Minggu, 28 November 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (260): Pahlawan Nasional Tirto Adisoerjo; Pembrita Betawi, Medan Priaji dan Sarikat Dagang Islam-SDI

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Tirto Adhi Soerjo adalah Pahlawan Indonesia yang telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional (2006). Sebelumnya, pada 1973, pemerintah mengukuhkannya sebagai Bapak Pers Nasional. Lengkap sudah gelar Tirto Adhi Soerjo. Namun Hari Pers Nasional (HPN) tidak mengacu pada Tirto Adhi Soerjo tetapi setiap tanggal 9 Februari yang merujuk pada tanggal kelahiran Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yang didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1985. Mengapa bisa begitu?

Tirto Adhi Soerjo (lahir sebagai Raden Mas Djokomono di Blora, 1880 – meninggal di Batavia, 7 Desember 1918 pada umur 38 tahun) adalah seorang tokoh pers dan tokoh kebangkitan nasional Indonesia, dikenal juga sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional Indonesia. Namanya sering disingkat TAS. Tirto menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903-1905), Medan Prijaji (1907) dan Putri Hindia (1908). Tirto juga mendirikan Sarikat Dagang Islam. Medan Prijaji dikenal sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu dan seluruh pekerja mulai dari pengasuhnya, percetakan, penerbitan dan wartawannya adalah pribumi Indonesia asli. Tirto adalah orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda dan pembentuk pendapat umum. Dia juga berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial Belanda pada masa itu. Akhirnya Tirto ditangkap dan disingkirkan dari Pulau Jawa dan dibuang ke Pulau Bacan, dekat Halmahera. Setelah selesai masa pembuangannya, Tirto kembali ke Batavia, dan meninggal dunia pada 7 Desember 1918. Kisah perjuangan dan kehidupan Tirto diangkat oleh Pramoedya Ananta Toer dalam Tetralogi Buru dan Sang Pemula. Pada 1973, pemerintah mengukuhkannya sebagai Bapak Pers Nasional. Pada tanggal 3 November 2006, Tirto mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional melalui Keppres RI no 85/TK/2006.(Wikipedia).:

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Tirto Adhi Soerjo? Seperti disebut di atas, Tirto Adhi Soerjo adalah Bapap Pers Nasional. Pada tahun 2015 yang menulis pertanyaan, jika Tirto Adhi Soerjo adalah Bapak Pers, lalu siapa Kakek Pers dan siapa Cucu Pers. Okelah. Lalu bagaimana sejarah Tirto Adhi Soerjo bermula? Satu yang penting Tirto Adhi Soerjo mengawali karir jurnalis di surat kabar Pembrita Betawi dan kemudian Medan Priaji saat mana menjadi ketua Sarikat Dagang Islam di Solo. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 27 November 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (259): Pahlawan Nasional Hadji Oemar Said Tjokroaminoto; Pendiri Sarikat Islam (SI) di Soerabaja, 1912

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Hadji Oemar Said Tjokroaminoto yang lebih dikenal HOS Cokroaminoto adalah Pahlawan Indonesia yang ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1961 (era Presiden Soekarno).  HOS Cokroaminoto adalah pendiri Sarikat Islam (SI) di Soerabaja pada tahun 1912. HOS Cokroaminoto adalah mertua dari Soekarno (kelak Ir. Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia).

Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (16 Agustus 1882 – 17 Desember 1934) lebih dikenal dengan nama HOS Cokroaminoto, merupakan salah satu pemimpin organisasi pertama di Indonesia, yaitu Sarekat Islam (SI). Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama RM Tjokroamiseno, salah seorang pejabat wedana Kleco, Magetan pada saat itu. Kakeknya, RM Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo, Mertuanya adalah RM Mangoensoemo yang merupakan wakil bupati Ponorogo. Beliau adalah keturunan langsung dari Kiai Ageng Hasan Besari dari Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo. Setelah lulus dari sekolah rendah, ia melanjutkan pendidikannya di sekolah pamong praja di Magelang. Setelah lulus, ia bekerja sebagai juru tulis patih di Ngawi. Tiga tahun kemudian, ia berhenti. Tjokromaninoto pindah dan menetap di Surabaya pada 1906. Di Surabaya, ia bekerja sebagai juru tulis di firma Inggris Kooy & Co dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kejuruan Burgerlijk Avondschool, jurusan Teknik Mesin. Pada bulan Mei 1912, HOS Tjokroaminoto mendirikan organisasi Sarekat Islam yang sebelumnya dikenal Serikat Dagang Islam dan terpilih menjadi ketua. Dari berbagai muridnya yang paling ia sukai adalah Soekarno hingga ia menikahkan Soekarno dengan anaknya yakni Siti Oetari, istri pertama Soekarno. Pesannya kepada Para murid-muridnya ialah "Jika kalian ingin menjadi Pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator. Perkataan ini membius murid-muridnya hingga membuat Soekarno setiap malam berteriak belajar pidato hingga membuat kawannya, Muso, Alimin, SMKartosuwiryo, Darsono, dan yang lainnya terbangun dan tertawa menyaksikannya. Tjokro meninggal di Yogyakarta pada umur 52 tahun, setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional HOS Cokroaminoto? Seperti disebut di atas, HOS Cokroaminoto adalah pendiri Sarikat Islam (SI) yang merupakan suksesi Sarikat Dagang Islam (SDI) dan juga mertua dari Ir Soekarno.Lalu bagaimana sejarah HOS Cokroaminoto? Tentu saja sudah ditulis. Namun sejauh data baru ditemukan, narasi sejarah HOS Cokroaminoto haruslah dilengkapi. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.