*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini
Status kesehatan di suatu wilayah/kota sejak
awal Pemerintah Hindia Belanda menjadi salah satu prioritas pembangunan dan
pengembangan. Hal ini tidak hanya berguna bagi orang-orang Eropa/Belanda
sendiri, tetapi juga abai terhadap status kesehatan penduduk akan berisiko
kepada warga Eropa/Belanda sendiri. Sebab penyakit tidak memandang ras, status
kesehatan penduduk yang baik akan meningkatkan produktivitas yang pada
gilirannya memacu pertumbuhan ekonomi dan keuntungan pemerintah.
Latar belakang didirikannya Sekolah Dokter Djawa adalah pertimbangan Gubernur Jenderal Duymaer van Twist untuk mendirikan sekolah khusus petugas vaksin guna menangani wabah cacar di sepanjang pantai utara Pulau Jawa dan di wilayah Banyumas. Wabah ini, kematian di Pulau Jawa mencapai 1/3 penduduk yang dikhawatirkan akan berdampak pada hasil panen. Dokter Willem Bosch usul mendidik pemuda pribumi untuk menangani masalah kesehatan di wilayahnya. Pendidikan kedokteran ini diselenggarakan 1 Januari 1851, dengan nama Onderwijs van Inlandsche èléves voor de geneeskunde en vaccine di rumah sakit militer di Weltevreden (kini RSPAD). Dokter Pieter Bleeker ditunjuk sebagai direktur sekolah, yang diikuti 12 pemuda dari Jawa dengan lama pendidikan 2 tahun dengan materi prinsip-prinsip berhitung, ilmu ukur, geografi, astrologi, ilmu kimia anorganik, ilmu alam, ilmu perkakas, geologi, ilmu tanaman, ilmu hewan, anatomi dan fisiologi, patologi, kebianan dan ilmu bedah. Bahasa Melayu menjadi bahasa pengantar. Pendidikan ini bernama Dokter Djawa, karena hingga 1854 hanya menerima siswa dari pulau Jawa. Baru pada 1856, menerima siswa di luar Jawa, yakni 2 pemuda dari Pantai Barat Sumatera, dan 2 pemuda dari Minahasa. Reorganisasi pendidikan dilakukan 1864, lama studi menjadi 3 tahun (persiapan 2 tahun dan 1 tahun kedokteran). Reorganisasi dilakukan kembali 1875 masa pendidikan menjadi 7 tahun (2 tahun persiapan, dan 5 tahun kedokteran). Reorganisasi kembali 1881, masa pendidikan menjadi 3 tahun persiapan dan 6 tahun kedokteran. Sejak 1890 hanya menerima siswa tamatan sekolah dasar Eropa (ELS) (http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/)
Lantas bagaimana sejarah kesehatan dan dokter di Surakarta, sejak kapan? Seperti disebutkan di atas, kehadiran Pemerintah Hindia Belanda dan keberadaan garnisun militer sudah lama di Surakarta, seiring dengan itu status kesehatan di Surakarta mulai ditingkatkan dengan mengembangkan fasilitas kesehatan. Untuk lebih meningkatkan intensitas kea rah pengembangan itu mulai diselenggarakan Sekolah Kedokteran Pribumi di Batavia (Docter Djawa. Lalu bagaimana sejarah kesehatan dan dokter di Surakarta, sejak kapan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.