, 1939).
Dalam Peta 1924 diidentifikasi sungai way Sekampoeng, dimana sungai way Pisang bermuara ke sungai tersebut. Kawasan muara sungai way Pisang ini adalah rawa yang sangat luas (Rawa Sragi). Di hulu sungai way Sekampoeng di utara terdapat sejumlah kampong. Demikian juga di arah hulu sungai way Pisang di arah barat daya juga terdapat sejunlah kampong. Hulu sungai way Pisang sedniri di gunung Radja Basa. Tempat utama di sekitar Kawasan gunung Radja Basa adalah kota Kalianda di pantai.
Dengan
membandingkan dengan peta masa kini, sungai way Pisang tampaknya telah
mengecil. Pada tahun 1924 sungai way Pisang masih dapat dinavigasi dari
laut/sungai way Sekampoeng hingga mendekati lereng gunung Radja Basa dimana
terdapat perkampongan. Mengapa kini sungai way Pisang mengecil dan tidak bisa
dinavigasi? Secara geomorfologis, daerah aliran sungai way Pisang telah terjadi
proses sedimentasi jangka panjang, dasar sungai telah mendangkal. Proses sedimentasi
di Kawasan rawa di daerah aliran sungi way Pisang telah membentuk daratan baru,
yang dari waktu ke waktu semakin meninggi (pelapukan vegetasi). Kini daerah
aliran sungai yang menjadi daratan terbentuk kampong-kampong baru hingga kini.
Tampaknya perkampongan di daerah aliran sungai way Pisang adalah kampong-kampong baru pada masa kini. Pada Peta 1924 kawasan perkampongan baru itu diidentifikasi sebagai kawasan rawa. Ketinggian permukaan tanah di sekitar muara sungai way Pisang kira-kira empat meter dpl. Suatu daratab rendah, yang biasanya daerah rawa-rawa. Sulit membayangkan dimana kini terbentuk kampong Palas Pasemah pada era zaman kuno abad ke-7 sebagai suatu darata. Besar dugaan pada masa itu kawasan kampong/desa Palas Pasemah masih perairan/laut. Lantas bagaimana di desa Palas Pasemah ditemukan prasasti yang berasal dari abad ke-7. Sayang sekali, bagaimana proses penemuan prasasti itu ditemukan tidak terinformasikan.
Secara geomorfologi gunung Radja Basa adalah suatu pulau pada masa lampau. Siatu pulau yang menjadi gugus pulau-pulau yang menghubungkan pulau Sumatra dan pulau Jawa. Oleh karena, jika terdapat prasasti di kawasan yang berasal dari abad ke-7 haruslah terkait dengan daratan pulau (gunung Radja Basa). Besar dugaan kerajaan atau pusat peradaban awal di Kawasan berada di sekitar lereng gunung Radja Basa. Patut dipertanyakan posisi awal prasasti pada abad ke-7 ada di kamping Palas Pasemah.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Geomorfologis Wilayah Abad ke-7: Pantai Timur Sumatra dan Pantai Utara Jawa
Gunung Radja Basa adalah gunung berapi. Aktivitas gunung Radja Basa dari masa ke masa diduga kuat telah mempengaruhi situasi dan kondisi geomorfologi di di wilayah sekitar (afdeeling Katimbang dengan ibu kota Kalianda). Gunung Radja Basa bentuknya bulat (kerucut) yang dapat memuntahkan lahar dan menyemburkan debu vulkanik ke segala arah dalam radius tertentu. Oleh karenanya di sekitar lingkaran Kawasan gunung Radja Basa pembentukan permukaan bumi dari batuan andesit.
Seperti diperlihatkan pada Peta 1931 (peta geologi) di sisi utara gunung Radja Basa terdiri dari lapisan pemukaan bumi (tuff) yang merupakan pembekuan lapisan debu vulkanik. Sementara di sisi selatan gunung Radja Basa adalah perairan dalam (laut) sehingga debu vulkanik mengendap di dasar laut atau tergerus ke tempat lain. Pada Kawasan yang lebih jauh dari gunung Radja Basa kea rah utara di daerah aliran sungai way Pisang terdiri kawasan tanah alluvial (sedimen). Dalam hal ini erosi yang terjadi di Kawasan andesit dan tuff telah mempengarhi Kawasan perairan zaman dulu di sekira kampong Palas Pasemah. Peta geologi 1931
Seperti disebut di atas, wilayah kampong/desa Palas Pasemah dimana sungai way Pisang bermuara di sungai way Sekampoeng diduga awalnya adalah perairan/laut di dalam suatu teluk besar (sementara Kawasan gunung Radja Basa adalah suatu pulau besar di kawasan). Sebagai sebuah teluk, ke dalam teluk ini bermuara sungai-sungai termasuk sungai way Pisang dan sungai Sekampoeng. Wilayah yang dulu berupa teluk di utara gunung Radja Basa lambat laun terjadi proses sedimentasi akibat massa padat berupa lumpur dan sampah vegetasi yang dibawa sungai ke teluk lalu menjadi rawa kemudian menjadi daratan. Oleh karenanya garis pantai di kawasan pada masa kini berbeda dengan di masa lampau apalagi di zaman kuno abad ke-7.
Dengan memperhatikan sejarah gemorfologis wilayah kampong Palasa Pasemah berdasarkan peta-peta goegrafis dan peta-peta geologis, besar dugaan kawasan dulunya adalah suatu teluk besar. Teluk ini tentu sangat bagus untuk kebutuhan navigasi karena terlindung dari ombak laut Jawa/laut China Selatan. Teluk sebagai wilayah navigasi dan seputar gunung Radja Basa adalah tanah-tanah subur yang menghasilkan produk pertanian. Besar dugaan di kawasan gunung Radja Basa yang dulunya adalah suatu pulau kemudian terhubung dengan daratan pulau Sumatra terdapat suatu kota yang penting. Jika kita percaya prasasti Palas Pasemah dibuat di wilayah itu, maka di satu sisi posisi awal prasasti tidak berada di kampong Palas Pasemah tetapi di tempat lain. Bagaimana prasasti dipindahkan atau berpindah ke tempat dimana kini terbentuk daratan dimana kampong Palas Pasemah berada?
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar