*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini
Hari Pers Nasional (HPN) diselenggarakan tiap tanggal 9 Februari bertepatan dengan hari ulang tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) berdasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1985. Disebutkan Hari Pers Nasional kali pertama dicetuskan pada Kongres PWI ke 28 di Padang tahun 1978. Tahun ini Hari Pers Nasional akan diadakan di Medan. Itu berarti beberapa hari ke depan. Tema Hari Pers Nasional 2023 adalah 'Pers Merdeka, Demokrasi Bermartabat'. Peringatan Hari Pers Nasional 2023 di Medan akan diselenggarakan dengan sejumlah kegiatan 7-12 Februari 2023. Maskot Hari Pers Nasional 2023 adalah Harimau, fauna Sumatera yang dilindungi.
Pers adalah badan yang membuat penerbitan media massa secara berkala. Secara etimologis, pers (Belanda), press (Inggris), presse (Prancis), berasal dari bahasa Latin, perssare dari kata premere, yang berarti “tekan” atau “cetak”, secara terminologis adalah “media massa cetak” atau “media cetak”. Media massa, menurut Gamle & Gamle adalah bagian komunikasi antara manusia (human communication), dalam arti, media merupakan saluran atau sarana untuk memperluas dan memperjauh jangkauan proses penyampaian pesan antar manusia. Dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan meyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia. Pers Indonesia dimulai sejak dibentuknya kantor berita Antara didirikan tanggal 13 Desember 1937 sebagai kantor berita perjuangan dalam rangka perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia. Kantor berita Antara didirikan oleh Soemanang, AM Sipahoentar, Adam Malik dan Pandu Kartawiguna (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah Pers, Hari Pers dan Bapak Pers Indonesia? Seperti disebut di atas, ‘pers’ (bahasa Belanda) adalah tentang persuratkabaran. Hari Pers Nasional ditetapkan tanggal 9 Februari dan sudah pula ditetapkan siapa yang menjadi Bapak Pers Indonesia. Mulai hari ini hingga beberapa hari ke depan akan dideskripsikan sejarah pers di Indonesia dari masa ke masa sejak Era VOC hingga ini hari. Lalu bagaimana sejarah pers, hari pers dan bapak pers Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Pers, Hari Pers dan Bapak Pers Indonesia; Pers di Indonesia Masa ke Masa Sejak Era VOC hingga Ini Hari
Apa sesungguhnya esensi pers dan sejarah? Seperti yang pernah dikatakan Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda tahun 1897 pendidikan da, jurnalistik sama pentingnya, sama-sama mencerdaskan bangsa. Dalam hal ini esensi pers adalah suatu pemberitaan yang bertanggung jawab, sumber berita yang terkonfirmasi kebenarannya yang menggunakan prinsip dan etik jurnalistik yang benar dan baik. Benar artinya valid, baik artinya santun. Bagaimana dengan sejarah itu sendiri? Sejarah adalah narasi fakta dan data, yakni suatu hal yang ada dan kejadian yang benar-benar terjadi serta data yang bersifat empirik (valid, dapat dibuktikan dan sumbernya dapat diakses).
Sehubungan dengan pers Indonesia, pers di Indonesia dan hari pers Indonesia
serta penetapan bapak pers Indonesia, bagaimana hal itu dapat dibingkai dari perspektif
pers itu sendiri (prinsip dan etik) dan narasi sejarah yang ditulis, Dalam hal
ini pers secara prinsip merdeka, tetapi secara etik kebebasan pers tidak berarti
memberitakan sebebas-bebasnya yang mengabagaikan prinsip pers itu (pers yang
bertanggungjawab). Lalu apakah dalam hal ini sejarah pers ini telah ditulis
sesuai prinsip dan etika ilmu sejarah yang notabene memiliki kesamaan prinsip
dan etika pers.
Tema hari pers tahun ini yang diadakan di Medan tanggal 9 Februari 2023 mengusung 'Pers Merdeka, Demokrasi Bermartabat'. Apakah tema tahun ini ingin menguji soal pers masa kini, pers era digital zaman Now. Tema ini juga dapat ditujukan pada sejarah per situ sendiri. Puncak peringatan hari pers nasional tanggal 9 Februari adalah satu hal, lalu apakah tanggal itu dapat dipertanggungjawabkan sebagai hari lahir pers Indonesia, hari dimana pers Indonesia bermula (lahir atau wujud). Apakah demokrasi masih bermartabat jika narasi sejarah pers sendiri dibangun sebebas-bebasnya dengan mengabaikan fakta dan data sejarah. Dalam hal inilah arti penting Hari Pers tahun ini, yang mengusung tema 'Pers Merdeka, Demokrasi Bermartabat' yang menjadi pemicu soal ujian tentang kegiatan pers dan tentang sejarah pers.
Penetapan Hari Pers Nasional, yang memang baru ditetapkan tahun 1985,
hanya didasarkan pada hari kelahiran organisasi wartawan Indonesia (Persatoean
Wartawan Indonesia=PWI) dimana PWI dibentuk pada tanggal 9 Februari 1946. Ada
kesalahan prinsip dalam penetapan hari pers nasional ini jika dan hanya jika
merujuk pada kelahiran oraganisasi wartawan Indonesia PWI. Sebab hari pers
nasional, hari bermula pers nasional (baca: Indonesia) haruslah bersifat unik,
terdahulu dan hal itu dapat dibuktikan (absolute). Sementara organisasi wartawan
Indonesia hanyalah salah satu (kemungkinan) dari organisasi para wartawan (relative).
Lantas apakah PWI yang pertama? Iya memang betul setelah proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Pertanyaan yang sama, lalu apakah PWI yang pertama setelah era reformasi
(1998)? Fakta bahwa sebelum bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan sudah
ada organisasi wartawan Indonesia pada era Pemerintah Hindia Belanda yang
diberi nama Persatoean Djoernalis Indonesia (PERDI). Bukankah esensi PWI sama
dengan PERDI, yang membedakan masa kelahirannya, bahwa yang satu mendahului
yang lainnya.
Hari pers nasional adalah satu hal, hari kelahiran organisasi wartawan adalah hal lain lagi. Adanya pers haruslah mendahului terbentuknya organisasi wartawan. Seperti yang dikutip di atas dari Wikipedia, pers adalah badan yang membuat penerbitan media massa secara berkala. Dalam UU No 40/1999 tentang Pers, dinyatakan pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Sementara dalam UU No 40/1999 organisasi pers dinyatakan adalah
organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. Dalam hal ini dibedakan
wartawan dengan perusahaan pers. Dalam hubungannya dengan (penetapan) hari pers
nasional, apakah masih relevan dengan hari kelahira organisasi wartawan PWI.
Bukankah juga pada era Pemerintah Hindia Belanda sudah terbentuk organisasi
perusahaan pers Indonesia?
Dalam kaitan hari pers nasional ini, nama bapak pers Indonesia juga mengundang pertanyaan. Memang soal bapak pers nasional tidak dinyatakan dalam UU No 40/1999, tetapi penetapan siapa bapak pers nasional juga sebenarnua mengindikasikan symbol-simbol pers itu sendiri seperti halnya hari lahir pers nasional.
Di dalam Wikipedia disebutkan pada 1973, pemerintah mengukuhkan nama Tirto
Adhi Soerjo sebagai Bapak Pers Nasional. Sebagaimana kemudian diketahui pada
tanggal 3 November 2006, Tirto Adhi Soerjo mendapat gelar sebagai Pahlawan
Nasional melalui Keppres RI no 85/TK/2006. Penetapan bapak pers nasional adalah
suatu hal, penetapan siapa yang mendapat gelar pahlawan nasional adalah hal
lain lagi. Siapapun bisa mendapat gelar pahlawan nasional, tentu saja dari
kalangan tokoh wartawan, termasuk Tirto Adhi Soerjo. Akan tetapi mengapa Tirto
Adhi Soerjo dijadikan sebagai bapak pers nasional tidak memiliki dasar yang
kuat. Seperti halnya PERDI vs PWI, disebut bapak haruslah yang memiliki
kapasitas untuk itu, meski tidak harus yang pertama, tetapi yang namanya bapak
haruslah yang pertama dibanding bapak-bapak yang lainnya yang dapat dijadikan
sebagai Bapak.
Okelah. Lantas apakah hari pers nasional dan nama bapak pers Indonesia bisa dibatalkan? Satu yang jelas bahwa penetapan hari pers nasional didasarkan pada narasi sejarah pers nasional. Demikian juga penetapan nama bapak pers nasional berdasarkan pada narasi sejarah tokoh pers nasional. Apakah dalam hal ini Tirto Adhi Soerjo adalah seorang tokoh pers nasional? Tentu saja hal itu tidak dapat ditolak, Fakta bahwa Tirto Adhi Soerjo adalah seorang tokoh pers orang pribumi. Tirto Adhi Soerjo adalah salah satu tokoh pers awal, tetapi bukan yang terawal.
Oleh karena penetapan hari pers nasional dan penetapan bapak pers
nasional merujuk pada narasi sejarah, maka dalam hal ini apakah narasi sejarah
yang ditulis telah benar? Dalam dunia sejarah sendiri, sebagaimana sejarah
adalah narasi fakta dan data, maka narasi sejarah dapat ditolak dan kemudian
narasi sejarah diperbaiki sehingga narasi sejarah menggambarkan yang sebenarnya,
menggambarkan fakta yang ada dan menggambarkan data yang dapat dibuktikan.
Dalam kegiatan peringatan hari pers nasional yang jatuh pada tanggal 9 Februari
2023 ini apakah masih relevan hari pers nasional ditetapkan pada tanggal itu,
yang sebenarnya hari lahir PWI, bukan hari lahir pers nasional (Indonesia).
Catatan: pada masa ini organisasi wartawan tidak hanya PWI. Berdasarkan daftar yang
diakui oleh Dewan Pers, organisasi wartawan Indonesia juga ada nama Aliansi
Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Pewarta
Foto Indonesia (PFI).
Sesuai tema hari pers nasional yang sekarang yang diadakan di Medan tanggal 9 Februari 2023 dengan tema 'Pers Merdeka, Demokrasi Bermartabat', lalu apakah penetapan hari pers nasional tanggal tersebut masih valid? Yang jelas pers medeka adalah satu hal, dan demokrasi bermartabat adalah hal lain lagi.
Tema
hari pers tersebut ('Pers Merdeka, Demokrasi Bermartabat') tampaknya tidak ada
kaitannya dengan sejarah pers itu sendiri. Namun harus diingat pers merdeka ada
sejarah, demikian juga demokrasi bermartabat ada sejarahnya sendiri. Apakah
dalam hal ini demokrasi bermartabat dalam konteks PWI vs AJI saja? Pers merdeka
dalam kaitannya bebas menentukan kapan hari pers itu sendiri? Okelah, satu yang
pasti dalam menulis sejarah baru, selalu sejarah lama mengajari kita.
Dengan mengutip kembali UU No 40/1999 tentang Pers, dimana dinyatakan pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Dalam hal ini juga organisasi pers dinyatakan berbeda antara organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. Dalam konteks inilah narasi sejarah pers Indonesia seharusnya ditulis.
Seperti biuasanya dalam aturan perundang-undangan di Inonesia, ada
sejumlah pertimbangan yang harus diperhatikan dalam penyusunan undang-undang. UU
No 40/1999 tentang Pers mempertimbangkan (a). bahwa
kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam
Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin; (b) bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan
menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia
yang sangat hakiki, yang diperlukan
untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa; (c) bahwa pers nasional sebagai
wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas,
fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya
dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan
hukum, serta bebas dari campur tangan
dan paksaan dari manapun; (d) bahwa
pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial; (c) bahwa Undang-undang Nomor 11
Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah dengan
Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Undang-undang saja dapat diubah dan bahkan ditolak (sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman), hal itu pula yang terjadi dalam ranah sejarah, suatu bidang akademik, bahwa suatu teori dapat diubah atau ditolak karena teori baru lebih baik yang dalam hal ini narasi sejarah pers dapat diubah atau ditolak jika ditemukan fakta baru dan data baru yang berbeda di dalam narasi sejarah yang lama. Oleh karena itu hari pers nasional adalah hal kecil dalam pers Indonesia, lantas mengapa sulit ditolak jika hal itu dapat dengan mudah dilakukan.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pers di Indonesia Masa ke Masa Sejak Era VOC hingga Ini Hari: Jika Ingin Menulis Sejarah Pers Indonesia yang Baru, Jangan Lupa Ada Sejarah Lama
Sejarah pers Indonesia sejatinya belum lama, tetapi sejarah pers di Indonesia sudah berlangsung lama. Oleh karena itu dalam penyelidikan sejarah, sejarah pers Indonesia harus dibedakan dengan sejarah pers di Indonesia. Sejarah pers Indonesia adalah sejarah pers yang bersesuaian dengan semangat bangsa, orang-orang yang membentuk (bangsa) Indonesia. Sedangkan sejarah pers di Indonesia dimulai sejak lampau di bumi Indonesia, dalam hal ini sejak era VOC, era Pemerintah Hindia Belanda, masa pendudukan Inggris, masa pendudukan Jepang hingga era Republik Indonesia. Dalam hal ini di bumi Indonesia telah silih berganti rezim (pemerintahan). Namun diantara rezim terdapat kesinambungan pers Indonesia, yang dimulai pada era Pemerintah Hindia Belanda.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar