*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
Bupati Kampong Baroe diangkat Pemerintah VOC di hulu sungai Tjiliwong bermula ketika dibuat perjanjian (plaacaat) 20 Juli 1687. Perjanjian ini dilakukan sehari sebelum diadakan ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong yang dipimpin oleh Luitenant Patingi dan Sergeant Pieter Scipio. Rencana pengangkatan bupati ini dilakukan setelah adanya perjanjian VOC dengan Mataram dalam penyerahan wilayah di barat Tjimanoek. Bupati yang pertama diakui oleh Pemerintah VOC adalah bupati Sumedang. Oleh karena dalam pengangkatan bupati, Pemerintah VOC berkoordinasi dengan bupati Sumedang. Bupati-bupati yang sudah eksis antara lain bupati Tjiandjoer dan bupati Bandoeng.
Bupati Kampong Baroe diangkat Pemerintah VOC di hulu sungai Tjiliwong bermula ketika dibuat perjanjian (plaacaat) 20 Juli 1687. Perjanjian ini dilakukan sehari sebelum diadakan ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong yang dipimpin oleh Luitenant Patingi dan Sergeant Pieter Scipio. Rencana pengangkatan bupati ini dilakukan setelah adanya perjanjian VOC dengan Mataram dalam penyerahan wilayah di barat Tjimanoek. Bupati yang pertama diakui oleh Pemerintah VOC adalah bupati Sumedang. Oleh karena dalam pengangkatan bupati, Pemerintah VOC berkoordinasi dengan bupati Sumedang. Bupati-bupati yang sudah eksis antara lain bupati Tjiandjoer dan bupati Bandoeng.
Ada perbedaan antara jabatan dan gelar.
Jabatan adalah pemimpin lokal di suatu wilayah. Yang tertinggi adalah bupati
(regent). Wakil bupati dapat ditambahkan dengan sebutan Patih. Perangkat
pemerintahan bupati antara lain Djaksa (yang juga merangkap sebagai kepala
polisi) dan penghoeloe (dalam urusan keagamaan). Oleh karena pada era
Pemerintah Hindia Belanda, kepala daerah adalah Residen/Asisten
Residen atau Controleur maka posisi bupati adalah anggota dari badan hukum
(recht) sebagai pemimpin penduduk pribumi. Untuk orang-orang Eropa langsung di
bawah Residen/Asisten Residen atau Controleur. Para
bupati, djaksa dan penghoeloe digaji oleh pemerintah. Para pemimpin lokal ini
memiliki gelar-gelar tersendiri yang diberikan secara adat dan diratifikasi
oleh pemerintah. Tingkatan gelar adakalanya mengindikasikan besarnya gaji yang
diterima. Sejak era VOC gelar-gelar yang terdaftar adalah sebagai berikut (mulai
dari yang tertinggi): 1. Dipati (Adipati), 2. Aria, 3. Toemenggoeng, 4. Demang,
5. Raden, 6. Ngabei, 7. Maas, 8. Rangga, 9. Condoran, 10. Patih atau bendahara,
11, Ombo atau kepala, 12. Mandor atau Loerah (lihat Tijdschrift voor Neerland's
Indie, 1856).
Bupati Kampong Baroe adalah bupati baru, posisi bupati
(Kampong Baroe) yang dibentuk sehubungan dengan kebijakan Pemerintah VOC untuk
menjadikan penduduk sebagai subjek (bekerjasama dengan VOC dalam memimpin
penduduk sendiri). Ibu kota wilayah yang dipimpin oleh bupati baru berkedudukan
di kampong yang baru: Kampong Baroe (dekat Kampong Halang). Yang menjadi
wilayah (ulayat) bupati adalah area diantara sungai Tjiliwong dan sungai
Tjisadane (yang kemudian disebut land Bloeboer). Kampong Baroe sendiri berada
di land Kedong Halang. Bupati Kampong Baroe adalah saudara dari kepala Kampong
Kedong Halang di Land Kedong Halang.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan
sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil
kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini
tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang
lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah
disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih
menekankan saja*.
Wilayah Bupati Kampong Baroe
Pada era VOC
para bupati yang memimpin wilayah masing-masing bersifat otonom. Pemerintah VOC
bekerjasama (dalam bentuk placaat) dengan masing-masing bupati secara
terpisah-pisah. Kerjasama dalam berbagai kontrak yang disepakati seperti
penanaman kopi, lada dan sebagainya termasuk perihal perdagangannya.
Bupati Kampong Baroe, karena dekat
dengan Batavia, kerap datang ke Batavia. Pelantikan bupati Kampong Baroe pada
tahun 1687 di Batavia. Dengan semakin intensnya komunikasi antara pejabat VOC
dengan para bupati, pada tahun 1713 Gubernur Jenderal VOC Abraham van Riebeeck bertemu dengan bupati
Tjiandjoer dan bupati Bandoeng di Tjiandjoer. Abraham van Riebeeck sendiri
semasih menjadi Direktur, pada tahun 1703 telah bertemu dengan bupati
Tjiandjoer di Tjiseroea. Dalam kunjungan Gubernur Jenderal pada tahun 1713 rute
yang dilalui melalui Buitenzorg, Tjisaroea, Tjipanas dan Tjiandjoer. Pada tahun
1776 Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk berkunjung ke Goenoeng Parang dan
bertemu dengan bupati Tjiandjoer. District Goenoeng Parang kelak menjadi
Soekaboemi.
Setelah VOC
dibubarkan pada tahun 1799, Kerajaan Belanda membentuk Pemerintah Hindia
Belanda. Pada awal pemerintahan ini, wilayah antara sungai Tjimanoek dan sungai
Tjikandie dibagi ke dalam dua province: Prepect Jakatrasche en Bobenlanden dan
Prefect Chirebonsche en Bovenlanden. Pada era pendudukan Inggris (1811-1816)
wilayah Jawa dibagi ke dalam 16 residentie termasuk dua diantaranya Residentie
Buitenzorg dan Residentie Preanger Regerntscahppen.
Pada tahun 1823 Pemerintah Hindia
Belanda menata kembali wilayah administratif pemerintahan. Wilayah kebupatian
di Buitenzorg dibagi dua, bupati di wilayah lahan-lahan pemerintah dan bupati
di lahan-lahan partikelir. Sementara di wilayah tanah-tanah partikelir lainnya
dibentuk demangschap, yakni Djasinga, Paroeng, Tjibinong, Tjibaroesa dan
Tjitrap. Peta 1818
Sejak pembagian
wilayah administratif pemerintahan yang baru pada tahun 1823, bupati Kampong
Baroe yang selama ini berkedudukan di Kampong Baroe direlokasi dengan membangun
ibu kota baru di Empang.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Gelar Para Pejabat Pribumi
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar