*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini
Sebagaimana dalam artikel sebelum ini, surat
kabar berbahasa Inggris pernah eksis di Indonesia (masa pendudukan Inggris
1812-1816), lalu kembali dengan surat kabar berbahasa Belanda. Dalam
perkembangannya mulai dimunculkan surat kabar berbahasa Melayu yang umumnya
dengan investasi Eropa/Belanda. Dalam
perkembangannya berkembang investasi pribumi dalam inudustri surat kabar berbahasa
Melayu (dan bahkan ada yang merintis dengan bahasa Belanda).
Kisah Singkat Al Juab, Koran Berbahasa Melayu Pertama di Indonesia. Eropa menerbitkan surat kabar pertama sejak abad ke-17. Dr. De Haan dalam buku Oud Batavia, Kort Bericht Eropa salah satu surat kabar pertama di Eropa terbit 1676 oleh Abraham Van de Eede merilis berita dari Polandia, Perancis, Jerman, Belanda, Spanyol, Inggris dan Denmark. Surat kabar pertama diterbitkan di Indonesia adalah Bataviase Nouvelles. terbit Oktober 1744 dalam bahasa Belanda. Lalu berubah kritik perbudakan di Batavia dan perilaku penguasa VOC, media ini dibekukan dan baru dilanjutkan 30 tahun kemudian oleh Verdu Nieuws yang berisi iklan. Al Juab muncul tahun 1795, koran berbahasa Melayu pertama. menulis tentang berkaitan dengan agama Islam. Dalam Ensiklopedia Jakarta, surat kabar Al Juab diterbitkan mubaliq Islam asal Arab menggunakan aksara Arab. Dikabarkan, media ini tutup di tahun 1801, selanjutnya, 1824 koran ini digantikan oleh Bianglala, diterbitkan Oglive & Co dipimpin Stefanus Sandiman dan Marcus Geto. Surat kabar Bianglala berganti nama menjadi Bintang Johar. Di tahun-tahun berikutnya, koran-koran lain bermunculan. Dalam Bingkai Sejarah, disebutkan bahwa surat kabar dengan bahasa Melayu yang menyusul Al Juab pada tahun 1858 diantaranya Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, Soerat Khabar Betawi, Hindia Nederland, Slompret Melajoe. Setelah kedatangan mesin cetak di Batavia, surat kabar berkembang dan mempermudah surat kabar berbahasa Melayu tumbuh, hingga menjadi salah satu senjata perjuangan kemerdekaan Indonesia (https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/)
Lantas bagaimana sejarah surat kabar berbahasa
Melayu investasi Eropa/Belanda? Seperti disebut di atas surat kabar berbahasa
Melayu investasi Eropa/Belanda mulai diambil alih oleh pribumi (termasuk orang
Cina). Diantara surat kabar berbahasa Melayu, juga muncul surat kabar berbahasa
Jawa di Soerakarta dan surat kabar berbahasa Batak di Padang Sidempoean. Lalu bagaimana
sejarah surat kabar berbahasa Melayu investasi Eropa/Belanda? Seperti kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Surat Kabar Berbahasa Melayu Investasi Eropa/Belanda; Surat Kabar Berbahasa Jawa di Soerakarta
Kapan surat kabar berbahasa Melayu kali pertama muncul? Kita sedang membicarakan surat kabar (blad), bukan buku (boel) atau kumpulan tulisan (tijdschrift). Seperti pada artikel-artikel sebelum ini kita membicarakan surat kabar/courant seperti Bataviase Novelles (era VOC), Bataviasche Koloniale Courant (awal masa Pemerintah Hindia Belanda) dan Java Government Gazette (masa pendudukan Inggris). Surat kabar adalah media kuminikasi pemberitaan tentang suatu hal, seperti kejadian, keberangkatan/kedatangan kapal, harga-harga komoditi dan lain sebagainya.
Sebagaimana dikutip di atas, ada yang menyebut Al Juab adalah koran berbahasa
Melayu pertama di Indonesia. Al Juab muncul tahun 1795, menulis tentang
berkaitan dengan agama Islam. Dalam Ensiklopedia Jakarta, surat kabar Al Juab
diterbitkan mubaliq Islam asal Arab menggunakan aksara Arab. Dikabarkan, media
ini tutup di tahun 1801, selanjutnya, 1824 koran ini digantikan oleh Bianglala,
diterbitkan Oglive & Co dipimpin Stefanus Sandiman dan Marcus Geto. Surat
kabar Bianglala berganti nama menjadi Bintang Johar. Jika Al Juab muncul tahun
1795, sayang nama Al Juab ini tidak ditemukan, atau setidaknya sulit diketahui.
Tidak ditemukan penerbitan Bianglala pada tahun 1824. Bianglala sendiri muncul
edisi pertama tahun tahun 1853 yang diterbitkan oleh Lange en Co (ditulis oleh
WL Ritter dan LJA Tollens). Perusahaan penerbitan Oglive & Co (mungkin yang
dimaksud Ogilvie en Co), baru didirikan tahun 1857 (lihat Java-bode: nieuws, handels-
en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 23-05-1857). Di dalam kumpulan pustaka/ bibliografi Proeve eener
Ned. Indische bibliographie (1659-1870) yang disusun Jacobus Anne Chijs (1875)
tidak ditemukan nama Al Juab. (Batavia). Satu yang pasti bahwa Bianglala tidak dapat
dikatakan sebagai surat kabar (blad/courant) tetapi (buku) kumpulan tulisan (tijdschrift)
berseri yang berisi berbagai cerita penduduk asli (pribumi) semacam majalah (tijdschrift)
Intisari dan Warnasari pada masa kini. Buku kumpulan semacam Bianglala,
sebelumnya sudah pernah muncul yakni Warnasari (sejak 1848, yang terbit setiap
tahun). Boleh jadi Al Juab yang disebut muncul tahun 1795 berbahasa Melayu dengan
aksara Jawi (Arab gundul), bukan surat kabar tetapi sebagai kumpulan tulisan (tijdschrift).
Jenis buku-buku semacam ini adakalanya disebut Leesboek (lemari buku).
Surat kabar berbahasa Melayu diduga kuat pertama kali terbit di kota Padang. Pada tahun 1856 terbit surat kabar berbahasa Melyu bernama Bintang Oetara (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats, handels-, nieuws- en advertentieblad, 18-02-1856). Pada tahun yang sama surat kabar berbahasa Melayu bernama Soerat Kabar Bahasa Melaijoe di Soerabaja (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 15-03-1856).
Penerbitan kumpulan tulisan (tijdschrift) dan surat kabar (blad/couran) berbahasa Melayu diduga kuat terkait dengan program pemerintah untuk memperluas Pendidikan bagi pendudukan pribumi sejak 1848. Sebagaimana diketahui pada tahun 1851 di Soerakarta dibuka sekolah guru pribumi, yang dimaksudkan untuk mengembangkan potensi guru-guru pribumi (selama ini guru-guru untuk sekolah pribumi didatangkan dari Belanda). Lalu pada tahun 1856 sekolah guru pribumi (kweekschool) dibuka di Fort de Kock, yang kemudian baru disusul pembukaan sekolah yang baru di Tanobato (afdeeling Angkola Mandailing, Reisdentie Tapanoeli). Harus dicatat sebelum adanya sekolah bagi pribumi dan pendirian sekolah guru pribumi, penggunaan aksara Latin sudah lazim bagi warga perkotaan terutama untuk orang Timur Asing dan pribumi terpandang.
Bahasa Melayu sendiri adalah lingua franca, bahkan sudah sejak lama. Bahasa Melayu
sebagai bahasa pengantar tidak hanya intens digunakan di wilayah Melayu tetapi
juga di kota-kota non Melayu seperti di Batavia, Semarang, Soerabaya dan
Padang. Namun tidak diketahui sejak kapan bahasa Melayu mulai dikoding dalam
bentuk aksara Latin. Bahasa Melayu sendiri dalam
aksara Latin paling tidak, ditemukan pada surat kabar (berbahasa Inggris) Java government gazette edisi
30-01-1813. Bahasa Melayu tersebut ditulis oleh seorang bernama Sarah Salamut
yang berdomisili di Semarang.
Sebagaimana para misionaris mengembangan buku pelajaran untuk penggunaan
aksara Latin dalam kegiatan Pendidikan yang dilakukan, buku-buku pelajaran
untuk umum juga mulai diterbitkan atas bantuan dana pemerintah seperti buku Kitab
malajoe akan mengadjar permoelaän deri pada ilmoe hitongan. Batavia, 1834 (53 halaman).
Dalam perkembangannya semakin banyak buku-buku berbahasa Melayu yang ditulis
oleh penulis-penulis Belanda, apakah buku pelajaran, buku cerita, buku umum dan
sebagainya. Dengan demikian, sebelum munculnya surat kabar berbahasa Melayu,
sudah ada situasi dan kondisi yang terlebih dahulu ada seperti, penulis bahasa
Melayu dalam askaran Latin apakah terkait dengan kegiatan misionaris atau kegiatan
yang didukung oleh pemerintah atau inisiatif para penulisnya (sebab percetakan
sudah sejak lama eksis) serta mulai adanya sekolah-sekolah bagi pribumi.
Dalam hal ini bahasa Melayu sudah sejak lama eksis, namun umumnya ditulis dalam aksara Jawi, tetapi dalam bentuk aksara Latin masih bersifat sporadic, sudah ada yang memulai (meski sekolah berbahasa Melayu belum ada) seperti yang ditemukan pada surat kabar edisi tahun 1813. Tulisan-tulisan berbahasa Melayu dengan menggunakan aksara Jawi inilah yang kemudian diterjemahkan oleh penulis Belanda dalam bentuk kumpulan tulisan (tijdschrift) seperti Warnasari dan Bianglala.
Buku-buku berbahasa Melayu aksara Latin kali pertama digunakan oleh para
misionaris. Buku tersebut disalin dari buku berbahasa Belanda oleh J Akersloot
dan diterbitkan oleh penerbit di Batavia tahun 1829. Buku-buku misionaris
sebelumnya masih dalam bahasa Belanda. Bersamaan dengan buku-buku
misionaris tersebut juga diterbitkan buku-buku sastra seperti buku pantun dan
tamsil misalnya yang ditulis H Wester dan diterjemahkan ke bahasa Melayu oleh
R. Le Bruijn. Buku pelajaran berbahasa Melayu baru muncul pada tahun 1840. Buku
tersebut berjudul Kitab Malajuw âkan meng ‘Adjar hedja pada Anakh’ jang baharuw
memula'ij dengan peladjáran. Buku ini diterbitkan sebanyak 12 halaman di Toumohon
(oleh para misionaris). Juga diterbitkan buku pelajaran kedua berjudul Kitab
Malajuw jang kaduwa akan meng'adjar hedja guna segala ânakh jang sudah
bel’adjar sedikit sâdja. Setelah berbagai buku dalam bahasa Melayu terbit dan
berbagai surat kabar berbahasa Belanda terbit, surat kabar berbahasa Melayu
pertama terbit tahun 1856 di Padang dan di Surabaya yakni Soerat kabar Bahasa
melaijoe yang diterbitkan E. Fuhri & Co. Pada tahun ini juga terbit buku
Kitab pengadjaran basa Malajoe yang diterbitkan Lange en Co. Juga terbit buku
Penoendjoekan bagimana orang misti soembajang. Juga pada tahun ini diterbitkan
undang-undang dalam bahasa Melyu dengan judul sebagai berikut: Soerat hoekoem
ondang-ondang atas tanah Hindie Nederland tersalin dari pada bahasa Holanda
kapada bahasa Malaijoe dengan tietah dan biaija gouvernemen bergoena akan djadi
pertoeloengan segala orang anak negrie mengatahwie hoekoem ondang-ondang itoe.
Hukum diterjemahkan oleh toean Cohen Stuart baserta perbantoean Raden Rio Rekso
di Poera (sebanyak 287 halaman oleh Lange en Co).
Surat kabar berbahasa Melayu berikutnya terbit tahun 1858 di Batavia bernama Soerat chabar Batawie. Surat kabar ini diterbitkan oleh Lange en Co. Surat kabar berbahasa Melayu berikutnya di Batavia terbit tahun 1860 bernama Selompret Malajoe, soerat kabar basa Malajoe rendah. Surat kabar ini diterbitkan oleh G.C.T. van Dorp. Kehadiran surat kabar ini sudah diumumkan pada tahun 1859 di surat kabar Java Bode edisi 29 Desember. Surat kabar Selompret Malajoe ini diduga pindah ke Semarang.
Surat kabar berbahasa Melayu masih bertahan di Soemarang pada tahun 1861
Selompret Malajoe. Dua surat kabar berbahasa Melayu sebelumnya di Soerabaja dan
Batavia tidak terbit lagi. Ini mengindikasikan bahwa surat kabar berbahasa
Melayu masih sulit tumbuh dan berkembang. Namun demikian, di Soerabaja kembali
terbit surat kabar berbahasa Melayu pada tahun 1862 yang diberi nama Bientang
timoor, surat kabar yang diterbitkan oleh
Gebr. Gimberg en Co.
Sejauh ini surat kabar berbahasa Melayu yang terdeteksi keberadaannya hanya Selompret Malajoe dan Bienteng Timoor. Sejauh ini surat kabar berbahasa Melayu umumnya diterbitkan oleh investasi Eropa/Belanda, dimana para editornya juga orang Eropa/Belanda. Belum terdeteksi adanya wartawan atau editor dari kalangan pribumi.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Surat Kabar Berbahasa Jawa di Soerakarta: Surat Kabar Berbahasa Batak Investasi Orang Pribumi
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar