Tampilkan postingan dengan label Sejarah Surakarta Solo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Surakarta Solo. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 21 Januari 2023

Sejarah Surakarta (49): Lapangan Terbang di Surakarta Bermula 1938;Mengapa Lapangan Terbang di Soerakarta Telat Dibangun?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Jauh sebelum ada lapangan terbang dibangun di (wilayah) Soerakarta, Soesoehoenan sudah pernah naik pesawat, tetapi di tempat lain. Lapangan terbang fase awal dibangun di wilayah Jawa berada di Tjililitan, Kalidjati dan Andir. Setelah itu baru diperluas ke Semarang dan Gresik. Lantas mengapa tidak ada gagasan yang muncul untuk membangunnya di Soerakarta? 


Bandar Udara Internasional Adisumarmo adalah bandar udara yang terletak di kabupaten Boyolali. Bandar udara ini berlokasi sekitar 14 km di utara Kota Surakarta. Bandara ini dulu bernama Pangkalan Udara (Lanud) Panasan, karena terletak di kawasan Panasan. Bandara ini dibangun pertama kali pada tahun 1940 oleh Pemerintah Belanda sebagai lapangan terbang darurat. Ketika bala tentara Jepang masuk ke Indonesia bandara tersebut sempat dihancurkan oleh Belanda namun dibangun lagi oleh Pemerintah Jepang pada tahun 1942 sebagai basis militer penerbangan angkatan laut (Kaigun Bokusha). Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia penyelenggaraan bandara dilaksanakan oleh “Penerbangan Surakarta” yang diresmikan pada tanggal 6 Februari 1946. Pada tanggal 1 Mei 1946, Penerbangan Surakarta sejak berubah menjadi “Pangkalan Udara Panasan” yang hanya diperuntukkan penerbangan militer. Pangkalan udara tersebut pertama kali digunakan secara resmi untuk penerbangan komersial pada tanggal 23 April 1974 yang dilayani oleh Garuda Indonesia dengan rute Jakarta-Kemayoran-Solo & Solo-Jakarta-Kemayoran dengan frekuensi 3-kali seminggu. Pada tanggal 25 Juli 1977, “Pangkalan Udara Panasan” berubah nama menjadi “Pangkalan Udara Utama Adi Sumarmo” yang diambil dari nama Adisumarmo Wiryokusumo, adik dari Agustinus Adisucipto (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah lapangan terbang di Soerakarta, bermula 1938? Seperti disebut di atas, lapangan terdekat dari wilayah Soerakarta bermula di Semarang. Namun pada akhirnya dibangun di Jogjakarta di Magoewo. Bagaimana dengan di Soerakarta? Lalu bagaimana sejarah lapangan terbang di Soerakarta, bermula 1938? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 20 Januari 2023

Sejarah Surakarta (48): Awal Pertanian dan Perkebunan di Soerakarta Sejak VOC; Peta Perkebunan era Pemerintah Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Kehadiran orang Belanda di Hindia Timur adalah tujuan perdagangan di pantai-pantai. Urusan perdagangan di pedalaman adalah penduduk asli. Pada tahun 1665 Pemerintah VOC mengubah kebiijakan dari perdagangan longgar di pantai-pantai menjadi kebijakan menjadikan penduduk sebagai subjek. Langkah pertama untuk mengimlementasikan kebijakan baru ini adalah membuat program pengembangan pertanian di wilayah pedalaman, termasuk di pedalaman Batavia dan di pedalaman Semarang (khususnya Soerakarta dan Jogjakarta).   


Perkembangan Perkebunan Tebu di Mangkunegaraan Tahun 1918-1937. Oleh: Salma Abidah, Prodi Ilmu Sejarah, Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri. Abstrak. Perkebunan telah ada sebelum bangsa Eropa datang ke Nusantara. Perkembangan perkebunan lahir setelah bangsa Belanda datang ke Nusantara dan menjajah. Perkebunan telah menyebar ke seluruh wilayah Hindia Belanda tak terkecuali di Praja Mangkunegaran. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui perkembangan perkebunan tebu di Mangkunegaran pada tahun 1918 hingga tahun 1937. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah kritis. Terdiri dari; heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkebunan tebu Mangkunegaran merupakan perkebunan penghasil bahan baku untuk PG Colomadu dan PG Tasikmadu. Pada tahun 1918 hingga tahun 1929 perkebunan tebu Mangkunegaran mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut ditunjukkan dengan perluasan perkebunan tebu dan penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak. Namun, pada tahun 1930 merupakan puncak krisis Melaise yang melanda seluruh wilayah Hindia Belanda termasuk wilayah Mangkunegaran. Pemerinah Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan-kebijakan terhadap industry gula di Hindia Belanda. Menghadapi krisis Melaise dan untuk mencegah terjadinya kegurian, pihak Mangkunegaran mengurangi lahan perkebunan tebu, dan mengganti bibit tebu yang digunakan menggunakan varietas POJ 2878 yang lebih unggul dari pada varietas lainnya (https://journal.student.uny.ac.id/) 

Lantas bagaimana sejarah pertanian dan perkebunan di Soerakarta sejak VOC? Seperti disebut di atas, wilayah Soerakarta terbilang salah satu wilayah pedalaman pertanian dikembangkan sejak era VOC. Atas dasar ini menjadi penting Soerakarta dalam peta perkebunan pada era Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah pertanian dan perkebunan di Soerakarta sejak VOC? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (47): Pendudukan Inggris dan Pengeran Prang Wedono van Soeracarta; Akhir VoC-Awal Pemerintah HindiaBelanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Pendudukan Inggrsi di Hindia Belanda khususnya di Jawa tidak lama, hanya lima tahun (1811-1816). Bagaimana situasi dan kondisi di Soerakarta selama pendudukan Inggris, meski singkat tetapi menjadi bagian sejarah penting diantara kekausanan Belanda (sejak era VOC hingga pendudukan Jepang). Salah satu pimpinan local di Jawa bagian tengah adalah Pengeran Prang Wedono van Soeracarta. 


Masa Penjajahan Inggris di Indonesia Kompas.com - 09/02/2022. KOMPAS.com. Inggris menjajah Indonesia 5 tahun 1811 hingga 1816. Dikutip dari MC Ricklefs, 4 Agustus 1811, 60 kapal Inggris muncul di pelabuhan Batavia, Batavia dan daerah sekitar jatuh ke Inggris 26 Agustus 1811. Thomas Stamford Raffles berhasil merebut seluruh kekuasaan Belanda ditandai dengan Perjanjian Tuntang 18 September 1811 berisi berikut: Pemerintah Belanda menyerahkan Indonesia kepada Inggris di Kalkuta, India. Semua tentara Belanda menjadi tawanan perang Inggris. Orang Belanda dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris. Hutang Belanda tidak menjadi tanggungan Inggris. Raffles yang berhasil merebut seluruh kekuasaan Belanda, memberikan kesempatan rakyat Indonesia untuk melakukan perdagangan bebas. Atas jasanya merebut Nusantara dari Belanda, Raffles diganjar Gubernur Jenderal Lord Minto penghargaan sebagai Letnan Gubernur Jawa. Ia tinggal dan memerintah dari Buitenzorg. Kebijakan pemerintahan Raffles menegosiasikan perdamaian dan beberapa operasi militer yang dianggap menentang Kerajaan Inggris. Operasi militer 21 Juni 1812 Raffles memerintahkan serangan ke Yogyakarta. Serangan Inggris membuat keraton rusak parah. Di bawah penjajahan Inggris, Jawa dibagi menjadi 16 keresidenan: Banten, Banyumas, Besuki, Bogor, Cirebon, Jakarta, Karawang, Kediri, Kedu, Madiun, Madura, Pati, Priangan, Rembang, Semarang, Surakarta…Inggris menyerahkan kembali Jawa ke Belanda sesuai Perjanjian Anglo-Dutch 1814 berakhirnya Perang Napoleon di Eropa. Pada 15 Oktober 1817, Raffles mendapat mandat sebagai Gubernur Jenderal di Bencoolen merupakan koloni yang hasil ekspornya hanyalah lada. (https://www.kompas.com/)

Lantas bagaimana sejarah pendudukan Inggris dan Pengeran Prang Wedono van Soeracarta? Seperti disebut di atas pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda, Inggris melakukan pendudukan 1811-1816. Bagaimana dengan di Soearakarta? Fase ini dapat dikatakan akhir era VOC dan awal era Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah pendudukan Inggris dan Pengeran Prang Wedono van Soeracarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 19 Januari 2023

Sejarah Surakarta (46): Gubernur Jenderal Jawa, Gustaaf Willem baron van Imhoff (1743-1750);Perang Paling Merusak Sejagat


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Raffles boleh saja menyebut dirinya Gubernur Jenderal Jawa, meski sebenarnya Letnan Gubernur Jenderal, tetapi Gubernur Jenderal Jawa yang sebenarnya adalah van Imhoff. Mengapa? Karena sejarahnya memang demikian. Boleh jadi ini karena Gustaaf Willem baron van Imhoff memiliki pemikiran yang kuat tentang wilayah pedalaman Jawa, tidak hanya di pedalaman Batavia (Buitenzoeg) juga di pedalaman Semarang (Vostenlanden). Namun pada eranya inilah terjadi perang yang sangat merusak, khususnya di Jawa (pedalaman Semarang). Perang ini disebut perang merusak sejagat. Mengapa? Perang Amerika (mengusir Inggris) belum terjadi.


Gustaaf Willem Baron van Imhoff (8 Agustus 1705 – 1 November 1750) adalah Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke 27. Ia memerintah antara tahun 1743 – 1750. Van Imhoff dikenal sebagai orang yang kebijakannya mendorong Pangeran Mangkubumi untuk memberontak melawan Susuhunan Pakubuwana II, peristiwa yang mencetuskan Perang Tahta Jawa Ketiga (1748-1757). Perang ini berakibatkan perpecahan kerajaan Mataram Baru menjadi Surakarta dan Yogyakarta. Van Imhoff juga dikenal sebagai orang yang meresmikan kantor pos Batavia pada tanggal 28 Agustus 1746, yang kemudian ditetapkan menjadi hari jadi Pos Indonesia. Setelah akhir masa jabatannya, Van Imhoff digantikan oleh Jacob Mossel (Wikiepedia)

Lantas bagaimana sejarah Gubernur Jenderal Jawa Gustaaf Willem baron van Imhoff (1743-1750)? Seperti disebut di atas, van Imhoff memiliki pendangan baru tentang pentingnya pedalaman Jawa. Namun saat itu situasi dan kondisinya diperkirakannya. Perang Jawa yang terjadi disebut perang paling merusak sejagat. Mengapa? Lalu bagaimana sejarah Gubernur Jenderal Jawa Gustaaf Willem baron van Imhoff (1743-1750)? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (45): Perang Jawa Era VOC 1746-1755; Soeltan Agoeng dan Kisah Kerajaan Mataram Menyerang Batavia 1628


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Perang Jawa yang sangat dikenal luas pada masa ini adalah Perang Jawa (1825-1830). Fase-fase Perang Jawa sebelumnya kurang terinformasikan. Perang Jawa 1825-1830 pada era Pemerintah Hindia Belanda dapat diperbandingkan dengan Perang Jawa 1745-1755 (era VOC). Satu yang menjadi pertanyaan pada era Pemerintah Hindia Belanda disebut Perang Jawa 1745-1755 sebagai perang yang paling merusak sejagat. Mengapa?


Perang Jawa dari tahun 1741 hingga 1743 antara gabungan tentara Tionghoa dengan Jawa melawan VOC. Setelah membantai 10.000 orang Cina di Batavia, yang selamat melarikan diri ke Semarang dipimpin Khe Pandjang. Seiring perkembangan situasi, Sunan Mataram Pakubuwono II mendukung para pemberontak Cina. Setelah korban pertama berjatuhan pada 1 Februari 1741 di Pati, para pemberontak Cina menyebar ke seluruh Jawa bagian tengah. Orang Jawa turut membantu orang Cina. Sesudah merebut Rembang, Tanjung, dan Jepara, gabungan Cina dan Jawa mengepung Semarang Juni 1741. Pangeran Cakraningrat IV dari Madura menawarkan bantuan kepada Belanda. Pada akhir tahun 1741, pengepungan Semarang berhasil dipatahkan setelah tentara Pakubuwono II melarikan diri. Setelah Belanda melancarkan kampanye militer pada tahun 1742, Pakubuwono II memutuskan menyerah dan beralih membantu Belanda. Para pangeran Jawa ingin meneruskan perang, pada 6 April Pakubuwono II tidak diakui oleh para pemberontak. Keponakan Pakubuwono II, Raden Mas Garendi, dipilih oleh para pemberontak penggantinya. Belanda berhasil merebut kembali semua kota di pantai utara Jawa, pemberontak menyerang ibu kota Pakubuwono II di Kartosuro. Cakraningrat IV merebut kembali kota tersebut Desember 1742, dan awal 1743 pemberontak Cina menyerah. Setelah perang berakhir, Belanda membuat perjanjian dengan Pakubuwono II (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah Perang Jawa era VOC 1746-1755? Seperti disebut di atas, Perang Jawa terdiri dari beberapa fase. Namun bagaimana disebut Perang Jawa 1746-1755 disebut perang yang paling merusakan. Sejarah perang di Jawa sendiri bermula pada era Soeltan Agoeng yang mana Kerajaan Mataram menyerang Batavia 1628. Lalu bagaimana sejarah Perang Jawa era VOC 1746-1755? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 18 Januari 2023

Sejarah Surakarta (44): Awal Mula Islam di Surakarta; Terbentuknya Kota-Kota Islam di Pantai Utara Jawa hingga Kerajaan Pajang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Fakta masa kini penduduk Jawa umumnya Bergama Islam. Suatu pulau yang masih ditemukan banyak sisa-sisa peradaban Hindoe Boedha, seperti prasasti, candi dan bentuk-bentuk kebudayaan lainnya. Lalu sejak kapan masuknya Islam di pulau Jawa, khusus di wilayah pedalaman seperti di Surakarta. Agama Islam telah menggantikan agama mayoritas penduduk sebelumnya. Sejarah masuknya Islam adalah bagian penting dari sejarah modern Jawa.   


Masuknya Islam di Jawa: Proses dan Buktinya Kompas.com-29/04/2022. Diduga, kedatangan Islam ke Nusantara untuk pertama kalinya dibawa oleh para pedagang dari Timur Tengah, Persia, dan India. Salah satu buktinya ditemukan makam berangka tahun 1082 di desa Leran, Gresik, Jawa Timur. Kemudian, di Mojokerto, di sekitar kotaraja Majapahit, juga ditemukan banyak makam Islam kuno, berasal tahun 1374 (era Majapahit). Sebelum Islam berkembang, yang sangat berpengaruh di Jawa adalah Kerajaan Majapahit bercorak Hindu-Buddha. Menurut BJO Schrieke, Islam masuk ke Jawa 1416, berita Ma Huan, seorang Muslim China berkunjung ke pesisir Jawa 1416 (Ying-Yai Sheng-Lan), disebutkan orang-orang Islam yang tinggal di Gresik, diantaranya pedagang dari Timur Tengah, Arab, Persia, dan India. Selain itu, ditemukannya makam Malik Ibrahim, berasal dari Persia, meninggal pada 822 H atau 1419 M. Ketika Kerajaan Majapahit mencapai masa kejayaannya di era pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389), banyak penduduknya yang telah beragama Islam, disebabkan oleh hubungan dagang antara Muslim pendatang di pesisir utara Jawa. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik dianggap sebagai wali pertama Jawa. Pengaruh agama Hindu Shiwa dan Buddha di Majapahit secara perlahan tergantikan Islam. Banyak para pedagang yang akhirnya menetap dan menikah wanita Jawa. Alhasil, Islam memengaruhi lingkungan keluarga hingga berkembang pesat di seluruh Jawa (https://www.kompas.com/)_

Lantas bagaimana sejarah awal permulaan Islam di Surakarta? Seperti disebut di atas, kini penduduk Jawa mayoritas beragama Islam. Dalam hubungan ini sejak kapan masuknya Islam di pedalaman Jawa khusunya di Surakarta. Berbagai penulis menyebut ketika sudah terbentuk kota-kota (kerajaan-kerajaan) Islam di pantai utara Jawa. Lalu bagaimana sejarah awal permulaan Islam di Surakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (43): Awal Penduduk Solo di Soerakarta; Era Sungai Bengawan hingga Kampong Baru di Semanggi dan di Sala


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Manusia Solo adalah satu hal. Populasi penduduk Solo di Surakarta adalah hal lain lagi. Manusia Solo (Homo soloensis), era pra-sejarah adalah hal yang belum terjelaskan. Dalam hal ini yang ingin kita jelaskan adalah populasi awal penduduk Solo di Surakarta pada era sejarah. Bukti era sejarah yang baik adalah keberadaan candi-candi dan prasasti-prasasti yang ditemukan di pulau Jawa khususnya yang dekat dengan wilayah Surakarta. Candi dan prasasti adalah bukti keberadaan populasi yang sangat maju.


Manusia Solo, Solo Man (Homo erectus soloensis, Homo soloensis) adalah manusia purba hidup di daerah sungai Bengawan Solo. Subspesies punah dianggap segolongan Homo neanderthalensis di Asia, Eropa dan Afrika. Fosil Homo erectus soloensis ditemukan di Ngandong (Blora), Sangiran, dan Sambungmacan (Sragen). Von Koenigswald membagi lembah Kali Solo tiga lapisan: Lapisan Jetis (Pleistosen Bawah), tempat ditemukannya Pithecanthropus robustus, Homo mojokertensis, Meganthropus paleojavanicus; Lapisan Trinil (Pleistosen Tengah), tempat ditemukannya Pithecanthropus erectus; Lapisan Ngandong (Pleistosen Atas), tempat ditemukannya Homo soloensis, Homo wajakensis. Diperkirakan, makhluk ini merupakan evolusi dari Pithecanthropus/Homo mojokertensis. Pada 2011, para ahli memperkirakan H. e. soloensis berusia antara 143.000 hingga 550.000 tahun. Sebagian pakar paleoantropologi berpikir bahwa manusia-manusia Mongoloid dari Asia, manusia Australoid Australia bertemu di Jawa. Namun ada teori yang menyatakan bahwa justru Jawalah asal muasal mereka. Dari Jawa, Homo e. soloensis yang berciri fisik Mongoloid lalu menyebar ke Asia melalui Paparan Sunda, sedangkan Homo wajakensis yang berciri Australoid (Papua, Aborigin, dll.) menyebar ke Australia melalui Paparan Sahul. Teori Jawa sebagai tempat asal peradaban purba, fakta bahwa pulau berada di khatulistiwa dengan iklim ideal bagi kehidupan manusia. Kepunahan manusia purba berkaitan badai meteor sekitar 12.000 tahun lalu, diduga membinasakan manusia purba dan hewan raksasa seperti dinosaurus dan mammoth. Penyebab punahnya Homo erectus soloensis masih teka-teki (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah populasi awal penduduk Solo di Surakarta? Seperti disebut di atas, kita tidak membicarakan populasi dari era Manusia Solo pada era pra-sejarah, tetapi populasi awal penduduk Solo era sejarah sejak era awal sungai Bengawan hingga kampong baru seperti kampong Semanggi dan Sala. Lalu bagaimana sejarah populasi awal penduduk Solo di Surakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 17 Januari 2023

Sejarah Surakarta (42): Sangiran di Sragen Surakarta Pulau Jawa ; Situs, Asal Muasal Populasi Nusantara, Peta Wilayah Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Sejarah zaman kuno selalu menarik tetapi penuh tantangan. Man\arik karena banyak yang ingin diketahui, tetapi semakin jauh ke masa lampau data yang tersedia semakin minim. Ilmu semakin berkembang, semakin menambah pengetahuan dan data sejarah zaman kuno yang awalnya minim juga semakin bertambah. Dalam sdudi sejarah nusantara, khususnya dalam hal ini di wilayah (pulau) Jawa penemuan fosil tua semakin memicu keinginantahuan sejak zaman kuno hingga mencapai masa kini. Dalam hubungan inilah kita membicarakan asal muasal populasi penduduk nusantara dan peta wilayah Indonesia. Dalam hal ini pula kita mempelajari wilayah Sangiran dimana ditemukan fosil manusia purba Sangiran. 


Sangiran adalah situs arkeologi di Jawa. Menurut laporan UNESCO (1995) "Sangiran diakui oleh para ilmuwan untuk menjadi salah satu situs yang paling penting di dunia untuk mempelajari fosil manusia, disejajarkan bersama situs Cina), Australia, Tanzania dan Afrika Selatan, dan lebih baik dalam penemuan daripada yang lain". Situs sekitar 56 km² (7 x 8 Km) terletak 15 Km sebelah utara Surakarta di lembah Sungai Bengawan Solo. Kawasan Sangiran masuk kabupaten Sragen (Kecamatan Gemolong, Kecamatan Kalijambe, dan Plupuh) dan kabupaten Karanganyar (Kecamatan Gondangrejo). Fitur penting dari situs ini adalah geologi daerah. Awalnya kubah terbentuk jutaan tahun yang lalu melalui kenaikan tektonik, kemudian terkikis yang mengekspos isi dalam kubah yang kaya akan catatan arkeologi. Situs Sangiran ditemukan PEC Schemulling tahun 1883. Eugene Dubois pernah melakukan penelitian, namun tidak intensif kemudian di kawasan Trinil, Ngawi. Antropolog Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald 1934 memulai penelitian di area setelah mencermati laporan berbagai penemuan balung buta ("tulang buta/raksasa"). Saat itu perdagangan fosil mulai ramai akibat penemuan tengkorak dan tulang paha Pithecanthropus erectus ("Manusia Jawa") oleh Eugene Dubois di Trinil, Ngawi, tahun 1891. Trinil sendiri terletak di lembah Bengawan Solo, 40 Km timur Sangiran. Pada tahun-tahun berikutnya, menemukan berbagai fosil Homo erectus lainnya ada sekitar 60 lebih fosil H. erectus dengan variasi yang besar, termasuk seri Meganthropus palaeojavanicus. Juga ditemukan berbagai fosil hewan bertulang belakang seperti buaya, kuda nil, rusa, harimau, dan gajah. Tahun 1977 oleh Pemerintah Indonesia menjadikan situs Sangiran sebagai daerah cagar budaya dan tahun 1988 sebuah museum dan konservasi laboratorium didirikan di Sangiran. Pada tahun 1996 UNESCO mendaftarkan Sangiran sebagai Situs Warisan Dunia (Sangiran Early Man Site) (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Sangiran di Sragen Surakarta Jawa Indonesia? Seperti disebut di atas, Sangiran termasuk salah satus tua di Indonesia sejauh ini. Narasi sejarah selalu dimulai darimana suatu hal dapat dijelaskan. Dalam hal inilah keutamaan (situs) Sangiran di Surakarta. Sebagai situs tua dapat ditarik perjalanan sejarah sejak asal muasal populasi Nusantara dan paralel dengan itu sejarah peta wilayah Indonesia. Sebab populasi manusia berkembang, wilayah dimana berada juga berkembang (mengalami perubahan). Lalu bagaimana sejarah Sangiran di Sragen Surakarta Jawa Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (41): Sragen di Surakarta, Padjang hingga Soekowati; Fosil Manusia Sangiran, Sungai Bengawan, Gunung Lawu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Sragen memiliki keutamaan, bahkan dari zaman ke zaman, jaman kuno megalitik hingga jaman modern masa kini. Jauh sebelum terbentuk Padjang dan Soekowati, wilayah Sragen sudah dikenal sebagai wilayah strategis sejak zaman purba (manusia Sangiran). Dalam hal inilah gunung Lawu dan terbentuknya sungai Bengawan Solo menjadi Sragen strategis. Sungai Semanggi/Bengawan terus memanjang sehingga kini wilayah Sragen terkesan jauh dari pantai. Akan tetapi di masa lampau Sragen adalah suatu kawasan pantai. Wilayah Sragen tetap di tempatnya, sungai yang memanjang dan pantai yang menjauh. Hal itulah juga sebab mengapa ada garam di Grobogan dan ada minyak di Blora. Dalam konteks itulah keutaman Sragen (manusia Sangiran dan mansia Trinil).


Sragen adalah kabupaten di Surakarta Raya, Provinsi Jawa Tengah. Ibu kota di kecamatan Sragen, 30 Km sebelah timur kota Surakarta. Kabupaten berbatasan dengan kabupaten Grobogan di utara, kabupaten Ngawi di timur, kabupaten Karanganyar di selatan, serta kabupaten Boyolali di barat. Kabupaten dikenal sebutan "Bumi Sukowati", nama digunakan sejak Kasunanan Surakarta. Kawasan Sangiran tempat ditemukannya fosil manusia purba. Secara geografis, kabupaten Sragen berada di lembah daerah aliran sungai Bengawan Solo mengalir ke arah timur, sebagian besar dataran rendah dengan ketinggian antara 70-480 M dpl. Sebelah utara perbukitan, rangkaian pegunungan Kendeng, sebagian kecil wilayah selatan perbukitan kaki gunung Lawu. Hari jadi kabupaten Sragen ditetapkan dengan Perda 1987, yaitu hari Selasa Pon, tanggal 27 Mei 1746. tanggal dan waktu ketika Pangeran Mangkubumi, kelak menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono I pertama melakukan perlawanan terhadap Belanda dengan membentuk pemerintahan di desa Pandak, Karangnongko, dan meresmikan namanya menjadi Pangeran Sukowati, tetapi sejak tahun 1746 dipindahkan ke desa Gebang. Sejak itu Pangeran Sukowati memperluas daerah kekuasaannya meliputi Desa Krikilan, Pakis, Jati, Prampalan, Mojoroto, Celep, Jurangjero, Grompol, Kaliwuluh, Jumbleng, Lajersari dan lainnya. Perjanjian Giyanti tahun 1755, kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, dimana Pangeran Sukowati menjadi Sultan Hamengku Buwono I dan Perjanjian Salatiga tahun 1757, dimana Raden Mas Said ditetapkan menjadi Mangkunegara I dengan mendapatkan separuh wilayah Kasunanan Surakarta. Perkembangan selanjutnya sejak tahun 1869, daerah kabupaten pulisi Sragen memiliki 4 distrik, yaitu Sragen, Grompol, Sambungmacan dan Majenang (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Sragen di Surakarta, era Padjang hingga Soekowati? Seperti disebut di atas wilayah Sragen yang sekarang adalah wilayah sejarah lama di pedalaman Jawa. Wilayah Sragen memiliki sejarah panjang sejak era (fosil) manusia Sangiran, sungai Bengawan dan gunung Lawu. Lalu bagaimana sejarah Sragen di Surakarta, era Padjang hingga Soekowati? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 16 Januari 2023

Sejarah Surakarta (40):Karang Anyar Bukan Karang Baru; Kampong Ganjar Pranowo, Antara Tawangmangu dan Nama Colomadu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Seperti artikel sebelumn ini, nama kampong tempo doeloe di wilayah Soerakarta ditemukan di wilayah Batavia seperti nama Karanganjar. Kampong Karang Anyar berada di lereng gunung Lawu dan tidak jauh dari Karang Pandan terdapat candi baru. Jelas dalam hal ini Karang Anyar bukan karang baru. Lalu apa? Bagaimana dengan nama Colomadu yang jauh di mata tetapi dekat di hari di Karang Anyar?


Karanganyar adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di provinsi Jawa Tengah. Ibu kotanya adalah Kecamatan Karanganyar Kota. Sekitar 14 Km sebelah timur Kota Surakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Sragen di utara, Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Wonogiri di selatan, serta Kabupaten Boyolali, Kota Surakarta, dan Kabupaten Sukoharjo di barat. Kabupaten Karanganyar memiliki sebuah kecamatan eksklave yang terletak di antara Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo, dan Kota Surakarta yaitu Kecamatan Colomadu. Nama Karanganyar berasal dari pedukuhan yang berada di kabupaten ini. Nama ini diberikan oleh Raden Mas Said (Mangkunagara I), karena di tempat inilah, ia menemukan kemantapan akan perjanjian baru (Jawa: anyar) untuk menjadi penguasa setelah memakan wahyu keraton dalam wujud burung Derkuku. Pada waktu yang sama dikenal juga Kabupaten Karanganyar-Roma (Sekarang bagian Kabupaten Kebumen) sebuah kabupaten bagian dari Kasultanan Yogyakarta hingga dihapuskan oleh Kolonial Belanda dengan alasan politis pada tanggal 1 Januari 1936. Bagian barat Kabupaten Karanganyar merupakan dataran rendah, yakni lembah Bengawan Solo yang mengalir menuju ke utara. Bagian timur berupa pegunungan, yakni bagian sistem dari Gunung Lawu. Sebagian besar daerah pegunungan ini masih tertutup hutan. Nama-nama kecmatan antara lain Colomadu, Gondangrejo, Jaten, Jatipuro, Jatiyoso, Jenawi, Jumapolo, Jumantono, Karanganyar, Karangpandan, Kebakkramat, Kerjo, Matesih, Ngargoyoso, Mojogedang, Tasikmadu, Tawangmangu
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Karang Anyar di Soerakarta bukan karang baru? Seperti disebut di atas, suatu kampong, berada di lereng gunung Lawu, kini kota yang menjadi kampong halaman Ganjar Pranowo. Tidak jauh darinya terdapat candi baru di Karang Padan. Sehubungan dengan itu, bagaimana riwayat nama Karang Anyar hingga nama Colomadu. Lalu bagaimana sejarah Karang Anyar di Soerakarta bukan karang baru? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (39): Nama Sukoharjo di Soerakarta, Kartasoera di Sukoharjo; Distrik Larangan Kini Jadi Kabupaten Sukoharjo


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Sukoharjo adalah senang makmur. Itu satu hal. Hal lain adalah mengapa banyak nama-nama kampong tua di wilayah (residentie) Soerakarta yang mirip dengan nama-nama kampong di Batavia (Jakarta dan sekitar) seperti Sukabumi, Grogol dan Larangan. Sebaliknya mengapa ada nama-nama kampong di Tanah Batak mirip dengan nama-nama kampong di Soekoharjo seperti Bulu, Jombor dan Gupit. Yang jelas nama distrik Larangan di wilayah Soerakarta kini menjadi nama kabupaten Sukoharjo. 


Sukoharjo adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Ibu kotanya adalah Kecamatan Sukoharjo Kota, sekitar kurang lebih 10 km sebelah selatan Kota Surakarta. Pada tanggal 16 Februari 1874, Sunan Pakubuwono IX dan Residen Surakarta, Keucheneus, membuat perjanjian pembentukan Pradata Kabupaten untuk wilayah Klaten, Boyolali, Ampel, Kartasura, Sragen dan Larangan. Surat perjanjian tersebut disahkan pada hari Kamis tanggal 7 Mei 1874, Staatsblad nomor 209. Berdasarkan surat perjanjian tersebut sekarang ditetapkan bahwa Kamis, 7 Mei 1874 menjadi tanggal berdirinya Kabupaten Sukoharjo, yang sebelum itu bernama Kawedanan Larangan. Nama Sukoharjo dalam penulisan Bahasa Jawa adalah "Sukaharja" yang berarti Bumi yang selalu "Suka = Senang / Gembira" dan "Raharja = Makmur". Bengawan Solo membelah kabupaten ini menjadi dua bagian: Bagian utara pada umumnya merupakan dataran rendah dan bergelombang, sedang bagian selatan dataran tinggi dan pegunungan. Sebagian daerah di perbatasan utara merupakan daerah perkembangan Kota Surakarta, mencakup kawasan Grogol dan Kartasura. Nama-nama kecamatan di kabupaten Sukoharjo antara lain Baki, Bendosari, Bulu, Gatak, Grogol, Kartasura, Mojolaban, Nguter, Polokarto, Sukoharjo, Tawangsari, Weru (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Sukoharjo di Soerakarta, Kartasoera di Sukoharjo? Seperti disebut di atas, wilayah kabupaten Sukoharjo yang sekarang tempo doeloe dikenal sebagai district Larangan. Lalu bagaimana sejarah Sukoharjo di Soerakarta, Kartasoera di Sukoharjo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 15 Januari 2023

Sejarah Surakarta (38): Klaten Kota Antara Surakarta dan Jogjakarta;Candi Sewu Bukan Candi Hindoe, Mirip Candi Simangambat?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Bagaimana sejarah Klaten? Tentu saja sudah ditulis. Klaten cukup dikenal di masa lalu karena keberadaan candi-candi Hindoe dan Boedha seperti candi Sewu. Tentu saja karena letaknya yang tepat berada di jalan utama antara Jogjakarta dan Surakarta. Oleh karenanya sejarah wilayah Klaten seakan berada di bayang-bayang sejarah Surakarta dan Jogjakarta. Hal itukah yang menyebabkan sejarah Klaten masih silang pendapat? Tentu saja juga karena ada silang pendapat antara kemiripan candi Sewu dengan candi Simangambat di Tapanuli Selatan. 


Klaten adalah kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Pusat pemerintahan berada di Kota Klaten, 36 km sebelah barat Kota Surakarta. Wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi tiga dataran yakni Sebelah Utara Dataran Lereng Gunung Merapi, Sebelah Timur Membujur Dataran Rendah, sebelah Selatan Dataran Gunung Kapur. Menurut topografi kabupaten Klaten terletak di antara gunung Merapi dan pegunungan Seribu dengan ketinggian antara 75-160 M dpl. Sejarah Klaten dapat ditelusuri dari keberadaan candi-candi Hindu, Buddha maupun barang-barang kuno. Daerah Kabupaten Klaten pada mulanya adalah bekas daerah swapraja Surakarta. Kasunanan Surakarta. Pada zaman penjajahan Belanda, tahun 1749, terjadi perubahan susunan penguasa di Kabupaten dan di Distrik. Ada yang menyebut tentang asal muasal nama Klatèn berasal kelathi atau buah bibir. Kata kelathi ini kemudian mengalami disimilasi menjadi Klaten. Klaten sejak dulu merupakan daerah yang terkenal karena kesuburannya. Sampai sekarang sejarah kota Klaten masih menjadi silang pendapat. Belum ada penelitian yang dapat menyebutkan kapan persisnya kota Klaten berdiri. Nama-nama kecamatan di kabupaten Klaten, antara lain Bayat, Cawas, Ceper, Delanggu, Gantiwarno, Jatinom, Jogonalan, Juwiring, Kalikotes, Karanganom, Kebonarum, Kemalang, Klaten Tengah, Manisrenggom, Pedan, Polanharjo, Prambanan, Trucuk, Tulung, Wedi, Wonosari (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Klaten, diantara Surakarta dan Jogjakarta? Seperti disebut di atas, sejarah Klaten masih terdapat silang pendapat. Apakah dalam hal ini juga termasuk silang pendapat antara candi Sewu diantara Candi Hindoe yang dikatakan mirip dengan candi Simangambat di Tapanuli Selatan? Lalu bagaimana sejarah Klaten, diantara Surakarta dan Jogjakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (37): Boyolali Soerakarta, Antara Kartasura - Salatiga; Kampong Selo Doeloe Antara Gunung Merapi dan Merbabu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Sejarah nama geografi tidak hanya soal asal usul nama (boya, boyo, baya lali). Lebih dari itu. Bagaimana sejarahnya. Tampaknya belum ditulis, mungkin tidak ada yang berminat. Okelah, sebelum lupa, dan nama Boyolali terlupakan ada baiknya kita angkat lagi lebih tinggi. Sejarahnya yang jauh di masa lampau, tenggelam begitu saja. Padahal di wilayah Boyolali, juga ada nama kampong tempo doeloe, kampong Selo diantara gunung Merapi dan gunung Merbabu.


Boyolali adalah sebuah wilayah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibu kotanya adalah kecamatan Boyolali, terletak sekitar 25 km sebelah barat Kota Surakarta. Kabupaten ini termasuk kawasan Solo Raya. Menurut cerita serat Babad Pengging Serat Mataram, nama Boyolali tak disebutkan. Demikian juga pada masa Kerajaan Demak Bintoro maupun Kerajaan Pengging, nama Boyolali belum dikenal. Menurut legenda nama Boyolali berhubungan dengan ceritera Ki Ageng Pandan Arang (Bupati Semarang pada abad XVI). Dalam perjalananannya dari Semarang menuju Tembayat Ki Ageng dirampok oleh tiga orang ternyata dugaan itu keliru maka tempat inilah sekarang dikenal dengan nama Salatiga. Perjalanan diteruskan hingga sampailah di banyak pohon bambu kuning atau bambu Ampel sekarang dikenal dengan nama Ampel. Ki Ageng Pandan beristirahat di sebuah Batu Besar yang berada di tengah sungai. Dalam istirahatnya Ki Ageng berucap "Båyå wis lali wong iki" yang dalam bahasa Indonesia artinya "Sudah lupakah orang ini". Dari kata "Båyå Wis Lali" maka jadilah nama Boyolali. Kini ama-nama kecamatan di kabupaten Boyolali antara lain Ampel, Andong, Banyudono, Boyolali, Cepogo, Gladagsari, Juwangi, Karanggede, Kemusu, Klego, Mojosongo, Musuk, Ngemplak, Sambi, Sawit, Selo, Simo, Tamansari, Teras, Wonosamodro (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Boyolali di Soerakarta, antara Kartasura dan Salatiga? Seperti disebut di atas, sejarah Boyolali kurang terinformasikan. Namun sebelum lupa dan dilupakan mari kita mulai dari kampong tempo doeloe, kampong Selo diantara gunung Merapi dan gunung Merbabu. Lalu bagaimana sejarah Boyolali di Soerakarta, antara Kartasura dan Salatiga? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 14 Januari 2023

Sejarah Surakarta (36):Sepakbola Surakarta, Sejak Kapan?Klub Bond Kompetisi Federasi hingga Kongres Sepakbola Indonesia, 1931


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Sepakbola tidak hanya sekadar permainan dalam olahraga, tetapi juga di dalam sepakbola terbentuk organisasi-organisasi, mulai dari klub, bond hingga federasi. Dalam hal ini, di Soerakarta sepakbola yang sudah terbentuk lama, juga menjadi tempat dimana gaung politik di dalam dunia sepakbola dimulai yang dalam hal ini mulai dari terbentuknya federasi sepak bola pribumi (PSSI) hingga kongres sepakbola Indonesia (1931).


Sejarah Persepakbolaan di Surakarta: Dari Perkembangan Sampai Pembangunan Stadion Sriwedari 1920-1948. Muhammad Ajib Al’alawi Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Yogyakarta. Abstrak. Masuknya sepak bola di Surakarta ditandai ketika para tentara Belanda bermain di halaman Benteng Vastenburg. Sepak Bola semakin berkembang dengan banyak didirikan klub dan salah satunya Persatuan Sepak Bola Surakarta atau Persis. R. Ng. Reksodiprojo sebagai pemimpin Persis membantu terbentuknya PSSI sebagai induk sepak bola di Indonesia pada 19 April 1930. Paku Buwono X sebagai raja Surakarta ingin membangun stadion dengan nama Stadion Sriwedari. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui awal masuknya sepak bola di Surakarta, perkembangan sepak bola di Surakarta sampai dengan dibangunnya Stadion Sriwedari dan perkembangan sepak bola Surakarta pasca pembangunan stadion Sriwedari. Hasil penelitian ini menunjukkan awal mula masuknya sepak bola di Surakarta pada tahun 1906, ditandai dengan berdirinya bond-bond seperti Romeo, Mars, De Leeuw, Hisbul Waton dan Sport. Bond tersebut menjadi awal mula berdirinya Persatuan Sepak Bola Surakarta/Persis pada 8 November 1923. Stadion Sriwedari dibangun pada tahun 1932 atas perintah Paku Buwono X sebagai Raja Surakarta. Pada tahun 1935 Persis menjadi juara dalam turnamen PSSI. Hal itu menandakan perkembangan sepak bola di Surakarta. Setelah kemerdekaan Indonesia tepatnya pada 9 September 1948, diadakan Pekan Olahraga Nasional pertama di Surakarta dengan Stadion Sriwedari sebagai tempat pelaksanaannya (https://journal.student.uny.ac.id/)

Lantas bagaimana sejarah sepakbola di Surakarta, sejak kapan? Seperti disebut di atas, sejarah sepakbola di Indonesia (baca: Hindia Belanda) adalah satu hal, dan sejarah sepakbola di Soerakarta adalah hal yang lain lagi. Dalam hal inilah kita berbicara klub, bond, kompetisi, federasi hingga kongres sepakbola Indonesia, 1931. Lalu bagaimana sejarah sepakbola di Surakarta, sejak kapan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (35): Kongres Pers di Soerakarta, 1939; Sarikat Jurnalis Pribumi hingga Persatuan Wartawan Indonesia-PWI


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Pers sudah lama di Indonesia (baca: sejak Hindia Belanda). Ada pers (berbahasa) Belanda dan ada pers berbahasa Melayu (baca: bahasa Indonesia) dan bahasa daerah. Diantara per berbahasa Belanda dan berbahasa Melayu/Daerah kemudian terbentuk pers pribumi (sepenuhnya di bawah control stakeholder pribumi). Dalam konteks inilah kita membicarakan kongres pers di Indonesia dan secara khusus Kongres Pers di Soerakarta yang diadakan tahun 1939. Sarikat jurnalis pribumi sendiri sudah terbentuk jauh sebelumnya.


Monumen Pers Nasional adalah museum khusus pers nasional Indonesia di Surakarta. Koleksinya meliputi teknologi komunikasi dan teknologi reportase, seperti penerbangan, mesin ketik, pemancar, telepon, dan kentongan besar. Museum ini didirikan tahun 1978. Kompleks monumen antara lain terdiri atas gedung societeit lama, dibangun 1918, dan digunakan untuk pertemuan pertama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Monumen Pers Nasional memiliki koleksi yang terdiri dari lebih dari satu juta koran dan majalah serta berbagai benda bersejarah yang terkait dengan pers Indonesia. Bangunan dulunya bernama "Societeit Sasana Soeka". Pada tahun 1933, Sarsito Mangunkusumo dan sejumlah insinyur lainnya bertemu di gedung ini dan merintis Solosche Radio Vereeniging, radio publik pertama yang dioperasikan pribumi. Pada tanggal 9 Februari 1946, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dibentuk di gedung ini. Tanggal 9 Februari 1956, dalam acara perayaan sepuluh tahun PWI, menyarankan pendirian yayasan yang akan menaungi Museum Pers Nasional. Yayasan ini diresmikan tanggal 22 Mei 1956. Nama "Monumen Pers Nasional" ditetapkan tahun 1973 dan lahannya disumbangkan ke pemerintah tahun 1977. Museum ini resmi dibuka tanggal 9 Februari 1978. Museum ini dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Bagian depan ruang depan dihiasi pahatan kepala tokoh-tokoh dalam sejarah jurnalisme Indonesia, termasuk Tirto Adhi Soerjo, Djamaluddin Adinegoro, Sam Ratulangi, dan Ernest Douwes Dekker. Diorama kedua memperlihatkan pers di era kolonial, termasuk surat kabar pertama era VOC Memories der Nouvelles (1615) dan surat kabar Bataviasche Nouvelles (1744), dan surat kabar bahasa Jawa pertama, Bromartani (1855) (Wikipedia)..

Lantas bagaimana sejarah Kongres Pers di Surakarta, 1939? Seperti disebut di atas, kongres pers di Surakarta adalah kongres pers pribumi, suatu stakeholder pers yang berada di bawah control orang-orang Indonesia. Dalam hubungan ini garis continuum dari Sarikat Jurnalis Pribumi (Perdi) hingga Persatoean Wartawan Indonesia (PWI). Lalu bagaimana sejarah Kongres Pers di Surakarta, 1939? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 13 Januari 2023

Sejarah Surakarta (34): Kongres PPPKI di Solo, 1929 dan Volksraad; Garis Organisasi Kebangsaan, Partai Politik, GAPI dan MRI


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Apa itu PPPKI? Apa pula itu Volksraad? Dua lembaga berbeda bentuk. Volksraad adalah dewan pusat pada era Pemerintah Hindia Belanda (pada level kota disebut gemeenteraad), yang diasumsikan dapat memberikan masukan kepada pemerintah. Meski faktanya nyaris tidak terwujud. Volksraad dibentuk tahun 1918. PPPKI adalah lembaga informal yang merupakan gabungan organisasi-organisasi kebangsaan Indonesia yang diinisiasi oleh Parada Harahap di Batavia pada September 1927 yang menjadi pemicu terbentuknya PPPKI. Gabungan organisasi-organisasi kebangsaan ini melakukan pertemuan di Bandoeng yang mana diputuskan pada tanggal 17 Desember 1927 terbentuk PPPKI. Kepala kantor PPPKI di Gang Kenari, Batavia dikoordinir oleh Parada Harahap. PPPKI dalam perkembangannya menjadi semacam Volksraad bayangan. Dalam hubungan ini, mengapa Kongres PPPKI tahun 1929 diselenggarakan di Solo?


Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) adalah organisasi pergerakan kemerdekaan yang pernah ada di Indonesia. PPPKI merupakan organisasi kumpulan dari beberapa organisasi-organisasi seperti Partai Sosialis Indonesia, Budi Utomo, Partai Nasional Indonesia, Paguyuban Pasundan, Jong Sumatranen Bond, Pemuda Kaum Betawi, dan Kelompok Studi Indonesia. Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) didirikan dalam sebuah rapat di Bandung pada tanggal 17–18 Desember 1927. Latar belakang didirikannya PPPKI adalah karena tokoh-tokoh pergerakan nasional beranggapan bahwa berjuang melalui masing-masing organisasi tidak akan membawa hasil. Soekarno kemudian mempunyai ide untuk menggabungkan organisasi-organisasi tersebut supaya Indonesia dapat mencapai kemerdekaannya (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Kongres PPPKI di Solo, 1929 dan Volksraad? Seperti disebut di atas, Volksraad dibentuk Pemerintah Hindia Belanda agar kelompok pribumi terwakili. Namun PPPKI dibentuk karena fungsi Volksraad tidak sejalan dengan pemahaman para pemimpin pribumi. PPPKI meski tidak mirip Volksraad, tetapi PPPKI efektif menaungi semua oraganisasi kebangsaan dan partai politik orang Indonesia. Dalam hal inilah terjadi garis continuum organisasi kebangsaan, partai politik, GAPI hingga Majelis Rakyat Indonesia (MRI). Lalu bagaimana sejarah Kongres PPPKI di Solo, 1929 dan Volksraad? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.