Jumat, 24 Januari 2020

Sejarah Kota Sibolga (6): Pemerintahan di Kota Sibolga; Onderafdeeling Angkola en Sipirok (Afdeeling Padang Sidempoean)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sibolga dalam blog ini Klik Disini

Kota Sibolga dan Kota Padang Sidempuan adalah kota kembar. Dua kota ini dibangun bersamaan (1843). Oleh karena itu banyak kesamaan antara Kota Sibolga dengan Kota Padang Sidempuan. Namun demikian ada juga perbedaannya. Pada era kolonial Belanda, dua kota ini pernah menjadi ibu kota Residentie Tapanoeli dan tidak pernah menjadi status Kota (Gemeente). Perbedaannya antara lain Sibolga tidak pernah memiliki dewan (raad), tetapi Padang Sidempoean pernah memiliki dewan (raad). Dalam hal ini, kota Padang Sidempoean diatur oleh suatu dewan: Onderafdeelingraad Angkola en Sipirok.

Kota Sibolga mendapat status Kota (gemeente) pada tahun 1946 (era kemerdekaan Indonesia). Wali Kota (Burgemeester) pertama adalah AM Djalaloedin dan digantikan Mangaradja Sorimoeda Siregar (1947-1952). Sebelum kota Sibolga ditingkatkan statusnya menjadi Kota (Gemeente). Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Tapanuli Selatan sudah terbentuk. Bupati pertama Tapanuli Tengah adalah Zainal Abidin gelar Soetan Komala Pontas (1945-1946), lalu kemudian digantikan oleh Prof. Mr. M. Hazairin [Harahap] (1946-1946), AM Djalaloeddin (1946-1947) dan Mangaradja Sorimoeda Siregar (1947-1952). Dalam hal ini dicatat pada periode 1947-1952 jabatan Wali Kota Sibolga dan Bupati Tapanuli Tengah dijabat oleh Mangaradja Sorimoeda Siregar. Ketika Provinsi Sumatra Utara dibentuk secara definitif pada tahun 1951 yang terdiri dari tiga residen (Atjeh, Sumatra Timur dan Tapanoeli), Gubernur pertama adalah Abdul Hakim Harahap (mantan Residen Tapanoeli pada era perang kemerdekaan). Sebagai Residen Sumatra Timur diangkat Moeda Siregar dan residen Tapanoeli Binanga Siregar serta Wali Kota Medan diangkat AM Djalaloedin. Pada tahun 1952 Mangaradja Sorimoeda Siregar diangkat sebagai Asisten Gubernur. Gubenur Abdul Hakim Harahap yang dipromosilkan menjadi Menteri penggantinya adalah Soetan Mohammad Amin Nasution (1953-1956) dan dilanjutkan Soetan Komala Pontas (mantan Wali Kota Sibolga pertama). Dari pergeseran-pergeseran ini tampak para pemimpin dari Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan dan Kota Sibolga berpindah tempat ke Kota Medan. Mereka ini semua adalah Republiken, pemimpin RI di wilayah Tapanoeli.

Lantas apakah faktor adanya dewan di Onderafdeeling Angkola en Sipirok (Afdeeling Padang Sidempoean) yang menyebabkan para pemimpin pertama pasca kemerdekaan RI di Sibolga dan Tapanuli Tengah berasal dari Padang Sidempoean? Pasca kemerdekaan, orang Padang Sidempoean juga menjadi Wali Kota di Medan, di Padang dan di Surabaya. Tentu semua itu menarik untuk diperhatikan. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 23 Januari 2020

Sejarah Kota Sibolga (5): Huta Tapian Na Oeli (Tapanoeli) Nama Residentie; Tempat Singgah di Jalur Kuno Angkola-Barus


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sibolga dalam blog ini Klik Disini

Asal usul nama Tapanuli berasal dari sebuah kampong Tapanuli. Area kampong tua Tapanoeli tempo doeloe kini masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah. Nama Tapanoeli juga tempo doeoe kerap ditulis sebagai Tapian Na Oeli. Besar dugaan Tapanoeli adalah singkatan dari Tapian Na Oeli atau sebaliknya nama kampong Tapian Na Oelie disingkat menjadi Tapanoeli. Nama Tapanoeli sudah eksis sejak era Inggris (sebelum Pemerintah Hindia Belanda).

Aek/Hoeta Tapian Na Oeli (Peta 1906)
Nama Tapian Na Oeli juga diabadikan oleh Dja Endar Moeda menjadi nama surat kabar miliknya yang diberi nama (surat kabar) Tapian Na Oeli/ Surat kabar ini Tapian Na Oeli berbahasa Melayu terbit di Padang 1900. Sasaran dan oplah tertinggi surat kabar ini di wilayah Residen Tapanoeli. Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda, sepulang dari Mekkah mendirikan sekolah swasta di Padang tahun 1895. Dja Endar Moeda adalah alumni sekolah guru (Kweekschool) di Padang Sidempoean tahun 1884. Mengapa Dja Endar Moeda, kelahiran Padang Sidempoean menamakan surat kabarnya dengan nama Tapian Na Oeli boleh jadi karena ada hubungan spesial.

Hoeta Tapian Na Oeli adalah nama suatu kampong tempo doeloe, tepat berada di jalur jalan kuno (Angkola-Baroes) suatu jalan rintisan orang-orang Angkola di jaman kuno. Bagaimana huta Tapian Na Oeli menjadi ibu kota Inggris (Tapanoeli) tentu saja masih menarik untuk diperhatikan. Pada Peta 1945 nama kampong (hoeta) Tapian Na Ooeli ini masih eksis, Apakah kampong (huta) Tapanoeli ini masih ada dan dikenal hingga ini hari? Siapa peduli. Namun huta Tapian Na Oeli tetaplah huta Tapian Na Oeli. Untuk lebih peduli sejarah, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 22 Januari 2020

Sejarah Kota Sibolga (4): Sejarah Bandara Pinangsori, Bermula di Padang Sidempuan; FL Tobing dan Sejarah Bandara di Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sibolga dalam blog ini Klik Disini

Nama Ferdinand Lumban Tobing dan Bandara Pinangsori tidak terpisahkan. Peran FL Tobing pada awal pembangunan bandara di Pinangsori begitu penting. Itu terjadi pada era perang kemerdekaan. Celakanya, sebelum bisa difungsikan yang pertama menggunakan adalah NICA/Belanda. Pasca pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, tepatnya pada saat hangat-hangatnya perlawanan Sumatra Tengah terhadap pusat (Djakarta), kembali FL Tobing mengurus perbaikan bandara di Pinang Sori. Sejak itulah bandara di Pinangsori secara bertahap dioperasikan. Kelak nama FL Tobing ditabalkan menjadi nama bandara di Pinangsori.

De Sumatra post, 04-11-1935
Pesawat pertamakali mendarat di Indonesia adalah di Medan. Dari Medan ke Singapura dan dari Singapura ke Batavia. Itu terjadi pada tahun 1924. Penerbangan pertama ini merupakan langkah radikal dalam transportasi Belanda (Nederland) dengan Indonesia (baca: Hindia Belanda). Jalur perdana Medan-Singapoera-Batavia ini kemudian menjadi jalur internasional dari Batavia ke Eropa/Belanda. Namun demikian, penerbangan domestik justru dimulai di Jawa baru kemudian menyusul di Sumatra. Rencana baru dimulai tahun 1926 yakni membangun jalur baru: Batavia, Telok Betong, Moeara Bliti, Pajacombo, Padang Sidempoean dan Medan terus ke Kota Radja. Namun dalam perkembangan rencana berubah dengan membuat dua rute (timur dan barat Sumatra). Pada tahun 1934 jalur Batavia-Padang akan diteruskan ke Medan melalui Padang Sidempoean dan (sekitar danau) Toba. Rencana pembangunan bandara Padang Sidempuan ini ternyata mendapat penolakan dari sebagian penduduk sebagaimana dilaporkan oleh De tribune: soc. dem. Weekblad, 16-12-1935. Alasannya jika ada bandara diPadang Sidempoean (yang hanya terbatas untuk orang Eropa/Belnada) akan mempromosikan penerbangan militer di wilayah, sementara di sisi lain penduduk banyak yang lapar dan kesusahan.

Menjelang selesainya bandara di Padang, pada tahun 1938 kembali muncul gagasan membuat bandara penghubung untuk jalur Batavia, Padang dan Medan, tidak lagi di Padang Sidempoean tetapi dipilih di Sibolga (lihat De Sumatra post, 23-04-1938). Namun sebelum rencana baru benar-benar dilaksanakan mulai terjadi pendudukan militer. Di Sibolga terjadi pemboman militer Jepang pada tanggal 20 Janari (lihat De Sumatra post, 21-01-1942). Rencana bandara kembali masuk laci (selama pendudukan militer Jepang). Untuk lebih memhami secara keseluruhan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Kota Sibolga (3): Asal Usul Nama dan Hari Jadi Kota; Sibolga, Sibogha, Siboga, Sibogah, Sibalga dan [Sie]bolga


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sibolga dalam blog ini Klik Disini

Nama Sibolga dijadikan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1843 sebagai nama ibu kota Residentie Tapanoeli. Nama ibu kota ini mengambil nama kampong Sibolga, karena kota baru dibangun di dekat kampong Sibolga. Sebelum ibu kota dipindahkan ke Sibolga, ibu kota berada di (kampong) Tapanoeli. Nama kampong Tapanoeli, meski tidak lagi menjadi ibu kota, tetapi namanya ditabalkan sebagai nama Residentie tahun 1843.

Sibolga, Residentie Tapanoeli berada di wilayah Pantai Barat Sumatra (Sumatra’s Westkust). Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda di Pantai Barat Sumatra tahun 1821, ibukota berada di (kampong) Tapanoeli, suatu kampong yang sudah eksis sejak era Inggris. Lalu kemudian ibu kota direlokasi ke (kampong) Padang di kaki gunung Padang sisi timur sungai Batang Araoe. Dalam perkembangannya, nama ibu kota (Padang) dijadikan nama wilayah: Residentie Padangsche Benelanden (ibu kota di Padang) dan Residentie Padangsche Bovenlanden (ibu kota di Fort de Kock). Pada tahun 1837 wilayah Pantai Barat Sumatra dibentuk menjadi provinsi dengan mengangkat AV Michiels sebagai Gubernur. Pada tahun 1845 Provinsi Sumatra’s Westkust terdiri dari tiga residentie: Padangsche Benelanden (ibu kota di Padang), Residentie Padangsche Bovenlanden (ibu kota di Fort de Kock) dan Tapanoeli (ibu kota di Sibolga). Kelak tahun 1905 Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Provinsi Sumatra’s Westkust menjadi berdiri sendiri. Pada tahun 1915 Provinsi Sumatra’s Westkust dilikuidasi dan dua residentie yang tersisa digabung lalu dijadikan setingkat residentie dengan nama baru: West Sumatra (bukan Sumatra’s Westkust) beribu kota di Padang.

Lantas bagaimana asal-usul nama Sibolga? Itu satu hal. Hal lain lagi yang sangat penting adalah soal penulisan nama Sibolga. Nama Sibolga pada era Inggris sudah eksis. Namun dalam era Pemerintah Hindia Belanda, penulisan nama Sibolga banyak ragamnya. Keragaman penulisan nama Sibolga ini sangat penting. Hal ini karena mempengaruhi dalam pencarian data dalam penulisan sejarah Sibolga. Sehubungan dengan itu, kapan hari jadi Kota Sibolga? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 21 Januari 2020

Sejarah Kota Sibolga (2): Nama-Nama Jalan Tempo Dulu di Kota Sibolga; Jalan Tertua Heerenstraat (Kini Jalan Brigjen Katamso)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sibolga dalam blog ini Klik Disini

Pada masa kini, jaringan jalan di kota bagaikan jaring laba-laba. Begitu banyaknya ruas jalan di dalam kota sulit menentukan kota bermula dimana. Bagi pendatang identifikasi jalan sangat penting, juga tentu bagi warga kota. Kegunaan mengidentifikasi jalan adalah untuk menentukan posisi GPS kita sedang berada di dalam kota. Penanda navigasi terpenting dalam menentukan posisi GPS adalah mengetahui jalan tertua di dalam kota. Jalan tertua adalah petunjuk awal bagaimana kota bermula.

Kota Sibolga (Peta 1906) dan Kantor Residen (1867)
Jaringan jalan di Kota Jakarta bermula di jalan Kali Besar (Kota), suatu jalan yang terbentuk karena kanal Kali Besar. Di Bandoeng jaringan jalan bermula dari jalan Postweg (kini jalan Asia Afrika) dan Asisten Residenweg (kini jalan Braga). Di Medan jaringan jalan bermula di Cremerstraat (kini jalan Balai Kota/Putri Hijau) dan Deli Mij straat (kini jalan M Yamin). Di Depok jalan bermula di Kartiniweg (jalan Kartini) dan Kerkstraat (kini jalan Pemuda). Di Padang Sidempuan jaringan jalan bermula di Julianastrat (jalan Jend. Sudirman) dan Asisten Residenstraat (jalan Gatot Subroto).

Lantas jalan apa yang menjadi jalan tertua di Kota Sibolga? Dalam berbagai tulisan disebuit jalan Zainul Arifin dan jalan S Parman yang sekarang. Itu jelas keliru. Jalan tertua sebenarnya adalah Heerenstraat (kini jalan Brigjen Katamso). Dari namanya (Heeren) menunjukkan nama jalan utama di masa lampau. Ketika kota Sibolga mulai dibangun pada tahun 1842 jalan Katamso inilah yang pertama dibangun (lihat Peta 1867). Bagaimana selanjutnya? Jumlah jalan yang terus bertambah adalah gambaran dari perrkembangan kota darimana menuju kemana. Itulah arti penting memahami jaringan jalan dalam menyusun sejarah kota. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 20 Januari 2020

Sejarah Menjadi Indonesia (35): Pemusik Indonesia, Dari Follower Menjadi Leader; Alip Ba Ta Buka Jalan Musik Dunia Maya


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
 

Pada era dunia maya sekarang ini ada yang disebut follower dan ada juga yang disebut leader. Dalam musik dunia (world music) dan dunia musik, fingerstyler Alip Ba Ta dapat dianggap sebagai leader Indonesia. Paling tidak Alip Ba Ta sudah memiliki follower di seluruh belahan dunia. Bagaimana Alip Ba Ta menjadi leader sulit dijelaskan. Hukum alam(iah) berlaku, hukum alam yang mengatur. Dalam bahasa ilmu sosial, yang mengatur disebut invisible hand (diatur oleh tangan-tangan yang tidak kelihatan). Dalam bahasa dunia maya yang sekarang, bukan ‘hukum rimba’ yang berlaku, tetapi ‘hukum pasar’ di dunia maya. Tentu saja situasi dan kondisi masa kini berbeda dengan tempo doeloe.

Dulu, ketika Apollo, pesawat ruang angkasa akan diluncurkan menuju bulan sejumlah hal dipersiapkan. Pilot tentu saja sudah dipilih Neil Amstrong yang dibantu Michael Collins dan Edwin Aldrin. Dalam persiapan itu dari sejumlah elemen-elemen bumi, hanya elemen musik yang belum dipilih. Kandidat musik yang akan dibawa ke bulan adalah musik klasik (pemilik portofolio tertinggi). Sejak itulah musik dunia, musik klasik diperdengarkan di bulan. Apa hasilnya? Tidak pernah dilaporkan. Lantas bagaimana dengan musik tradisi kita macam gamelan, degung dan gondang? Tentu saja tidak diperhitungkan. Akan tetapi, bumi terus berputar mengelilingi matahari dan bulan mengelilingi bumi hingga ini hari. Sementara di bumi, kehidupan berputar bagai roda pedati ada kalanya di bawah dan ada juga waktunya di atas (exchange: take and give). Hukum alam perputaran terus bekerja yang dalam bahasa bumi diatur oleh tangan-tangan yang tidak kelihatan (Invisible Hands). Semakin kencang tingkat perputaran (exchange) itu, putarannya seakan diam (seakan tidak berputar). Situasi inilah yang disebut titik keseimbangan (equilibrium) yang baru. Pada era dunia maya yang sekarang akan terbentuk ekuilibrium yang baru, tidak terkecuali dalam hal musik. Musik klasik adalah masa lampau, musik pop akan segera berakhir dan musik tradisi akan eksis di masa dekat (ingat Javaansche Rhapsody door Paul Seelig lebih dari satu abad yang lalu, 1909). Dalam soal musik tradisi, Alip Ba Ta telah memulainya. Leader tidak lagi ditentukan oleh tingkat portofolio yang tinggi tetapi sangat ditentukan oleh talenta (bakat-bakat yang tidak kelihatan). Dalam bahasa viral, untuk menciptakan pesawat terbang di udara tidak hanya insinyur.

Pada masa lampau, pemusik (musisi) kita cenderung follower. Arus utama musik dunia adalah musik Eropa/Amerika, sebut saja misalnya musik klasik, musik blues dan musik rock. Musik kroncong produk asli Indonesia sulit bersaing dengan musik-musik yang telah mendunia tersebut. Alih-alih memajukan musik kroncong, justru pemusik kita hanyut dengan musik-musik Eropa/Amerika. Meski demikian (cara belajar meniru), faktanya itulah awal musik modern Indonesia. Dari proses peniruan itu, lahirlah penyanyi-penyanyi berbakat dan muncul grup-grup band seperti Koes Plus, AKA Group, The Mercy’s, The Lloyd, Panber's, Bimbo dan sebagainya. Di antara genre-genre musik yang populer terselip satu genre musik produk alam Indonesia, yakni dangdut. Lantas bagaimana itu semua terjadi secara estafet hingga kita menemukan leader musik Indonesia Alip Ba Ta? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.