*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sibolga dalam blog ini Klik Disini
Nama Sibolga dijadikan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1843 sebagai nama ibu kota Residentie Tapanoeli. Nama ibu kota ini mengambil nama kampong Sibolga, karena kota baru dibangun di dekat kampong Sibolga. Sebelum ibu kota dipindahkan ke Sibolga, ibu kota berada di (kampong) Tapanoeli. Nama kampong Tapanoeli, meski tidak lagi menjadi ibu kota, tetapi namanya ditabalkan sebagai nama Residentie tahun 1843.
Nama Sibolga dijadikan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1843 sebagai nama ibu kota Residentie Tapanoeli. Nama ibu kota ini mengambil nama kampong Sibolga, karena kota baru dibangun di dekat kampong Sibolga. Sebelum ibu kota dipindahkan ke Sibolga, ibu kota berada di (kampong) Tapanoeli. Nama kampong Tapanoeli, meski tidak lagi menjadi ibu kota, tetapi namanya ditabalkan sebagai nama Residentie tahun 1843.
Sibolga, Residentie Tapanoeli berada di wilayah Pantai
Barat Sumatra (Sumatra’s Westkust). Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda di
Pantai Barat Sumatra tahun 1821, ibukota berada di (kampong) Tapanoeli, suatu
kampong yang sudah eksis sejak era Inggris. Lalu kemudian ibu kota direlokasi
ke (kampong) Padang di kaki gunung Padang sisi timur sungai Batang Araoe. Dalam
perkembangannya, nama ibu kota (Padang) dijadikan nama wilayah: Residentie
Padangsche Benelanden (ibu kota di Padang) dan Residentie Padangsche
Bovenlanden (ibu kota di Fort de Kock). Pada tahun 1837 wilayah Pantai Barat
Sumatra dibentuk menjadi provinsi dengan mengangkat AV Michiels sebagai Gubernur.
Pada tahun 1845 Provinsi Sumatra’s Westkust terdiri dari tiga residentie: Padangsche
Benelanden (ibu kota di Padang), Residentie Padangsche Bovenlanden (ibu kota di
Fort de Kock) dan Tapanoeli (ibu kota di Sibolga). Kelak tahun 1905 Residentie
Tapanoeli dipisahkan dari Provinsi Sumatra’s Westkust menjadi berdiri sendiri.
Pada tahun 1915 Provinsi Sumatra’s Westkust dilikuidasi dan dua residentie yang
tersisa digabung lalu dijadikan setingkat residentie dengan nama baru: West
Sumatra (bukan Sumatra’s Westkust) beribu kota di Padang.
Lantas bagaimana asal-usul nama Sibolga? Itu
satu hal. Hal lain lagi yang sangat penting adalah soal penulisan nama Sibolga.
Nama Sibolga pada era Inggris sudah eksis. Namun dalam era Pemerintah Hindia
Belanda, penulisan nama Sibolga banyak ragamnya. Keragaman penulisan nama
Sibolga ini sangat penting. Hal ini karena mempengaruhi dalam pencarian data
dalam penulisan sejarah Sibolga. Sehubungan dengan itu, kapan hari jadi Kota
Sibolga? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan
sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil
kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini
tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang
lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah
disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih
menekankan saja*.
Nama Sibolga
Nama (kampong) Sibolga (ditulis: Sibolga)
sudah dicatat sejak era Inggris. Paling tidak sudah terdapat dalam buku W
Marsden (edisi 1811). Nama Sibolga baru ditemukan catatannya pada tahun 1843
yang ditulis sebagai Sibogha (lihat Dagblad van 's Gravenhage, 25-12-1843). Dalam
hal ini nama Sibolga sudah lama eksis, tetapi tidak diketahui sejak kapan
persisnya. Catatan tertulis sejaman menjadi penting.
Tanggal 2 April ditetapkan sebagai hari jadi Kota
Sibolga. Pada tahun 2019 adalah hari jadi (ultah) ke 319. Tidak ada bukti yang
menyatakan apakah tahun 1700 sudah tercatat nama yang ditulis sebagai Sibolga.
Pertanyaan ini dapat ditambahkan: Tidak diketahui apakah tahun 1700 kampong
Sibolga didirikan; tidak diketahui juga apakah kampong Sibolga pada tahun 1700
tepat berada di Kota Sibolga yang sekarang.
Secara lingusitik tidak
ada perbedaan penulisan dengan Sibolga dan Sibogha. Ini hanya soal pelafalan
ketika mengkoding dari bahasa lisan ke bahasa tulisan. Perbedaan ini hanya
penting untuk kode entri dalam penelusuran data. Dalam perkembangannya juga
muncul penulisan sebagai Siboga, Sibogah, Sibalga, Siebolga, Siebogha dan
Sieboga. Secara keseluruhan dari aspek teknis (lingusitik) pengucapan/penulisan
koding tersebut tidak ada perbedaan. Namun penulisan yang kerap muncul adalah
Sibolga (yang pertama hingga yang terakhir ini hari) dan pemulisan dengan
Siboga.
Dalam sumber surat kabar berbahasa Belanda yang tersedia,
penulisan dengan Sibolga sebanyak 19.915 surat kabar. Surat kabar tertentu yang
menulis Sibolga pada tarih 1895 (lihat Sumatra-courant: nieuws- en
advertentieblad, 17-05-1895). Sebelumnya hanya ditemukan penulisan Sibogha.
Penulisan tertua Sibogha pada tahun 1843 yang secara keseluruhan terdapat
sebanyak 1.712 surat kabar. Dalam hal ini ada perbedaan koding antara Inggris
(Sibolga) dengan Belanda (Sibogha). Penulisan dengan Siboga seumur dengan
Sibogha. Penulisan Siboga terdapat sebanyak 20.900 surat kabar. Dalam hal ini
penulisan Siboga dengan Sibogha kurang lebih sama secara pelafalan. Penulisan
dengan Sibogah hanya ditemukan pada dua surat kabar (relatif sedikt dan dapat
dibaikan). Penulisan dengan Sibalga beru ditemukan sejak 1912 (secara
keseluruhan hanya 29 surat kabar dan ini juga dapat diabaikan). Sementara
pelafalan Si diganti dengan Sie hanyalah soal masalah fonetik (yang tidak
terlalu penting). Jadi, hanya ada dua penulisan yang dominan yakni dengan
ditulis sebagai Sibolga dan Siboga. Dua bentuk penulisan ini terus eksis.
Lantas apa yang membedakan? Siboga diduga mengacu pada ucapan orang setempat, sementara
Sibolga meniru ucapan orang asing/pedatang.
Persoalan dikotomis ini kurang lebih sama antara
penulisan Sidimpoean (orang setempat) dan Sidempoean (orang asing). Oleh karena
nama Sibolga dan Sidempoean dicatat dalam bahasa hukum (beslit dan sebagainya)
maka penulisan Sibolga dan Sidempoean yang cenderung dianggap lebih resmi
(seperti dalam peraturan dan perundang-undangan masa kini). Persoalan serupa
ini juga terdapat pada Jogjakarta vs Yogyakarta. Diskusi tentang penulsian
dikotomis di Jogjakarta or Yogyakarta ini pernah muncul pada tahun 1884 (lihat De
locomotief, 26-08-1884).
Hari Jadi Kota Sibolga
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar