*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
Apakah ada sejarah (kampung) Pabaton? Tidak ada yang tahu, karena tidak ada yang pernah menulisnya. Padahal nama kampong Pabaton sudah ada sejak era VOC. Pada masa ini nama kampong Pabaton hanya dihubungkan dengan keberadaan Museum PETA di (kelurahan) Pabaton, kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Sejarah kampong Pabaton lebih dari itu. Pada awal pembentukan cabang pemerintahan Hindia Belanda di Buitenzorg, justru ibu kota ditetapkan di kampong Pabaton. Menurut versi Ridwan Saidi, lain lagi.
Apakah ada sejarah (kampung) Pabaton? Tidak ada yang tahu, karena tidak ada yang pernah menulisnya. Padahal nama kampong Pabaton sudah ada sejak era VOC. Pada masa ini nama kampong Pabaton hanya dihubungkan dengan keberadaan Museum PETA di (kelurahan) Pabaton, kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Sejarah kampong Pabaton lebih dari itu. Pada awal pembentukan cabang pemerintahan Hindia Belanda di Buitenzorg, justru ibu kota ditetapkan di kampong Pabaton. Menurut versi Ridwan Saidi, lain lagi.
Kampong Pabaton (Peta 1772 dan Peta 1900) |
Sejarah Pabaton
di Bogor menurut versi Ridwan Saidi adalah satu satu hal. Hal lain yang lebih
penting adalah bagaimana sesungguhnya perjalanan sejarah kampong Pabaton
menurut data yang tersedia yang dapat diverifikasi. Di kampong Pabaton,
Pemerintah Hindia Belanda meletakkan ibu kota Buitenzorg pada tahun 1810. Untuk
menambah pengetahuan, dan untuk meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari
kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Kelurahan Pabaton (Now) |
Nama
Kampong Pabaton di era VOC
Nama kampong Pabaton sudah diidentifikasi pada Peta 1772.
Perkampongan ini berada di sisi utara sungai Tjiwaringin. Kampong Pabaton
berbatasan dengan kampong Boeboelak di sebelah selatan kanal. Area antara
kampong Pabaton dengan jalan raya dari batas villa Buitenzorg di timur hingga
persimpangan di utara (Air Mancur yang sekarang) adalah hamparan lahan
pertanian. Area ini berkembang setelah Gubenur Jenderal van Imhoff membangun
villa tahun 1745.
Pada
permulaan kehadiran orang Eropa-Belanda (sejak 1687) di hulu sungai Tjiliwong,
area diantara sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane adalah kosong (tidak dihuni
penduduk). Area ini diserahkan kepada Luitenant Tanoedjiwa yang kemudian
diangkat menjadi bupati yang berkedudukan di Kampong Baroe (sisi sebelah utara
sungai Tjiliwong). Kampong yang sudah ada adalah kampong Tjiwaringin dan
kampong Kedongwaringin. Bupati Kampong Baroe mengembangkan pertanian di sekitar
kampong Tjiwaringin yang kemudian muncul nama-nama kampong baru seperti kampong
Tjikeumeuh dan kampong Beoboelak. Pada tahun 1744 Gubenur Jenderal van Imhoff membeli
persil lahan dari bupati untuk membangun villa. Sejak inilah diduga muncul
perkampongan yang baru yang yakni kampong Bantar Pete, Bondongan, Empang,
Paledang dan Pabaton. Dalam perkembangannya para pedagang VOC lainnya membeli
persil-persil lahan di sekitar villa. Kampong Babakan Pasar muncul sehubungan
dengan adanya pasa (bagian dari kampong Babakan di sisi selatan sungai
Tjiliwong). Pada tahun 1776 kanal sungai Tjipakantjilan digali melalui kampong
Paledang dan kemudian diintegrasikan dengan sungai Tjiwaringin.
Dalam perkembangannyam area pertanian ini diketahui sudah
terdiri dari beberapa persil lahan kepemilikan yang dimiliki oleh para investor
(pedagang) VOC. Dalam perkembangan lebih lanjut di kampong Pabaton muncul
kampong baru yang disebut kampong Gedong Sawah. Dua kampong ini kelak (1930)
disatukan dengan membentuk desa yang dinamai desa Pabaton (cikal bakal kelurahan
Pabaton).
Kelurahan
Pabaton adalah jalan Sudirman terus ke jalan Jianda (depan Istana) dan kemudian
belok ke jalan Kapten Muslihat, lalu jalan Dewi Sartika, belok ke rel mengikuti
jalan Abesin. Jalan Abesin tepat berada di belakang komplek militer hingga ke
jalan RE Martadinata dan bertemu kembali jalan Sudirman (Air Mancur). Koridor
jalan Sudirman ini terdapat beberapa jalan: jalan Pengadilan, jalan Sawojajar
dan jalak Kartini.
Di kedua kampong ini terdapat sejumlah persil lahan (No
37) yang terletak di lingkungan atau wijk di kampung Pabatan, terdaftar di sub
No 115 dengan harga nilai verponding; batas-batas di utara dan selatan kampung
Pabaton, di timur berbatasan dengan kanal kecil dan jurang dari sungai
Tjiliwong, dan di barat berbatasan dengan jalan besar dari Batavia ke
Buitenzorg antara paal 37 dan paal 38 dengan luas adalah: delapan belas hasta
horisontal ke utara dan sepuluh hasta proyeksi kemiringan jurang, selatan tujuh
belas setengah hasta horisontal, dan sebelas hasta proyeksi kemiringan jurang,
di sebelah timur tiga puluh sembilan setengah hasta, dan di sebelah barat tiga
puluh sembilan setengah hasta. Persil lahan lainnya No 22 dengan nilai
verponding yang mana di timue berbatasan dengan jalan besar dari Batavia ke
Buitenzorg; persil lahan (No 27) dengan
nilai verponding; Persil lahan (No 24) dengan
nilai verponding yang mana sebelah timur berbatas dengan jalan besar; persil
No.34 di kampong Gedong Sawah dengan nilai verponding sebelah timur jalan besar
dan sebelah barat kampong Gedong Sawah dan persil No 6 dengan verponding.
Persil lainnya adalah persil yang sebelah utara berbatasan dengan villa
Buitenzorg.
Sejak
era VOC lahan-lahan yang berada di kelurahan Pabaton yang sekarang saling
berdampingan antara lahan swasta (banguan rumah), lahan villa (bangunan villa) dan
lahan penduduk (pemukiman). Dari deskripsi batas-batas lahan persil yang ada di
dua kampong Pabaton dan kampong Gedong Sawah menggambarkan luas dan batas-batas
kelurahan Pabaton yang sekarang.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Ibu Kota Buitenzorg
Pada tahun 1799 VOC dibubarkan dan diambilalih oleh
Kerajaan Belanda dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda. Pada era Gubernur
Jenderal Daendels (1808-1811), sehubungan dengan pembangunan jalan pos (ruas
Batavia-Butenzorg) dan rumah-kantor pos, sejumlah persil lahan dibeli oleh
pemerintah untuk membangun ibu kota pemerintah di Buitenzorg.
Persil
lahan yang dibeli oleh Daendels tersebut termasuk persil lahan villa dan kemudian
merenovasi villa menjadi istana Gubernur Jenderal (cikal bakal Istana Bogor
yang sekarang). Persil lahan lainnya yang dibeli oleh pemerintah adalah persil
lahan di depan villa dan di belakang villa (Babakan Pasar).
Ibu kota pemerintah di Buitenzorg (di depan villa-istana)
ditandai dengan membangun kantor-rumah Asisten Residen Buitenzorg dan
menggantikan benteng (Fort Pilipina) yang berada di area villa-istana dengan
membangun garnisun militer di dekat kantor Asisten Residen. Daendels juga
menyediakan lahan untuk membangun aloon-aloon.
Persil
lahan pemerintah yang menjadi ibu kota Buitenzorg berada di sekitar kampong
Pabaton dan kampong Gedong Sawah. Kantor Asisten Residen tersebut yang berada
di depan villa-istana adalah gedung yang masih eksis sekarang di utara Hotel
Salak yang sekarang. Jalan di samping gedung Asisten Residen ini kini dikenal
sebagai jalan Gedong Sawah. Benteng Fort Pilipina dirobohkan menjadi halaman
istana, sedangkan penggtinya garnisun militer berada di sisi utara jalan pos
(dekat lampu merah yang sekarang). Sementara aloon-aloon kota berada di selatan
kantor Asisten Residen (mulai dari jalan Gedong Sawah hingga jalan Kapten
Muslihat dan jalan Dewi Sartika yang sekarang). Kantor pos sendiri tetap berada
di kantor pos yang sekarang.
Pada tahun 1811 terjadi pendudukan Inggris. Kekuasaan
Pemerintah Hindia Belanda berakhir dan digantikan oleh Pemerintahan Inggris
(yang berpusat di Calcutta, India). Properti Pemerintah Hindia Belanda yang
baru dibangun di Buitenzorg ini kemudian digunakan oleh Inggris. Kantor Asisten
Residen ditingkatkan menjadi Kantor Residen Buitenzorg. Namun pendudukan
Inggris ini tidak lama dan berakhir tahun 1816. Tidak banyak properti yang
ditambahkan oleh Inggris. Satu yang penting yang ditambahkan Inggris adalah
pembangunan kebun raya di belakang istana Buitenzorg (terbentuk jalan melingkar
ke area Pasar jalan Juanda yang sekarang).
Setelah
berkuasanya kembali Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1816 mulai lagi
penataan pemerintahan dan pengembangan pertanian untuk meningkatkan perdagangan
ekspor. Pada tahun 1821 program pengembangan kanal irigasi mulai dijalankan
termasuk peningkatan bendungan Katoelampa dan bendungan Empang. Pada tahun 1826
Pemerintah Hindia Belanda menata kembali dan membentuk baru cabang-cabang
pemerintahan termasuk dalam hal ini menggabungkan Residenti Batavia dan
Residentie Buitenzorg menjadi satu residentie (Residentie Batavia). Ibu kota
pemerintah di Buitenzorg dibagi dua wilayah (regentschap) yakni wilayah bupati
di lahan-lahan pemerintah dan bupati di lahan-lahan tanah partikelir (land).
Regentschap Buitenzorg di wilayah lahan pemerintah meliputi (Babakan) Pasar,
Paledang, Bondongan dan ibu kota (hoofdplaats) Buitenzorg. Wilayah Hoofdplaats
Buitenzorg ini adalah wilayah lahan-lahan pemerintah, selain Istana Buitenzorg
juga termasuk persil lahan di kampong Pabaton, kampong Gedong Sawah dan kampong
Gardoe. Pemukiman orang Eropa-Belanda terkonsentrasi di Hoofdplaats dan kampong
Paledang.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pada tahun 1850an area garnisun militer di depan istana
dianggap tidak memadai lagi. Sehubungan dengan pembanguan area zeni militer,
maka garnisun militer yang lama (dekat lampu merah yang sekarang) dipindahkan dengan
membangun komplek militer yang baru di sebelah barat kampong Pabaton (di sisi
selatan jalan pos ke arah simpang Air Mancir yang sekarang). Garnisun militer
yang lama difungsikan sebagai pusat kesehatan militer. Sejak inilah muncul
perkampongan baru di bawah garnisun lama yang kini dikenal sebagai kampong
Lebak Kantin (tempat berada di bawah kantin garnisun militer yang lama). Kantin
militer yang baru dibangun di dekat komplek militer yang baru di Pabaton (di
sekitar jalan Kantin yang sekarang).
Pada
tahun 1860an mulai dibentuk fungsi pengadilan sipil. Selama ini fungsi tersebut
berada di tangan para pemimpin lokal yang dibantu oleh militer. Fungsi
pengadilan sipil ini bersamaan dengan pembentukan fungsi kepolisian yang
dirangkap oleh djaksa. Pengadilan sipil yang ditujukan untuk penduduk ini
kemudia dikenal sebagai lembaga peradilan penduduk (Landraad). Kantor-gedung
Landraad Buitenzorg dibangun di tanah pemerintah di dekat Hotel Bellevue (areanya
kini di Kantor Perbendaharaan Negara di dekat bioskop Ramayana yang sekarang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar