*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini
Bagaimana sejarah Klaten? Tentu saja sudah
ditulis. Klaten cukup dikenal di masa lalu karena keberadaan candi-candi Hindoe
dan Boedha seperti candi Sewu. Tentu saja karena letaknya yang tepat berada di
jalan utama antara Jogjakarta dan Surakarta. Oleh karenanya sejarah wilayah
Klaten seakan berada di bayang-bayang sejarah Surakarta dan Jogjakarta. Hal
itukah yang menyebabkan sejarah Klaten masih silang pendapat? Tentu saja juga
karena ada silang pendapat antara kemiripan candi Sewu dengan candi Simangambat
di Tapanuli Selatan.
Klaten adalah kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Pusat pemerintahan berada di Kota Klaten, 36 km sebelah barat Kota Surakarta. Wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi tiga dataran yakni Sebelah Utara Dataran Lereng Gunung Merapi, Sebelah Timur Membujur Dataran Rendah, sebelah Selatan Dataran Gunung Kapur. Menurut topografi kabupaten Klaten terletak di antara gunung Merapi dan pegunungan Seribu dengan ketinggian antara 75-160 M dpl. Sejarah Klaten dapat ditelusuri dari keberadaan candi-candi Hindu, Buddha maupun barang-barang kuno. Daerah Kabupaten Klaten pada mulanya adalah bekas daerah swapraja Surakarta. Kasunanan Surakarta. Pada zaman penjajahan Belanda, tahun 1749, terjadi perubahan susunan penguasa di Kabupaten dan di Distrik. Ada yang menyebut tentang asal muasal nama Klatèn berasal kelathi atau buah bibir. Kata kelathi ini kemudian mengalami disimilasi menjadi Klaten. Klaten sejak dulu merupakan daerah yang terkenal karena kesuburannya. Sampai sekarang sejarah kota Klaten masih menjadi silang pendapat. Belum ada penelitian yang dapat menyebutkan kapan persisnya kota Klaten berdiri. Nama-nama kecamatan di kabupaten Klaten, antara lain Bayat, Cawas, Ceper, Delanggu, Gantiwarno, Jatinom, Jogonalan, Juwiring, Kalikotes, Karanganom, Kebonarum, Kemalang, Klaten Tengah, Manisrenggom, Pedan, Polanharjo, Prambanan, Trucuk, Tulung, Wedi, Wonosari (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah Klaten, diantara Surakarta dan Jogjakarta? Seperti disebut di atas, sejarah Klaten masih terdapat silang pendapat. Apakah dalam hal ini juga termasuk silang pendapat antara candi Sewu diantara Candi Hindoe yang dikatakan mirip dengan candi Simangambat di Tapanuli Selatan? Lalu bagaimana sejarah Klaten, diantara Surakarta dan Jogjakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Klaten, Diantara Surakarta dan Jogjakarta; Candi Sewu Diantara Candi Hindoe, Apa Mirip Candi Simangambat?
Nama Kalasan dan Klaten terkesan mirip, akan tetap dari segi fonetik berbeda. Nama Kalasan diduga nama local yang berasal dari zaman kuno era Hindoe Boedha. Sedangkan nama Klaten diduga kuat nama baru, nama asing. Klasen adalah marga orang Belanda yang sudah eksis sejak lama. Di wilayah (residentie) Soerakarta, Klasen menjadi Klaten? Hal serupa ditemukan di (residentie) Buitenzorg, dimana nama (kota) Djasinga bukan nama local tetapi nama asing, marga Belanda, Djasinga, seorang perwira pada era VOC dimana benteng yang dibangun disebut sesuai namanya.
Wilayah Klaten bukanlah wilayah yang ramai tempo doeloe. Kalasan dan Klaten adalah district penghubung antara kota Soerakarta dan kota Jogjakarta, dimana di jalan utama yang menghubungkan tersebut semakin popular nama Kalasan dan Klaten. Nama Kalasan semakin popular karena keberadaan candi-candi Boedha, sementara nama Klaten semakin popular karena terdapat benteng (fort). Benteng Klaten diperkuat pada era Perang Jawa (1825-1830). Kota Klaten (menjadi nama wilayah district dan kini n ma kabupaten Klaten) sebagai kota kecil yang sepi bahkan hingga tahun 1905 jumlah populasi pribumi kota hanya sekitar 5.000 jiwa. Bandingkan dengan kota Soerakarta sekitar 100.000. Sejak awal pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda, Residentie Soerakarta terdiri dari dua afdeeling: Afdeeling Padjang dan Afdeeling Soekawati. Dalam hal ini afdeeling Soerakarta terdiri dari distrik-distrik Kartosoera, Bojolali, Klaten, Laroh dan Sempoejan. Dalam perkembangannya disebut distrik Kartosuro, Bojolali, Gagatan dan Sokowati. Distrik Klaten memiliki populasi sekitar 100.000 jiwa (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1850).
Dalam peta-peta awal era VOC tidak/belum ditemukan nama (tempat) Klaten (juga nama-nama tempat yang diidentifikasi di sekitar tidak ada nama yang mirip). Nama Klaten baru muncul pada era Pemerintah Hindia Belanda misalnya lihat Brieven van en aan HJ van de Graaff, 1816-1826). Nama Klaten secara fonetik mirip kosa kata bahasa Belanda, ‘klachten’. Kapan benteng Klaten dibangun, sebelum diperkuat pada era Perang Jawa, tidak diketahui secara pasti. Akan tetapi memperhatikan kepentingannya, diduga benteng itu sudah terbentuk sejak era VOC (setelah perjanjian Gijanti 1755). Benteng Klaten adalah benteng penghubung antara benteng Soerakarta dan benteng Jogjakarta. Berdasarkan PJ Veth (1896) wilayah dimana benteng dibangun sudah disurvei oleh seorang perwira zeni. Pada bulan September 1830 di Klaten diadakan perjanjian antar Soesoehoenan dan Soletan Djogja untuk menarik batas antara wilayah Soerakarta dan wilayah Djogjakarta (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1850).
Wilayah residentie Soerakarta secara administasi mulai dimekarkan pada tahun 1837 (lihat Almanak 1838). Wilayah yang dimekarkan tersebut dengan mengangkat pejabat local setingkat district/regenten di Klatten dan Boijolalie serta setingkat kliwons di Sokowinangoen. Inilah yang menjadi awal pentingnya Boyolali danm Klaten kemudian yang kebetulan keduanya berada di jalan utama antara Semarang-Jogjakarta via Kartosura. Dalam perkembangannya dibentuk distrik-distrik baru di wilayah Residentie Soerakarta.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Candi Sewu Diantara Candi Hindoe, Apa Mirip Candi Simangambat? Klaten Dilihat dari Pantai Selatan
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar