Rabu, 21 Juni 2023

Sejarah Dewan di Indonesia (12): Pemilih dalam Pemilihan Anggota Dewan Kota Era Hindia Belanda; Siapa Saja Berhak Memilih


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Dewan di Indonesia di blog ini Klik Disini

Pada masa ini dalam pemilihan umum (pemilu) maupun pemilihan kepala daerah (pilkada) di Indonesia semua berhak memilih dengan syarat usia 17 tahun dan tidak kehilangan hak pilih. Itu sekarang. Bagaimana pada masa lampau? Pada masa era Pemerintah Hindia Belanda? Kelompok perempuan golongan Eropa/Belanda tidak berhak dipilih dan memilih. Bagi pribumi yang berhak adalah individu yang memiliki kriteria tertentu (atas dasar pendapatan).


Jumlah pemilih sesuai DPT pada Pemilu 2024 di Kudus didominasi perempuan. Rabu, 21 Juni 2023. Kudus (Antara).  KPU Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menetapkan jumlah pemilih sesuai daftar pemilih tetap (DPT) yang ditetapkan sebanyak 642.666 pemilih dengan dominasi perempuan sebanyak 324.775 atau 50,54 persen. Ia mengungkapkan jumlah pemilih yang ditetapkan menjadi DPT ini memang berkurang, dibandingkan saat penetapan Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) Pemilu 2024 karena mencapai 644.016 pemilih. Faktor pengurangannya, kata dia, mulai dari pindah domisili, meninggal dunia, hingga berubah status dari sipil menjadi TNI/Polri. Data yang tercatat di DPT Pemilu 2024 tersebut, kata dia, sudah termasuk pemilih pemula ketika pada tanggal 24 Februari 2024 sudah berusia 17 tahun. "Demikian halnya untuk anggota TNI/Polri yang sebelum tanggal 24 Februari 2024 juga sudah purna tugas sehingga memiliki hak pilih," ujarnya. (https://jateng.antaranews.com/)

Lantas bagaimana sejarah pemilih dalam pemilihan anggota dewan kota semasa Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, pada masa lampau pada era Pemerintah Hindia Belanda tidak semua berhak dipilih dan memilih. Siapa saja berhak memilih? Lalu bagaimana sejarah pemilih dalam pemilihan anggota dewan kota semasa Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pemilih dalam Pemilihan Anggota Dewan Kota Semasa Hindia Belanda; Siapa Saja Berhak Memilih

Desentralisasi adalah satu hal, demokrasi (melalui pemilihan) adalah hal lain lagi. Pada era Pemerintah Hindia Belanda dua hal kejar-kerjaran. Penerapan desentralisasi di Hindia Belanda (Komisi 1878) pemerintah menunjuk sebanyak dua pertiga dan sisanya sepertiga dari pilihan warga. Menurut warga (swasta) warga dalam hal ini hanya dipandang sebagai penasehat, bukan menentukan. Desentralisasi penuh mati suri, Pada tahun 1900 desakan desentralisasi semakin menguat hingga munculnya UU tentang Decentralisatie van het Bestuur in Nederlandsch Indie disahkan pada tanggal 23 Juli 1903 (Stbls No. 219). UU yang merujuk pada Nederlandcch Staatsblad No. 129 tanggal 2 September 1954. Fakta bahwa aturan Komisi 1878 masih diberlakukan dalam pemberlakukuan desentralisiasi di tingkat kota (gemeente). Semua anggota dewan kota (gemeenteraad) ditunjuk/diangkat.


Dalam Pasal 111 (Stbls 1854) disebutkan: Asosiasi dan pertemuan polititik, lingkungan atau ketertiban umum terancam, berada di Hindia Belandaa dilarang. Terhadap pelanggaran larangan ini langkah-langkah diambil sebagai tuntutan’. Pasal ini berlaku untuk semuanya termasuk golongan Eropa/Belanda. Pasal inilah yang kemudian mematikan aktivitas Indisch Bond. Penerapan Decentralisatie 1903 (Stbls No. 219) pada Pasal 1 (adendum Pasas 68c) dimana dewan (local atau regional) akan dibentuk dengan tata cara. Namun pembentukan dewan ini masih diberlakukan Pasal 111. Di Batavia dibentuk komite yang terdiri dari Thomas, Staverman, den Hartog, Bijvoets, Wijbrands untuk memprotes Pasal 111. Sindiran yang ada selama ini mempertanyakan bagaimana pemerintah, diminta berlaku adil untuk diskusi publik tentang segala sesuatu tentang anggaran di Hindia dan informasi tentang Negara dari Hindia, jika tetap mempertahankan larangan mutlak untuk membahas masalah politik dalam asosiasi dan pertemuan?

Pada tahun 1907 pemerintah, baik di Belanda maupun di Hindia, bahwa mereka menaruh banyak perhatian pada perbaikan kondisi; draf untuk memberikan badan hukum kepada Hindia dalam hal pemilihan. Pemberian badan hukum bagi pemilih ini suatu jalan tengah? Suatu kelonggaran pada Pasal 111 tetapi hanya terbatas pada dewan kota (gemeenteraad).


Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 15-06-1907: ‘Asosiasi Pemilihan Buitenzorgi (Kiesvereeniging Buitenzorg). Diumumkan untuk menghadiri pertemuan pada Minggu 23 Juni pada pagi hari pukul 9.30 di wilayah dewan kota, selambat-lambatnya, jika memungkinkan, untuk sampai pada kesimpulan tersebut secara progresif untuk rekomendasi calon dewan kota. HJ Wigman Sr, HJ van Brink, P de Monchy’. 

Mengapa kelompok pemilih yang berbadan hukum yang dapat mengusulkan kandidat angggota dewan? Ok, itu satu hal. Bangaimana soal siapa yang berhak memilih para kandidat untuk mendapatkan tiket (legitimasi) menjadi anggota dewan? Itu hal lain lagi. Yang jelas, sejauh ini hanya diantara kalangan orang Eropa/Belanda yang melakukannya. Boleh jadi karena jumlah kursi untuk golong Eropa/Belanda banyak, sementara untu golongan non Eropa/Belanda hanya masing-masing satu kursi (yang ditunjuk pemerintah) untuk pribum, kesultanan dan orang Timur asing.


Perlu diingat bahwa yang menjadi ketua dewan adalah pejabat pemerintah (Asisten Residen). Dari jumlah kursi yang tersedia untuk golongan Eropa/Belanda di dewan, tidak semuanya diusulkan dan dipilih, tetapi sebagian masih ditunjuk pemerintah. Jadi, jumlah slot kursi dewan yang diusulkan dan dipilih oleh para kelompok pemilih golongan Eropa/Belanda sebenarnya masih di batasi. Dalam hal ini Pasal 111 seakan tetap dijaga pemerintah dengan hati-hati.

Kelompok pemilih yang berbadan hukum (kiesvereeniging) menjadi penting dalam situasi dan kondisi baru alam demokrasi di Hindia Belanda. Badan hukum dalam hal ini adalah suatu kelompok (vereeniging) yang dibentuk oleh para individu yang mana statutanya disahkan oleh pemerintah dengan beslit. Itu berarti sewaktu-waktu, karena alasan tertentu, dapat dibekukan oleh pemerintah.


Badan hukum yang dimaksud termasuk berbagai kegiatan warga, mulai dari pembentukan organisasi usaha (NV), organisasi social (societeit), dan tentu saja termasuk organisasi pemilih (kiesvereeniging). Hingga tahun 1907 salah satu organisasi kemasyarakatan bagi golongan pribumi yang pernah diberi badan hukum dengan beslit adalah organisasi kebangsaan pribumi pertama yang dibentuk di Padang pada tahun 1900. Organisasi ini diberi nama Medan Perdamaian yang digagas dan diketuai oleh Hasji Saleh gelar Dja Endar Moeda.

Organisasi pemilih (kiesvereeniging) yang dikaitkan dengan pemilihan anggota dewan kota (gemeenteraad), setelah yang pertama dibentuk di Buitenzorg, kemudian terbentuk di kota-kota lain seperti di Batavia (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 25-01-1908), dan Soerabaja (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 16-10-1908), serta di Semarang (lihat De locomotief, 29-01-1909).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Siapa Saja Berhak Memilih? Siapa Berhak Dipilih?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar