*Untuk melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini
Pada
masa ini terminology ekonomi sepak bola dan bisnis sepak bola sangat lazim.
Dalam hal ini terminology ekonomi dan bisnis diterapkan dalam suatu kegiatan,
salah satu cabang olahraga (sepak bola). Awalnya sepak bola hanya dikaitkan
dengan olahraga dan kesehatan, namun karena bagian dari suatu permainan (game),
sepak bola kemudian, karena sifat alamiahnya, sepak bola dijadikan warga
sebagai hiburan (massal). Oklah kalau begitu, sejak kapan dua terminology
tersebut dihubungkan dengan sepak bola di Indonesia?
Sepak bola sebagai suatu permainan yang dapat dipertandingan, dalam perkembangannya mengalami perbaikan dari waktu ke waktu terkait dengan aturan dan peraturan. Paralel juga terjadi aspek lain yang terkait dengannya seperti komersialisasi, ketersediaan infrastruktur, sosiobudaya masyarakat, pemerintah dan lain sebagainya. Ekonomi adalah terminilogi baru dalam pertukaran (exchange). Pada awalnya exchange ini digunakan termnologi perdagangan (handel/trade). Pertukaran yang dimaksiud, yang awalnya bersifat barter, seiring dengan penggunaan uang, yang dipertukarkan adalah (jumlah) barang dan (jumlah) uang, yang dalam perkembangannya terminology handel digantikan terminology ekonomi. Hal itulah sekolah perdagangan berubah menjadi sekolah ekonomi. Bisnis adalah suatu kegiatan (usaha) yang berasifat ekonomi bertujuan untuk mencapai profit dengan mengelola input sebagai biaya dan mengelola output sebagai revenue. Selisih revenue dan biaya ini disebut profit. Dalam hal ini ekonomi sepak bola adalah perihal pertukaran terkait kegiatan sepak bola; bisnis sepak bola adalah perihal kegiatan ekonomi yang menguntungkan.
Lantas bagaimana sejarah ekonomi dan bisnis sepak
bola di Indonesia? Seperti disebut di atas, ekonomi sepak bola adalah syarat terbentuknya
bisnis sepak bola, Bagaimana hal itu terjadi di Indonesia sejak era Pemerintah
Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah ekonomi dan bisnis sepak bola di
Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Ekonomi dan Bisnis Sepak Bola di Indonesia; Sepak Bola Indonesia Sejak Era Pemerintah Hindia Belanda
Sejak kapan penggunaan terminology ekonomi dan bisnis dihubungkan dengan kegiatan sepak bola? Tidak diketahui secara pasti. Mungkin masih sangat muda. Tidak ditemukan dalam teks-teks lama yang menghubungkan tersebut. Namun demikian, jika mengacu pada terminology yang disebut di atas, praktek penggunaan terminology tersebut seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan sepak bola itu sendiri di suatu tempat.
Dalam teks Belanda tidak ditemukan terminology ekonomi. Yang ada dalam
bahasa Prancis (lihat Nouvelles extraordinaires de divers endroits, 12-12-1697).
Disebutkan cercle qui eftoient ici en Garnifon, vienent de faire une reforme
dans les leurs propres: foit par économie ou parce qu'on croit n'avoir pas
befoin de tant de soldats àpreiénf qu (Sekitar yang ada di sini di Garnifon,
baru saja melakukan reformasi sendiri, baik untuk ekonomi atau karena orang
percaya tidak membutuhkan begitu banyak prajurit untuk menang). Meski sudah
dikenal di Belanda, tetapi terminology digunakan di (negara/kerajaan) lain di
Eropa (lihat 's Gravenhaegse courant, 04-05-1711). Demikian seterusnya hingga
menjadi kerap terminologi tersebut digunakan di Belanda, yang mana terminologi terkait
dengan penerimaan dan pengeluaran, suatu pengertian yang berbeda dengan terminologi
yang lebih tua, handel (perdagangan). Ekonomi sudah menjadi mata kuliah di
fakultas di Belanda (lihat Utrechtsche studenten almanak voor ..., jrg 97, 1819).
Meski penggunaan terminology sudah lazim di Belanda, tetapi nama-nama sekolah
yang terkait dengan itu hingga tahun 1920 masih disebut sekolah perdagangan (handelschool
dan handelhoogeschool). Sjamsi Widagda menyelesaikan program doktornya di
Belanda masih disebut Handelhoogeschool, tetap selanjutnya di masa Mohamad
Hatta sudah disebut Economiwhoogeschool. Bisnis dalam bahasa Belanda adalah
zaken (urusan) dan bedrijf (perusahaan).
Bagaimana memahami ekonomi dan bisnis sepak bola dalam dunia praktis dapat diperhatikan dari kegiatan sepak bola iti sendiri. Di Indonesia (baca: Hindia Belanda), sepak bola baru mulai muncul pada akhir abad ke-19 (sekitar tahun 1900). Sepak bola sebagai suatu kegiatan permainan, permainan olahraga yang dapat dipertandingkan, satu yang terawal adalah kebutuhan terhadap alat dan peralatannnya sendiri. Dalam hal ini bolanya sendiri, bola yang digunakan untuk bermain sepak bola.
Pada tahun 1896 di Batavia buku kecil (buklet) tentang sepak bola sudah
dijual di toko-toko. Beberapa tahun sebelumnya sudah ada toko yang menjual
peralatan dan perlengkapan olah raga, termasuk sepak bola seperti bola. Dalam
hal ini bola dan buklet sudah menjadi perihal ekonomi di dalam sepak bola itu
sendiri. Bola dan buku dijual oleh produsen/penjual dan para pegiat sepak bola
membelinya. Ada perihal pertukaran (secara ekonomi) dalam konteks sepak bola,
produk dan harganya (uang).
Dalam konteks di atas, bagaimana dengan bisnisnya sendiri? Produsen/penjual bola dan buklet adalah perihal bisnis. Perusahaan pembuat/penjual bola adalah bisnis, yakni bisnis produk bola dan buklet. Lalu bagaimana dengan sepak bolanya sendiri? Kita sedang membicarakan perhimpunan pemain sepak bola itu sendiri, yang kemudian terbentuk klub. Klub dalam hal ini adalah unit terkecil dalam orgaanisasi sepak bola. Dalam konteks organisasi sepak bola (klub) inilah kita bisa menghubungkan (terminologi) ekonomi dan bisnis.
Klub sepak bola (voetbalclub) sebagai unit organisasi terkecil sepak bola
dengan sendirinya menjalankan fungsi-fungsi ekonomi. Satu yang terawal, klub
untuk memenuhi kebutuhan tim dalam bermain dan pertandingan sepak bola
diperlukan bola, kostum dan atribut lainnya termasuk konsumsi. Semuanya dapat
dibeli. Uang untuk membelinya, uang digalang di dalam klub melalui sponsor (donator
utama) atau pembentukan iuran para anggota/pemain sepak bola dalam klub.
Kegiatan sepak bola dalam wujud klub telah bertransformasi dari suatu kegiatan permainan sepak bola (olahraga/keseharan) menjadi entitas ekonomi (badan yang bekerja secara tetap) di suatu tempat (katakanlah di suatu kota seperti Medan dan Batavia). Adanya pertandingan sepak bola antara dua tim (yang berbeda klub) bertransformasi menjadi suatu tontotan yang menghibur. Dalam hal ini menghibur penonton yang datang ke lapangan. Dalam konteks ini klub (sebagai suatu badan, stakeholder utama) mulai terhubung dengan penonton (pihak lain, di luar klub). Ini mengindikasikan klub sudah menunjukkkan tanda-tanda awal suatu klub memiliki potensi sebagai badan/entitas bisnis.
Klub sebagai badan yang berpotensi untuk menjalankan bisnis, mulai
memperhitungkan besarnya pengeluaran dan penerimaan serta selisihnya untuk menjaga
agar klub tetap berkelanjutan. Semakin banyak latihan dan pertandingan yang diadakan
semakin banyak pengeluaran. Fund finding dari donator dan iuran akan
kejar-kejaran dengan meningkatnya kebutuhan anggaran. Penonton mulai dilirik, dikapitalisasi
sebagai potensi sumber penerimaan, melalui, katakanlah penjualan tiket (jika telah
dimungkinkan).
Oleh karena klub tumbuh dan berkembang sebagai badan (dari suatu kegiatan—sepak bola), pemerintah, dalam hal ini melalui pemerintah kota (gemeente), klub harus mendapat izin operasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Singkat kata: klub harus berbadan hukum. Badan hukum yang diberikan oleh pemerintah setelah melalui proses penilaian persyaratan (statute atau AD/ART) dengan beslit pemerintah. Dalam konteks ini klub telah bertransformasi menjadi badan hukum.
Klub sebagai badan hukum, dengan sendirinya sesuai statute dan beslit
pemerintah, tergambar hak dan kewajiban setiap klub. Salah satu yang penting
disini, klub sepak bola sebagai stakeholder utama, sebelumnya stakeholder
penonton, ditambahkan adanya stakeholder pemerintah. Dalam hal ini pemerintah
mulai memperhitungkan untuk mengkapitalisasi klub, dengan kewajiban secara
ekonomi dengan pajak atau retribusi. Terhadap klub dikenakan pajak badan/hukum (sesuai
situasi dan kondisinya) dan retribusi kepada penonton (sebagai kegiatan hiburan).
Lantas mengapa pemerintah membuat kebijakan itu? Sumber penerimaan pemperintah diantaranya
pajak dan retribusi (pada masa ini semacam sumber PAD). Argumentasi pemerintah
membuat kebijakan itu karena lapangan yang digunakan untuk pertandingan sepak bola
umumnya lapangan kota (di tengah) kota, dimana lapangan itu dibangun/dibina/dirawat/dijaga
oleh satuan pemerintahan. Secara teknis, intinya adalah pajak badan untuk klub,
retribusi penggunaan lapangan oleh klub, dan retribusi/pajak hiburan public bagi
penonton (melalui potongan di dalam harga tiket).
Klub sepak bola telah bertransformasi menjadi badan hukum yang diakui oleh pemerintah setempat. Sebagai badan hukum, non-sosial, klub berhak dan dapat mengkomersialisasikan setiap pertandingan yang diselenggarakannya. Penjualan tiket adalah bentuk paling sederhana komersialisasi sepak bola oleh suatu klub. Penjualan tiket menjadi sumber penerimaan baru yang dapat menggantikan fungsi donasi dan iuran anggota klub. Klub harus tetap eksis seiring waktu, mekanisme pengelolaannya yang berubah (meningkat). Sepak bola, dalam hal ini klub, secara ekonomi telah berperilaku layaknya bisnis.
Klub olahraga yang berkegiatan sepak bola pertama di Indonesia (baca:
Hindia Belanda) yang berbadan hukum adalah Bataviasche Sportclub di Batavia
pada tahun 1902. Klub besar di Belanda pada masa ini, Ajax didirikan tanggal 18 Maret 1900 di Amsterdam (belum
tentu pada tahun 1902 sudah berbadan hukum). Sebelum tahun 1902, di Hindia
Belanda sudah banyak klub yang didirikan, tentu saja belum berbada hukum
seperti Medan Sportcalub di Medan, ECA dan THOR di Soerabaja.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Sepak Bola Indonesia Sejak Era Pemerintah Hindia Belanda: Ekonomi dan Bisnis Sepak Bola di Eropa
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar