*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
Sejarah Pancasan di Kota Bogor tidak ada yang menulisnya. Kampong ini terbentuk setelah kampong Empang dan kampong Bondongan eksis. Kampong Pantjasan berada di seberang sungai Tjisadane di lereng gunung Salak. Kampong Pantjasan menjadi pintu masuk (gate) menuju Pasir Koeda dan Kota Batoe. Kampong Pantjasan belumlah setua yang dibayangkan. Nama Pantjasan tidak hanya di Bogor, juga ditemukan di Jawa.
Sejarah Pancasan di Kota Bogor tidak ada yang menulisnya. Kampong ini terbentuk setelah kampong Empang dan kampong Bondongan eksis. Kampong Pantjasan berada di seberang sungai Tjisadane di lereng gunung Salak. Kampong Pantjasan menjadi pintu masuk (gate) menuju Pasir Koeda dan Kota Batoe. Kampong Pantjasan belumlah setua yang dibayangkan. Nama Pantjasan tidak hanya di Bogor, juga ditemukan di Jawa.
Kampong Empang (Peta 1772) |
Sejarah adalah narasi fakta
dan data. Lantas seperti apa sejarah Pancasan? Apa pentingnya sejarah Pancasan?
Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin tidak penting-penting amat, tetapi sebagai
bagian dari sejarah Bogor, sejarah Pancasan menjadi tidak bisa dilupakan. Satu
yang penting di awal, jembatan Pancasan dibangun pada tahun 1843 (177 tahun
yang lalu). Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan
sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil
kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini
tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang
lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah
disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih
menekankan saja*.
Kampong
Bondongan dan Kampong Empang
Sejak era Gubernur Jenderal van Imhoff (1743-1750)
membangun villa tahun 1745 di land Bloeboer dengan membeli persil lahan dari
bupati Kampong Baroe. Sejak inilah muncul nama Buitenzorg. Para pedagang VOC
juga menyusul membeli persil-persil lahan di land Bloeboer (lahan antara sungai
Tjiliwong dan sungai Tjisadane). Villa van Imhoff ini menjadi cikal bakal
Istana Bogor yang sekarang.
Persawahan di Bondongan (1772) |
Pada Peta 1772 (Josh Rach) di hilir kampong Empang adalah
persawahan yang luas (area antara kanal Tjipakantjilan dan sungai Tjisadane).
Tampaknya area di seberang sungai Tjisadane di lerang gunung Salak yang masih
hutan belum ada intervensi manusia, apakah untuk tujuan untuk bermukim atau
berladang. Sebab pengembangan pertanian masih terkonsentrasi di area antara
sungai Tjisadane dan sungai Tjiliwong dan area di timur sungai Tjiliwong.
Pada
kunjungan Radermacher tahun 1777 di Buitenzorg menyempatkan diri untuk melihat
pembangunan kanal irigasi baru dengan menyodet sungai Tjikeas dalam pencetakan
sawah baru ke arah timur sungai Tjikeas. Pembangunan kanal ini dipimpin oleh
Aria Soekaradja. Radermacher juga melaporkan dilakukannya peningkatan kanal
Tjipakantjilan (di sungai Tjiwaringin) dengan membangun bendungan di hilir untuk
pencetakan sawah baru yang kemudian airnya jatuh ke sungai Tjiliwong (di
sekitar Kedong Badak yang sekarang), sedangkan sisa air bendungan ini
diintegrasikan dengan sungai Tjileboet.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Nama
Kampong Pantjasan: Jembatan Tjisadane
Nama kampung Empang paling tidak sudah teridentifikasi
pada tahun 1825. Ini bermula dari Mr. Cobben memasang iklan untuk menjual rumah
dengan taman yang indah di kampong Empang, Buitenzorg (lihat Bataviasche
courant, 14-12-1825). Masih di koran yang sama, terdapat iklan yang mana Mr.
Cobben juga ingin menjual logement (losmen) beserta perabotannya dan kuda,
kerbau serta pedatinya. Pembelinya diduga adalah N Engelhard yang mengiklankan
bahwa persil lahan itu akan dijualnya (lihat Javasche courant, 23-08-1831). Disebutkan
lahan yang terletak di atas kampong Empang, dijual disini yang didalamnya
terdiri dari rumah di atas pilar batu, dengan kamar luas dan pancuran outdoor
dan juga bangunan-bangunan lainnya yang luas, termasuk kamar tamu, kamar budak,
dapur, dispenser, kandang kuda untuk 16 kuda dan rumah kereta.
Lukisan Are Empang dari Hotel Bellevue, 1868 |
Pada tahun 1836 Pemerintah Hindia Belanda menata dan
membentuk cabang pemerintahan termasuk di Buitenzorg. Dalam hubungan ini
pemerintah juga mulai menata kota Buitenzorg. Ibu kota (regentschap) Buitenzorg
direlokasi dari Kampong Baroe (sisi timur sungai Tjiliwong) ke kampong Empang
(sisi timur sungai Tjisadane).
Relokasi
ini diduga terkait dengan suksesnya koffiestelsel yang diperkenalkan sejak era
Gubernur Jenderal van den Bosch (1830). Area koffiestelsel ini dikonsentrasikan
di tiga wilayah yakni wilayah lereng Megamendoeng (Pangrango) dan wilayah
lereng gunung Salak. Di kampong Empang, pemerintah membangun kraton bupati
dengan menyediakan ruang spasial untuk aloen-aloen kota.
Pada tahun 1843 disebutkan bahwa Asisten Residen
Buitenzorg, DCA van Hogendorp akan melakukan perbaikan sejumlah jembatan,
termasuk jembatan yang berada di dekat rumah Bupati (Javasche courant,
18-02-1843). Jembatan yang dimaksud ini di tentu saja jembatan bambu yang
terdapat di kampong Empang di atas sungai Tjisadane yang menjadi akses menuju
wilayah koffiestelsel di lereng gunung Salak. Pada saat koffiestelsel inilah
diduga muncul sejumlah perkampongan baru di seberang sungai Tjisadane di lereng
gunung Salak. Salah satu perkampongan baru tersebut adalah kampong Pantjasan.
Foto kota Empang (1880) |
Seperti apa situasi dan kondisi di kampong Empang pada
tahun 1844 diberitakan oleh surat kabar Dagblad van 's Gravenhage, 02-04-1845.
Disebutkan bahwa pada pagi hari tanggal 27 November 1844, sekitar pukul
setengah enam, di kampong Empang, Buitenzorg, terjadi kebakaran dimulai di
rumah demang budaya kopi (demang der koffijcultuur) yang bersama dengan rumah
di sebelahnya dan dua loemboeng padi telah terbakar habis. Dapat dianggap
beruntung bahwa pada saat itu tidak ada angin, karena kalau tidak rumah
pemerintah yang dihuni oleh bupati dan bahkan seluruh kampung Empang pasti akan
menjadi mangsa api. Kerusakan dilaporkan berjumlah lebih dari f5800.
Pada tahun 1846 Asisten Residen Buitenzorg mengumumkan ke publik untuk pembangunan bendungan (lihat Javasche courant, 03-01-1846). Disebutkan bahwa diumumkan ke publik tanggal 7 Januari 1846 dilakukan outsourcing untuk pembangunan bendungan di sungai Tjidani di kampung Empang dan bagi peminat tidak akan ada uang muka. Pembangunan bendungan ini tentu saja untuk meningkatkan kapasitas debit air kanal sungai Tjipakantjilan (dari Bondongan ke Paledang).
Pada tahun 1853 di Buitenzorg dilaporkan keberadaan Hotel
Bellevue. Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 05-01-1853 memberitakan bahwa hotel tersebut telah
diakusisi oleh W. Hamstra. Hotel Bellevue juga disebut sebagai Logement
Bellevue. Selain Hotel/losmen Bellevue di Buitenzorg juga dilaporkan terdapat
losmen di Kota Batoe (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 21-05-1853). Hotel Bellevue ini kemungkinan besar adalah
logement (losmen) milik Mr. Cobben sebelumnya. Hotel Bellevue atau losmen Mr.
Cobben di kampong Empang.
Statistiek der Assiten Residentie Buitenzorg, 1861 |
Dalam hal ini kampong Empang ditetapkan sebagai ibu kota
baru, tempat dimana Bupati tinggal, diduga kampong Empang dinilai sebagai
tempat yang strategis yang memudahkan hubungan antara kota Buitenzorg dengan wilayah
pengembangan baru di lereng gunung Salak (land Tjiomas). Adanya logement baru
di kampong Kotabatoe diduga orang Eropa-Belanda juga telah membuka ruang baru
di lereng gunung Salak.
Kampong Pantjasan (Peta 1900) |
Lantas kapan munculnya nama kampong Pantjasan? Tidak
ditemukan keterangan. Namun nama kampong Pantjasan sudah ada, salah satu dari
72 kampong di land Tjiomas. Berdasarkan letak kampong Pantjasan
yang begitu dekat dengan kampong Empang, diduga kampong Pantjasan bukanlah
kampong tua tetapi perluasan pemukiman dari kampong Empang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar