Sabtu, 16 Mei 2020

Sejarah Bogor (60): Sejarah Pancasan di Bogor; Jembatan Empang Menuju Pasir Kuda dan Kotabatu di Lereng Gunung Salak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Pancasan di Kota Bogor tidak ada yang menulisnya. Kampong ini terbentuk setelah kampong Empang dan kampong Bondongan eksis. Kampong Pantjasan berada di seberang sungai Tjisadane di lereng gunung Salak. Kampong Pantjasan menjadi pintu masuk (gate) menuju Pasir Koeda dan Kota Batoe. Kampong Pantjasan belumlah setua yang dibayangkan. Nama Pantjasan tidak hanya di Bogor, juga ditemukan di Jawa.

Kampong Empang (Peta 1772)
Ada yang menulis kampong Pantjasan sudah eksis 375 tahun sebagai tempat pembuatan gong dan alat musik gamelan. Pada masa ini di Pancasan terdapat Gong Factory. Disebutkan pemilik Gong Factory turun temurun, sekarag generasi keenam sejak pertama kali berdiri. Lantas bagaimana eksistensi 375 tahun dihitung dengan usia enam generasi. Jika satu generasi, katakanlah 30 tahun, maka 6 x 30 tahun = 375 tahun? Entahlah. Boleh saja setiap orang membuat perhitungan sendiri.

Sejarah adalah narasi fakta dan data. Lantas seperti apa sejarah Pancasan? Apa pentingnya sejarah Pancasan? Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin tidak penting-penting amat, tetapi sebagai bagian dari sejarah Bogor, sejarah Pancasan menjadi tidak bisa dilupakan. Satu yang penting di awal, jembatan Pancasan dibangun pada tahun 1843 (177 tahun yang lalu). Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bogor (59): Sejarah Bondongan dan Nama Tempat yang Benar; Bendongan dan Bandongan, Bandoengan dan Bendoengan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Apakah Bondongan memiliki sejarah? Tentu saja ada, tetapi tidak hanya sekadar toponimi dan Taman Makam Pahlawan. Topografi wilayah Bondongan sebenarnya telah menceritakan sejarahnya sendiri. Tempo doeloe, sungai Tjikpakantjilan dibendung di beberapa titik untuk melembabkan sawah-wawah yang baru dicetak dan kebun-kebun buah-buahan yang baru ditanam. Di area inilah muncul perkampongan yang baru: kampong Bondongan.

Kampong Bondongan (Peta 1900)
Pernah ke Bondongan? Jika dari gunung Salak dimulai dari Empang melalui Bondongan (kini jalan Pahlawan) menuju (jalan) Batutulis. Ke arah kiri menuju jalan Siliwangi (Sukasari), ke arah kanan menuju jalan Lawang Gintung (terus ke jalan Siliwangi). Sebaliknya dari pantai (Jakarta) melalui jalan Pajajaran, di Sukasari berbelok ke jalan Siliwangi. Simpang kiri pertama jalan Lawang Gintung dan simpang kiri berikutnya jalan Batutulis. Terusan jalan Batutulis menuju jalan Lawang Ginting, namun jika belok kanan masuk jalan Bondongan.

Nama kampong Bondongan tidak hanya di daerah aliran sungai Tjipakantjilan, tetapi juga ditemukan di Jawa [Bendongan]. Di daerah aliran sungai Tjitaroem di dataran tinggi Priangan juga terdapat nama tempat Bandong [Bandoeng], pada posisi dimana sungai Tjikapoendong jatuh ke sungai Tjitaroem. Di Batavia [Meester Cornelis] ada juga nama tempat yang disebut Bendoengan [Oedik dan Ilir]. Okelah. Kita kembali ke sejarah kampong Bondongan. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 15 Mei 2020

Sejarah Bogor (58): Kampong Tanah Sareal Kini Jadi Nama Kecamatan; Diakuisisi oleh Pemerintah untuk Bangun Jalan Jembatan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Nama Tanah Sareal tidak hanya di Bogor tetapi juga di Jakarta. Nama kampong Tanah Sareal tempo doeloe di Buitenzorg kini dijadikan nama kecamatan di Kota Bogor. Sementara nama kampong Tanah Sareal tempo doeloe di Batavia kini menjadi nama kelurahan di kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Kecamatan Tanah Sareal (yang kini masuk Kota Bogor) awalnya dibentuk dari pemekaran kecamatan Kedung Halang (Kabupaten Bogor).

Kampong Tanah Sareal, Buitenzorg (Peta 1900)
Pada masa ini Kecamatan Tanah Sareal terdiri dari 11 kelurahan, yaitu: Cibadak,    Kayu Manis, Kebon Pedes, Kedung Badak, Kedung Jaya, Kedung Waringin, Kencana, Mekarwangi, Sukadamai, Sukaresmi dan Tanah Sareal. Diantara nama kelurahan ini nama paling tua adalah kampong Kedong Waringin (since 1701), lalu disusul kampong Kedong Badak (since 1745) dan baru kemudian menyusul nama-nama kampong Tanah Sareal (1810) dan kampong Kebon Pedes.

Lantas apa hebatnya kampong Tanah Sareal di Buitenzorg dibandingkan kampong Tanah Sareal di Batavia? Yang jelas sebagian lahan dari land Kedong Badak dibeli pemerintah untuk pembebasan lahan dalam rangka pembangunan jalan dan jembatan di Buitenzorg. Area Tanah Sareal ini kemudian seakan terjepit diantara land Kedonghalang dan land Kedongbadak. Sebagai bagian dari district Buitenzorg, kemudian Pemerintah Hindia Belanda memasukkan kampong Tanah Sareal menjadi bagian wilayah Gemeente (Kota) Buitenzorg. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bogor (57): Alun-Alun Kota Bogor di Tiga Lokasi; Pindah ke Empang dan Kini Dibangun di Taman Ade Suryani Nasution


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Alun-alun kota biasanya tidak berubah sepanjang waktu. Lantas apakah ada aloon-aloon Kota Bogor? Ada. Akan tetapi kurang terinformasikan. Bahkan jika dihitung masa kini, ketika Kota Bogor membangun alun-alun kota, sesungguhnya pembangunan alun-alun kota yang baru ini adalah relokasi yang kedua kali. Apa sebab sesungguhnya yang terjadi? Banyak kepentingan. Relokasi yang pertama dari tengah kota ke pinggiran di Empang untuk mengusir penduduk pribumi dari tengah kota. Relokasi yang kedua (sekarang) kembali ke tengah kota. Tidak dalam rangka mengusir warga kota, tetapi harus menggusur Taman Ade Irma Suryani Nasution dan patung Kapten Muslihat.

Aloon-Aloon kota Buitenzorg (Peta 1880)
Kapten Muslihat adalah pahlawan yang mempertahankan Kota Bogor dari perang kemerdekaan Indonesia. Kapten Muslihat gigur pada tanggal 25 Desember 1945 pada usia masih muda 19 tahun. Komandan Kapten Muslihat adalah Kolonel Abdul Haris Nasution (Panglima Siliwangi). Ade Irma Suryani Nasution adalah putri Jenderal Abdul Haris Nasution. Ade Irma Suryani Nasution gugur pada tanggal 6 Oktober 1965 pada usia 5 tahun. Ade Irma Suryani Nasution terbunuh dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G 30 S/PKI) dengan sasaran tembak Jenderal Abdul Haris Nasution. Untuk mengabadikan nama mereka Pemerintah Kota Bogor membangun Taman Ade Irma Suryani Nasution dimana di dalamnya dibangun patung Kapten Muslihat. Taman Ade Irma Suryani Nasution tidak hanya di Kota Bogor tetapi juga terdapat di Kota Cirebon dan kota Kebayoran Baru, Jakarta.

Mengapa begitu penting keberadaan alun-alun kota? Banyak kegunaan. Kegunaan yang pertama adalah mempercantik ruang spasial kota. Kedua, untuk dijadikan ruang sosial warga kota. Ketiga, untuk dijadikan tempat monumen tertentu (biasanya monumen yang terkait perjuangan bangsa). Lantas seperti apa alun-alun kota Bogor terdahulu? Nah, itu dia. Itu penting karena dapat dibandingkan dengan alun-alun Kota Bagor yang baru. Untuk menambah pengetahuan dan untuk meningkatkan wawasan sejarah nasional Indonesia, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 14 Mei 2020

Sejarah Bogor (56): Pabaton, Kampong Tua Ibu Kota Buitenzorg; Area Garnisun Militer, Gedung Landraad hingga Museum PETA


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Apakah ada sejarah (kampung) Pabaton? Tidak ada yang tahu, karena tidak ada yang pernah menulisnya. Padahal nama kampong Pabaton sudah ada sejak era VOC. Pada masa ini nama kampong Pabaton hanya dihubungkan dengan keberadaan Museum PETA di (kelurahan) Pabaton, kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Sejarah kampong Pabaton lebih dari itu. Pada awal pembentukan cabang pemerintahan Hindia Belanda di Buitenzorg, justru ibu kota ditetapkan di kampong Pabaton. Menurut versi Ridwan Saidi, lain lagi.

Kampong Pabaton (Peta 1772 dan Peta 1900)
Orang yang pernah membicarakan nama Pabaton adalah Ridwan Saidi. Menurut Ridwan Saidi, Istana Kerajaan Sunda terletak di Kebun Raya Bogor. Bangunan istana itu telah dirobohkan oleh Belanda, lalu diganti dengan istana seperti yang ada sekarang. Menurut Ridwan Saidi, istana tersebut namanya Istana Pabaton karena di gerbang istana terdapat prasasti setinggi 5 meter batunya. Darmana sumber yang digunakan oleh Ridwan Saidi tidak dijelaskan. Lantas mengapa nama Pabaton tidak muncul dalam literatur Soenda? Megapa tiba-tiba datang dari Ridwan Saidi?

Sejarah Pabaton di Bogor menurut versi Ridwan Saidi adalah satu satu hal. Hal lain yang lebih penting adalah bagaimana sesungguhnya perjalanan sejarah kampong Pabaton menurut data yang tersedia yang dapat diverifikasi. Di kampong Pabaton, Pemerintah Hindia Belanda meletakkan ibu kota Buitenzorg pada tahun 1810. Untuk menambah pengetahuan, dan untuk meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bogor (55): Kampung Lebak Pilar di Pilar Toegoe de Witte Paal; Kanal Irigasi Kampong Sempoer Dibangun Tahun 1744


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Seperti halnya kampung Lebak Kantin berada di bawah (kantin), idem dito kampong Lebak Pilar juga berada di bawah (pilar). Dua kampung ini berada di kelurahan Sempur, kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Kelurahan Sempur dilalui oleh sungai Ciliwung. Dua kampung ini berada diantara sungai Ciliwung (di bawah, di lebak) dan jalan raya Sudirman (di atas). Kampung Lebak Kantin dan kampung Lebak Pilar terbentuk kemudian setelah di masa lampau kampung Sempur terbentuk. Posisi GPS kampong Sempur tempo doeloe berada di sisi utara sungai Ciliwung (areanya kini berada di dalam Kebun Raya Bogor).

Kampong Pilar (Peta 1900); Kampong P. Sempoer (Peta 1701)
Lebak dalam bahasa Sunda adalah suatu tempat yang lebih rendah dibandingkan dengan sekitar. Nama kampung Lebak Pilar berarti mengacu pada tempat yang lebih rendah dari tempat dimana pilar berada. Pilar yang dimaksud adalah suatu tiang (paal) penanda navigasi yang dibuat pada era VOC. Dalam catatan Radermacher (1777), kampong Tjiloear berada pada paal 44 dan Buitenzorg pada paal 50. Posisi GPS paal 50 ini tepat berada di perbatasan tiga land (Kedongbadak, Kedong Halang dan Bloeboer). Kampong Sempoer berada di Land Kedong Halang (land Kampong Baroe). Pada era Pemerintah Hindia Belanda, ketika Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811) membangun jalan pos pada ruas Batavia-Buitenzorg, penanda navigasi lama ini (Paal 50) dibangun berupa tugu yang dicat putih (de Witte Paal). Dalam hal ini, dapat dikatakan nama kampong (lebak) Pilar di Buitenzorg, namun nama kampong Toegoe di tempat lain. Diduga nama kampong Lebak Pilar sudah terbentuk (pada era VOC) sebelum dibangun tugu pada era Pemerintah Hindia Belanda. Nama kampong Toegoe ditemukan di Djogjakarta, Tjisaroea dan Tjimanggis. Kampong Toegoe di Batavia (land Tjilintjing) bukan merujuk pada pilar (paal) tetapi merujuk pada batu prasasti (kampong Batoe Toemboeh).

Sejarah kampung Lebak Pilar tidak hanya soal keberadaan pilar (tugu, de witte paal), Lebih dari itu. Oleh karena itu sejarah kampong Lebak Pilar patut ditulis sebagai bagian dari sejarah Kota Bogor. Satu hal yang terlupakan atau mungkin tidak disadari bahwa di kampong Lebak Pilar terdapat pulau di tengah sungai Tjiliwong (seperti halnya Pulau Geulis di Lebak Pasar). Uniknya dari dua pulau di tengah sungai ini dibentuk kanal untuk pengairan sawah di kampong Babakan dan di kampong Sempoer. Okelah. Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.