*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sibolga dalam blog ini Klik Disini
Kota Sibolga dan Kota Padang Sidempuan adalah kota kembar. Dua kota ini dibangun bersamaan (1843). Oleh karena itu banyak kesamaan antara Kota Sibolga dengan Kota Padang Sidempuan. Namun demikian ada juga perbedaannya. Pada era kolonial Belanda, dua kota ini pernah menjadi ibu kota Residentie Tapanoeli dan tidak pernah menjadi status Kota (Gemeente). Perbedaannya antara lain Sibolga tidak pernah memiliki dewan (raad), tetapi Padang Sidempoean pernah memiliki dewan (raad). Dalam hal ini, kota Padang Sidempoean diatur oleh suatu dewan: Onderafdeelingraad Angkola en Sipirok.
Kota Sibolga dan Kota Padang Sidempuan adalah kota kembar. Dua kota ini dibangun bersamaan (1843). Oleh karena itu banyak kesamaan antara Kota Sibolga dengan Kota Padang Sidempuan. Namun demikian ada juga perbedaannya. Pada era kolonial Belanda, dua kota ini pernah menjadi ibu kota Residentie Tapanoeli dan tidak pernah menjadi status Kota (Gemeente). Perbedaannya antara lain Sibolga tidak pernah memiliki dewan (raad), tetapi Padang Sidempoean pernah memiliki dewan (raad). Dalam hal ini, kota Padang Sidempoean diatur oleh suatu dewan: Onderafdeelingraad Angkola en Sipirok.
Kota Sibolga mendapat status Kota (gemeente) pada tahun
1946 (era kemerdekaan Indonesia). Wali Kota (Burgemeester) pertama adalah AM Djalaloedin
dan digantikan Mangaradja Sorimoeda Siregar (1947-1952). Sebelum kota Sibolga
ditingkatkan statusnya menjadi Kota (Gemeente). Kabupaten Tapanuli Tengah dan
Kabupaten Tapanuli Selatan sudah terbentuk. Bupati pertama Tapanuli Tengah
adalah Zainal Abidin gelar Soetan Komala Pontas (1945-1946), lalu kemudian
digantikan oleh Prof. Mr. M. Hazairin [Harahap] (1946-1946), AM Djalaloeddin
(1946-1947) dan Mangaradja Sorimoeda Siregar (1947-1952). Dalam hal ini dicatat
pada periode 1947-1952 jabatan Wali Kota Sibolga dan Bupati Tapanuli Tengah
dijabat oleh Mangaradja Sorimoeda Siregar. Ketika Provinsi Sumatra Utara dibentuk
secara definitif pada tahun 1951 yang terdiri dari tiga residen (Atjeh, Sumatra
Timur dan Tapanoeli), Gubernur pertama adalah Abdul Hakim Harahap (mantan
Residen Tapanoeli pada era perang kemerdekaan). Sebagai Residen Sumatra Timur
diangkat Moeda Siregar dan residen Tapanoeli Binanga Siregar serta Wali Kota
Medan diangkat AM Djalaloedin. Pada tahun 1952 Mangaradja Sorimoeda Siregar diangkat
sebagai Asisten Gubernur. Gubenur Abdul Hakim Harahap yang dipromosilkan menjadi
Menteri penggantinya adalah Soetan Mohammad Amin Nasution (1953-1956) dan
dilanjutkan Soetan Komala Pontas (mantan Wali Kota Sibolga pertama). Dari
pergeseran-pergeseran ini tampak para pemimpin dari Tapanuli Tengah, Tapanuli
Selatan dan Kota Sibolga berpindah tempat ke Kota Medan. Mereka ini semua adalah
Republiken, pemimpin RI di wilayah Tapanoeli.
Lantas apakah faktor adanya dewan di
Onderafdeeling Angkola en Sipirok (Afdeeling Padang Sidempoean) yang menyebabkan
para pemimpin pertama pasca kemerdekaan RI di Sibolga dan Tapanuli Tengah berasal
dari Padang Sidempoean? Pasca kemerdekaan, orang Padang Sidempoean juga menjadi
Wali Kota di Medan, di Padang dan di Surabaya. Tentu semua itu menarik untuk
diperhatikan. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan
sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil
kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini
tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang
lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah
disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih
menekankan saja*.
Onderafdeeling Angkola en Sipirok (Afdeeling Padang
Sidempoean)
Pada era kolonial, hanya satu wilayah di Hindia
Belanda (baca: Indonesia) dimana Pemerintah Hindia Belanda di dalam struktur
pemerintahan tidak melibatkan pemimpin pribumi yakni di Residentie Tapanoeli.
Apakah Pemerintah Hindia Belanda khawatir? Koeria (di Afdeeling Sibolga dan di Afdeeling
Mandailing en Angkola) dan Kepala Negeri (di Afdeeling Silindoeng dan Toba)
bukanlah pemerintah tetapi pemimpin adat. Tidak ada Bupati atau Patih. Pejabat
pemerintah yang berasal dari orang-orang Belanda sendiri langsung memimpin
penduduk.
Di Sibolga terdapat
Residen, pejabat tertinggi di Residentie Tapanoeli sejak 1845. Residen
Tapanoeli dibantu satu Asisten Residen di Padang Sidempoean. Residen dan
Asisten Residen membawahi dua tiga orang Controleur. Pada tahun 1875 terjadi
tukar tempat: Residen di Padang Sidempoean dan Asisten Residen di Sibolga. Pada
tahun 1898 satu asisten residen ditambah di Afdeeling Silindoeng en Toba
(berkedudukan di Taroetoeng). Pada tahun 1908 Residen Tapanoeli kembali
berkedudukan di Sibolga dan dibantu dua asisten residen di Padang Sidempoean
dan Taroetoeng. Hal ini bermula ketika tahun 1905 Residentie Tapanoeli
dipisahkan dari Province Sumatra’s Westkust. Pada tahun 1907 Residentie dibagi
ke dalam empat wilayah: Afdeeling Simbolga; Afdeeling Padang Sidempoean,
Afdeeling Taroetoeng dan Afdeeling Nias. Afdeeling Padang Sidempoean terdiri
dari tiga ondersfadeeling, yakni: onderfadeeling Angkole en Sipirok,
onderafdeeling Groot en Klein Mandailing, Oloe en Pakantan; dan onderafdeeling
Padang Lawas. Sehubungan dengan Residen dipindahkan ke Sibolga, di Padang
Sidempoean ditempatkan Asisten Residen.
Pada tahun 1903 mulai dibentuk wilayah otonom
yang disebut Gemeente (semacam Kota pada masa ini). Ini dilakukan sebagai wujud
dari politik etik dan bentuk desentralisatie. Gemeente pertama yang dibentuk
adalah Batavia lalu disusul Soerabaja dua tahun kemudian. Kota Medan baru tahun
1909 dibentuk menjadi Gemeente. Ketika Volksraad (dewan pusat) dibentuk tahun
1918, sistem rekrutmen anggota dewan dilakukan dengan metode pemilihan (sistem
demokrasi).
Setelah kota Medan dijadikan Gemeente (Kota) pada tahun
1909 sejumlah kota di Province Oost Sumatra menyusul dijadikan gemeente pada
tahun 1917, yakni: Pematang Siantar; Tandjoengbalei, Bindjei dan Tebingtinggi.
Di Residentie Tapanoeli tidak satu pun kota yang dibentuk menjadi gemeente.
Mengapa?
Dari lima gemeente di
Province Oost Sumatra (Sumatra Timur), hampir semua anggota dewan kota
(gemeenteraad) mewakili pribumi melalui metode pemilihan dimenangkan oleh
orang-orang yang berasal dari Padang Sidempoean. Pada tahun 1918 di Medan
dimenangkan oleh Kajamoedin Harahap gelar Radja Goenong; di Tandjoengbalei
adalah Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon; Pematang Siantar
adalah Dr. Mohamad Hamzah Harahap (lulus STOVIA, 1902); Tebingtinggi adalah Soetan
Batang Taris. Mereka ini semua adalah kelahiran Padang Sidempoean. Satu lagi
kelahiran Padang Sidempoean adalah Dr. Abdul Hakim Nasution (lulus STOVIA 1905)
pada tahun 1918 terpilih sebagai anggota dewan kota (gemeenteraad) Padang.
De Sumatra post, 23-06-1920 |
Di Padang Sidempoean pada tahun 1920 muncul
desakan kepada pemerintah untuk membentuk dewan. Oleh karena Padang Sidempoean
bukan Kota (Gemeente), maka dewan yang dibentuk bukan gemeenteraad. Juga bukan
dewan kabupaten/Afdeeling (Gewest), akan tetapi dewan onderafdeeling: Angkola
en Sipirok. Dewan yang dibentuk baru ini efektif berlaku sejak tanggal 1 Juni
1920 (lihat De Sumatra post, 23-06-1920). Disebutkan anggota dewan ini diantara
Abdul Manap, mantan guru di Padang Sidempoesn; Mangaradja Goenoeng, administrator
majalah mingguan Poestaka dan Sinar Merdeka di Padang Sidempoean; Soetan Josia
Diapari, kepala kampong di Sipirok; Ali Akip gelar Dja Saridin, pedagang di
Batang Toroe; Malim Soetan, pedagang di Padang Sidempoean; JH de Groot, kepala
administrator perkebunan Sumatra-Caoutchouc Maaschapij di Batang Toroe; H.
Radersma, wd. Kepala Pejabat Administrasi, Rotterdam Tapanoeli Cultuur
Maatschappij di Batang Toroe, dan Tjai Tjeng Liong, pedagang di Padang
Sidempoean.
Dibentuknya Plaatselijke Raad Angkola en Sipirok ini diduga terkait dengan pembentukan Bataksche Bond di Batavia tahun 1919 yang dimotori oleh Dr. Abdul Rasjid Siregar. Sebagai ketua Bataksche Bond, Dr. Abdul Rasjid Siregar kelahiran Padang Sidempoean ingin menaungi para pemuda Batak yang beragama Kristen yang kurang berterima di Sumatranen Bond tetapi tetap menjalin hubungan baik dengan Sumatranen Bond. Dr. Abdul Rasjid Siregar adalah adik dari Mangaradja Soeangkoepon, alumni Belanda yang menjadi anggota dewan di Tandjoeng Balai. Pada tahun 1919 Parada Harahap mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean. Pada tahun 1920 di Pematang Siantar didirikan Bataksche Bank oleh Dr. Mohamad Hamzah Harahap, Dr. Alimoesa Harahap dan Soetan Hasoendoetan. Bataksche Bank adalah bank pribumi pertama. Masih pada tahun 1920 Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan diundang asosiasi peminat/ahli Hindia di Belanda (Oost en West) untuk berpidato di hadapan para anggotanya. Catatan: Soetan Casajangan adalah pendiri perhimpunan mahasiswa pribumi di Belanda tahun 1908. Sejak 1919 Soetan Casajangan adalah direktur sekolah guru Normaalschool di Batavia (pendiri majalah Poestaha di Padang Sidempoean pada tahun 1915).
Onderafdeeling Angkola en Sipirok adalah satu-satunya onderafdeeling di Hindia Belanda yang dibentuk dewan. Dari daftar dewan yang ada pada tahun 1921 terdapat 53 daerah otonom (memiliki dewan). Hampir semuanya wilayah Kota (gemeente) dan Kabupaten (gewest) kecuali dua wilayah otonom yakni Afdeeling Minahasa dan Onderafdeeling Angkola en Sipirok. Dari daftar teridentifikasi jumlah anggota dewan pribumi telah ditambah sehubungan ditambahnya jatah untuk non-Eropa. Kota Pematang Siantar mendapat jatah untuk anggota dewan non Eropa sebanyak 8 orang, Kota Tandjong Balai (6), Kota Medan (10), Kota Bindjei (6) dan Kota Tebing Tinggi (9). Untuk anggota dewan pribumi di Onderafdeeling Angkola en Sipirok sebanyak 23 orang. Anggota dewan non Eropa ini dipecah dibagi an tara golongan pribumi dan golongan Timur Asing (terutama Tionghoa dan Arab).
Dewan di daerah otonom
inilah yang membuat peraturan dan perundang-undangan di wilayah otonom setempat
dalam bentuk peraturan daerah yang akan dijalankan oleh Wali Kota atau Residen/Asisten
Residen. Hingga berakhirnya era kolonial Belanda, dewan Tapanoeli (Tapanoeliraad)
tidak pernah terbentuk. Meski demikian, orang-orang yang berasal dari Padang
Sidempoean juga melakukan persaingan dan memenangkan anggota dewan di tempat
lain seperti di Padang, Batavia dan Soerabaja. Juga orang berasal dari Padang
Sidempoean mendapat satu kursi ketika tahun 1938 dibentuk Minangkabauraad.
Gubernur Sumatra Utara yang pertama Abdul Hakim Harahap pernah menjadi anggota
dewan kota (gemeenteraad) Medan selama delapan tahun (1930-1938).
Untuk anggota dewan pusat (Volksradd) sejak 1927 dibagi
ke dalam empat dapil masing-masing satu kursi, yakni: West Sumatra, Zuid Sumatra, Oost Sumatra dan
Noord Sumatra. Dapil Oost Sumara meliputi seluruh wilayah Province Oost
Sumatra, sedangkan dapil Noord Sumatra terdiri dari Residentie Atjeh dan
Residentie Tapanoeli. Pada pemilihan Volksraad tahun 1927 yang terpilih dari
dapil Noord Sumatra adalh Dr. Alimoesa Harahap dan yang terpilih dari dapil Oost
Sumatra adalah Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon. Di dua dapil
ini hingga berakhirnya era kolonial Belanda selalu dimenangkan kandidat yang
berasal dari Padang Sidempoean. Mangaradja Soangkoepon selalu menang di dapil
Oost Sumatra dan di dapil Noord Sumatra, Dr.Ali Moesa dikalahkan oleh Dr. Abdul
Rasjid Siregar. Dua lagi anggota Volksraad yang berasal dari Padang Sidempoean
adalah Dr. Radjamin Nasution (dari dapil Oost Java) dan Mr. Soetan Goenoeng
Moelia, Ph.D dari golongan pendidikan.
Pemerintahan di Kota Sibolga dari Era Kolonial Belanda
hingga Era Kemerdekaan Indonesia
Sejak 1845 status wailayah Tapanoeli menjadi
Residentie. Residen pertama (Luit. Col. Alezander van der Hart) ditempatkan di
kota Sibolga (kota yang belum lama dibangun). Sehubungan dengan penempatan
Residen di Sibolga, juga di Sibolga ditempatkan seorang Controleur (Afdeeling
Sibolga). Sebelumnya, di wilayah Angkola Mandailing sudah diangkat Asisten
Residen (TJ Willer) berkedudukan di Panjaboengan. Pada saat permulaan
Residentie Tapanoeli ini baru terdiri dari tiga afdeeling: Afdeeling Mandailin
en Angkola; Afdeeling Natal dan Afdeeling Sibolga.
Afdeeling Mandailing en Angkola terdiri dua onderafdeeling,
yakni onderfadeeling Mandailing beribukota di Panjaboengan dan onderafdeeling
beribukota di Padang Sidempoean. Pada tahun 1846 Gubernur Sumatra’s Westkust
(AV Michiiels) unuk kali pertama berkunjung ke wilayah Tapanoeli di
Panjaboengan (1 hari), Padang Sidempoean (4 hari) dan Sibolga (1 hari). Pada saat itu Afdeeling
Padang Lawas masih sebuah rintisan dengan pejabat tertinggi Jung Huhn. Wilayah
Silindoeng dan Toba serta Nias masih independen (belum ada penmerintahan/pejabat
sipil). Bersamaan dengan rintisan pemerintaan di Afdeeling Padang Lawas, sudah
mulai dilakukan penyelidikan di Baroes (persiapan afdeeling).
Koffiecultuur di Afdeeling Mandailing en
Angkola yang dimulai sejak 1840 telah membuahkan hasil. Produksi kopi di
Angkola dianggap terlalu jauh diangkut ke (pelabuhan) Natal, lalu Controleut
Godin di Padang Sidempoean mulai meningkatkan kualitas jalan hingga ke Loemoet.
Kopi dari Angkola kemudian dikumpulkan di Loemoet (dibangun pelabuhan sungai Loemoet).
Dari gudang di Loemoet kemudian diteruskan ke pelabuhan Sibolga. Namun dalam
perkembanganya karena terlalu jauh ke (pelabuhan) Sibolga, dibangun gudang kopi
di Djaga-Djaga (untuk diangkut langsung ke (pelabuhan) Padang. Pelabuhan
Djaga-Djaga menjadi lebih sibuk daripada pelabuhan Sibolga.
Pelabuhan Djaga-Djaga masuk wilayah yurisdiksi Controleur
dari Afdeeling Sibolga. Sementara (pelabuhan feeder) Loemoet (yang masuk
wilayah yurisdiksi Controleur onderfadeeling Angkola) ditingkatkan menjadi
tempat kedudukan Controleur Angkola (ibu kota onderfadeeling Angkola
dipindahkan dari Padang Sidempoean ke Loemoet, sementara garnisun militer tetap
berada di Padang Sidempoean).
Afdeeling Padang Lawas tidak diteruskan dalam
pembentukan pemerintahan. Sebaliknya, pemerintahan yang baru dibentuk di
Afdeeling Baroes dengan menempatkan Controleur di Baroes dan Afdeeling Singkel
dengan menempatkan Controelur di Singkel. Controelur Singkil yang pertama
adalah AP Godon. Namun tidak lama, pada tahun 1848 AP Godon dipromosikan
menjadi Asisten Rasiden Mandailing en Angkola.
Pada awal tahun 1850an, ibukota Angkola dipindahkan
kembali ke Padang Sidempoean. Wilayah Loemoet dimasukkan menjadi bagian dari
Afdeeling Sibolga. Ini bersamaan dengan mulai ditempatkannya pejabat pemerintah
di Sipirok. Produksi kopi yang terus meningkat (dari Angkola dan Sipirok) mutu
jalan dan jembatan dari Padang Sidempoean ke Sibolga ditingkatkan. Jembatan
rotan di atas sungai Batang Toroe ditingkatkan dengan jembatan kabel telegraf (dapat
dilalui pedati). Sementara pelabuhan komodiri Djaga-Djaga terus meningkat,
pelabuhan Sibolga terus ditingkatkan sebagai pelabuhan penumpang (sehubungan
dengan semakin intensnya lalu lintas antara Padang Sidempoean dan Sibolga melalui
jalan yang baru ditingkatkan). Peningkatan ruas jalan antara Loemoet dan
Sibolga juga memudahkan komunikasi Controluer Sibolga dari Sibolga ke Loemoet
(yang telah menjadi wilayah yursdiksinya yang baru). Peningkatan mutu jalan
juga dilakukan ke Baroes. Dengan semakin mudahnya komunikasi ke Baros,
Afdeeling Baroes dilikuidasi sebagian wilayahnya dimasukkan ke Afdeeling
Singkel dan sebagian ke afdeeling Sibolga. Wilayah yurisdiksi Controleur
Sibolga semakin luas (ke Loemoet dna Baroes) sehingga nama afdeeling Sibolga
direvisi menjadi Afdeeling Sibolga en Omstreken (Sibolga dan sekitar).
Pada awal tahun 1860an Nommensen sudah mulai
beraktivitas di Siliendoeng. Namun pos misi Nommensen masih berada di Sipirok. Beberapa
tahun sebelumnya pemerintahan sipil sudah efektif di Sipirok (sebagai bagian
dari onderfadeeling Angkola). Sebagai Controleur Angkola adalah Mr. WA Hennij.
Pada tahun 1863,Mr, WA Hennis mulai merintis pemerintahan di Silindoeng dengan
melakukan perjalanan ekspedisi ke Silindoeng dari Sibolga ke Silindoeng dan
kembalinya dari Sipirok ke Padang Sidempoean. Sukses ekspedisi ke Silindoeng
ini, menjadi paspor bagi Mr. Hennij untuk diangkat menjadi Asisten Residen Mandailing
en Angkola.
Sementara Afdeeling Sibolga en Omstreken terus berbenah,
Asisten Residen Mandailing en Angkola dipromosikan menjadi sekeretaris Gubernur
(semacam sekda provinsi) di Padang. Karir Mr. WA Hennij ini terbilang cepat. Di
satu sisi WA Hennij bergelar sarjana (jarang sarjana memulai karir sebagai
Controleur), di sisi lain kemampuannya dan hasil ekspedisinya ek Silindoeng
sangat dibutuhkan pemerintah pusat di Batavia untuk membantu Gubernur dalam
merancang perluasan wilayah pemerintahan ke Silindoeng dan Toba.
Pada awal 1870 ibu kota Afdeeling Mandailing
en Angkola dipindahkan dari Panjaboengan ke Padang Sidempoean. Pemindahan ini termasuk
rekomendasi dari Mr. WA Hennij untuk mendekatkan diri pemerintah (Asisten
Residen) dalam membantu perluasan wilayah ke Silindoeng dan Toba. Namun dalam
perkembangannya muncul reaksi keras dari Sisingamangaradja XII (nilah awal Batak
Oorlog). Nommensen yang berpusat di Silindoeng mulai mendapat tekanan dari
(pengikut) Sisingamangarajka. Di Sipirok juga mulai ada perlawanan terhadap
pemerintah yang dimotori oleh Radja Baringin dan Radja Sialagoendi (namun
perlawanan ini mudah dipadamkan oleh militer yang bermarkas di garnisun militer
di Padang Sidempoean).
Controleur Baron van Hoevell yang belum lama ditempatkan
di Silindoeng mendapat tekanan keras dari (pengikut) Sisingamangaradja. Sehubungan
dengan itu, Controleur van Hoevel tidak pernah efektif bekerja dalam
menjalankan pemerintahan. Sehubungan dengan permasalahan ini pemerintah pusat
memberi instruksi untuk dilakukan ekspedisi militer ke Silindoeng dan Toba pada
tahun 1875.
Untuk memperkuat administrasi pemerintah
dalam hubungan dengan ekspedisi militer ke Silindoeng dan Toba pemerintah pusat
memekarkan Onderafdeeling Angkola dengan membentuk onderafdeeling Sipirok dan
menempatkan Controleur di Sipirok pada tahun 1875. Sementara status Controleur
di Sibolga ditingkatkan menjadi Asisten Residen (untuk mengefektifkan
pemerintahan antara Sibolga dan Singkel). Dalam perang yang mulai berkobar di
Silindoeng, seorang pejabat pemerintah (yang membantu van Hoevel) terbunuh di
Taroetoeng. Para hulubalang dari Padang Lawas juga bergerak membantu (pengikut)
Sisingamangaradja dari arah timur. Karena alasan inilah pada tahun 1875 pemerintahan
diaktifkan kembali di Afdeeling Padang Lawas dengan menempatkan Controleur di
Gonoeng Toea). Dalam hal ini sudah ada empat Controleur di wilayah demarkasi
(Singkel, Silindoeng, Sipirok dan Padang Lawas).
Dari arah utara juga, pada tahun 1875 pemerintah memekarkan
Afdeeling Deli dengan membentuk onderfadeeling Medan dengan menempatkan
Controleur di Medan (dan bersamaan dengan meningkatkan status Controelur Deli
di Labohan Deli menjadi Asisten Resiiden). Dengan demikian bertambah lagi satu
Controleur di wilayah demarkasi. Sehubungan dengan situasi politik di
Silindoeng en Toba tahun 1875 juga ibu kota Residen Tapanoeli dipindahkan dari
Sibolga ke Padang Sidempoean. Residen berkedudukan di Padang Sidempoean.
Saat mulai reda di Silindoeng, status DOM di
Silindoeng diubah lagi menjadi pemerintahan sipil dengan menempatkan controleur
yang baru pada tahun 1880 yakni Welsink. Pada tahun 1882 juga makin kondusif di
Toba sehingga wilayah Silindoeng dan wilayah Toba disatukan dengan nama baru
Afdeelung Silindoeng en Toba. Pada tahun 1883 Welsink berkedudukan di Balige
(rekannya Van Dijk sebagai Controleur Silindoeng menggantikannya di
Taroetoeng). Sementara ibu kota Residen Tapanoeli tetap di Padang Sidempoean (pada
tahun 1883 ini jembatan Batang Toroe selesai dibangun).
Controelur Welsink di Balige dikepung oleh (pengikut)
Sisingamangaradka. Situasi darurat kembali terjadi, Controleur Welsink di
Balige hanya dilengkapi oleh satu detasemen yang dipimpin oleh seorang letnan
Belanda dan 20 prajurit Jawa. Dalam posisi terkepung Welsink mengirim kurir ke
Taroetoeng (rekannya Van Dijk), namun di tengah jalan antara Balige dan
Taroetoeng dua kurir yang dikirim dibunuh. Satu detasemen di Lagoeboti yang
dipimpin oleh Letnan Spandaw (dari garnisun militer di Medan) kewalahan
menghadapi serangan (pengikut) Sisingamangaradja yang datang dari arah danau.
Welsink pada akhirnya dapat selamat. Wesink mendapat pujian dari pemrintah
pusat dengan bintang. Prestasi ini pada nantinya menjadi paspor Welsink untuk
menjadi Asisten Residen. Pahlawan Belanda (dari sipil) dalam menguasai
Silindoeng dan Toba adalah Mr. WA Hennij dan Welsink.
Pada tahun 1890 Welsink dipromosikan untuk
menjadi Asisten Residen pertama Afdeeling Silindoeng en Toba). Uniknya meski
telah menjadi Asisten Residen, Welsink tetap tinggal di Balige (bukan di ibu
kota Taroetoeng). Meski demikian, Welsink tetap menjadi penanggung jawab di
Silindoeng (sementara rekannya Cotroleur Van Dijk bertanggungjawab untuk Toba.
Tampaknya bintang yang diperolehnya di Balige membuat Welsink jatuh cinta pada
Toba khususnya Balige. Welsink sangat dekat dengan orang-orang Toba (tempo doeloe
AP Godong sangat dekat dengan penduduk Mandailing).
Pejabat Belanda yang setia pada Toba, pada tanggal 24
Oktober 1898 Welsink diangkat menjadi Residen Tapenoeli yang berkedudukan di
Padang Sidempoean. Namun, sekali lagi, meski kedudukannya di Padang Sidempoean
(sebagai Residen) tapi waktunya lebih banyak di Toba (hanya sembilan anak
perempuan plus satu anak laki-laki yang tetap berada di Padang Sidempoean,
sebab sudah ada sekolah Eropa di Padang Sidempoean). Istrinya sudah lama tiada
dan untuk mengatur anak-anaknya adalah putrinya yang sulung. Welsink, aneh
memang.
Pada taangga 1 Januari 1907 ibu kota
Residentie Tapanoeli kembali dipindahkan ke Sibolga. Ini sehubungan dengan
dipisahkannya Residentie Tapanoeli dari Province Sumatra’s Westkust pada tahun
1905. Disamping itu, pembangunan jalan sudah terlaksana dari Sibolga ke
Taroetoeng dan Toba. Pindahnya Residen ke Sibolga, status Asisten Residen di
Sibolga dihapus dan diangkat Asisten Residen baru di Padang Sidempoean.
Resident Welsink diberhentikan dengan hormat dari dinas
negara pada tanggal 6 Juni 1908. Pada tanggal 9 Welsink dan keluarganya denga
kapal Maetsuyker dari KPM di Sibolga berangkat menuju Padang. Namun di tengah
jalan sekitar Ajer Bangis, Welsink sakit dan meninggal sehingga hanya jenazahnya
yang bisa sampai di Padang. Welsikn dimakamkan di Padang tanggal 11 Juni.
Welsink menjabat Residen selama 10 tahun. Orang Belanda menyebut Welsink, pnerima
bintang Ridder in de orde van den Nederlandschen Leeuw. sebagai ‘Vader der
Batak’.
Selama ibu kota Residentie Tapanoeli di
Padang Sidempoean, peran pemerintahan di Sibolga tidak terlalu terlihat.
Pejabat pemerintah hanya terkonsentrasi dii Padang Sidempoean, Taroetoeng dan
Balige. Meski begitu, sejumlah hal penting yang terjadi di Sibolga dapat
didaftarkan sebagai berikut.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini
hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tabel-1. Jumlah
anggota dewan pribumi/timur asing (non-Eropa)
di Hindia Belanda
|
|||
No
|
Nama Daerah
|
Bentuk administrasi
|
Jumlah anggota dewan pribumi
(non-Eropa)
|
1
|
Angkola en
Sipirok
( afd.
Padang Sidempoean)
|
Onder-afdeeling
|
23
|
2
|
Bandjermasin
|
Gemeente
|
12
|
3
|
Bandoeng
|
Gemeente
|
13
|
4
|
Bantam
(Banten)
|
Gewest
|
12
|
5
|
Banjoemas
|
Gewest
|
13
|
6
|
Basoeki
|
Gewest
|
15
|
7
|
Batavia
|
Gemeente
|
17
|
8
|
Batavia
|
Gewest
|
22
|
9
|
Bindjei
|
Gemeente
|
6
|
10
|
Blitar
|
Gemeente
|
9
|
11
|
Buitenzorg
(Bogor)
|
Gemeente
|
14
|
12
|
Cheribon
(Cirebon)
|
Gemeente
|
7
|
13
|
Cheribon
(Cirebon)
|
Gewest
|
16
|
14
|
Fort de
Kock (Bukittinggi)
|
Gemeente
|
7
|
15
|
Kediri
|
Gemeente
|
9
|
16
|
Kediri
|
Gewest
|
19
|
17
|
Kedoe
|
Gewest
|
26
|
18
|
Komering
Ilir
|
Gewest
|
17
|
19
|
Lematang
Ilir
|
Gewest
|
17
|
20
|
Madioen
|
Gemeente
|
11
|
21
|
Madioen
|
Gewest
|
13
|
22
|
Madura
|
Gewest
|
12
|
23
|
Magelang
|
Gemeente
|
11
|
24
|
Makasser
|
Gemeente
|
12
|
25
|
Malang
|
Gemeente
|
12
|
26
|
Medan
|
Gemeente
|
10
|
27
|
Menado
|
Gemeente
|
9
|
28
|
Minahasa
|
Afdeeling
|
37
|
29
|
Mr.
Cornelis (Jatinegara)
|
Gemeente
|
12
|
30
|
Modjokerto
|
Gemeente
|
8
|
31
|
Ogan Ilir
|
Gewest
|
23
|
32
|
Oostkust
Sumatra
(Sumtra
Timur)
|
Gewest
|
21
|
33
|
Padang
|
Gemeente
|
15
|
34
|
Padang
Pandjang
|
Gewest
|
20
|
35
|
Palembang
|
Gemeente
|
12
|
36
|
Pasoeroean
|
Gemeente
|
9
|
37
|
Pasoeroean
|
Gewest
|
25
|
38
|
Pekalongan
|
Gemeente
|
12
|
39
|
Pekalongan
|
Gewest
|
11
|
40
|
Pematang
Siantar
|
Gemeente
|
8
|
41
|
Preanger
Regentschappen
|
Gewest
|
28
|
42
|
Probolinggo
|
Gemeente
|
12
|
43
|
Rembang
|
Gewest
|
16
|
44
|
Salatiga
|
Gemeente
|
8
|
45
|
Sawah
Loento
|
Gemeente
|
5
|
46
|
Semarang
|
Gemeente
|
16
|
47
|
Semarang
|
Gewest
|
27
|
48
|
Soekaboemi
|
Gemeente
|
10
|
49
|
Soerabaja
|
Gemeente
|
19
|
50
|
Soerabaja
|
Gewest
|
24
|
51
|
Tandjong
Balei
|
Gemeente
|
6
|
52
|
Tebing
Tinggi
|
Gemeente
|
9
|
53
|
Tegal
|
Gemeente
|
10
|
Total
|
767
|
||
Catatan:
-Koefisien
Pemilu adalah 50
-Gemeente=kota
-Gewest=Terdiri
dari beberapa afdeeling
-Afdeeling=Terdiri
dari beberapa onder-afdeeling
Sumber: De
Preanger-bode, 01-02-1921
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar