*Untuk melihat semua artikel Sejarah Catur dalam blog ini Klik Disini
Juara
Catur Dunia adalah pemain yang telah memenangkan pertandingan atau turnamen
Kejuaraan Dunia catur. Sebelum tahun 1886, tidak ada kejuaraan resmi yang
diadakan, namun beberapa pemain dianggap unggul. Sejak tahun 1948, Federasi
Catur Dunia FIDE mengadakan kejuaraan tersebut. Juara
Dunia pra-FIDE 1921–1927 José Raúl Capablanca (Kuba); 1927–1935
Alexander Alekhine (Rusia Perancis); 1935–1937 Max Euwe (Belanda).
Machgielis "Max" Euwe (20 May 1901 in Amsterdam – 26 November 1981 in Amsterdam) was the 5th World Chess Champion, from 1935 to 1937. He was a Dutch chess grandmaster, mathematician, and author. He was not a full-time professional player; he got his PhD in pure mathematics in 1926, and worked as a school and college teacher. He was made Professor of Mathematics in 1964. Against all expectations, Max won the world chess championship in a match with Alexander Alekhine in 1935. Max used his teaching skills in chess as well as mathematics. He wrote 20 chess books, most aimed at helping the club player improve. He invented a subscription correspondence course called The Chess Archives, but known everywhere as Euwe's Archives. This gave teaching on chess openings, which were then an area of great weakness for club players. The Archives were published in Dutch, German and English, and helped to give professional help to amateur players. Euwe served as President of FIDE, the World Chess Federation, from 1970 to 1978. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah juara catur, juara klub, juara perserikatan, juara internasional dan juara dunia? Seperti disebut di atas juara catur adalah pemain catur yang berusaha memenangkan pertandingan dan menjadi juara (turnemen dan kompetisi) mulai dari tingkat klub hingga federasi; Bagaimana dengan master-master catur Eropa seperti Boris Kostich dan Max Euwe. Lalu bagaimana sejarah juara catur, juara klub, juara perserikatan, juara internasional dan juara dunia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Juara Catur, Juara Klub, Juara Perserikatan, Juara Internasional dan Juara Dunia; Boris Kostich dan Max Euwe
Meski sudah sejak lama permainan catur popular di Hindia Belanda, dan sudah terbentuk klub-klub catur di berbagai kota, termasuk di Medan, pertandingan catur yang ada hanyalah biasa-biasa saja. Artinya pertandingan catur, jika tidak di rumah dan atau kanto militer, di klub catur hanya dianggap sebagai pertandingan sesame para peminat catur saja. Namun situasi sedikit heboh di Medan tahun 1904, dimana diberitakan di dalam surat kabar Medan, buku yang diterbitkan di Jerman yang ditulis oleh seorang planter Langkat Armin von Oefele sudah diterbitkan. Judul buku tersebut adalah Das schachspiel der Bataker: ein ethnographischer Beitrag zur Geschichte des Schach.
Armin von Oefele adalah seorang asssiten perkebunan dimana kebunnya
terdapat di Langkat. Armin von Oefele paling tidak tahun 1901 sudah diketahui
di Langkat sebagai asisten plantation Bindjey Estate (lihat De Sumatra post, 13-07-1901).
Armin von Oefele berkebangsaan Jerman kelahiran Cincinati (Amerika). Armin von
Oefele tetap berada di Langkat hingga bukunya terbit di Jerman tahun 1904 yang
kemudian diberitakan surat kabar De Sumatra post, 17-12-1904. Yang menjadi
pertanyaan mengapa Armin von Oefele menulis buku itu dalam bahasa Jerman dan
diterbitkan di Leipzig.
Apa yang mendasari Armin von Oefele menulis buku tersebut besar dugaan karena Armin von Oefele kalah bermain catur dengan jago catur dari pedalaman di Tanah Karo, Si Narsar. Sejak kekalahan itu, Armin von Oefele mempelajari catur dan sejarah catur di Tanah Batak dengan mendapatkan narasumber dari orang-orang Karo termasuk Si Narsar. Terbukti Armin von Oefele benar dan melakukan pekerjaan di luar pekerjaan utamanya sebagai planter. Buku Armin von Oefele inilah yang kemudian menjadi heboh di Medan, dan juga dengan cepat heboh di kota-kota di Jawa termasuk Batavia. Juara caturt ditemukan Armin von Oefele, bukan pecatur Eropa tetapi seorang siswa di sekolah guru di Brastagi di wilayah pedalaman Karo.
Sejak terbitnya buku Armin von Oefele, para komunitas catur di Hindia
Belanda tampaknya hanya tertarik dan kerap membicarakan mengapa terdapat caturt
tradisi di Tanah Batak, suatu permainan yang sebenarnya mirip dengan permainan
Eropa. Orang Batak dianggap hanya sekadar pemain berbakat diantara penduduk
pribumi di Hindia Belanda. Hingga sejauh ini rasa superioritas orang Belanda
terhadap permainan otak itu hanya dipandang sebelah mata, suatu kisah dan
gambaran indah tentang orang Batak tentang catur tanpa memiliki pengaruh
terhadap jalannya sejarah caturt orang Eropa/Belanda di Hindia Belanda. Hal
itulah mengapa sejauh itu tidak terlalu banyak pemberitaan di surat kabar siapa
saja yang menjadi juara-juara catur di berbagai kota termasuk di Medan yang
juga telah memiliki klub catur.
Kekalahan Armin von Oefele dari Si Narsar menjadi alasan baginya untuk menulis dan menyelidiki sejarah catur di Tanah Batak. Jelasd bagi Armin von Oefele menulisnya bukan untuk tujuan komersil. Boleh jadi Armin von Oefele menganggap orang Batak adalah kekecualian dalam dunia permainan catur. Armin von Oefele lebih pada keinginan untuk menyebarkan pengetahuan yang agak ganjil ini. Bagaimana dengan Si Narsar? Si Narsar, sebagaimana umumnya orang Batak di wilayah pedalaman, terus bermain catur sebagai suatu permainan diantara pria di jambur-jambur dan di sopo-sopo. Seiring dengan waktu tingkat permainan Si Narsar terus meningkat hingga klub catur Medan tahun 1910 mengundang Si Narsar untuk bertanding di Medan. Sejak inilah dunia catur di Hindia Belanda yang umumnya orang Eropa/Belanda tersentak.
Suarat kabar yang terbit di Medan Sumatra Post edisi 17 dan 18 Juni 1910
memberitakan kedatangan dua anak Batak dari Tanah Karo di Medan untuk menantang
pemain catur terkuat dari orang-orang Eropa yang tergabung dalam klub catur di
Medan. Klub catur Medan ‘Die Witte Societeit’ disebut juaranya adalah Mr.
Platte. Pecatur kuat orang Eropa/Belanda di Medan itu dapat dikalahkan dua anak
muda ini. Koran
Heboh di Medan, heboh juga di kota-kota di Jawa. Suarat kabar yang terbit di Hindia melansir pemberitaan catur dari Medan tersebut. Ternyata berita heboh di Medan itu segera mendapat perhatian sejumlah surat kabar di Belanda. Mungkin para editor olaharaga di Belanda sudah lama mendengar tentang catur orang Batak melalui buku Armin von Oefele.
Het nieuws van den dag: kleine courant, 16-07-1910: ‘…dua anak Batak,
telah datang ke Medan dan bermain catur di klub "Die Witte Societeit"
dan ingin menantang pemain catur terkuat orang Eropa/Belanda yang ada di Medan…koran
ini memberi latar terhadap orang pedalaman ini..mereka (kedua anak muda itu)
datang dari kampong di pedalaman, dimana biasanya mereka bermain catur di rumah
atau bale-bale yang hanya menggunakan perangkat catur yang sangat primitif,
bijih catur yang dibuat sendiri, papan catur hanya ada di lantai bale-bale yang
digoret dengan pisau, dimana penonton hanya melihat dengan jongkok dan setengah
penonton lainnya hanya bisa bergayut di tiang-tiang bale-bale namun semuanya
serius memperhatikan permainan. Koran tersebut lebih lanjut menggambarkan
pertandingan tersebut sebagai berikut: 'Sekarang mereka (kedua anak muda itu)
yang kelihatannya sopan dan lugu telah duduk di kursi kayu bagus dan meja
terbuat dari marmer, dan kelihatan mereka sangat khidmat untuk memainkan
permainan ini. Mereka tidak tampak sakit (maksudnya kali grogi), tetapi mereka
tampak tenang di bawah tatapan semua mata penonton (yang umumnya bule). Anehnya
lagi, mereka enggan melihat muka lawan, dan selalu melihat ke bawah tetapi
sesekali diam-diam mengintip wajah lawannya dari balik tangannya yang menyangga
dagu/pipinya' suatu penggambaran yang humanis]).
Berita di Medan itu telah menguak siapa sesungguhnya juara catur di Medan. Juara catur di Medan adalah Mr. Platte. Selama ini tidak terinformasikan bagaiaman aktivitas permainan dan pertandingan catur di klub catur Medan. Idem dito dengan klub-klub catur yang ada di berbagai kota khususnya di Jawa. Kotak pandora bakat permainan catur orang pribumi mulai terbuka. Perasaan superioritas diantara pecatur Eropa/Belanda mulai was-was.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Boris Kostich dan Max Euwe: Pemain Catur di Indonesia Masa ke Masa
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar