Kamis, 14 September 2023

Sejarah Bahasa (19): Bahasa Bare’e; Bugis, Makassar dan Bungku-Tolaki Muna-Buton Saluan-Banggai Tomini-Tolitoli Wotu-Wolio


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Bare'e (To Bare'e, Tau Bare'e, atau Orang Bare'e) ialah nama suatu suku di Sulawesi. Asal usul Suku Bare'e iaitu berasal dari sejarah berdirinya Kerajaan Tojo tahun 1770 dengan raja pertama Kerajaan Tojo iaitu Pilewiti. Awal sejarah terbentuknya Kerajaan Tojo bermula dari penjemputan bakal raja Pilewiti setelah mendapatkan ijin dari Tinja Pata Sulapa oleh orang yang bernama Talamoa iaitu orang dari langit (To lamoa) dari Sausu menuju Tanjung Pati-pati, Tinja Pata Sulapa (Tiang Empat Sudut) ialah penguasa di wilayah Sausu sampai Pati-pati.


Bahasa Bare'e adalah bahasa yang dituturkan di bagian tengah provinsi Sulawesi Tengah. Bahasa Bare'e (Bare'e-Taal) adalah bahasa yang digunakan oleh Suku Bare'e (Bare'e-Stammen) di wilayah tempat tinggal suku bare'e (TanaNto Bare'e). Bahasa Bare'e adalah asal usul induk bahasa dari terbentuknya semua rumpun bahasa-bahasa Makassar, Bugis, Bungku-Tolaki, Muna-Buton, Saluan-Banggai, Tomini-Tolitoli, Wotu-Wolio, dan kemudian dimasukkan dalam rumpun bahasa Celebik. Ciri khas dari Bahasa Bare'e adalah setiap katanya pasti diakhiri oleh salah satu huruf a, i, u, e, o. Menurut "Ada" (adat Bare'e) sebenarnya ada 3 bahasa yang dipakai di Tana Nto Bare'e (wilayah suku Bare'e) yaitu bahasa Bare'e, Bahasa Taa, dan Bahasa Onda'e, yang mana Bahasa Taa, dan Bahasa Onda'e tersebut asal usul bahasanya adalah berasal dari Bahasa Bare'e sebagai induk dari Bahasanya Suku Bare'e, sementara Luwu Timur dan juga Wotu di provinsi Sulawesi Selatan bukan berbahasa Bare'e. Bahasa Bare'e dipakai di wilayah Tojo sampai sebelum Marowo, To Tora'u, To Lage (semua wilayah Kabupaten Poso yang sekarang kecuali Napu), dan Sausu. Bahasa Taa dipakai di wilayah Marowo, To Rato, Lipu kamudo, Sumara, dan Bongka, sampai Pati-Pati. Bahasa Onda'e dipakai di wilayah To Lalaeyo, yang mana Bahasa Onda'e terbentuk dari Bahasa Bare'e yang Bahasa Bare'e tersebut (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah bahasa Bare’e? Seperti disebut di atas, penutur bahasa Bare’e adalah Orang (Etnik) Bare’e. Bagaimana dengan bahasa-bahasa Makassar, Bugis, Bungku-Tolaki, Muna-Buton, Saluan-Banggai, Tomini-Tolitoli, Wotu-Wolio? Lalu bagaimana sejarah bahasa Bare’e? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Bare’e; Makassar, Bugis, Bungku-Tolaki, Muna-Buton, Saluan-Banggai, Tomini-Tolitoli, Wotu-Wolio

N Adriani tentu saja kenal dengan BF Matthes, meski mereka berbeda generasi. Pada saat BF Matthes memasuki usia pensiun dari dunia bahasa-bahasa di Hindia, N Adriani baru memulai karir. N Adriani dapat dikatakan adalah penerus Matthes untuk urusan bahasa-bahasa di Hindia khususnya di pulau Sulawesi.


Nicolaas Adriani lahir di Oud-Loosdrecht, Holland Selatan pada tanggal 15 September 1865. Ayahnya adalah seorang pendeta bernama Maarten Adrian Adriani, yang juga merupakan seorang menteri di sana. Maarten kemudian menduduki posisi sebagai Direktur Lembaga Misionaris Utrecht (Utrechtsche Zendingsvereeniging). Adriani bekerja di Poso dari tahun 1895 hingga 1923. Pada tahun 1897, ia menyabet gelar PhD dalam bidang studi ilmu bahasa Hindia Timur di Universits Leiden. Adriani meninggal di Poso tanggal 1 Mei 1926.

N Adriani adalah mahasiswa yang pintar. N Adriani berhasil meraih gelar doctor tahun 1893 (lihat Het vaderland, 01-06-1893). Disebutkan (hari ini) lulus ujian menjadi doctor dalam bidang bahasa dan sastra Kepulauan Hindia Timur di Rijksuniversiteit te Leiden dengan pujian (cum laude). N Adriani lahir di Oud-Loosdrecht dengan desertasi Sangireesche Spraakkunst. N Adriani lulus sarjana tahun 1892 di kampus yang sama (lihat De Maasbode, 04-02-1892). Dengan topik yang sama N Adriani lanjut ke program doctoral.


Dr BF Matthes sudah lama di Belanda. Setelah mendapat gelar doctor, N Adriani akan dikirim ke Midden Celebes di Poso untuk mempelajari bahasa-bahasa setempat yang dibiayai NZG. Di Posos sudah ada misionaris muda JC Kruijt. Dalam acarta perpisahan yang dilakukan N Adriani di NZG, juga turut dihadiri Dr BF Matthes (lihat Het nieuws van den dag: kleine courant, 14-09-1893). Secara khusus Adriani mengatakan: ‘penuh hormat dan terima kasih, kepada guru terpelajarnya, Dr BF Matthes, yang, seperti dirinya, telah lama berhubungan dengan penduduk local melalui hubungan dekat dan yang kini juga Adriani ingin hadir disani’. Dr BF Matthes sudah terbilang tua, dalam beberapa tahun sebelumnya masih menghasilkan karya tentang bahasa di Sulawesi terutama bahasa Bugis dan bahasa Makassar. Dr BF Matthes ditunjuk Menteri Koloni untuk mendirikan dan direktur pertama sekolah guru (kweekschool) di Makassar yang dibuka pada tahun 1875 (lihat De standard, 07-10-1875). Setelah sukses, pada tahun 1880 Dr Matthes kembali ke Belanda. Dr BF Matthes adalah satu generasi dengan Dr NH van der Tuuk untuk studi bahasa-bahasa di Hindia. Dr van der Tuuk dikirim ke Tanah Batak, Dr Matthes ke Sulawesi. Dr BF Matthes menghasil karya-karya tentang bahasa Boegis dan bahasa Makassar.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Makassar, Bugis, Bungku-Tolaki, Muna-Buton, Saluan-Banggai, Tomini-Tolitoli, Wotu-Wolio: Rumpun Bahasa Bare’e?

Dr N Adriani identik dengan bahasa Bare’e. Seperti disebut di atas, Adriani lulus doctor dalam bahasa dan sastra nusantara tanggal 1 Juni 1893 di Leiden dengan prestasi cum laude di bawah bimbingan Prof Kern (promotor) dan Prof Snouck Hurgronje serta Profesor Chantépie de la Saussaye. Desertasi Adriani bertema Sangireesche Spraakkunst.


N Adriani memulai pendidikan sekolah gymnasium di Amsterdam. Setelah lulus lalu terdaftar sebagai mahasiswa teologi di Utrecht. Belum sempat mengikuti ujian propaudeu di fakultas teologi itu, Adriani dengan mengikuti bakatnya dalam belajar bahasa, lebih memilih sekolah tinggi tata bahasa di Leiden, mengalahkan kecintaannya pada teologi. Selama di Leiden, Adriani banyak ahli bahasa-bahasa yang menjadi gurunya antara lain Prof De Goeje ahli bahasa Arab, Prof Vreede ahli bahasa Java, etnolog Prof Wilken, dosen bahasa Melayu Klinkert. Dosen utamanya di Leiden Dr Suouck Hurgronje, yang saat itu menjadi dosen di Leiden dan baru saja kembali dari perjalanannya yang terkenal ke Mekah. Yang lalu kemudian menjadi promotor studi doktoral Adriani adalah Prof Kern ahli bahasa Kawi yang mengajarkan pengetahuan universal bahasa.

Lalu apakah Adriani pernah ke (kepulauan) Sangir? Tampaknya belum pernah selama studinya di Leiden. Seperti kita lihat nanti Adriani baru benar-benar datang ke Hindia pada tahun 1893 di Poso, yang menjadi sebab mengapa Adriani menjadi ahli bahasa Bare’e. Lantas bagaimana sumber-sumber Adriani dalam mengkaji bahasa kepulauan Sangir?


Jauh sebelum Belanda semasa VOC mengenal wilayah Sulawesi, wilayag perdagangan berada di pulau-pulau di utara semenanjung Celebes termasuk di kepulauan Singir dan Talaoed. Wilayah perdagangan antara Filipina dan Maluku ini berada di bawah yurisdiksi Spanyol. Pada tahun 1657 VOC/Belanda berhasil mengusir Spanyol dari Kawasan dan kemudian pusat perdagangan di pulau Manado (Oud Manado) direlokasi ke muara sungai Tondona dengan membangun benteng. Sejak inilah kehadiran Belanda/VOC yang secara otoritas dimulai dari bagian utara pulau Sulawesi. Dalam perkembangannya konflik antara VOC dengan Gowa (Makassar) akhirnya terjadi penaklukan Gowa pada tahun 1669. Sejak ini pula seluruh wilayah pulau Celebes dan pulau-pulau di sekotar berada di bawah yurisdiksi VOC hingga era Pemerintah Hindia Belanda. Dalam konteks ini, tidak hanya pedagang-pedagang VOC yang lalu lalang di perairan/kepulauan Sangir dan Talaud, juga menyusul kehadiran para misionaris. Kumulatif laporan-laporan sejak era VOC inilah yang terkumpul menjadi bahan-bahan yang kaya tentang bahasa Sangir. Terutama laporan dan surat-surat para misionaris (NZG) pada era Pemerintah Hindia Belanda yang diduga kuat dimaksimumkan oleh Adriani dalam studinya tentang bahasa Sangir.

Dengan modal pengetahuan bahasa Sangir (di utara), dan dengan karya-karya Dr Matthes tentang bahasa Bugis dan bahasa Makassar, Dr Adriani secara keilmuan memilih wilayah teluk Tomini sebagai wilayah kajiannnya dalam bahasa (plus etnografinya). Oleh karena itu, pilihan wilayah teluk Tomini, di Poso dimana sudah ada misionaris muda Kruijt memilih wilayah Poso sebagai tempat area kerjanya. Pada bulan September 1893 Dr N Adriani berangkat k eke Hindia dengan tujuan utama ke Poso.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar