Kamis, 16 Juli 2020

Sejarah Lombok (41): Perdagangan Budak di Lombok dan Pangeran Bali Selaparang; Sejarah Perbudakan dari Masa ke Masa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Sejarah perbudakan boleh jadi seumur dengan peradaban manusia. Mungkin tidak pernah habis-habisnya. Pada era VOC sistem perbudakan itu eksis sebagai bagian dari pedagangan. Pada era Pemerintah Hindia Belanda praktek perbudakan itu terdapat di berbagai wilayah yang kemudian secara perlahan-lahan dibatasi hingga akhirnya dilarang. Namun praktek perbudakan, seperti disebut seumur dengan peradaban itu sendiri, pada masa ini praktek perbudakan itu muncul dalam wujud lain yang dikenal sebagai human traficking.

Perbudakan adalah bentuk intervensi manusia terhadap manusia lainnya sebagai hak kepemilikan bagai pemilik dengan barangnya. Praktek perbudakan secara geografis berada di tiga area utama: daerah pemasok atau pengirim, daerah pengguna atau penerima dan pusat perdagangan (pasar budak). Oleh karena itu, budak dianggap sebagai salah satu komoditi perdagangan yang ada harganya bagi pemilik, tetapi bagi buda itu senidiri dia merasa tidak punya harga diri, karena haknya yang paling azasi telah dikapitalisasi oleh pemilik (sebagai barang). Hak azasi para budak sebelumnya telah direkrut dari masyarakatnya dengan jalan damai atau dengan jalan kekerasan. Jalan damai umumnya karena orang tua menjual anggota keluarganya karena ingin menebus utang sedangkan jalan kekerasan adalah penculikan (perampokan) atau peperangan yang mana yang kalah dijadikan sebagai budak. Para radja-radja juga memainkan peran penting dalam dunia perbudakan.

Tempo doeloe, wilayah perairan pulau Lombok juga termasuk salah satu situs dalam praktek perbudakan. Para budak dipasok dari pulau-pulau lainnya dan para budak diangkut ke berbagai tempat terutama ke pulau Jawa, khususnya Batavia. Tentu saja ada budak yang bersumber dari Lombok. Sebagaimana juga di tempat lain (pulau-pulau lainnya di Hindia Belanda), wujud lain dari sistem perbudakan di Lombok adalah eksploitasi para pangeran kerajaan Bali Selaparang terhadap penduduk Sasak. Eksploitasi yang berlebihan menjadi faktor penting yang menyebabkan penduduk Sasak melakukan pemberontakan terhadap kerajaan Bali Selaparang. Bagaimana semua itu terjadi di Lombok? Nah, untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 15 Juli 2020

Sejarah Lombok (40): Sejarah Tanjung, Ibu Kota Kabupaten Lombok Utara; Bagaimana dengan Bayan? Jauh di Mata Dekat di Hati


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Kabupaten baru di pulau Lombok provinsi Nusa Tenggara Barat adalah Lombok Utara dengan ibu kota di Tanjung. Mengapa kota Tanjung dipilih dan ditetapkan sebagai ibukota kabupaten Lombok Utara adalah satu hal, sementara hal lainnya adalah bagaimana sejarah (kota) Tanjung sendiri. Yang jelas sejarah kota Tanjung tidak terinformasikan. Bukankah kota Tanjung telah menjadi ibu kota sebuah kabupaten? Itulah mengapa narasi sejarah kota Tanjung diperlukan.

District Tandjoeng (Peta 1908)
Sejak era Pemerintah Hindia Belanda pulau (afdeeeling) Lombok dibagi ke dalam tiga wilayah administratif (onderafdeelin) West Lombok ibu kota Mataram, Oost Lombok ibu kota Selong dan Midden Lombok ibu kota Praja. Pembagian wilayah ini berlanjut hingga Pemerintah Republik Indonesia sebagai kabupaten. Pada tahun 1993 kota Mataram (yang juga menjadi ibu kota provinsi Nusa Tenggara Barat) di kabupaten Lombok Barat ditingkatkan statusnya menjadi Kota (setara dengan kabupaten). Oleh karena kota Mataram juga ibu kota kabupaten Lombok Barat, sehubungan pemisahan wilayah tersebut sebagai Kota, maka ibu kota kabupaten Lombok Barat dipindahkan ke kota Gerung (selatan Kota Mataram). Pada tahun 2008 kabupaten Lombok Barat dimekarkan (kembali) dengan membentuk kabupaten Lombok Utara yang terdiri dari lima kecamatan: Bayan, Gangga, Tanjung, Kayangan dan Pemenang. Kota yang dipilih sebagai ibu kota kabupaten Lombok Utara adalah kota Tandjoeng (di kecamatan Tanjung).

Darimana kita memulai mempelajari sejarah Tanjung? Bukan dari Mataram, ada baiknya mulai dari Bayan. Mengapa? Pada era VOC, wilayah utara pulau Lombok disebut district Bajan. Dalam perkembangannya pada era Pemerintah Hindia Belanda district Baja dimekarkan dengan membentuk distrik Tandjoeng, tetapi kemudian dua district ini disatukan lagi dengan nama District Bajan en Tandjoeng. Nah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lombok (39): Sejarah Senggigi dan Sejarah Gili Trawangan; Dari Era Cornelis de Houtman hingga Era Pariwisata Dunia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Pantai Senggigi dan (pulau) Gili Trawangan memiliki sejarah sendiri-sendiri. Namun kedua area ini dapat disatukan karena sama-sama menjadi tujuan wisata di pantai barat pulau Lombok. Dua area wisata ini yang secara geografis berdekatan, juga dijadikan sebagai satu paket perjalanan wisata yang saling melengakapi: pantai Senggigi adalah wisata pantai; Gili Trawangan adalah wisata pulau. Gili dalam bahasa Sasak adalah pulau yang lebih kecil (pulau besarnya adalah Lombok).

Pulau Gili Trawangan (Peta-peta tempo doeloe)
Lupakan sejenak keindahan pantai Senggigi dan pulau Gili Trawangan. Karena kita ingin mempelajari sejarahnya sebelum menjadi destinasi wisata. Namun mempelajari sejarah dua area destinasi wisata ini tidak mudah, karena sejarahnya masing-masing kurang terinformasikan. Hal itulah yang menyebabkan mengapa pantai Senggigi dan pulau Gili Trawangan yang diperhatikan keindahannya saja dan tidak terinformasikan sejarahnya. Padahal destinasi wisata tidak berdiri sendiri tetapi juga terkait dengan sejarahnya. Memahami sejarah pantai Senggigi dan pulau Gili Trawangan akan memperkaya kunjungan wisatanya. Itulah mengapa sejarah pantai Sengigigi dan pulau Gili Trawang diperlukan.

Lalu seperti apa sejarah pantai Senggigi dan pulau Gili Trawangan? Itulah yang menjadi tugas kita untuk membacanya. Untuk itu kita harus memutar jarum jam kembali ke masa lampau yakni sejak ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman (1597). Dari titik waktu inilah kita mulai mempelajari sejarah pantai Sengigigi dan pulau Gili Trawangan. Nah, untuk itu, agat menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 14 Juli 2020

Sejarah Lombok (38): Pijot, Pidjot, Piju, Pidjoe; Pelabuhan Terbaik di Pulau Lombok Tempo Doeloe [Jerowaru, Lombok Timur]


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Tidak seorang pun  kini mengingat nama Pidjot atau Pidjoe dalam sejarah Lombok. Pada masa ini nama Pijot hanyalah sebuah nama desa terpencil di kecamatan Keruak, kabupaten Lombok Timur. Karena itu pula orang tidak menganggapnya penting. Namun, jangan lupa, Pidjot tempo doeloe bukanlah kampong kecil, tetapi pelabuhan besar. Pelabuhan Pidjot memang tidak sebesar pelabuhan Ampenan, tetapi pelabuhan Pidjoe awalnya lebih sibuk dari pelabuhan Laboehan Hadji, bahkan pelabuhan Pidjoe sudah dikenal sebelum pelabuhan Lembar (Laboehan Tring) ditemukan.

Sejarah keberadaan (pelabuhanI Pijot semakin terabaikan dan terlupakan karena banyak faktor. Satu faktor penting adalah nama desa Pijot masa kini berada di kecamatan Keruak, kabupaten Lombok Timur. Sementara posisi geografisnya secara aktual pelabuhan Pidjot tempo doeloe, kini tepat berada di desa Jerowaru, kacamatan Jerowaru, kabupaten Lombok Timur. Perbedaan inilah yang menyebabkan sejarah pelabuhan Pijot menjadi kabur. Lantas mengapa begitu? Sebelum kita membuktikannya, anggaplah pelabuhan Pijot adalah desa Jerowaru yang sekarang. Pada awalnya wilayah teritorial kampong Pidjot ini sangat luas. Namun dalam perkembangnya jelang sensus pada tahun 1930 sejumlah kampong disatukan untuk menjadi desa. Boleh jadi nama desa yang dipilih adalah desa Jerowaru. Dalam perkembangannya masing-masing desa ini mengalami pemekaran. Lalu desa-desa yang berdekatan kemudian disatukan dengan membentuk kecamatan yang namanya mengambil nama Jerowaru. Terakhir, kecamatan Jerowaru dimekarkan dengan membentuk kecamatan Keruak. Celakanya, desa Pijot masuk kecamatan Keruak. Kampong Pijot yang menjadi desa sekarang tidak lagi berada di tempat asalnya, demikian juga kampong Djerowaroe yang menjadi nama desa tidak lagi berada di tempat asal (menempati kampong Pidjoe/Pidjot tempo doeloe). Bingung, bukan? Tidak apalah sedikit bingung, yang jelas persoalan serupa ini banyak ditemukan di berbagai tempat di Indonesia.

Fakta sejarah seringkali kabur oleh kemajuan jaman. Meski nama Pidjoe atau Pidjot sudah lama terlupakan, tetapi sejarah tetaplah sejarah. Sebab sejarah adalah narasi fakta dan data. Tempo doeloe tidak ada pelabuhan di pantai selatan (pulau) Lombok, oleh karenanya jika terjadi badai, semua kapal yang melintas di selatan pulau akan merapat ke pelabuhan Pidjoe. Sebab, pelabuhan Pidjoe adalah pelabuhan yang tenang dan aktivitas perdagangannya yang sangat ramai. Nah, untuk sekadar mengingat nama Pijot dan untuk menambah pengeatahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. Catatan: dalam artikel ini penulisan Piju, Pidjoe, Pijot dan Pidjot saling menggantikan.

Senin, 13 Juli 2020

Sejarah Lombok (37): Bahasa dan Aksara Sasak; Literatur Tentang Penduduk Sasak di Lombok dan Kamus Melayu-Sasak (1847)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Setiap kelompok penduduk memiliki bahasa sendiri-sendiri. Di Indonesia, paling tidak terdapat sebanyak 742 bahasa termasuk di dalamnya bahasa Sasak (yang umumnya digunakan oleh penduduk Sasak di pulau Lombok). Seperti kata sejarawan, bahasa seumur dengan usia kelompok penduduk (etnik). Ini berarti usia bahasa Sasak setua penduduk Sasak di Lombok, namun sulit diketahui seberapa tua. Aksara dan literatur adalah perkembangan lebih lanjut dari penggunaan bahasa itu sendiri. Dalam interaksi sosial di luar penutur bahasa, penulisan kamus dimaksudkan untuk mempermudah proses komunikasi orang asing dengan penduduk penutur bahasa.

Bahasa adalah elemen budaya yang paling mendasar dan diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seperti kata pepatah ‘bahasa menunjukkan bangsa’. Sementara aksara adalah sistem tulisan yang karakternya diimpor dari luar yang tetap dipertahankan atau dilakukan modifikasi. Tulisan dengan menggunakan aksara adalah cara mengkoding ucapan (berbahasa). Sedangkan tulisan dalam hal ini adalah wujud perkembangan sosial-budaya yang direkam ke dalam bentuk tulisan dengan menggunakan bahasa tersebut (dalam hal ini bahasa Sasak). Perekaman itu dapat ditulis pada batu (prasasti), daun lontar, bambu, kulit kayu dan tentu saja kertas yang umumnya digunakan oleh orang-orang Eropa-Belanda apakah berisi tentang sejarah, sastra dan lainnya.

Lantas bagaimana sejarah bahasa, aksara dan sastra penduduk Sasak di Lombok? Kurang terinformasikan karena jarang ditulis dalam bahasa Sasak. Literatur yang ada saat ini selalu dikaitkan dengan Babad Lombok yang disebutkan ditulis pada abad ke-18. Namun dalam artikel ini, sumber yang digunakan dari berbagai sumber (bahasa dan aksara) yang ditulis di kertas pada era VOC dan Pemerintah Hindia Belanda. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 12 Juli 2020

Sejarah Lombok (36): Lingsar, Pura, Puri, Kolam Ikan Ratusan Tahun; Kepercayaan (Islam) Waktoe Teloe di Lombok Utara


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Lingsar, nama yang unik, yang mungkin hanya ada di pulau Lombok. Yang mirip dengannya adalah nama Langsar di Atjeh [kini, Langsa]. Tempo doeloe, di (kampong) Lingsar juga ada yang unik. Penduduknya terdiri dari tiga kelompok yang memiliki kepercayaan yang berbeda: penduduk Bali beragama Hindu dan penduduk Sasak yang  beragama Islam waktoe lima dan yang memiliki kepercayaan (Islam) waktoe teloe. Hal yang unik lainnya pura di Lingsar sama-sama digunakan oleh penduduk Bali beragama Hindu dan penduduk Sasak berkepercayaan (Islam) waktoe teloe. Mengapa?

Kolam besar Lingsar (1894)
Tempo doeloe juga di Lingsar terdapat puri. Puri ini adalah tempat peristirahatan dari (pangeran) kerajaan Bali Selaparang. Kampong Lingsar tidak jauh dari Narmada (puri yang lain dari kerajaan Bali Selaparang). Selain pura dan puri, di Lingsar juga terdapat kolam besar yang panjangnya 150 meter dan lebarnya 25 meter. Satu yang unik lagi, di Lingsar terdapat ikan yang berumur ratusan tahun. Di kolam ikan ini banyak ditemukan koin yang dikorbankan oleh para pengunjung untuk menarik perhatian tiga ikan (semacam belut) tersebut keluar dari liangnya. Para penjaga memberi makan ikan tersebut dengan telur rebus.

Sejarah Lingsar tentu sangat menarik, tetapi bagaimana terbentuk sejarah Lingsar kurang terinformasikan. Lingsar hanya dilihat dari sudut masa kini yakni pura dan taman Lingsar dan kolam ikan berumur ratusan tahun serta adanya agama dan kepercayaan yang berbeda. Nah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.