Selasa, 12 Mei 2020

Sejarah Bogor (53): Kampung Bojong Enyot di Sungai Tjiheuleut, Land Kedoeng Halang; Sentra Produksi Susu Sapi di Buitenzorg


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Kampong Bandjong Enjot adalah salah satu sentra produksi susu di Buitenzorg. Kampong ini berada di land Kedoeng Halang, tepatnya di sisi barat sungai Tjiheuleut. Sungai Tjiheuleut berada di antara sungai Tjiparigi di barat dan sungai Tjiloear di timur (sungai Tjiloear berhulu di Katoelampa). Nama kampong Bandjong Enjot kini lebih dikenal dengan nama Bojong Kenyot. Akses menuju kampong ini tempo doeloe dari jalan Ciheuleut yang sekarang.

Kamp.Bodjong Enjot (Peta 1900); daftar usaha susu di Buitenzorg
Kampong Bodjong Enjot (kini, Bojong Kenyot) pada masa ini masuk wilayah kelurahan Tegal Gundil, kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Untuk menuju kampong Bojong Kenyot [Bodjong Enjot) dari sekitar terminal Baranang Siang sisi timur jalan tol (jalan Ciheuleut) kemudian melalui jembatan penyeberangan di atas tol dan melalui Universitas Pakuan (jalan Pakuan) terus ke utara melalui jalan Tegallega dan jalan Artzimar III (kelurahan Tegal Gundil).

Lantas apa pentingnya sejarah kampong Bodjong Enjot? Yang jelas tempo doeloe di kampong Bodjong Enjot terdapat sentra susu sapi yang cukup dikenal di Buitenzorg (kini Kota Bogor). Susu sapi adalah salah satu sumber lemak penduduk dan menjadi bahan baku dalam pembuatan keju Belanda. Nah, untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 11 Mei 2020

Sejarah Bogor (52): Cipanas, Cibodas dan Ciputri; Land Tjipoetri Era Inggris (1812), Diakuisisi Pemerintah Hindia Belanda, 1823


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Di timur Gadog berada Tjisaroea. Area tertinggi wilayah Tjisaroea adalah mahkota (puncak) pegunungan Megamendung. Lebih ke timur dari mahkota Megamendung ini terdapat tiga nama tempat yang pertama diidentifikasi, yakni (pesanggrahan) Tjipanas, kampong Tjibodas dan kampong Tjipoetri. Namun tiga nama tempat itu menurut catatan harian Radermacher yang melakukan ekspedisi mengitari gunung Pangrango-Gede tahun 1777 bukan lagi wilayah Buitenzorg tetapi wilayah Tjiandjoer. Menurut Radermacher, punggung pe(gunung)an Megamendong adalah batas pemisah Buitenzorg dan Tjiandjoer. Mahkota punggung gunung Megamendung tersebut kemudian dikenal Pontjak (kini Puncak Pas).

Kecamatan Cipanas dan Pacet; Desa Ciputri (Now)
Pada masa ini, Cipanas, Cibodas dan Ciputri masih menjadi bagian dari wilayah (kabupaten) Cianjur. Batas pemisah antara kabupaten Cianjur dan (kabupaten) Bogor juga masih pegunungan Megamendung (yang kini dikenal Puncak Pas). Tiga nama tempat yang diidentifikasi pertama ini, kini berada di dua kecamatan yang berbeda: desa Tjipanas menjadi bagian wilayah kecamatan Cipanas; sementara desa Cibodas dan desa Ciputri menjadi bagian dari wilayah kecamatan Pacet. Pada masa ini, nama Cipanas dan Cibodas lebih dikenal daripada nama Ciputri, namun di masa lampau nama Ciputri justru yang lebih terkenal dari yang lainnya. Apa pasal? Pada era VOC wilayah Tjisaroea dijadikan tanah partikelir (land) dan pada era pendudukan Inggris wilayah sisi timur Megamendung (Tjipanas, Tjibodas dan Tjipoetri) dijadikan tanah partikelir dengan nama Land Tjipoetri (di bawah kepemilikan Andries de Wilde).

Lantas apa pentingnya sejarah Cipanas, Cibodas dan Ciputri? Ketiga kampong ini pernah menjadi satu kesatuan tanah partikelir dengan nama Land Tjipoetri. Ini bermula setelah dibangunnya jalan pos (Grootepost weg) pada era Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811), wilayah terpencil ini semakin terbuka dan diminati investor Andreas de Wilde (di era pendudukan Inggris 1811-1816). Pada era VOC rute jalan dari Tjisaroea ke Tjipanas masih memutar ke arah timur (untuk menghindari terjalnya pegunungan Megamendung). Sehubungan dengan ditingkatkanya pesanggrahan di Tjiipanas menjadi villa-istana Gubernur Jenderal dan penetapan hutan Tjibodas sebagai taman lindung (Natuurmonument), nama Tjipoetri lambat laun menghilang yang hanya kini dikenal sebagai sebuah desa. Oleh karena itulah menarik untuk menulis kembali sejarah Cipanas, Cibodas dan Ciputri agar pengetahuan kita bertambah. Untuk itu mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bogor (51): Sejarah Desa Gadog dan Gunung Megamendung; Kopi, Gudang, Jembatan, Pos, Rumah Sakit dan Puncak Pas


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Pada masa kini, nama Gadog sangatlah terkenal dengan nama navigasi: Simpang Gadog (exit Tol ke jalan lama Ciawi-Puncak). Meski demikian, nama Gadog bukanlah baru, tetapi suatu nama tempat yang juga terkenal tempo doeloe (nama Gadog ditulis Gadok). Gadog adalah suatu nama tempat, sementara Megamendung adalah suatu gunung (berg) yang mahkotanya berada di Puncak Pas. Nama Megamendung sebagai nama tempat di dekat kampong Gadok sejatinya baru muncul kemudian.

Gadok (Peta 1900)
Dalam pembagian wilayah administrasi kabupaten Bogor, nama Megamendung dijadikan sebagai nama kecamatan. Di dalam kecamatan Megamendung terdapat desa Gadog dan desa Megamendung. Nama-nama yang sudah ada sejak lama termasuk desa Tjipajoeng (desa Cipayung Datar dan desa Cipayung Girang) dan (desa) Pasir Angin. Nama tempat lainnya yang sudah lama adalah kampong (sungai) Soekabiroes yang kini masuk desa Gadog. Lantas mengapa muncul nama kampong Megamendung, sementara puncak gunung Megamendung berada di Puncak Pas wilayah kecamatan Cisarua yang sekarang?

Begitu banyak data sejarah Gadog dan Megamendung, namun tidak banyak yang terinformasikan pada masa ini. Okelah. Sejarah Gadog (di bawah) dan sejarah gunung Megamendung Puncak Pas (di atas) sungguh mempesona. Apakah kita ingin menulis sejarah kampong Gadog dan sejarah gunung Megamendung? Sejumlah situs penting di Gadog paling tidak tentang kopi, gudang, jalan dan jembatan pos dan rumah sakit. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 10 Mei 2020

Sejarah Bogor (50): Bupati Kampong Baroe di Land Bloeboer, Buitenzorg; Tingkatan Gelar Para Bupati pada Era VOC-Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Bupati Kampong Baroe diangkat Pemerintah VOC di hulu sungai Tjiliwong bermula ketika dibuat perjanjian (plaacaat) 20 Juli 1687. Perjanjian ini dilakukan sehari sebelum diadakan ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong yang dipimpin oleh Luitenant Patingi dan Sergeant Pieter Scipio. Rencana pengangkatan bupati ini dilakukan setelah adanya perjanjian VOC dengan Mataram dalam penyerahan wilayah di barat Tjimanoek. Bupati yang pertama diakui oleh Pemerintah VOC adalah bupati Sumedang. Oleh karena dalam pengangkatan bupati, Pemerintah VOC berkoordinasi dengan bupati Sumedang. Bupati-bupati yang sudah eksis antara lain bupati Tjiandjoer dan bupati Bandoeng.

Ada perbedaan antara jabatan dan gelar. Jabatan adalah pemimpin lokal di suatu wilayah. Yang tertinggi adalah bupati (regent). Wakil bupati dapat ditambahkan dengan sebutan Patih. Perangkat pemerintahan bupati antara lain Djaksa (yang juga merangkap sebagai kepala polisi) dan penghoeloe (dalam urusan keagamaan). Oleh karena pada era Pemerintah Hindia Belanda, kepala daerah adalah Residen/Asisten Residen atau Controleur maka posisi bupati adalah anggota dari badan hukum (recht) sebagai pemimpin penduduk pribumi. Untuk orang-orang Eropa langsung di bawah Residen/Asisten Residen atau Controleur. Para bupati, djaksa dan penghoeloe digaji oleh pemerintah. Para pemimpin lokal ini memiliki gelar-gelar tersendiri yang diberikan secara adat dan diratifikasi oleh pemerintah. Tingkatan gelar adakalanya mengindikasikan besarnya gaji yang diterima. Sejak era VOC gelar-gelar yang terdaftar adalah sebagai berikut (mulai dari yang tertinggi): 1. Dipati (Adipati), 2. Aria, 3. Toemenggoeng, 4. Demang, 5. Raden, 6. Ngabei, 7. Maas, 8. Rangga, 9. Condoran, 10. Patih atau bendahara, 11, Ombo atau kepala, 12. Mandor atau Loerah (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1856).

Bupati Kampong Baroe adalah bupati baru, posisi bupati (Kampong Baroe) yang dibentuk sehubungan dengan kebijakan Pemerintah VOC untuk menjadikan penduduk sebagai subjek (bekerjasama dengan VOC dalam memimpin penduduk sendiri). Ibu kota wilayah yang dipimpin oleh bupati baru berkedudukan di kampong yang baru: Kampong Baroe (dekat Kampong Halang). Yang menjadi wilayah (ulayat) bupati adalah area diantara sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane (yang kemudian disebut land Bloeboer). Kampong Baroe sendiri berada di land Kedong Halang. Bupati Kampong Baroe adalah saudara dari kepala Kampong Kedong Halang di Land Kedong Halang.

Sabtu, 09 Mei 2020

Sejarah Bogor (49): Kampung Ciluar dan Kedung Halang; Sungai Tjiloear Bemuara dan Juga Berhulu di Sungai Tjiliwong


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Ciluar bukanlah nama baru, tetapi nama sungai dan nama tempat yang sudah lama sekali. Nama sungai dan nama tempat Ciluar [Silouaar] paling tidak sudah diidentifikasi pada Peta 1695. Kampong Silouaar ini berada di hilir kampong Kedunghalang [Coudoungalang]. Sungai Ciluar berhulu di dekat sungai Tjiliwong di (kampong) Katoelampa dan bermuara ke sungai Tjiliwong (di sekitar jembatan Cibinong-Bojong Gede yang sekarang).

Kampong Tjiloear (Peta 1695) dan Land Tjiloear (Peta 1860)
Pada masa ini nama kampong Tjiloear menjadi nama kelurahan Ciluar di kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, juga kampong Kedonghalang menjadi nama kelurahan di kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Dua kelurahan ini dipisahkan oleh kelurahan Cibuluh dimana terdapat jalan raya Bogor. Kelurahan Ciluar dilintasi oleh jalan tol dari jalan tol Jagorawi ke kelurahan Kedong Badak (kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor).

Pada era VOC, wilayah dua kampong yang bertetangga ini dijadikan tanah partikelir (land) dengan nama Land Tjiloear dan Land Kampong Baroe atau Land Kedong Halang. Diantara dua land ini dibentuk land Tanah Baroe. Lantas seperti apa sejarah lebih lanjut dari (kampong) Tjiloear? Mungkin pertanyaan ini terkesan sepele dan tidak penting. Namun demikian nama Tjiloear sebagai nama sungai tentu sangat menarik, karena sungai Tjilioear adalah salah satu sungai yang bermuara ke sungai Tjiliwong. Tidak hanya itu, sungai Tjiloear ternyata berhulu di sungai Tjiliwong (dari Tjiliwong ke Tjiliwong). Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 08 Mei 2020

Sejarah Bogor (48): Villa/Istana Buitenzorg, Gempa dan Letusan Gunung Salak; Kebun Raya Diperluas ke Sisi Utara S Tjiliwong


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Kota Bogor yang sekarang, di masa lampau tidak jarang menghadapi ancaman. Pada tahun 1699 terjadi letusan gunung Salak dan gempa besar. Pada tahun 1745 sebuah villa dibangun di area sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane. Villa ini menjadi cikal bakal Istana Bogor yang sekarang. Beberapa tahun setelah villa tersebut dibangun pada tahun 1752 terjadi serangan dari Banten. Villa yang disebut Villa Buitenzorg terbakar dan rusak (kemudian dibangun kembali).

Menurut sumber lain gunung Salak pernah meletus pada tahun 1761. Gunung Salak kembali meletus pada tahun 1780. Sementara itu gunung Gede pernah meletus sekitar tahun 1747 dan tahun 1761 yang bersamaan dengan gunung Salak. Tentu saja gunung Salak dan gunung Gede-gunung Pangrango masih pernah meletus sesudahnya. Letusan-letusan gunung-gunung tersebut menjadi permasalahan tersendiri bagi villa-istana Buitenzorg dan tentu saja kebun raya yang telah dibangun pada era pendudukan Inggris (1811-1816). Namun gempa bumi tidak selalu disertai letusan. Frekeunasi gempa yang terjadi yang mengancam villa-istana dan kebun raya Buitenzorg jauh lebih tinggi lagi.

Lantas seperti apa dampak yang ditimbulkan letusan gunung Salak dan gempa yang terjadi bagi villa-istana Buitenzorg? Sudah banyak penulis yang membicarakannya. Namun kisah antara villa-istana Buitenzorg dengan letusan gunung dan gempa tetaplah menarik untuk disimak lagi karena masih banyak fakta dan data yang belum terinformasikan. Untuk menambah pengetahuan yang ada, mari kita telusuri lagi sumber-sumber tempo doeloe.