Jumat, 15 Mei 2020

Sejarah Bogor (57): Alun-Alun Kota Bogor di Tiga Lokasi; Pindah ke Empang dan Kini Dibangun di Taman Ade Suryani Nasution


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Alun-alun kota biasanya tidak berubah sepanjang waktu. Lantas apakah ada aloon-aloon Kota Bogor? Ada. Akan tetapi kurang terinformasikan. Bahkan jika dihitung masa kini, ketika Kota Bogor membangun alun-alun kota, sesungguhnya pembangunan alun-alun kota yang baru ini adalah relokasi yang kedua kali. Apa sebab sesungguhnya yang terjadi? Banyak kepentingan. Relokasi yang pertama dari tengah kota ke pinggiran di Empang untuk mengusir penduduk pribumi dari tengah kota. Relokasi yang kedua (sekarang) kembali ke tengah kota. Tidak dalam rangka mengusir warga kota, tetapi harus menggusur Taman Ade Irma Suryani Nasution dan patung Kapten Muslihat.

Aloon-Aloon kota Buitenzorg (Peta 1880)
Kapten Muslihat adalah pahlawan yang mempertahankan Kota Bogor dari perang kemerdekaan Indonesia. Kapten Muslihat gigur pada tanggal 25 Desember 1945 pada usia masih muda 19 tahun. Komandan Kapten Muslihat adalah Kolonel Abdul Haris Nasution (Panglima Siliwangi). Ade Irma Suryani Nasution adalah putri Jenderal Abdul Haris Nasution. Ade Irma Suryani Nasution gugur pada tanggal 6 Oktober 1965 pada usia 5 tahun. Ade Irma Suryani Nasution terbunuh dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G 30 S/PKI) dengan sasaran tembak Jenderal Abdul Haris Nasution. Untuk mengabadikan nama mereka Pemerintah Kota Bogor membangun Taman Ade Irma Suryani Nasution dimana di dalamnya dibangun patung Kapten Muslihat. Taman Ade Irma Suryani Nasution tidak hanya di Kota Bogor tetapi juga terdapat di Kota Cirebon dan kota Kebayoran Baru, Jakarta.

Mengapa begitu penting keberadaan alun-alun kota? Banyak kegunaan. Kegunaan yang pertama adalah mempercantik ruang spasial kota. Kedua, untuk dijadikan ruang sosial warga kota. Ketiga, untuk dijadikan tempat monumen tertentu (biasanya monumen yang terkait perjuangan bangsa). Lantas seperti apa alun-alun kota Bogor terdahulu? Nah, itu dia. Itu penting karena dapat dibandingkan dengan alun-alun Kota Bagor yang baru. Untuk menambah pengetahuan dan untuk meningkatkan wawasan sejarah nasional Indonesia, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.  

Aloon-Aloon Hoofdplaats Buitenzorg

Dimana letak aloon-aloon kota Bogor yang pertama, tidak ada yang pernah menulisnya. Juga dimana lokasi aloen-aloen kota Bogor yang kedua tidak ada yang menulisnya. Oleh karena itu, ketika Pemerintah Kota Bogor yang sekarang ingin membangun Alun-Alun Kota, seakan hal itu baru. Padahal kota Bogor di masa lampau sama dengan kota-kota lain yang juga memiliki alun-alun kota. Alun-alun kota adalah penanda navigasi suatu kota (mengikuti model kota-kota di Eropa-Belanda). Alun-alun kota Bogor adalah salah satu dari dua kota pertama di Hindia Belanda yang memiliki alun-alun (tentu saja kraton Djogdjakarta memiliki aloon-aloon tersendiri)..

Pada era VOC, alun-alun kota Batavia berada di sisi timur benteng Kasteel Batavia. Alun-alun ini disebut Koningsplein. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811) ketika membangun ibu kota baru di Weltereden, secara sadar membeli lahan di Risjwijk untuk menyediakan ruang spasial untuk dibangun alun-alun kota. Alun-alun ini juga disebut Koningsplein (kini area Monas). Gubernur Jenderal Daendels juga membangun alun-alun di kota Buitenzorg.

Dimana letak aloon-aloon kota Bogor yang pertama sebagaimana direncanakan oleh Gubernur Jenderal Daendels? Letaknya berada di arah barat daya kantor-gedung Asisten Residen Buitenzorg. Alun-alun ini berada di kampong Gedong Sawah. Kantor Asisten Residen Buitenzorg berada di depan villa-istana Buitenzorg. Gedung Asisten Residen Buitenzorg ini masih eksis hingga ini hari di dekat Hotel Salak Bogor. Kantor Asisten Residen dengan bangunan Hotel Salak dipisahkan oleh jalan Gedong Sawah yang sekarang.

Pada era VOC jalan utama adalah jalan Sudirman yang sekarang, mulai dari jembatan Kedong Badak (kini jembatan Warung Jambu) terus ke Pilar (kini Air Mancur) terus ke depan villa-istana (kini jalan Sudirman) lalu berbelok ke arah kantor pos yang sekarang dan kemudian lurus ke kampong Babakan Pasar (jalan ini kini berada di dalam kebun raya yang sekarang). Jalan lurus ke arah timur ke Babakan Pasar ini bersambung jalan lurus ke arah barat ke Tjiomas (Goenoeng Batoe) yang kini disebut jalan Kapten Muslihat. Jalan Gedong Sawah sendiri yang tersambung dengan jalan Abesin yang sekarang adalah jalan kampong yang dilalui oleh pedati dari Kedong Badak ke Pasar (di Babakan Pasar).

Aloon-aloon kota Buitenzorg ini cukup luas saat itu. Kini luasnya sekitar area antara jalan Gedong Sawah, jalan Juaanda, jalan Kapten Muslihat, jalan Dewi Sartika, jalan Pengadilan dan bertemu lagi jalan Gedong Sawah. Namun dalam perkembangannya aloon-aloon kota Buitenzorg ini lambat laun berkurang, apakah dijual atau disewakan, sehubungan dengan munculnya sejumlah bangunan baru. Bangun yang pertama muncul adalah pembangunan hotel di depan istana (Logement Buitenzorg) dan gedung Societeit.

Area Alun-Alun Kota Bogor Tempo Doeloe (Now)
Hotel/Logement Buitenorg ini keberadaannya diketahui sejak tahun 1822. Logement Buitenzorg ini cukup luas karena juga disediakan instal (kandang kuda dan garasi kereta kuda). Bangunan utama logement Buitenzorg ini adalah area Kantor Wali Kota Bogor yang sekarang. Dalam perkembangan berikutnya area aloon-aloon ini semakin berkurang karena gedung Societeit dibangu di hook (jalan Juanda dan jalan Kapten Muslihat yang sekarang) yang kini menjadi gedung perkantoran bisnis. Lalu bangunan pemerintah dibangun menghadap jalan Kapten Muslihat untuk kantor-gedung telegraf (kini menjadi kantor Telepon). Lalu pada sisi-sisi jalan yang lain dibangun sekolah dan hotek serta banguna bisnis yang lain. Lambat laun area aloon-aloon kota Buitenzorg seakan terkurung di belakang bangunan-bangunan yang semakin betambah. Pada sisi area aloon-aloon ini kelak menjadi pemukiman warga setelah aloon-aloon kota Buitenzorg dipindahkan ke Empang. Area pemukiman warga ini terutama untuk orang Eropa-Belanda.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Aloen-Aloen Empang

Sebelum aloen-aloen Empang dibangun, area aloon-aloon kota Buitenzorg direncanakan untuk peruntukkan untuk bangunan pemerintah dan bangunan komersil. Aloon-aloon Buitenzorg dikorbankan dan sebagai alternatif akan dibangun alun-alun baru di Empang. Mengapa di Empang?

Aloon-Aloon kota Buitenzorg (Peta 1880)
Pada tahun 1850an Pemerintah Hindia Belanda menata kembali cabang pemerintahan di Buitenzorg. Dua wilayah bupati selama ini akan disatukan dan hanya ada satu bupati. Sebelumnya terdapat wilayah bupati di area lahan-lahan pemerintah dan wilayah bupati di lahan-lahan swasta. Dalam penataan ini bupati Kampong Baroe menjadi bupati tunggal dan rumah-kraton bupati Kampong Baroe direlokasi ke Bondongan (di Empang). Dalam rencana penataan pemerintahan dan relokasi ibu kota (kedudukan bupati) pembangunan area bupati diintegrasikan dengan pembangunan aloen-aloen yang baru di Empang. Penataan ini seakan memisahkan ibu kota Eropa-Belanda berada di kampong Pabaton-kampong Gedong Sawah dan ibu kota penduduk pribumi di kampong Empang-kampong Bondongan. Sementara area kampong Goedang dan kampong Babakan Pasar menjadi area orang-orang Cina (pecinan).

Dengan adanya aloen-aloen Empang, tamat sudah aloon-aloon kota Buitenzorg. Area eks aloon-aloon, wilayah kampong Paledang, wilayah kampong Gedong Sawah dan wilayah kampong Pabaton menjadi area Eropa-Belanda. Pembangunan aloen-aloen Empang menjadi penanda pemisahan antara wilayah orang Eropa-Belanda dengan wilayah penduduk pribumi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kilas Balik Alun-Alun Kota Bogor: Menggusur Taman Ade Irma Suryani Nasution

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar