Tampilkan postingan dengan label Sejarah PERS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah PERS. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Februari 2023

Sejarah Pers di Indonesia (16): Sarikat Surat Kabar; Dja Endar Moeda Radja Surat Kabar Sumatra dan The King of Java Press di Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Apakah ada serikat perusahaan pers Indonesia pada era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti halnya persatuan wartawan Indonesia yang tempo doeloe disebut persatoean djurnalis Indonesia (PERDI, juga ada serikat perusahaan pers yang disebut sarikat pengusaha surat kabar (SPS). O, begitu. Nah, itu dia! Hanya saja dalam narasi sejarah pers masa ini, jika tidak mau disebut tidak diinformasikan, ya kurang terinformasikan. Ada adagium, sejarah pers masa kini lebih hebat jika dibandingkan tempoe doeloe. Benarkah?


Serikat Perusahaan Pers atau SPS adalah sebuah organisasi tempat berkumpulnya para penerbit pers dan media cetak. SPS didirikan di Jogjakarta, 8 Juni 1946. Sebelumnya, organisasi ini bernama Serikat Penerbit Suratkabar mengganti namanya menjadi Serikat Perusahaan Pers pada 2011, bertepatan dengan hari jadi SPS yang ke-65. Penggantian nama ini terjadi dalam Kongres XXXIII di Bali pada 7-09 Juni 2010. Tidak hanya mengganti nama, SPS juga melakukan perubahan logo dan mentransformasi dirinya tidak hanya sebagai organisasi penerbit media cetak seperti suratkabar, tabloid, dan majalah, tetapi juga menjadi organisasi yang mewadahi para penerbit perusahaan pers. Setelah mengubah namanya menjadi Serikat Perusahaan Pers, SPS memperluas cakupannya tidak hanya di media cetak tetapi juga merambah ke media non cetak (media siber dan penyiaran). Perubahan ini dilatarbelakangi oleh dinamika yang terjadi pada bisnis industri media secara global. Hingga Desember 2014, SPS memiliki 471 anggota yang tersebar di 30 cabang seluruh Indonesia (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah sarikat surat kabar Indonesia? Seperti disebut di atas, dalam narasi sejarah pers masa kini, sarikat surat kabar Indonesia tempo doeloe kurang terinformasikan. Mengapa begitu? Yang jelas pada masa ini tidak hanya PWI, juga ada SPS. Demikian pula adanya tempoe doeloe. Nama yang perlu disebut tempoe doeloe antara lain Dja Endar Moeda radja persuratkabaran Sumatra dan Parada Harahap The King of Java Press di Jawa. Lalu bagaimana sejarah sarikat surat kabar Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pers di Indonesia (15): Organisasi Jurnalis Pribumi; Parada Harahap Memupuk Persatuan untuk Menyuarakan Protes Pers


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Dalam narasi sejarah pers masa ini disebut Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) organisasi wartawan pertama di Indonesia, berdiri 9 Februari 1946. Apa. Iya? Benar bahwa PWI didirikan tanggal itu, tetapi bukan yang petama, toh! Pada era Pemerintah Hindia Belanda sudah ada organisasi sejenis namanya PERDI (Persatoean Djoernalis Indonesia). So, mengapa hari lahir PWI yang dijadikan sebagai hari kelahiran pers nasional? Yang jelas hari PWI adalah 9 Februari, tetapi apakah tanggal itu harus menjadi hari pers nasional (HPN) Indonesia?  


Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) organisasi wartawan pertama di Indonesia, berdiri 9 Februari 1946 di Surakarta (tanggal tersebut ditetapkan sejak 1985, sebagai Hari Pers Nasional). Berdirinya organisasi PWI menjadi awal perjuangan Indonesia dalam menentang kolonialisme di Indonesia. Sebelum didirikan, panitia persiapan dibentuk 9-10 Februari 1946 di balai pertemuan Sono Suko, Surakarta, saat pertemuan antar wartawan Indonesia. Pertemuan tersebut menghasilkan dua keputusan, diantaranya adalah: Disetujui membentuk organisasi wartawan Indonesia dengan nama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yang diketuai oleh Mr. Sumanang Surjowinoto dengan sekretaris Sudarjo Tjokrosisworo. Disetujui membentuk sebuah komisi beranggotakan: Sjamsuddin Sutan Makmur (Harian Rakyat Jakarta), BM Diah (Merdeka, Jakarta). Abdul Rachmat Nasution (kantor berita Antara, Jakarta). Ronggodanukusumo (Suara Rakyat, Mojokerto). Mohammad Kurdie (Suara Merdeka, Tasikmalaya). Bambang Suprapto (Penghela Rakyat, Magelang). Sudjono (Surat Kabar Berjuang, Malang), Suprijo Djojosupadmo (Kedaulatan Rakyat Yogyakarta). Delapan orang komisi yang telah dibentuk tersebut selanjutnya dibantu oleh Mr. Sumanang dan Sudarjo Tjokrosisworo, merumuskan hal-ihwal persuratkabaran nasional waktu itu dan usaha mengkoordinasinya ke dalam satu barisan pers nasional (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah organisasi jurnalis pribumi? Seperti disebut di atas, organisasi para jurnalis Indonesia sudah ada jauh sebelum PWI didirikan. Namun anehnya perjuangan jurnalis hanya disebut setelah tangga 9 Februari 1946. Itu menjadi masalah. Fakta bahwa Parada Harahap merupakan salah satu pelopor untuk memupuk persatuan diantara para jurnalis untuk menyuarakan protes pers. Lalu bagaimana sejarah organisasi jurnalis pribumi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 12 Februari 2023

Sejarah Pers di Indonesia (14): Pers Bahasa Melayu Investasi Orang Cina, Surat Kabar Sin Po Keng Po:Peta Pers Pribumi Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Sejak awal dimulai pers (berbahasa) Belanda. Lalu kemudian muncul pers (berbahasa) Melayu. Pers berbahasa Melayu dimulai oleh para investor Eropa/Belanda pada tahun 1850an. Dalam perkembangannya, pers berbahasa Melayu mulai dimasuki oleh investor orang pribumi (yang dalam hal ini termasuk investor orang Cina). Dua surat kabar investor pribumi orang Cina yang terkenal adalah Sin Po dan Keng Po yang berada diantara pers pribumi Indonesia.


Sin Po, nama surat kabar Tionghoa berbahasa Melayu diterbitkan di Batavia pada 1 Oktober 1910. Harian ini terkenal dengan sikapnya mendukung nasionalisme Tiongkok dan perjuangan pribumi. Sin Po merupakan harian pertama memuat teks lagu, Indonesia Raya, turut mempelopori penggunaan nama "Indonesia" menggantikan "Hindia Belanda". Sin Po berhenti terbit saat Jepang menduduki Indonesia tahun 1942, kembali terbit 1946. Tan Tek Ho. Surat kabar ini, mula-mula dipimpin Lauw Giok Lan. Pada waktu sama juga memimpin surat kabar Perniagaan. Sejak tahun 1925 sampai tahun 1947, pemimpin redaksi Sin Po dijabat oleh Kwee Kek Beng. Sesudah diproklamasikan Republik Tiongkok pada tahun 1912, Sin Po menyuarakan nasionalisme Daratan Tiongkok. Surat kabar ini berpendirian bahwa masyarakat Tionghoa di Hindia Belanda harus mempertahankan kewarganegaraan asalnya dan menolak ikut serta dalam percaturan politik kolonial Belanda. Sejak bulan Oktober 1958, surat kabar ini mengubah nama menjadi Pantjawarta, kemudian Warta Bhakti. Tahun 1964, surat kabar ini mengikuti sikap kelompok pers Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menentang pers anti-PKI. Warta Bhakti dilarang terbit sejak tanggal 1 Okober 1965 (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pers berbahasa Melayu investasi orang Cina, surat kabar Sin Po dan surat kabar Keng Po? Seperti disebut di atas, investasi orang Cina relative bersamaan dengan investasi orang pribumi dalam fase pertumbuhan dan perkembangan pers berbahasa Melayu. Pers investasi orang Cina berada di dalam peta pers pribumi Indonesia. Lalu bagaimana sejarah pers berbahasa Melayu investasi orang Cina, surat kabar Sin Po dan surat kabar Keng Po?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pers di Indonesia (13): Perempuan di Pers Indonesia; Surat Kabar "Perempuan Bergerak" Medan, Jurnalis Wanita Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Pada tahun 1919 terbit surat kabar perempuan di Medan, diberi nama Perempuan Bergerak. Beberapa bulan kemudian di tahun 1919 terbit surat kabar baru Sinar Merdeka di Padang Sidempoean. Dua surat kabar berbeda ‘jenis kelamin’ ini sama-sama memiliki visi misi yang sama: berjuang melawan penjajah demi tanah air, dan berjuang dalam kesetaraan jender. Laki-laki dan perempuan bersama menuju kemerdekaan Indonesia. Dua surat kabar ini diinisiasi oleh Parada Harahap. Siapa pelopor pers perempuan di Indonesia?


Empat Jurnalis Perempuan Berada di Garda Terdepan Pers Indonesia. Tempo.co.Jakarta. 9 Februari 2023. Dalam sejarahnya terdapat banyak perempuan berkiprah jurnalisme. Dalam sejarah, terdapat beberapa tokoh jurnalis perempuan yang memiliki pengaruh besar bahkan disebut sebagai pahlawan nasional. Tokoh itu di antaranya, Rohanna Koeddoes, SK Trimurti, Herawati Diah, dan Ani Idrus. (1) Rohanna Koeddoes jurnalis perempuan pertama pendiri surat kabar perempuan pertama, Soenting Melajoe. Kelahiran 20 Desember 1884 seorang aktivis emansipasi wanita, mendirikan sekolah kerajinan Amai Setia. Kiprah Rohanna dalam bidang jurnalistik pun tidak berhenti pada Soenting Melajoe. Ia pindah ke Medan pada 1920 dan bekerjasama dengan Satiman Harahap memimpin redaksi Perempuan Bergerak. (2)       SK Trimurti. Soeratri Karma Trimurti dikenal sebagai seorang wartawati Indonesia. Ia pernah mendekam di penjara Blitar hingga 1943 karena memuat artikel yang berkampanye anti imperialisme dalam majalah Pesat. Ia begitu cinta pada dunia jurnalistik. Sejak tahun 1935 Trimurti banyak menerbitkan majalah dan surat kabar. (3) Herawati Diah. Dikenal sebagai tokoh pers Indonesia pada masa Jepang. Perjalanan karir Siti Latifah Herawati atau Herawati Diah sebagai jurnalis bermula ketika dirinya menjadi stringer pada usia yang ke 22 di United Press International (UPI). Ia menikah bersama teman Moehamad Diah atau BM Diah (kelak Menteri). Kemudian, pasangan itu menerbitkan Harian Merdeka. (4) Ani Idrus, mendirikan Waspada bersama suaminya H. Mohamad Said 1947. (https://tekno.tempo.co/)

Lantas bagaimana sejarah pers perempuan di Indonesia? Seperti disebut di atas, diantara pers Indonesia yang diawaki laki-laki, juga pada fase awal perempuan didorong/terdorong untuk aktif dalam pers Indonesia. Nama surat kabar Perempuan Bergerak di Medan dalam hal ini menjadi penting karena semangatnya tidak ingin statis tetapi ingin lebih maju dari sebelumnya. Dalam konteks inilah nama surat kabar Perempuan Bergerak memiliki garis continuum lahirnya jurnalis perempuan Indonesia yang andal. Lalu bagaimana sejarah pers perempuan di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 11 Februari 2023

Sejarah Pers di Indonesia (12): Klub Studi dan Organ Organisasi Kebangsaan: Majalah Ilmiah di Soerabaja Bandoeng Solo Batavia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Organisasi kebangsaan (pribumi/Indonesia) sudah sejak lama ada, seperti halnya Medan Perdamaian di Padang, Boedi Oetomo di Batavia dan Indische Vereeniging di Belanda. Organisasi kebangsaan Indonesia kemudian membentuk organ sendiri berupa majalah (ilmiah popular) atau surat kabar. Lalu dalam perkembangannya diantara golongan muda terpelajar Indonesia membentuk klub-klub studi (Studieclub) yang dimulai di Soerabaja. Klub studi Soerabaja dan Bandoeng kemudian membentuk organisasi kebangsaan Indonesia: Perhimpoenan Bangsa Indonesia (PBI) dan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).


Algemeene Studieclub atau Algemeene Studie Club (ASC) adalah klab kuliah umum yang didirikan oleh para intelektual nasionalis Bumiputera/i di Tanah Pasundan, Bandung pada zaman Hindia Belanda tahun 1926. Presiden Sukarno adalah salah satu anggota pendirinya. Sebagai kelanjutan kelompok studi itu, Soekarno dengan kawan-kawan kemudian mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia yang merupakan cikal bakal Partai Nasional Indonesia pada 4 Juli 1927. Pemerintah kolonial Belanda tampak sangat khawatir melihat kepopuleran Soekarno, bersama Maskun, Gatot Mangkupradja, Supriadinata dan pertumbuhan pesat PNI. Dengan dalih menjaga ketertiban dan keamanan, pemerintah kolonial menangkap dan menahan ratusan aktivis PNI pada 29 Desember 1929. Mereka kemudian diadili ke depan pengadilan Landraad Bandung 18 Desember 1930 dengan pembelaan Indonesia Menggugat (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah klub studi dan organ dari organisasi kebangsaan? Seperti disebut di atas, sejak terbentuknya organisasi bangsa pada fase awal sudah memanfaatkan surat kabar sebagai organ perjuangannya. Demikian juga dalam perkembangannya Ketika kluv0klub studi dibentuk juga membentuk organ sendiri dengan menerbitkan majalah ilmiah populer seperti klub studi di Soerabaja dan dan Bandoeng. Lalu bagaimana sejarah klub studi dan organ dari organisasi kebangsaan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pers di Indonesia (11): Pers Pribumi di Belanda; Indische Vereeniging, Indonesia Vereeniging hingga Perhimpoenan Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Pers Indonesia di Belanda adalah satu hal, organisasi (mahasiswa) pribumi Indische Vereeniging di Belanda adalah hal lain lagi. Namun kedua hal ini saling berkaitan. Yang mana yang lebih dulu ada, lebih dahulu eksis sebelum lainnya? Dalam konteks inilah lahirnya pers Indonesia di Belanda, jauh dari tanah air. Bagaimana itu semua bermula menjadi manarik diperhatikan, karena pers Indonesia di Belanda tidak terpisahkan dari pers Indonesia sendiri. Narasi sejarah masa kini adakalanya berbeda dengan fakta yang sebenarnya di masa lalu. Mari kita check en balance.


Indische Vereeniging (IV) organisasi pelajar mahasiswa pribumi di Belanda berdiri 1908. IV berdiri atas prakarsa (Radjioen Harahap gelar) Soetan Casajangan Soripada. Sejak Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat masuk, 1913, mulailah mereka memikirkan mengenai masa depan Indonesia, menyadari betapa pentingnya organisasi tersebut bagi bangsa Indonesia. Sejak itulah IV memasuki kancah politik, menerbitkan buletin diberi nama Hindia Poetera, tetapi isinya sama sekali tidak memuat tulisan-tulisan bernada politik. Pada September 1922, saat pergantian ketua antara Dr. Soetomo dan Herman Kartawisastra organisasi ini berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging. Para anggota Indonesische juga memutuskan untuk menerbitkan kembali majalah Hindia Poetra dengan Mohammad Hatta sebagai pengasuhnya. Penerbitan kembali Hindia Poetra ini menjadi sarana untuk menyebarkan ide-ide antikolonial. Saat Iwa Koesoemasoemantri ketua 1923, Indonesische mulai menyebarkan ide non-kooperasi Tahun 1924, saat M. Nazir Datuk Pamoentjak menjadi ketua, nama majalah Hindia Poetra berubah menjadi Indonesia Merdeka. Tahun 1925 saat Soekiman Wirjosandjojo nama organisasi ini resmi berubah menjadi Perhimpunan Indonesia (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah pers Indonesia di Belanda? Seperti disebut di atas, pers yang dimaksud berkontribusi di Belanda dimana orang-orang pribumi yang tengah menjalankan studi. Meski ada yang coba menulisnya, tetapi masih banyak yang belum terinformasikan. Dalam hubungan ini juga terkait satu sama lain dengan organisasi mahasiswa pribumi di Belanda Indische Vereeniging yang diubah namanya menjadi Indonesia Vereeniging dan kemudian diubah lagi menjadi Perhimpoenan Indonesia. Lalu bagaimana sejarah pers Indonesia di Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 10 Februari 2023

Sejarah Pers di Indonesia (10):Kantor Berita Alpena di Batavia dan Pers Biro di Belanda; Parada Harahap dan Soewardi Soerjaningrat


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Kantor berita (pers) sudah lama dikenal di Eropa dan Amerika Serikat. Kantor berita pertama di Indonesia pada era Pemerintah Hindia Belanda adalah kantor berita (berbahasa Belanda) Aneta. Dalam konteks kemandirian pers pribumi, Parada Harahap pada tahun 1925 mendirikan kantor berita (berbahasa Melayu) di Batavia dimana sebagai editor diangkat WR Soepratman. Namun sebelum itu sudah pernah diinisiasi kantor berita di Belanda di dalam lingkungan organisasi mahsasiswa pribumi di Belanda.  


Perusahaan Umum Lembaga Kantor Berita Nasional Antara merupakan kantor berita di Indonesia dimiliki Pemerintah Indonesia sebagai BUMN. Perum Antara diberikan tugas Pemerintah melakukan peliputan dan penyebarluasan informasi yang cepat, akurat, dan penting. NV Kantor Berita Antara didirikan 13 Desember 1937, pada saat itu diterbitkan pertama, Buletin Antara, di jalan Raden Saleh Kecil No. 2 Jakarta. Para pendiri Albert Manumpak Sipahutar, Mr. Soemanang, Adam Malik dan Pandoe Kartawigoena. Redaktur adalah Abdul Hakim dibantu Sanoesi Pane, Mr. Soemanang, Mr. Alwi, Sjaroezah, Sg. Djojopoespito. Tahun 1941, jabatan Direktur Mr. Sumanang diserahkan kepada Sugondo Djojopuspito, sedangkan jabatan Redaktur tetap pada Adam Malik merangkap Wakil Direktur. Kantor Antara 1942 pindah ke Noord Postweg 53 Paser Baroe bersama dengan Kantor Berita Domei, Soegondo pindah bekerja di Kantor Shihabu, Adam Malik dan AM Sipahutar tetap menjadi pegawai Domei. Tahun 1946, hijrah ke Yogyakarta. Pada masa itu, Direkturnya Adam Malik, dengan pimpinan sehari-hari Pangulu Lubis dan Rachmat Nasution (ayah Adnan Buyung Nasution). Tahun 1962, Antara resmi menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional berada di bawah Presiden (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah kantor berita Alpena di Batavia dan pers biro di Belanda? Seperti disebut di atas ada dua orang pribumi yang menginisiasi kebutuhan kantor berita untuk kalangan pribumi yakni Parada Harahap di Batavia dan Soewardi Soerjaningrat di Belanda. Lalu bagaimana sejarah kantor berita Alpena di Batavia dan pers biro di Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pers di Indonesia (9): Delik Pers; Benih Mardika di Medan, Sinar Merdeka di Padang Sidempuan, Bintang Timoer-Batavia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Delik pers pada masa ini adalah tulisan dalam surat kabar atau media pers lain yang melanggar undang-undang. Kurang lebih sama dengan delik pers pada era Pemerintah Hindia Belanda. Apakah pernah terjadi delik pers dalam pers (berbahasa) Belanda pada era Pemerintah Hindia Belanda? Satu yang pasti surat kabar berbahasa Melayu di Padang pada tahun 1905 terkena ‘ranjau’ delik pers. Mengapa? Pemimpin redaksi surat kabar Pertja Barat di Padang dihukum cambuk dan diusir dari kota Padang.


Kebebasan pers dikontrol oleh Kode Etik Jurnalistik yang mengikat wartawan agar bekerja sesuai dengan aturan berlaku. Survei Dewan Pers terhadap Indeks Kebebasan Pers 2022, Indonesia mengalami kenaikan 1,86 poin dibandingkan tahun 2021. Namun kebebasan pers yang diberikan ini rentan disalahgunakan dan berakhir dengan tuntutan hukum, yang disebut delik pers, pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pers. Disebut delik pers karena jurnalis dan pers adalah kelompok profesi yang memiliki definisi yang berdekatan dengan usaha penyiaran, pertunjukan, pemberitaan, dan sebagainya. Sehingga unsur delik pers lebih sering ditujukan kepada jurnalis dan pers dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Delik pers terbagi delik aduan dan delik biasa. Delik aduan yaitu apabila ada yang merasa terganggu atau mengadukan produk pers ke pihak yang berwajib. Delik aduan ini bersifat menyerang, menghina, dan fitnah terhadap seseorang. Umumnya pasal yang mengatur tentang delik biasa ini merupakan pernyataan permusuhan dan penghinaan kepada pemerintahan, penghasutan, kesusilaan, penghinaan terhadap agama, dan pembocoran rahasia negara. Karya jurnalistik sebagai delik pers adalah agasan yang dipublikasikan melalui barang cetak, gagasan yang dimuat dan disebarluaskan melanggar hukum. Jurnalis yang bersangkutan dapat diminta pertanggungjawabannya apabila jurnalis tersebut telah mengetahui isi dan tulisan yang ia buat, dan sadar dengan konsekuensi pidana tulisannya. Salah satu pasal dalam KUHP yaitu pasal pencemaran nama baik. Pasal pencemaran nama baik ini bisa menjadi alat untuk mengriminalisasi pers (https://kumparan.com/)

Lantas bagaimana sejarah delik pers? Seperti disebut di atas, soal delik pers ini sudah berlangsung pada era Pemerintah Hindia Belanda. Namun status delik pers saat itu bersifat sumir. cenderung memberatkan pihak yang lemah. Peta delik pers bagi jurnalis pribumi dimulai dari Pertja Barat di Padang yang kemudian memiliki kesinambungan dengan Benih Mardika di Medan, Sinar Merdeka di Padang Sidempoean dan Bintang Timoer di Batavia. Lalu bagaimana sejarah delik pers? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 09 Februari 2023

Sejarah Pers di Indonesia (8): Polemik Pers Era Hindia Belanda;Orang Belanda Lupakan Penduduk - Pribumi Mulai Jauhi Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini diantara para jurnalis Indonesia, polemic yang selalu ada adalah soal hari pers nasional-perihal siapa yang berhak memiliki hari pers di Indonesia. Memang setiap era memiliki persoalan sendiri-sendiri, tetapi perihal polemik itu menjadi bagian tidak terpisahkan dalam perjalanan sejarah pers di Indonesia. Pada permulaan pers Indonesia, era Pemerintah Hindia Belanda, polemik pertama yang bergulir adalah soal kebangsaan: warga mana yang paling berhak mendapat perhatian pembangunan dan siapa diantara pribumi dan Belanda yang berhak tentang kepemilikan tanah air (warisan nenek moyang).


Polemik Hari Pers Nasional. Remotivi/Wisnu Prasetya Utomo. 2017. Perdebatan apakah tanggal 9 Februari layak diperingati sebagai Hari Pers Nasional? Hampir setiap tahun, AJI menolak itu. Pasalnya, tanggal tersebut hari lahir Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), akan lebih tepat diperingati sebagai hari lahir PWI. Ide Hari Pers Nasional sudah berlangsung lama, di tahun 1978 saat kongres ke 16 PWI di Padang, saat itu ketua PWI Harmoko, pemimpin redaksi Pos Kota, menjadi salah satu keputusan kongres. Ide ini lantas diusulkan kepada Dewan Pers dan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 5 tahun 1985, tanggal 23 Januari 1985 Hari Pers Nasional resmi diperingati setiap tahun di tanggal 9 Februari. Ini bermula dari berbagai diskusi digelar dan perdebatan public sekelompok jurnalis dan penulis pada 7 Desember 2007 mendeklarasikan Hari Pers Indonesia di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung. Pemilihan tanggal 7 Desember didasarkan pada hari meninggalnya Tirto Adhi Soerjo, bapak pers nasional. Salah satu yang tokoh yang turut mendeklarasikan Hari Pers Indonesia adalah Taufik Rahzen, penulis buku Seabad Pers Kebangsaan (2007) dimana dalam buku, Taufik menulis bahwa semestinya menjadi tonggak bagi kehidupan pers di Indonesia adalah Tirto Adhi Soerjo yang merupakan pemimpin redaksi Medan Prijaji, media pertama yang menggunakan bahasa Melayu. Suryadi, dosen dan peneliti di Universitas Leiden. menyebut bahwa menggunakan satu nama koran atau tokoh sebagai penanda peringatan pers Indonesia sama artinya dengan mengabaikan peran koran-koran lain yang juga memiliki sumbangan besar dalam sejarah pers di Indonesia. Perdebatan-perdebatan semacam ini hampir muncul setiap tahun hingga saat ini, sementara hari pers tetap diperingati pada 9 Februari (https://www.remotivi.or.id/)

Lantas bagaimana sejarah polemik pers era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, polemik pers antara (pribumi dan Belanda) dimulai soal warga mana yang paling berhak mendapat perhatian pembangunan dan kemudian berlanjut siapa diantara pribumi dan Belanda yang berhak tentang kepemilikan tanah air. Pada masa kini, soal itu sudah dapat dituntaskan, tetapi diantara insan pers masih seputar tentang penetapan hari pers nasional. Lalu bagaimana sejarah polemik pers era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pers di Indonesia (7): Kebangkitan Pers Pribumi di Padang, Batavia dan Medan; Surat Kabar Pertja Barat - Dja Endar Moeda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Sebagaimana disebut pada artikel sebelum ini, pers di Indonesia, yang dapat dikatakan dimulai pada era Pemerintah Hindia Belanda, berawal dari pers (berbahasa) Belanda kemudian terbentuk pers pribumi. Sebagaimana kita lihat nanti, pers pribumi inilah yang kemudian bertransformasi menjadi pers Indonesia (vs pers Belanda). Terbentuknya pers pribumi menjadi landasan kebangkitan pers peibumi di berbagai kota. Salah satu pegiat pers dalam kebangkinatn pers pribumi itu adalah Dja Endar Moeda, pemimpin dan redaktur surat kabar berbahasa Melayu Pertja Barat di Padang.


Dja Endar Moeda atau lengkapnya Dja Endar Moeda Harahap adalah perintis pers berbahasa Melayu kelahiran Padang Sidempuan, 1861. Dididik sebagai guru di sekolah pengajaran guru di Padang Sidempuan, kariernya di dunia pers dimulai sebagai redaktur untuk jurnal bulanan Soeloeh Pengadjar pada 1887. Sepulangnya dari naik haji tahun 1893 Dja Endar Moeda memutuskan untuk bermukim di Kota Padang. Di sana, selain mendirikan sekolah swasta ia menjadi redaktur Pertja Barat, yang didirikan oleh Lie Bian Goan. Pada tahun 1905, Dja Endar Moeda membeli Pertja Barat. Dja Endar Moeda juga mendirikan beberapa media cetak lain di Medan dan Kutaraja (sekarang Banda Aceh). Pemberita Atjeh didirikan pada 1906. Dengan rekan-rekannya di Sjarikat Tapanuli dia menerbitkan Pewarta Deli, dengan dirinya sebagai pemimpin redaksi. Pada 1911, setelah keluar dari Pewarta Deli, Dja Endar Moeda menerbitkan Bintang Atjeh (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah kebangkitan pers pribumi di Padang, Batavia dan Medan? Seperti disebut di atas, terbentuknya pers pribumi dan kebangkitan pers pribumi bermula dari munculnya kesadaran berbangsa (berbeda dengan bangsa asing/Belanda). Pers Belanda berbahasa Belanda, pers pribumi berbahasa Melayu. Surat kabar berbahasa Melayu di Padang Pertja Barat yang dipimpin Dja Endar Moeda muncul pertama ke permukaan. Lalu bagaimana sejarah kebangkitan pers pribumi di Padang, Batavia dan Medan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 08 Februari 2023

Sejarah Pers di Indonesia (6): Surat Kabar Berbahasa Melayu Investasi Eropa/Belanda; Surat Kabar Berbahasa Jawa di Soerakarta


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Sebagaimana dalam artikel sebelum ini, surat kabar berbahasa Inggris pernah eksis di Indonesia (masa pendudukan Inggris 1812-1816), lalu kembali dengan surat kabar berbahasa Belanda. Dalam perkembangannya mulai dimunculkan surat kabar berbahasa Melayu yang umumnya dengan investasi Eropa/Belanda.  Dalam perkembangannya berkembang investasi pribumi dalam inudustri surat kabar berbahasa Melayu (dan bahkan ada yang merintis dengan bahasa Belanda).


Kisah Singkat Al Juab, Koran Berbahasa Melayu Pertama di Indonesia. Eropa menerbitkan surat kabar pertama sejak abad ke-17. Dr. De Haan dalam buku Oud Batavia, Kort Bericht Eropa salah satu surat kabar pertama di Eropa terbit 1676 oleh Abraham Van de Eede merilis berita dari Polandia, Perancis, Jerman, Belanda, Spanyol, Inggris dan Denmark. Surat kabar pertama diterbitkan di Indonesia adalah Bataviase Nouvelles. terbit Oktober 1744 dalam bahasa Belanda. Lalu berubah kritik perbudakan di Batavia dan perilaku penguasa VOC, media ini dibekukan dan baru dilanjutkan 30 tahun kemudian oleh Verdu Nieuws yang berisi iklan. Al Juab muncul tahun 1795, koran berbahasa Melayu pertama. menulis tentang berkaitan dengan agama Islam. Dalam Ensiklopedia Jakarta, surat kabar Al Juab diterbitkan mubaliq Islam asal Arab menggunakan aksara Arab. Dikabarkan, media ini tutup di tahun 1801, selanjutnya, 1824 koran ini digantikan oleh Bianglala, diterbitkan Oglive & Co dipimpin Stefanus Sandiman dan Marcus Geto. Surat kabar Bianglala berganti nama menjadi Bintang Johar. Di tahun-tahun berikutnya, koran-koran lain bermunculan. Dalam Bingkai Sejarah, disebutkan bahwa surat kabar dengan bahasa Melayu yang menyusul Al Juab pada tahun 1858 diantaranya Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, Soerat Khabar Betawi, Hindia Nederland, Slompret Melajoe. Setelah kedatangan mesin cetak di Batavia, surat kabar berkembang dan mempermudah surat kabar berbahasa Melayu tumbuh, hingga menjadi salah satu senjata perjuangan kemerdekaan Indonesia (https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/)

Lantas bagaimana sejarah surat kabar berbahasa Melayu investasi Eropa/Belanda? Seperti disebut di atas surat kabar berbahasa Melayu investasi Eropa/Belanda mulai diambil alih oleh pribumi (termasuk orang Cina). Diantara surat kabar berbahasa Melayu, juga muncul surat kabar berbahasa Jawa di Soerakarta dan surat kabar berbahasa Batak di Padang Sidempoean. Lalu bagaimana sejarah surat kabar berbahasa Melayu investasi Eropa/Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pers di Indonesia (5): Surat Kabar Berbahasa Belanda; Batavia serta Semarang Padang Surabaja JogjakartaSurakarta Medan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Surat kabar berbahasa Inggris di Hindia Belanda (baca: Indonesia) hanya seumur jagung (selama 1812-1816) itu terjadi karena pendudukan Inggris (1811-1816). Namun itu akan kembali di masa nanti. Selama era Pemerintah Hindia Belanda, surat kabar berbahasa Belanda yang berjaya, bahkan surat kabar berbahasa Belanda masih eksis di era Republik Indonesia, sebelum terjadi nasionalisasi perusahaan swasta di Indonesia tahun 1957. Surat kabar berbahasa Belanda karenanya memiliki peran penting dalam sejarah pemberitaan di Indonesia selama hampir satu setengah abad. Suatu waktu yang sangat panjang.


Java-bode (Utusan Jawa) adalah surat kabar yang diterbitkan di Batavia, Hindia Belanda, koran ini terbit 2 kali per minggu dan sejak tanggal 1 Desember 1869 terbit setiap hari. Sejak bulan Maret 1942 hingga tahun 1949, koran ini tidak terbit karena pendudukan Jepang di Indonesia. Pada tanggal 11 Agustus 1852, koran ini diterbitkan untuk yang pertama kalinya, dan edisi penghabisan terbit pada bulan Maret 1957. Koran ini beraliran liberal, tetapi di bawah Conrad Busken Huet koran ini beralih haluan jadi konservatif dan sejak tahun 1932 arah koran ini menjadi "kanan" sejak dipimpin oleh Henri Zentgraaff, yang karena itulah mendapat kritik tajam dari penulis Eddy du Perron. Beberapa editor dan jurnalis telah diasosiasikan dengan Java Bode, termasuk Conrad Busken Huet(pemimpin redaksi 1868-1873), Jan Eduard van Someren Brand (penulis seri sejak 1889), Dirk Verbeek (kepala readaksi pada 1915), Johan Alberts (editor sejak 1918), Herman Salomonson (kepala redaksi 1923-1926 dan penulis dari sebagian Rhythm Chronicles Melis Stoke), Johan Ernst Jasper (kepala redaksi 1929-1932) da Alfred van Sprang (editor 1940-1942). Daftar pemimpin redaksi: H. Zentgraaff; Conrad Busken Huet (1868-1873); Henri Salomonson (1924-1926); Henri Zentgraaff (1932-1939) (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah surat kabar berbahasa Belanda di Indonesia? Seperti disebut di atas, surat kabar berbahasa Belanda cukup lama di Indonesia bahkan sejak era VOC yang kemudian semakin intens sejak permulaan Pemerintah Hindia Belanda. Tidak hanya di Batavia, surat kabar berbahasa Belanda juga terbit di berbagai kota seperti Semarang, Padang, Soerabaja, Jogjakarta, Soerakarta dan Medan. Lalu bagaimana sejarah surat kabar berbahasa Belanda di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 07 Februari 2023

Sejarah Pers di Indonesia (4): Pers Semasa Pendudukan Inggris 1811-1816; Surat Kabar Berbahasa Inggris Java Government Gazette


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Pada tanggal 26 Agustus 1811 Inggris menduduki Batavia. Dua minggu kemudian, Inggris membuat proklamasi pada tanggal 11 September 1811 lalu disusul kemudian tanggal 18 September 1811 membuat perjanjian dengan Belanda yang isinya Jawa dan Madura dikuasai Inggris. Butir berikutnya dari perjanjian tersebut bahwa semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris dan orang sipil Belanda dapat dijadikan pegawai Inggris. Pimpinan Inggris dalam hal ini Thomas Stamford Raffles. Surat kabar berbahasa Belanda Bataviasche Koloniale Courant berhenti terbit dan kemudian muncul surat kabar baru Java Government Gazette.


Surat kabar yang diterbitkan sebagai surat kabar resmi selama masa pemerintahan Inggris yang pendek di Indonesia (1811-1816), untuk menggantikan penerbitan resmi pemerintah Hindia Belanda, Bataviasche Koloniale Courant (1810-1811). Bataviasche Koloniale Courant diterbitkan atas permintaan Herman Willem Daendels menggantikan koran pendahulunya, Het Vendu-Nieuws (1776- 1809), yang dianggapnya "kurang menarik". Het Vendu-Nieuws (Berita Lelang) mulai terbit 30 tahun sesudah surat kabar pertama di Indonesia, Bataviasche Nouvalles en Politique Raisonnementen (1744-1746), ditutup atas perintah para direktur VOC, Perserikatan Dagang Hindia Timur, di Nederland. Java Government Gazette, dalam bahasa Inggris, beredar pertama kali tanggal 29 Februari 1812. Ketika Hindia Timur dikembalikan oleh Inggris kepada Belanda, alih kekuasaan pada bulan Agustus 1816 sekaligus meresmikan penutupan surat kabar ini. Hindia Belanda mengeluarkan De Bataviasche Courant, yang terbit tiga kali seminggu (https://dinaskebudayaan.jakarta.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah pers semasa pendudukan Inggris 1811-1816? Seperti disebut di atas, Batavia diduduki Inggris dan kemudian menguasai seluruh Jawa, Akibatnya surat kabar berbahasa Belanda Bataviasche Koloniale Courant berhenti terbit dan kemudian muncul surat kabar baru Java Government Gazette. Lalu bagaimana sejarah pers semasa pendudukan Inggris 1811-1816?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pers di Indonesia (3): Permulaan Pers pada Era Hindia Belanda; Bataviasche Koloniale Courant Era Daendels 1810-1811


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Era VOC berakhir 1799. Hindia Timur diakuisisi Kerajaan Belanda dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda (semacam provinsi jauh Belanda). Namun tidak lama kemudian Belanda diduduki Prancis 1805. Dalam situasi ini Raja Belanda di bawah bayang-bayang kekuasaan Prancis mengirim Daendels menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk meningkatkan pertahanan Jawa dari kemungkinan ancaman Inggris (Seteru Prancis). Di Jawa, selain program pembentukan kota-kota, pembangunan jalan trans-Java juga menginisiasi kehadiran media.


Herman Willem Daendels (21 Oktober 1762 – 2 Mei 1818), adalah seorang politikus dan jenderal Belanda yang menjadi Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke-36. Ia memerintah antara tahun 1808 – 1811. Masa itu Belanda sedang dikuasai oleh Prancis. Pada tahun 1780 dan 1787, ia ikut para kumpulan pemberontak di Belanda dan kemudian melarikan diri ke Prancis. Di sana ia menyaksikan dari dekat Revolusi Prancis dan lalu menggabungkan diri dengan pasukan Batavia yang republikan. Akhirnya, ia mencapai pangkat Jenderal dan pada tahun 1795, ia masuk Belanda dan masuk tentara Republik Batavia dengan pangkat Letnan-Jenderal. Pada tahun 1806, ia dipanggil oleh Raja Belanda, Raja Louis (Koning Lodewijk) untuk berbakti kembali di tentara Belanda. Ia ditugasi untuk mempertahankan provinsi Friesland dan Groningen dari serangan Prusia. Lalu setelah sukses, pada tanggal 28 Januari 1807 atas saran Kaisar Napoleon Bonaparte, ia dikirim ke Hindia Belanda sebagai Gubernur-Jenderal. Daendels tiba di Batavia pada 5 Januari 1808 menggantikan Gubernur-Jenderal Albertus Wiese. Daendels mengemban tugas yang diberikan oleh Raja Louis dari Hollandia untuk melakukan reformasi pemerintahan yang korup peninggalan VOC (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah permulaan pers era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, era baru Hindia Timur dimulai tahun 1800 dimana kerajaan Belanda membentuk Pemerintah Hindia Belanda. Sejak Daendels menjadi Gubernur Jenderal tahun 1808, didirikan surat kabar Bataviasche Koloniale Courant yang diterbitkan di Batavia 1810. Lalu bagaimana sejarah permulaan pers era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 06 Februari 2023

Sejarah Pers di Indonesia (2): Surat Kabar Semasa VOC; Daghregister dan Bataviaasch Genootschap v Kunsten en Wetenschappen


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Apakah sudah ada surat kabar pada era VOC? Nah, itu yang ingin dideskripsikan. Sebelum ada media yang disebut surat kabar pada era VOC, sejatinya sudah terbentuk ‘surat kabar’ statis yang diselenggarakan Pemerintah VOC di Kasteel Batavia. Surat kabar statis ini disebut Daghregister. Setiap kejadian yang diketahui di Batavia dicatat dalam bentuk narasi yang lalu disimpan yang dapat digunakan oleh para pemerintah dan para pedagang VOC. Kegiatan pencatatan harian seperi berita kapal, surat masuk dan surat keluar serta informasi lainnya dimulai pada tahun 1621. Orang petama yang menggunakan dokumen Daghregister ini untuk penelitian sejarah adalah seorang ahli geografi Francois Valentijn yang bukunya diterbitkan pada tahun 1726. Sementara surat kabar sebenarnya baru terbit pertama di Batavia tahun 1744.


Dari pers Hindia Belanda hingga Pers Nasional Indonesia. Dewanto Samodro. Antara. Sejarah Pers. Pers di Indonesia memiliki sejarah panjang. Maskun Iskandar dalam "Panduan Jurnalistik Praktis", Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen adalah pertama kali memprakarsai penerbitan "newsletter" bernama "Memorie der Nouvelles" pada 1615. "Memorie der Nouvelles" merupakan surat ditulis tangan berisi berita-berita dari Belanda dan disebarkan dari Batavia untuk kalangan pejabat VOC hingga di Ambon. Hanya terbatas yang menerima "newsletter" karena dibuat 30 eksemplar. "Waktu itu di Hindia belum ada mesin cetak, salinan harus ditulis tangan. Keinginan menerbitkan surat kabar di Hindia saat itu sebenarnya sudah sangat lama, tetapi dihambat pemerintah VOC. Baru setelah Gubernur Jenderal van Imhoff, terbitlah surat kabar "Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen" ("Berita dan Penalaran Politik Batavia") 7 Agustus 1744. Surat kabar yang diterbitkan Jan Erdmans Jordens itu memperoleh izin untuk masa kontrak tiga tahun. Penerbitan pertama langsung dikirim ke Belanda menggunakan kapal perjalanan selama tujuh bulan. Setelah menerima salinannya, pimpinan VOC di Belanda, De Heeren Zeventien, melarang penerbitan surat kabar tersebut. Surat larangan dikirim dari Belanda pada November 1745 dan baru sampai di Batavia 20 Juni 1746. "Dengan demikian, seraya menunggu izin, surat kabar tersebut sempat beredar selama dua tahunan," tulis Maskun (https://www.antaranews.com/)

Lantas bagaimana sejarah surat kabar era VOC? Seperti disebut di atas, itu baru bermula tahun 1744 dengan terbitnya surat kabar Bataviase Nouvelles di Batavia. Namun sebelum adanya surat kabar tersebut sudah ada di Batavia yang dapat dikatakan surat kabar statis yang disebut Daghregister yang dilakukan di Kasteel Batavia. Minat penulisan baru mengurucut Ketika lembaga ilmu pengetahuan di Batavia tahun 1778 Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Sumber-sumber Daghregiste dan Bataviase Nouvelles digunakan. Lalu bagaimana sejarah surat kabar era VOC? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pers di Indonesia (1): Pers Hari Pers Bapa Pers di Indonesia; Pers Indonesia Masa ke Masa Sejak Era VOC hingga Ini Hari


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Hari Pers Nasional (HPN) diselenggarakan tiap tanggal 9 Februari bertepatan dengan hari ulang tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) berdasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1985. Disebutkan Hari Pers Nasional kali pertama dicetuskan pada Kongres PWI ke 28 di Padang tahun 1978. Tahun ini Hari Pers Nasional akan diadakan di Medan. Itu berarti beberapa hari ke depan. Tema Hari Pers Nasional 2023 adalah 'Pers Merdeka, Demokrasi Bermartabat'. Peringatan Hari Pers Nasional 2023 di Medan akan diselenggarakan dengan sejumlah kegiatan 7-12 Februari 2023. Maskot Hari Pers Nasional 2023 adalah Harimau, fauna Sumatera yang dilindungi.


Pers adalah badan yang membuat penerbitan media massa secara berkala. Secara etimologis, pers (Belanda), press (Inggris), presse (Prancis), berasal dari bahasa Latin, perssare dari kata premere, yang berarti “tekan” atau “cetak”, secara terminologis adalah “media massa cetak” atau “media cetak”. Media massa, menurut Gamle & Gamle adalah bagian komunikasi antara manusia (human communication), dalam arti, media merupakan saluran atau sarana untuk memperluas dan memperjauh jangkauan proses penyampaian pesan antar manusia. Dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan meyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia. Pers Indonesia dimulai sejak dibentuknya kantor berita Antara didirikan tanggal 13 Desember 1937 sebagai kantor berita perjuangan dalam rangka perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia. Kantor berita Antara didirikan oleh Soemanang, AM Sipahoentar, Adam Malik dan Pandu Kartawiguna
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Pers, Hari Pers dan Bapak Pers Indonesia? Seperti disebut di atas, ‘pers’ (bahasa Belanda) adalah tentang persuratkabaran. Hari Pers Nasional ditetapkan tanggal 9 Februari dan sudah pula ditetapkan siapa yang menjadi Bapak Pers Indonesia. Mulai hari ini hingga beberapa hari ke depan akan dideskripsikan sejarah pers di Indonesia dari masa ke masa sejak Era VOC hingga ini hari. Lalu bagaimana sejarah pers, hari pers dan bapak pers Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.