Di kalangan mahasiswa dan alumni Technische Universiteit Delft (TU Delf) asal Indonesia terjadi kehebohan beberapa minggu yang lalu. Hal itu dipicu dengan adanya kebohongan publik yang diakui oleh Dwi Hartanto. Kasus Dwi Hartanto TU Delf mengakibatkan munculnya polemik seputar sekolah tinggi eksak di Indonesia. TU Delft sendiri sejak dari doeloe sudah cukup dikenal di Indonesia karena TU Delft memiliki hubungan historis dengan Technische Hoogeschool Bandoeng (cikal bakal Institut Teknologi Bandung).
Logo Technische Universiteit Delft |
Bagaimana sejarah
perguruan tinggi di Indonesia khususnya perguruan tinggi di bidang eksak
terutama ITB dan IPB tidak terinformasikan dengan lengkap. Oleh karena munculnya kasus Dwi Hartanto di
Delf memungkinkan untuk menelusuri kisah-kisah mahasiswa Indonesia di masa
lampau. Mari kita telusuri dengan memulai kisah MO Parlindoengan, alumni
kedua sekolah tinggi teknik di Delft.
MO Parlindoengan, Alumni TU Delft, Direktur PINDAD
Pertama
MO Parlindoengan
menyebut dirinya orang gila, karena memilih universitas yang tidak lazim menjadi
tujuan mahasiswa asal Indonesia di era kolonial Belanda. Pasca pengakuan
kedaulatan RI (1950) justru teman-temannya sesama para pejuang kemerdekaan
menyebut MO Parlindoengan sebagai orang Indonesia paling waras di era Belanda.
Pada bulan April 1950, MO Parlindoengan diangkat oleh Ir. Soekarno (Presiden RI) untuk menjabat
sebagai Direktur Pabrik Sendjata dan Mesioe sebagai bagian dari properti yang
diserahkan (Pemerintah Hindia) Belanda kepada RI (lihat Algemeen Indisch
dagblad: de Preangerbode, 21-07-1950).
Letkol Ir. MO Parlindungan (1951) |
MO Parlindoengan
memulai pendidikan tinggi di Delft pada tahun 1937. MO Parlindoengan lulus ujian
tingkat SMA (HBS) di Medan bulan Juni 1937 dengan nama AFP Siregar gelar
Mangaradja Onggang Parlindoengan (De Sumatra post, 03-06-1937). Setelah lulus HBS (afdeeling-B/IPA) MO Parlindoengan segera langsung
berangkat ke Batavia untuk mengurus persyaratan studi ke luar negeri. Dari
Batavia, yang terdaftar di dalam manifest kapal dengan nama MO Parlindoengan, dengan menumpang
kapal ss. Indrapoera berangkat dari Batavia tanggal 28 Juli 1937 menuju Marseile
(Prancis) (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-07-1937). Dari
kota pelabuhan ini, MO Parlindoengan meneruskan perjalanan dengan kereta api ke
Jerman lebih dahulu baru kemudian ke Delft. Tidak lama setelah tiba di Delft, MO Parlindoengan terdaftar sebagai mahasiswa
dan sekaligus warga kota dengan nama Mangaradja Onggang Parlindoengan dengan alamat
Binnenwatersloot No. 12 (lihat Delftsche courant, 11-09-1937).
Sudah sejak lama orang-orang
pribumi (baca: Indonesia) studi langsung ke Belanda. Dua yang terkenal adalah
Sati Nasution alias Willem Iskander yang menempuh pendidikan guru di Haarlem
tahun 1857 (pribumi pertama studi ke Belanda) dan Radjioen Harahap gelar Soetan
Casajangan tahun 1905. Soetan Casajangan kuliah di Rijkskweekschool (setingkat
IKIP sekarang) di Haarlem. Soetan Casajangan baru memulai kuliah tahun 1906
(karena harus matrikulasi dulu untuk peningkatan kemampuan bahasa Belanda).
Soetan Casajangan sendiri adalah mahasiswa non Belanda yang pertama kali
diizinkan berkuliah di Rijkskweekschool. Setelah Soetan Casajangan lulus sarjana
pendidikan tahun 1912 (Sarjana Pendidikan Indonesia pertama) lalu menyusul
masuk Ibrahim gelar Datoek Tan Malaka. Soetan Casajangan sebelumnya, tahun 1908
mendirikan Indisch Vereeniging yang menjadi cikal bakal PPI Belanda). Ketua PPI
Belanda periode 1937-1940 saat MO Parlindoengan memulai perkuliahan di Delft
adalah Parlindoengan Lubis (mahasiswa kedokteran di Universiteit Leiden, masuk 1932 dan lulus 1939) dan
bendahara Mohammad Ildrem (mahasiswa kedokteran di Universiteit Leiden, masuk 1931 dan lulus
1938). Prof. Dr. Mohammad Ildrem (Siregar) kelak sebagai salah satu pendiri
Universitas Sumatra Utara. Salah satu senior mereka di Universiteit Leiden
adalah Masdoelhak Nasution yang masuk kuliah tahun 1930 di Fakultas Hukum
Uinversiteit Leiden. Setelah lulus sarjana melanjutkan tingkat doktoral di
Utrecht dan berhasil meraih gelar Ph.D di bidang hukum tahun 1943 (lihat
Friesche courant, 27-03-1943).
Setelah lulus dan memperoleh gelar akademik insinyur
(Ir), Mangaradja Onggang Parlindoengan pulang ke tanah air. Seperti disebut
dalam biografinya, sesampainya di tanah air, situasi berubah dengan adanya
pendudukan oleh militer Jepang. Sampai disini, tidak ada informasi MO
Parlindungan dengan gelar akdemik insinyur teknik kimia.
Setelah Hirosima dan
Nagasaki dibom oleh sekutu, Jepang bertekuk lutut dan kesempatan ini diambil para
pejuang untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Tidak lama kemudian Inggris/Belanda
datang kembali ke Indonesia. Saat ini sudah terbentuk kabinet yang dipimpin
oleh Presiden Soekarno. Tiga diantara menteri adalah Soepriadi (Menteri
Keamanan Rakyat) dan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap (Menteri Penerangan) serta Ir.
Soerachman (Menteri Kemakmuran). Ketika Menteri Keamanan Rakyat, Soepriadi,
seorang mantan PETA mulai menyusun
pertahanan rakyat maka tugas ini diberikan kepada Oerip Soemohardjo dan
kawan-kawan, para mantan KNIL (termasuk TB Simatupang dan Abdul Haris Nasution)
untuk mendirikan tentara keamanan rakyat (TKR) pada tanggal 1 Oktober 1945 di
Djogjakarta.
Parlindoengan mulai mengambil peran. Ini bermula ketika Oerip
Soemohardjo membutuhkan sejumlah pemuda cerdas untuk bergabung. Mr. Amir
Sjarifoeddin Harahap menyodorkan dua sarjana baru yakni Ir. MO Parlindungan
(insinyur teknik kimia Universitas Delft) dan Irsab Radjamin Nasution (dokter
lulusan Geneeskundige Hoogeschool Batavia). Seperti yang lain, dua pemuda langsung
diberi pangkat overste (Letkol angkatan darat).
Mayor Jenederal Oerip
Soemohardjo menugaskan Letkol Ir. MO Parlindungan untuk mendampingi Abdul Haris
Nasution ke Bandoeng dengan tugas khusus untuk MO Parlindungan merebut pabrik
senjata peninggalan Belanda yang dikuasai Jepang di Bandoeng. Letkol Dr. Irsan
Radjamin Nasution dikirim ke Soerabaja untuk mendampingi ayahnya, Wali Kota
Soerabaja Dr. Radjamin Nasution.
Ketika di Soerabaja tekanan Inggris semakin kuat dan
Bandoeng sudah berhasil direbut oleh pasukan sekutu/Inggris dan pasukan RI mulai
bergerilya, Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap (Menteri Keamanan Rakyat yang baru)
meminta Letkol Ir. MO Parlindungan ditransfer ke Soerabaja untuk membantu
perlawanan setelah peristiwa 10 November. Keahlian Letkol Ir. MO Parlindungan
insinyur teknik kimia yang juga ahli dalam teknik bom dibutuhkan di Soerabaja
dalam menangani persenjeataan dan bom-bom peninggalan Jepang untuk melawan
pasukan sekutu/Inggris.
Setelah berakhir pertempuran heroik di Soerabaja para
petinggi militer di Soerabaja dan Jawa Timur sebagian merapat ke Djogjakarta.
Salah satu teman Overste MO Parlindoengan tetap berada di sekitar Soerabaja.
Temannya itu adalah Dr. Radjamin Nasution (Walikota Soerabaja sejak era
pendudukan Jepang dan wali kota di pengungsian di Mojokerto dan Tulungagung).
Di Djogjakarta, ibukota RI di pungungsian (setelah pindah dari Djakarta) MO Parlindoengan
justru bertemu (kembali) dengan seniornya (di Belanda) Dr. Parlindoengan Lubis yang saat di Djogja menjabat sebagai
Kepala Dinas
Kesehatan Pabrik-Pabrik Persenjataan Departemen Pertahanan Republik Indonesia.
Keahlian Ir. MO Parlindoengan sangat dibutuhkan oleh Dr. Parlindoengan Lubis di Djogjakarta, terutama dalam upaya mengantisipasi ancaman/serangan militer Belanda. Dr. Parlindungan pernah ditahan fasis Jerman di kamp NAZI. Setelah lama berpisah ketika kuliah di Belanda, dua alumni Belanda ini, kedokteran
Amsterdam dan teknik Delft bersua kembali dan lalu bahu membahu di ibukota RI di Djogjakarta. Ilmu yang mereka pelajari dulu menjadi begitu bermanfaar di era perang (kemerdekaan). Teman mereka Mr. Masdoelhak
Nasution, Ph.D, yang menjabat sebagai Residen Sumatra Tengah berkedudukan di
Bukittinggi dipanggil ke Djogja sebagai penasehat hukum internasional Presiden
Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Namun sangat tragis, pada hari
serangan Belanda ke Djogja, Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D orang pertama
republik yang diculik intelijen/militer Belanda lalu ditembak mati di kebun
jagung di Pakem. Berita penculikan dan penembakan Masdoelhak Nasution diumumkan oleh atase RI di
London. PBB lalu bereaksi keras dan meminta Kerajaan Belanda melakukan investiga
menyeluruh atas pembunuhan keji terhadap seorang ilmuwan muda dan intelektual
terkemuka Indonesia (lihat De Heerenveensche koerier: onafhankelijk dagblad voor
Midden-Zuid-Oost-Friesland en Noord-Overijssel, 01-02-1949). Catatan: Mr. Masdoelhak
Nasution, Ph.D baru ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2006.
Setelah pengakuan
kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda, Mangaradja Onggang Parlindoengan
pada tahun 1950 ditunjuk pemerintah untuk menjadi direktur Pabrik Sendjata dan
Mesiu (PSM) di Bandung. Setahun kemudian (1951) ayahnya guru Soetan Martoea Radja meninggal
dunia di Pematang Siantar. Sepulang dari Pematang Siantar, MO.Parlindoengan
memasang berita duka di koran Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode (mulai
edisi 16-06-1951) dan De nieuwsgier (mulai edisi 19-06-1951).
Pada tahun 1954, MO
Parlindoengan pension dari PSM. Kemudian pada tahun itu juga Parlindoengan
pindah ke Jakarta. Di masa pension ini, Mangaradja Onggang Parlindoengan memulai
bisnis baru. MO Parlindungan termasuk salah satu yang mendukung Masyumi yang
tidak menginginkan pusat melancarkan perang terhadap PRRI dianggap sebagai
lawan politik PNI. MO Parlindungan kemudian ditahan dan kemudian diganti
menjadi tahanan rumah. Pada saat bestatus tahanan rumah pada tahun 1960 MO
Parlindungan menulis buku yang terkenal tetapi kontrovesial yang berjudul:
Pongkinangolngolan Sinambela
Gelar Tuanku Rao: ‘Terror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak 1816-1833’ yang
diterbitkan Penerbit Tandjung Pengharapan, 1964. Yang menahan MO Parlindungan
adalah Kolonel Achmad Yani. Namun KASAD Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution
mengubahnya menjadi tahanan rumah. Ini seakan berulang ketika Kolonel Abdul
Haris Nasution pada persitiwa 25 Oktober 1942 melakukan demonstrasi ke istana
lalu dipecat sebagai KASAD. Namun ketika Nasution mau ditahan, ketua komisi pertahanan
di parlemen Zainul Arifin Pohan meminta diubah menjadi tahanan rumah. Saat
tahanan rumah (1952-1955) Abdul Haris Nasution menulis buku yang fenomenal
berjudul Pokok-Pokok Gerilya. Abdul Haris Nasution dan MO Parlindungan adalah dua perwira militer yang memiliki kemampuan menulis, mereka berdua sama-sama menghasilkan buku yang legendaris (kebetulan sama-sama dilakukan pada saat berstatus tahanan rumah).
.
Mahasiswa pribumi
yang sekolah di Delft tidak hanya MO Parlindoengan. Sejauh yang dapat
ditelusuri nyaris tidak ada. Pada tahun 1923 seorang mahasiswa di Technische
Universiteit Delft bernama Raden Mas Sarwedo dikabarkan meningal dunia (lihat
De Preanger-bode, 11-01-1923). Andaikan Mas Sarwedo hidup maka Mas Sarwedo akan
lulus bersamaan waktunya dengan Soekarno di Technische Hoogeschool di Bandoeng.
Ir. Soekarno lulus tahun 1926 (mahasiswa angkatan pertama Technische Hoogeschool
di Bandoeng).
Nama alumni Technische Hoogeschool/Universiteit te Delft yang perlu
dicatat adalah Masdoeki Oemar yang lulus pada tahun 1953, setahun sebeluim MO Parlindoengan
pension direktur PSM. Masdoeki pada tahun 1957 ditunjuk sebagai Pemimpin Proyek Benduengan
Djatiluhur yang diselesaikannya pada tahun 1967. Pada tahun 1957 Raden Soewardi
dinyatakan lulus di Technische Universiteit Delft pada bidang fisika (natuurkundig
ingenieur) (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 10-11-1956). Setahun kemudian tahun 1957 dua lulusan baru Technische
Universiteit Delft yakni insinyur
galangan kapal F. Raden Mas Soejadi dan insinyur arsitektur pesawat Sugito
(lihat Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 20-07-1957).
Dengan demikian, tidak
banyak orang Indonesia yang berkuliah dan meraih sarjana teknik (Ir) di Technische
Universiteit te Delft. Di era kolonial Belanda (sebelum kemerdekaan Republik
Indonesi, 1945) hanya ada tiga orang yang pernah terdaftar di Delf. Yang
pertama adalah Raden Kartono pada tahun 1896. Namun sayang baru tahun pertama
sudah gagal. Raden Kartono adalah abang dari RA Kertini. Setelah dua puluh
tahun berikutnya terdaftar Soerachman tahun 1917. Soerachman kemudian berhasil
meraih gelar insinyur teknik kimia pada tahun 1922. Boleh dikatakan Ir.
Soerachman adalah orang Indonesia pertama yang berhasil di TU Delft. Orang
Indonesia berikutnya baru terjadi dua puluh tahun setelah Ir. Soerachman yakni AFP
Siregar gelar Mangaradja Onggang Parlindungan yang register tahun 1937. Seperti
halnya Ir. Soerachman yang insinyur teknik kimia, MO Parlindungan juga insinyur
teknik kimia.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Ir. Soerachman menjabat
sebagai Menteri Kemakmuran yang pertama. Ir. Soerachman adalah besan Todoeng
Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (Menteri Pendidikan RI yang kedua). Mr.
Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D adalah saudara sepupu Mr. Amir Sjarifoeddin (Perdana
Menteri RI yang kedua). Saudara perempuan ayah Soetan Goenoeng Moelia dan ayah
Amir Sjarifoeddin adalah ibu kandung Ir. MO Parlindoengan. Pasca pengakuan
kedaulatan Indonesia tahun 1950, Ir. MO Parlindungan diangkat sebagai Direktur
PSM di Bandoeng, sedangkan Ir. Soerachman diangkat sebagai Presiden Universitas
Indonesia (Rektor UI yang pertama). Sedangkan Mr. Soetan Goenoeng Moelia
diangkat sebagai guru besar filsafat di fakultas kedokteran Universitas
Indonesia.
Tentu saja ada, boleh
jadi ada yang ‘mengaku-ngaku’ sebagai alumni TU Delft. Hebatnya yang
mengaku-mgaku tersebut bahkan pernah menjabat sebagai menteri dengan gelar
insinyur. Di wikipedia profilnya ditulis alumni Delf tahun 1938. Padahal
setelah ditelusuri dengan mesin pencari tercanggih tidak ditemukan. Namanya
hanya pernah diberitakan sebagai salah satu yang lulus kursus akta guru dua
tahun di Bandoeng. Boleh jadi bukan Dwi Hartanto yang pertama.
Sorip Tagor, Alumni Utrecht, Kepala Dinas Kedokteran Hewan West Java di Bandoeng
Setelah beberapa
tahun menjadi asisten dosen di Sekolah Dokter Hewan (Inlandschen Veeartsen
School) di Bogor, Sorip Tagor berangkat studi ke Belanda untuk melanjutkan
studinya untuk mendapatkan gelar dokter hewan penuh (setara dokter hewan
Belanda). Pada bulan Juni 1916, Sorip Tagor lulus dan diterima sebagai kandidat
dokter hewan di Rijksveeartsenijschool, Utrecht (lihat Algemeen Handelsblad,
19-06-1916). Sejauh penelusuran yang dilakukan, hanya nama Sorip Tagor yang
berbau nama Indonesia di universitas unggulan ini. Ini mengindikasikan Sorip
Tagor adalah mahasiswa pertama Indonesia.
Logo Universiteit Utrecht |
Selama masa kuliah,
Sorip Tagor juga aktif berorganisasi sebagai anggota Indische Vereeniging. Pada
bulan Januari 1917 Sorip Tagor memproklamirrkan organisasi pelajar asal Sumatra
yakni Sumatra Sepakat yang didaulat menjadi Presiden. Sorip Tagor lulus dari
Rijksveeartsenijschool, Utrecht dan mendapat gelar dokter hewan (Dr) pada tahun
1920 (lihat De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 02-07-1920). Setelah
lulus Sorip Tagor pulang ke tanah air.
Sekretaris Dahlan Abdoellah dan Bendahara Todoeng Harahap
gelar Soetan Goenoeng Moelia (kelak menjadi Menteri Pendidikan RI kedua). Salah
satu anggota Sumatra Sepakat yang kelak juga terkenal adalah Tan Malaka (lihat
De Sumatra post, 31-07-1919). Sumatra Sepakat bertransformasi menjadi
Sumatranen Bond.
Pada tahun 1937,
saat MO Parlindoengan berangkat studi ke Delft, Sorip Tagor dipromosikan
menjadi Kepala Dinas Kedokteran Hewan di Province West Java (lihat Het nieuws
van den dag voor Nederlandsch-Indië, 20-05-1937). Selanutnya pada tahun 1941,
dokter kelas satu, Sorip Tagor dipindahkan dari Bandoeng ke Batavia (lihat
Bataviaasch nieuwsblad, 31-05-1941). Ketika terjadi pendudukan Jepang, Sorip
Tagor pension dari pegawai pemerintah dan membuka praktek di Batavia.
Di tanah air, Sorip Tagor memulai karir di Batavia yang
mana Gubernur Jenderal menunjuk Sorip Tagor untuk menjadi dokter hewan di
lingkungan istana (dokter hewan pribumi pertama berlisensi Eropa). Penunjukan
dan pengangkatan ini secara resmi berdasarkan surat keputusan menteri koloni no
89 tanggal 26 Mei 1921 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 22-09-1921). Dalam tugas
ini, Sorip Tagor juga diperbantukan di Surabaya (lihat Bataviaasch nieuwsblad,
27-10-1921). Setelah itu, Sorip Tagor ditempatkan di Pekalongan dan pada tahun
1925 tugas ini juga diperbantukan ke Tegal. Pada tahun 1927 Sorip Tagor
ditempatkan sebagai Kepala Dinas Sipil Veeartsenjjkundigen di Weltevreden (kini
Gambir) (lihat De Indische courant, 26-02-1927). Pada tahun 1928 dipindahkan ke
Sibolga (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 07-01-1928). Istri pertama Sorip Tagor, Gijsberta
Pater meninggal di Padang Sidempoean 1 Januari 1932. Setelah beberapa tahun di
Tapanoeli, Sorip Tagor dipindahkan ke Muarabungo, Jambi dan pada tahun 1937
Sorip Tagor dipindahkan ke Bandoeng. Istri kedua Tjut Aminah Teuku Batak. Sorip Tagor atau
Haji Muhammad Sorip Tagor Harahap meninggal tanggal 21 Mei 1973 di Cisarua
(Jalan Selabintana), Sukabumi, Jawa Barat. Sorip Tagor telah mengharumkan
bangsa sejak 1907 di Buitenzorg dan di Negeri Belanda. Kini, nama Tagor menjadi
identitas yang bersifat generic. Inez Tagor dan Risty Tagor adalah artis-artis
top termasuk dalam keluarga Tagor (keturunan Sorip Tagor) termasuk istri dari
Setya Novanto.
Last but not least:
Adik kelas Sorip Tagor lainnya di Buitenzorg bernama Tarip (seangkatan dengan Alimoesa
Harahap). Masuk tahun 1910 dan lulus 1914.
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
25-08-1911 melaporkan Inlandsche Veeartsensohool te Buitenzorg telah selesai
ujian dan yang lulus: dari tingkat satu ke tingkat dua (antara lain) Tarip dan
Alimoesa (Harahap); dan dari tingkat tiga ke tingkat empat (hanya) Sorip (Tagor
Harahap)..
Dr. Tarip diangkat
sebagai dokter hewan pemerintah dan ditempatkan di Padang Lawas (dekat Padang
Sidempoean). Di sela-sela tugasnya memberi layanan pemerintah, Dr. Tarip
melakukan penelitian dan hasilnya dipublikasikan. Hasil penemuannya adalah
metode membasmi cacing pita pada kerbau. Dr. Tarip kemudian dipindah ke Medan
sebagai adjunct-gouvemements-veearts. Pada tahun 1922 Dr. Tarip dipindahkan
dari Medan ke Padang Sidempuan untuk membantu LVM Lobel (De Sumatra post,
28-08-1922).
Kontribusinya dalam dunia riset telah mengundang
perhatian pemerintah. Setelah bekerja beberapa tahun praktek, pemerintah
mengapresiasi kinerja Dr. Tarip dan memberikannya beasiswa untuk studi lebih
lanjut ke Belanda. Dr. Tarip berangkat ke Belanda tahun 1927. Tarip lulus ujian
akhir dokter hewan tahun 1930 di Veeartsenij Hoogeschool di Utrecht, Belanda
(De Sumatra post, 07-10-1930).
Setelah lulus tahun
1932, Dr. Tarip kembali ke tanah air dan atas permintaannya sendiri untuk
ditempatkan di tanah kelahirannya di Padang Sidempuan (Residentie Tapanoeli).
Dr. Tarip sangat terkenal di Tarutung. Demikian juga di Nias. Dr. Tarip telah
melakukan penelitian dan telah menyelamatkan populasi babi di Nias dari
penyakit. Ternak babi tersebut telah dijamin oleh Dr. Tarip dan dipasarkan ke
Medan dan sebagian ke Singapoera. Dr. Tarip tidak berumur panjang dan dikabarkan telah meninggal dunia tahun
1936 di Tarutung. Saat itu Tarip tengah bertugas di kantor cabang Dinas
Kedokteran Hewan (Burgerlijken Veeartsenijkundigen) di Taroetoeng yang baru
dirintisnya (De Indische courant, 24-08-1936).
Tarip Siregar memulai pendidikan dasar di sekolah pribumi
(Inlandsche school) 2de klasse di Sipirok. Tarip belajar secara tutorial (les)
bahasa Belanda. Pada tahun 1903 Tarip lulus ujian masuk untuk sekolah guru
pribumi (kweekschool voor Inlandsche onderwijzers). di Fort de Kock. Setelah
lulus Tarip diangkat sebagai guru sekolah negeri di Sibolga. Profesi guru ini
hanya dijalaninya hingga tahun 1909. Pada tahun 1910 Tarip melanjutkan studi
untuk sekolah kedokteran hewan (Veeartsenschool) di Buitenzorg (Bogor).
Pada tahun 1922 Ida
Loemongga lulus afdeeling-B (IPA) di sekolah bergengsi di Batavia, Prins
Hendrik School, lantas diterima ujian masuk di STOVIA. Namun karena Ida
Loemongga tergolong cerdas, maka Ida Loemongga termasuk satu dari lima yang
direkomendasikan di tahun kedua untuk langsung melanjutkan pendidikan ke Belanda
(empat orang Belanda dan Tionghoa). Ida Loemongga diterima di Universiteit
Utrecht. Ida Loemongga kemudian berhasil memperoleh gelar sarjana kedokteran
pada tahun 1927 di Universiteit Utrecht.
Sorip Tagor, lulus kedokteran hewan Universiteit Utrecht
tahun 1920. Pada tahun 1921 Sorip Tagor sudah berada di Batavia sebagai kepala
kedokteran hewan istana. Boleh jadi, sebelum Ida Loemongga memutuskan
universitas mana yang dipilih berdiskusi dengan Sorip Tagor. Ida Loemongga yang
juga ‘boru tulang’ Sorip Tagor berangkat ke Utrecht tahun 1922. Di Belanda
sudah ada yang memandu Ida Loemongga yakni Alinoedin Siregar gelar Radja Enda
Boemi yang tengah studi doktoral di Universiteit Leiden. Radja Enda Boemi
meraih gelar doktor (Ph.D) tahun 1925. Radja Enda Boemi adalah ahli hukum
pertama orang Batak dan orang Indonesia kedua peraih gelar doktor di bidang
hukum.
Ida Loemongga pada
tahun berikutnya mengambil dokter spesialis di Universiteit Leiden dab lulus
tahun 1929 (De Tijd:godsdienstig-staatkundigdagblad, 21-03-1929). Atas anjuran Dr.
Caroline Lang, Ida Loemongga meneruskan pendidikan doktoral di Universiteit
van Amsterdam. Pada tahun 1931, Ida Loemongga dipromosikan sebagai doktor di bidang
kedokteran dengan promotor Dr. Lang sendiri (lihat Bataviaasch nieuwsblad,
20-01-1931). Pada tanggal 24 Agustus diberitakan Nona Haroen Al Rasjid yang
dalam hal ini Mej. IL Haroen Al Rasjid menandai dari sisi adat (kultur) sebagai
perempuan pribumi pertama yang meraih doktor di bidang kedokteran. Di dalam
berita ini disebut Mej. Haroen adalah putri seorang dokter pribumi di Padang
Sidempoean (mungkin mengacu pada tempat lahir Dr. Haroen Al Rasjid). Ida
Loemongga berhasil mempertahankan desertasi yang berjudul ‘Diagnose en prognose
van aangeboren hartgebreken’ (Diagnosa dan prognosis cacat jantung bawaan)
dengan nilai sempurna (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 20-04-1932).
Ida Loemongga adalah putri dari Dr. Haroen Al Rasjid dan
Alimatoe Sadiah. Dr. Haroen Al Rasjid, alumni Docter Djawa School (1902 menjadi
STOVIA) adalah putra dari Soetan Abdul Azis di Padang Sidempoean, sedangkan Alimatoe
Sadiah, alumni Kweekschol Fort de Kock adalah putri Saleh Harahap gelar Dja
Endar Moeda (alumni Kweekschool Padang Sidempoean) yang menjadi Radja
Persuratkabaran di Padang. Dalam tahun 1931 Aminoedin Pohan (lahir di Sipirok)
dipromosikan menjadi dokter (spesialis) di Universiteit van Amsterdam (lihat De
Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 08-05-1931) dan Diapari Siregar (lahir
di Sipirok) lulus dokter spesialis di Universiteit van Amsterdam (lihat De Tijd:
godsdienstig-staatkundig dagblad, 08-05-1931). Dr. Aminoedin Pohan dan Dr,
Diapari Siregar menyelesaikan tingkat sarjananya di STOVIA, Batavia. Ida
Loemongga adalah adik kelas dari Aminoedin Pohan dan Diapari Siregar di STOVIA. Pada saat jelang kelulusan Ida Loemongga di Universiteir
van Amsterdam, adiknya Gele Haroen diterima di Fakultas Hukum Universiteir
Leiden. Kelak, Mr, Gele Haroen adalah Residen pertama Lampoeng (kini sedang
diusulkan sebagai Pahlawan Nasional). Gele Haroen Nasution dan Masdoelhak Nasution sama-sama berangkat
studi ke Belanda. Dr. Ida Loemongga, Ph.D (perempuan Indonesia pertama bergelar
Doktor) adalah saudara sepupu Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D (Pahlawan Nasional).
Sejarah ITB
Bandung dan Peran Soetan Casajangan
Sejarah
Institut Teknologi Bandung (ITB) yang sekarang seharusnya dimulai dari
Technische Hoogeschool (te Bandoeng) yang didirikan tahun 1920. Technische
Hoogeschool (te Bandoeng) menjadi sekolah tinggi pertama di Nederlandsch Indie
(basa: Hindia Belanda atau Indonesia). Nama ITB sendiri baru muncul dan
diresmikan pada tanggal 2 Maret 1959. Perjalanan waktu dan perubahan dari nama
Technische Hoogeschool hingga nama Institut Teknologi berlangsung dan berubah
secara evolutif.
Kurun waktu
sejarah pendirian ITB dapat dibagi dalam periode: (1) Technische Hoogeschool te
Bandoeng (THS - 1920-1942), (2) Institute of Tropical Scientific Research
(1942-1945), (3) Bandoeng Koogyo Daigaku (1944-1945), (4) Sekolah Tinggi Teknik
Bandung (1945-1946), (5) Technische Faculteit, Nood-Universiteit van
Nederlandsch Indie (1946-1947), (6) Faculteit van Technische Wetenschap dan
Faculteit der Exacte Wetenschap Universiteit van Indonesie te Bandoeng
(1947-1950), (7) Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam
Universitas Indonesia Bandung (1950-1959), dan (8) Institut Teknologi Bandung
(1959-sekarang).
De Preanger-bode, 26-07-1916 |
Radjioen Harahap
gelar Soetan Casajangan, mahasiswa yang tiba di Belanda tahun 1905 untuk kuliah
dan mendirikan Indisch Vereeniging tahun 1908, setelah sembilan tahun pulang ke
tanah air. Tahun 1905 mahasiswa pribumi di Belanda baru lima orang dan pada
tahun 1908 saat pendirian Indisch Vereeniging sudah berjumlah 20 orang. Soetan
Casajangan, mantan guru di Padang Sidempoean, alumni Kweekschool Padang
Sidempoean tahun 1887 berjuang untuk meningkatkan pendidikan pribumi. Ketika
tengah kuliah di negeri Belanda, sepak terjang Soetan Casajangan sudah
diketahui umum, karena itu Soetan Casajangan diundang oleh Vereeniging
Moederland en Kolonien (Organisasi para ahli/pakar bangsa Belanda di negeri
Belanda dan di Hindia Belanda) untuk berpidato dihadapan para anggotanya. Dalam
forum yang diadakan pada tahun 1911, Soetan Casajangan, berdiri dengan sangat
percaya diri dengan makalah 18 halaman yang berjudul: 'Verbeterd Inlandsch
Onderwijs' (peningkatan pendidikan pribumi): Berikut beberapa petikan penting
isi pidatonya:
‘Geachte Dames en Heeren! (Dear Ladies and Gentlemen). ..saya selalu berpikir tentang pendidikan bangsa saya...cinta saya kepada ibu pertiwa tidak pernah luntur...dalam memenuhi permintaan ini saya sangat senang untuk langsung mengemukakan yang seharusnya..saya ingin bertanya kepada tuan-tuan (yang hadir dalam forum ini). Mengapa produk pendidikan yang indah ini tidak juga berlaku untuk saya dan juga untuk rekan-rekan saya yang berada di negeri kami yang indah. Bukan hanya ribuan, tetapi jutaan dari mereka yang merindukan pendidikan yang lebih tinggi...hak yang sama bagi semua...sesungguhnya dalam berpidato ini ada konflik antara 'coklat' dan 'putih' dalam perasaan saya (melihat ketidakadilan dalam pendidikan pribumi).
‘Geachte Dames en Heeren! (Dear Ladies and Gentlemen). ..saya selalu berpikir tentang pendidikan bangsa saya...cinta saya kepada ibu pertiwa tidak pernah luntur...dalam memenuhi permintaan ini saya sangat senang untuk langsung mengemukakan yang seharusnya..saya ingin bertanya kepada tuan-tuan (yang hadir dalam forum ini). Mengapa produk pendidikan yang indah ini tidak juga berlaku untuk saya dan juga untuk rekan-rekan saya yang berada di negeri kami yang indah. Bukan hanya ribuan, tetapi jutaan dari mereka yang merindukan pendidikan yang lebih tinggi...hak yang sama bagi semua...sesungguhnya dalam berpidato ini ada konflik antara 'coklat' dan 'putih' dalam perasaan saya (melihat ketidakadilan dalam pendidikan pribumi).
Rencana
Pemerintah Hindia Belanda ini tampaknya adalah untuk merespon tekanan para
pakar dan pemerhati Hindia Belanda di Belanda. Sebagaimana diketahui, pidato
Soetan Casajanagan pada tahun 1911 di hadapan para pakar di Belanda sangat
santun tetapi memberi makna yang dalam yang menggetarkan hati peserta forum
yang juga dihadiri pegiat pendidikan dan bahkan profesor-profesor di sekolah
tinggi di Belanda. Kutipan pidato Soetan Casjangan dilansir sejumlah surat
kabar di negeri Belanda dan di Hindia Belanda. Orang-orang Belanda di Negeri
Belanda dan orang-orang Belanda di Hindia Belanda dengan sendirinya sudah
saling mengetahui problem dan harapan yang disampaikan oleh Soetan Casajanagan.
Rencana
Pemerintah Hindia Belanda tersebut tidak jadi diwujudkan. Hal ini karena di
Belanda dan di Hindia Belanda tahun 1917 muncul ide dan berkembang pemikiran, bukan mendatangkan siswa-siswa ke
Belanda tetapi mengirim dosen-dosen untuk mendirikan sekolah tinggi teknik di
Nederlandsch Indie. Sultan Djogja merespon dengan positif dan bahkan bersedia
menyediakan lahan meski dia tahu Bandoeng menjadi kandidat kuat (lihat De Preanger-bode, 19-08-1917).
Sebelumnya sudah beredar informasi bahwa rencana sekolah tinggi itu sedang
mempertimbangkan Bandoeng (lihat De Preanger-bode, 25-07-1917). Sementara di
Delft sudah dibentuk komisi yang dipimpin oleh Prof. Klopper. Di Delft Prof.
Klopper mendapat masukan dari Ir. HA Brouwer, seorang insinyur di Kementerian
PU di Hindia Belanda yang baru tiba di Delft karena diangkat sebagai dosen di
Technische Hoogeschool te Delft (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 13-07-1918. De Telegraaf, 12-05-1919 melaporkan Technische
Hoogeschool te Bandoeng rencana akan dibuka tahun 1921 (Bataviaasch nieuwsblad,
09-07-1919). Namun dalam perkembangannya rencana ini dimajukan menjadi akhir
Juli 1920, perkuliahan selama empat tahun dan Ijzzermann dan Klopper melakukan
persiapan di Hindia Belanda. Sekolah tinggi ini hanya satu fakultas, Fakultas
Teknik Sipil dan Lingkungan (Provinciale Drentsche en Asser courant, 16-08-1919).
Pada tanggal 18 September Prof. Klopper akan berangkat ke Hindia Belanda untuk
persiapan pembukaan Technische Hoogeschool te Delft (Het nieuws van den dag
voor Nederlandsch-Indie, 05-09-1919). Persiapan fisik Technische Hoogeschool
didukung oleh Gemeente Bandoeng. Penawaran dilakukan sejak 1 Mei dan pemerintah
lokal telah mempresentasikan di hadapan komite dan Pemerintah Hindia Belanda
(lihat Bataviaasch nieuwsblad, 09-07-1919). Ini mengindikasikan sebelum
kedatangan Prof. Klopper, Bandoeng sudah ditetapkan sebagai lokasi Technische
Hoogeschool. Ini dengan sendirinya harapan Djogja sirna.
Dalam
analisis Prof. Klopper pendirian Technische Hoogeschool te Bandoeng sangat
masuk akal (Bataviaasch nieuwsblad, 09-07-1919) karena juga memungkinkan orang
Belanda di Hindia Belanda (baca: Indo) tidak harus ke Delft. Prof. Klopper
menyatakan sebagian besar mereka gagal di Delft. Dalam analisis ini tidak
menyinggung siswa-siswa pribumi sebagai kandidat di sekolah tinggi teknik
(boleh jadi karena siswa pribumi modusnya masih seputar bidang pendidikan guru,
kedokteran, hukum dan pertanian (kedokteran hewan).
Het nieuws van den dag voor NI, 30-01-1920 |
Prof. Ir, J. Klopper yang
ditunjuk komisi di Belanda lalu kemudian Pemerintah Hindia Belanda mengukuhkannya sebagai Rektor (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 30-01-1920).
Perkuliahan di Technische Hoogeschool te Bandoeng akan dimulai Juni 1920. Salah
satu persiapan adalah diadakannya pameran studi (Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 30-01-1920). Juga disebutkan dalam berita ini bahwa Dewan
Persatuan Indo-Eropa (Indo-Europeesch Verbond)
dalam pertemuannya 26 Januari memutuskan untuk menggalang dana melalui
anggotanya untuk penyediaan beasiswa bagi kandidat mahasiswa yang kurang mampu.
Menurut perkiraan setiap mahasiswa selama empat tahun termasuk pemondokan akan
menghabiskan dana sebesar f6,000. Suatu angka yang besar. Selain itu juga
diberitakan diadakan Kongres Insinyur di Batavia yang juga turut dihadiri
pengurus pusat di Belanda. Salah satu keputusan kongres ini Persatuan Insinyur
Belanda chapter Nederlandsch Indie berpndah kantor ke Bandoeng (De Sumatra post,
18-02-1920).
Perencanaan pembangunan
konstruksi dilakukan oleh perusahaan konstruksi di bawah pimpinan arsitek Ir.
Maclaine Pont. Sedangkan pelaksana konstriksi bangunan dikerjakan oleh pimpinan
Kapten (genie) MT van Staveren. Pekerjaan konstruksi terdiri tiga bagian:
pertama dua gedung A dan B. Kedua lanskap. Ketiga bangunan ruangan perkuliahan
termasuk jalan dan trotoar. Pekerjaan konstruksi akan selesai tanggal 1 Juli
(lihat De Preanger-bode, 21-02-1920).
Technische
Hoogeschool te Bandoeng dengan satu fakultas Faculteit der Weg- en
Waterbouwkande (opleidingtot civie-inganieur) sudah menjelang pembukaan yang
akan dilakukan pada tanggal 3 Juli 1920. Rektor telah menginformasikan melalui
media tentang peraturan dan persyaratan registrasi kandidat mahasiswa di
seluruh Hindia Belanda (De Sumatra post, 14-05-1920). Dalam pembukaan sekolah
tinggi ini akan dihadiri Ny. Gubernur Jenderal JP Graaf van Limburg Stirum yang
dimulai pukul sembilan dan diakhir dengan makan siang di Concordia yang dijamu
oleh Gementee Bandoeng. Kereta api Weltevreden-Bandoeng diperbanyak, Untuk
konfimasi kedadiran dapat menghubungi Klopper yang berkantor (sementara) di
Riaouwstraat 38 Bandoeng (Bataviaasch nieuwsblad, 08-06-1920)..Akhirnya pagi
ini tanggal 3 Juli 1920 resmi dibuka oleh Gubernur Jenderal (Het nieuws van den
dag voor Nederlandsch-Indie, 03-07-1920).
Het nieuws van
den dag voor Nederlandsch-Indie, 03-07-1920: ‘Ketua Dewan Direksi Technische
Hoogeschool, KAR Bosscha memberikan kata sambutan untuk menyambut hadirin dan
kemudian Wakil Dewan Direktur Lembaga Pendidikan Tinggi Pendidikan Teknik
Tinggi Hindia Belanda Ir. RA van Sandick memberikan kata sambutan di hadapan
Ny. Gubernur Jenderal JP Graaf van Limburg Stirum. Sandick menjelaskan sejarah
yayasan itu sangat singkat, dimulai tahun 1917 berkumpul dari berbagai pihak
dan mulai mengumpulkan dana dari berbagai kalangan seperti perusahaan
perdagangan, industri, pertanian dan pelayaran yang hingga tahun 1919 terkumpul
dana sebesar 3V3 juta gulden dan kemudian terbentuk Koninklijk Instituut voor
Hooger Technisch Onderwijs in Nederlandsch-Indie yang mana bernegosiasi dengan
pemerintah (perwakilan Menteri Koloni) sehingga muncul fungsi baru yang mana
saya ditunjuk. Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in
Nederlandsch-Indie menawarkan untuk pendirian sekolah tinggi teknik di Hindia
Belanda dan lalu para pendiri membentuk Dewan Direksi lalu menugaskan tiga
orang untuk mulai mengerjakannnya yakni (1) Prof. Ir. CW Weys, mantan
Hoofdkfgenieur der BOW, mantan Hoogleeraar in de tropische waterbouwkunde aan
de Technische Hoogeschool te Delft, yang sekarang menjabat sebagai Directeur
der NV Rystlanden Michiels-Aroold, (2) Prof. Dr. S. Hoogewei, mantan Rector
magnificus der Technische Hoogeschool te Delft, pengajar di bidang kimia, dan
(3) saya sendiri merangkap sebagai sekretaris. Tim ini merancang untuk dua
program studi yakni insinyur sipil dan insinyur kimia. Oleh karena pembiayaan
yang besar untuk kimia dan teknologinya sehingga (untuk sementara) hanya untuk
teknik sipil saja. Pada tanggal 1 Mei 1919 ditunjuk Prof. Klopper dan melakukan
kunjungan kesini untuk bernegosiasi dan pembicaaan dengan pemerintah dan
kemudian menetapkan lokasi di Bandoeng... bulan Juli 1919 dilakukan sebuah
upacara yang termasuk peletakan batu pertama dan penanaman empat pohon yang
melambangkan harapan...arsitek bangunan Ir H. Madame Pont dan proyek dipimpin
oleh mantan Kolonel genie VL Slors dan Kapten genis MT van Staveren dari
angkatan darat....Tujuan kami adalah bahwa insinyur Technische Hoogeschool
te Bandoeng di masa depan akan setara dengan insinyur dari perguruan tinggi
teknik ternaik di Westersche terbaik, yang mana kurikulum kami akan mengacu
(copy paste) dari kurikulum Technische Hoogeschool te Delft...’
De Preanger-bode, 03-07-1920 |
Geachte Dames en Heeren!
(Dear Ladies and Gentlemen).
....saya berterimakasih
kepada Mr. van Rossum, ketua organisasi...yang mengundang dan memberikan
kesempatan kembali kepada saya...di hadapan forum ini....pada bulan 28 Maret
1911 (sekitar sepuluh tahun lalu)...saya diberi kesempatan berpidato karena
saya dianggap sebagai pelopor pendidikan bagi pribumi...ketika itu saya
menekankan perlunya peningkatan pendidikan bagi bangsa saya...(terhadap pidato
itu) untungnya orang-orang di negeri Belanda yang respek terhadap pendidikan
akhirnya datang ke negeri saya..dan memenuhi kebutuhan pendidikan (yang sangat
diperlukan bangsa) pribumi. Gubernur Jenderal dan Direktur Pendidikan telah
bekerja keras untuk merealisasikannya..yang membuat ribuan desa dan ratusan
sekolah telah membawa perbaikan..termasuk konversi sekolah rakyat menjadi
sekolah yang mirip (setaraf) dengan sekolah-sekolah untuk orang Eropa..
Sekarang saya ingin
berbicara dengan cara yang saya lakukan pada tahun 1911...saya sekarang sebagai
penafsir dari keinginan bangsaku..politik etis sudah usang..kami tidak ingin
hanya sekadar sedekah (politik etik) dalam pendidikan...tetapi kesetaraan
antara coklat dan putih...saya menyadari ini tidak semua menyetujuinya baik
oleh bangsa Belanda, bahkan sebagian oleh bangsa saya sendiri...mereka terutama
pengusaha paling takut dengan usul kebijakan baru ini...karena dapat merugikan
kepentingannya..perlu diingat para intelektual kami tidak bisa tanpa dukungan
intelektual bangsa Belanda..organisasi ini saya harap dapat menjembatani
perlunya kebijakan baru pendidikan...saya sangat senang hati Vereeniging
Moederland en Kolonien dapat mengupayakannya...karena anggota organisasi ini
lebih baik tingkat pemahamannya jika dibandingkan dengan Dewan [pemerintah
kolonial]...’
Isi pidato ini tampaknya ditujukan untuk mengoreksi
kebijakan pendirian Technische Hoogeschool te Bandoeng yang tidak memihak
pribumi. Sebab isu saat itu soal ketidaksetaraan sangat menonjol pada sekolah tinggi
teknik ini. Dalam daftar mahasiswa baru di tahun pendirian Technische Hoogeschool te Bandoeng hanya terdapat dua jatah pribumi. Saat itu Soetan Casajangan adalah Direktur Normaal School di
Meester Cornelis (kini Jatinegara). Yang tidak terduga, dalam forum ini turut
dihadiri oleh Soeltan Djogja [yang pernah secara sekarela menawarkan lahan
untuk pendirian Technische Hoogeschool].
Foto Soetan Casajangan dalam sebuah jurnal (Maret 1913) |
Bataviaasch nieuwsblad, 06-05-1925 |
Pada tahun kedua tahun
1921 akhirnya Technische Hoogeschool te
Bandoeng mengakomodir kandidat mahasiswa pribumi lebih banyak. Salah satu diantaranya
adalah Soekarno lulusan HBS di Soerabaja pada bulan Juli 1921. Nama Soekarno sebagai
mahasiswa Nama-nama mahasiswa pribumi yang seangkatan
dengan (Raden) Soekarno (angkatan kedua) adalah M. Soetoto, M. Anwari, M.
Koesoemaningrat, M. Soetedjo dan JAH Ondang. Catatan: dua mahasiswa pertama Technische Hoogeschool te
Bandoeng R. Katamso dan R. Soeria Nata Legawa diduga gagal di tahun kedua (lihat
De Preanger-bode, 08-05-1922).
Technische
Hoogeschool te Bandoeng baru meluluskan pertama kali tahun 1926 Mereka berhak gelar insinyur (lihat
Bataviaasch nieuwsblad, 06-05-1925). Daftar lulusan pada gelombang ini adalah
Arnold Bik, Binkhorst, Bokslag, Hardenberg, Hoetjer, Joon, Kist dan Nobbe.
Sementara Soekarno memasuki tahun terakhir. Dalam daftar ini termasuk M.
Anwari, RM Koesoemaningrat, JAH Ondang dan M. Soetoto.
De Indische courant, 07-05-1926 |
Pada
tahun berikutnya De Indische courant, 07-05-1926 melaporkan mahasiswa yang
lulus dan meraih gelar insinyur diantaranya Soekarno, M. Anwari, JAH Ondang dan
M. Soetedjo. Diantara mereka yang lulus tahun ini yang pertama adalah Ir. Soekarno. Dengan demikian alumni pribumi pertama Technische
Hoogeschool te Bandoeng adalah Ir. Soekarno (kelak menjadi Presiden RI pertama). Pada bulan-bulan ini juga dilaporkan mahasiswa yang lulus di
sekolah tinggi lainnya. Di STOVIA diantaranya Diapari Siregar (lihat Het nieuws
van den dag voor Nederlandsch-Indie, 14-05-1926). Di Buitenzorg,Veeartsenschool
yang berhasil menerima gelar Dokter Hewan diantaranya Anwar Nasoetion (lihat
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-05-1926). Anwar Nasution
kelak dikenal sebagai ayah dari Prof. Andi Hakim Nasution (Rektor IPB
1978-1987). Di Utrecht seorang wanita muda bernama Ida Loemongga berhasil
meraih gelar dokter (1926), yang kemudian langsung mengambil spesialis dan
berhak memperoleh dokter spesialis jantung tahun 1929 (lihat De Tijd
:godsdienstig-staatkundigdagblad, 21-03-1929). Ida Loemongga (Nasution) kelak
dikenal sebagai perempuan Indonesia pertama peraih gelar doktor (Ph.D).
Logo Delft vs Logi Bandoeng |
Siapa
sesungguhnya Soetan Casajangan yang berdiri di depan Belanda dalam membela
pendidikan pribumi? Soetan Casajangan lahir di Padang Sidempuan, 30 Oktober
1874. Lulus sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean tahun 1887. Guru yang
berdedikasi ini pada tahun 1905 (setelah mengajar 18 tahun) berangkat studi ke
Belanda untuk mendapatkan akta kepala sekolah (lisensi Eropa) di Haarlem..
Soetan Casajangan adalah sosok yang berbeda (paling elegan dan percaya diri)
diantara mahasiswa-mahasiswa lainnya. Surat kabar Telegraaf mewawancara Soetan
Casajangan di Amsterdam yang dilansir Bataviaasch nieuwsblad, 02-07-1907 (hanya
mengutip beberapa saja di sini).
‘(Jurnalis)…mengapa
anda mengambil risiko jauh studi kesini meninggalkan kesenangan di kampungmu,
calon koeria, yang seharusnya sudah pension jadi guru dan anda juga harus rela
meninggalkan anak istri yang setia menunggumu (Soetan Casajangan)…Anda tahu
untuk masyarakat saya, masih banyak yang perlu dilakukan, kami punya mimpi,
kami diajarkan dengan baik oleh guru Ophuijsen (mantan gurunya di Kweekschool
Padang Sidempoean)….tapi kini masyarakat kami sudah mulai menurun dan melemah
pada semua sendi kehidupan.. saya punya rencana pembangunan dan pengembangan
lebih lanjut dari penduduk asli di Nederlandsch Indie (baca: Indonesia)..saya
mengajak anak-anak muda untuk datang ke sini (Belanda) agar bisa belajar
banyak..di kampong saya kehidupan pemuda statis, baik laki-laki dan
perempuan..dari hari ke hari hanya bekerja di sawah (laki-laki) dan menumbuk
padi (perempuan)….anda tahu dalam Filosofi Batak kuno, kami yakin bahwa jiwa
itu berada di kepala, dan karenanya kami harus tekun agar tetap intelek…’.
Ketika jumlah mahasiswa sekitar 20 orang, pada tahun 1908
Soetan Casajangan mempelopori pendirian persatuan pelajar Hindia (baca:
Indonesia) dengan nama Indische Vereeniging (kelak menjadi PPI Belanda). Sejak
itu nama Soetan Casajangan tidak hanya terkenal di Tanah Air tetapi juga di
Negeri Belanda. Seperti disebutkan di atas Soetan Casajangan telah dua kali
berpidato di hadapan para ahli/pakar Belanda (tahun 1911 dan tahun 1920).
Pemikiran dan semangat
Soetan Casajangan dalam memajukan pendidikan pribumi termasuk pendidikan tinggi
sejak 1907 telah menumbuhkan semangat bersekolah/kuliah di kalangan pribumi
untuk studi di Belanda. Dengan adanya perguruan di tinggi di Hindia Belanda
(baca: Indonesia) Soetan Casajangan terus bersuara untuk memprotes penguasa
agar siswa-siswa pribumi diberi kesempatan seluas-luasnya dan juga perlunya kesetaraan.
Generasi penerusnya terbukti bisa. Mereka yang studi ke luar negeri dan
berhasil, seperti Sorip Tagor, kedokteran hewan Utrecht tahun 1916; Ida
Loemongga, kedokteran Utrecht/Amsterdam. Ph.D tahun 1922; RM Notodiningrat, teknik
sipil Delft tahun 1914 (lihat De Preanger-bode, 19-07-1924); dan tentu saja MO
Parlindoengan, teknik kimia Delft tahun 1937. Mereka yang di dalam
negeri Technische Hoogeschool te Bandoeng, seperti Ir. Soekarno, Ir. Ondang, Ir.
Anwari dan Ir. Soetedjo teknik sipil Bandoeng yang lulus tahun 1926. Catatan: dua
mahasiswa pertama Technische Hoogeschool te Bandoeng (1920), yakni R. Katamso dan R. Soeria Nata
Legawa sayang sekali karena diduga gagal di tahun kedua (lihat De Preanger-bode, 08-05-1922).
Soetan
Casajangan alumni Rijkskweekschool Haarlem, 1911 (setingkat IKIP sekarang)
meninggal dunia pada tanggal 2 April 1927 di Meester Cornelis (lihat De
Indische courant, 08-04-1927). Soetan Casajangan telah bergelut selama 20 tahun
sejak diwawancara koran Dr Locomotief 1907 untuk terus membimbing kemajuan
penduduk muda pribumi di bidang pendidikan. Soetan Casajangan mengawali
karirnya sebagai guru (1887) dan mendedikasikannya hingga akhir hidupnya. Guru
pejuang yang berjuang untuk kemajuan pendidikan bagi seluruh bangsa Indonesia.
Het nieuws van den dag voor NI, 10-06-1935 |
Soetan
Casajangan yang pulang ke tanah air pada Juli 1913 masih sempat mempublikasikan
buku berjudul 'Indische Toestanden Gezien Door Een Inlander' (negara bagian di
Hindia Belanda dilihat oleh penduduk pribumi). Buku ini diterbitkan di Baarn
oleh Percetakan Hollandia-Drukkerij. Buku ini adalah sebuah monograf (kajian
ilmiah) setebal 48 halaman yang mendeskripsikan dan membahas tentang perihal
ekonomi, sosial, sejarah budaya Asia Tenggara (nusantara) dan pertanian di
Indonesia. Buku ini berangkat dari pemikiran bahwa sudah sejak lama penduduk
pribumi merasakan adanya dorongan untuk penyatuan yang lebih besar yang
kemudian dengan munculnya berbagai sarikat, antara lain Indisch Vereeniging
(digagas oleh Soetan Casajangan). Buku ini sangat mengejutkan berbagai pihak di
kalangan orang Belanda baik di Negeri Belanda maupun di Hindia Belanda.
Dalam buku ini
terang-terangan Soetan Casajangan menyinggung Undang-Undang di Hindia Belanda
yang membatasi konsesi untuk warga
pribumi yang mana menurut Soetan Casajangan hanya orang Eropa hak konsesi dapat
diberikan sementara penduduk pribumi asli haknya justru dirampas. Lebih lanjut,
Soetan Casajangan mengutarakan tuntutan yang sangat mendasar bahwa persamaan di
hadapan hukum bagi orang pribumi dan orang Belanda harus dengan segera
diwujudkan. Menurut Soetan Casajangan di
Belanda sendiri tidak semua orang sifat, tabiat dan kebajikannya sama tapi toh
diperlakukan sama di hadapan hukum. Di Hindia Belanda mengapa tidak? Untuk itu,
menurut Soetan Casajangan pemerintah Belanda juga harus menyelenggarakannya di
bidang pendidikan termasuk pengadaan beasiswa. Buku ini boleh jadi buku orang
Indonesia pertama yang diterbitkan di Belanda/Eropa.
Dalam sejarah pendidikan Indonesia. Nama Soetan
Casajangan telah terabaikan, terlupakan, bahkan mungkin juga telah
dikesampingkan dalam perebutan gelar tanda jasa. Akan tetapi, Soetan
Casajangan, yang hanya seorang guru 'kampung' di Padang Sidempuan, tetapi di
pentas pendidikan nasional dan pentas akademik internasional, jasanya tertulis
dengan tinta emas dan cetak tebal di berbagai artikel. Karya-karya Soetan
Casajangan di abad teknologi informasi ini tersimpan dengan baik di puluhan
library uiniversitas terkenal di berbagai negara yang bisa diakses. Soetan
Casajangan meninggalkan nama baiknya, reputasinya dan keteladanannya dalam
bentuk tulisan. Gagasan, pemikiran dan tindaklanjut disuarakan lewat tulisan (artikel
dan buku) yang sudah diketahui oleh bangsa asing, tetapi sangat kurang oleh
bangsanya sendiri. Suaranya telah didengar oleh para ahli/pakar Belanda di masa
lalu. Lantas mengapa para ahli/pakar Indonesia pada masa ini tidak/belum
mengakuinya?,
Sejarah IPB Bogor dan
Andi Hakim Nasution
Nama Andi Hakim Nasution sangat dikenang oleh
alumni-alumni Institut Pertanian Bogor (IPB), tidak hanya karena pernah
menjabat rektor IPB selama dua periode (1978-1987) tetapi juga karena
kepeloporannya merekrut siswa berprestasi dari seluruh penjuru tanah air untuk
kuliah di IPB tanpa tes masuk PTN. Model ini telah diadopsi semua PTN unggulan
di Indonesia. Andi Hakim Nasution tidak hanya dikenal sebagai tokoh pendidikan
nasional pada masa kini, tetapi juga dikenal luas di lingkungan akademik
internasional. Reputasi Andi Hakim Nasution telah ditabalkan oleh pemimpin IPB sebagai
nama gedung rektorat IPB dan juga ditabalkan oleh Pemda Kota Bogor sebagai nama
jalan di Kota Bogor.
Prof. Dr. Ir. Andi Hakim
Nasution, Msc, Ph.D adalah anak Dr. Anwar Nasution, lulusan Veeartsen School (Sekolah
Kedokteran Hewan) di Buitenzorg pada tahun 1928 (lihat Bataviaasch nieuwsblad,
22-05-1928). Anwar Nasution diterima
di Veeartsen School tahun 1922 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 23-05-1923).
Sebagaimana disebutkan di atas, alumni angkatan pertama Veeartsen School adalah
Sorip Tagor tahun 1912. Setelah beberapa tahun menjadi asisten dosen Sorip
Tagor melanjutkan studi ke Utrecht tahun 1915 (dokter hewan pertama yang
melanjutkan studi ke luar negeri). Alumni angkatan kedua adalah Alimoesa
Harahap (lulus 1913). Soetan Casajangan setelah pulang ke tanah air tahun 1913,
sebelum ditempatkan tahun 1915 di Sekolah Radja di Fort de Kock diangkat
menjadi guru di sekolah Eropa di Buitenzorg. Pada tahun 1914 Abdoel Azis Nasution
gelar Soetan Kenaikan lulus di Middelbare Landbouwschool (Sekolah Menengah
Pertanian). Soetan Kenaikan adalah
lulusan pertama (Middelbare Landbouwschool dibuka 1911). Saat Soetan Casajangan
di Buitenzorg tentu saja telah bertemu Sorip Tagor, Alimoesa dan Soetan
Kenaikan. Salah satu siswa-siswa berikutnya yang diterima Middelbare
Landbouwschool Djohan Nasoetion pada tahun 1919. Djohan ditempatkan dikampung
halamannnya di Residentie Tapanoeli (De Indische courant, 22-10-1936). Djohan Nasoetion cukup lama menjabat
di pos di Padang Sidempoean, ibukota Afdeeling Padang Sidempoean, Residentie
Tapanoeli. Djohan Nasoetion adalah ayah dari Prof. Dr. Ir. Lutfi Ibrahim
Nasution, MSc, Ph.D (guru besar IPB dan mantan Kepala BPN).
Pada tahun 1940 Middelbare Landbouwschool dan Veeartsen
School dilebur dan kemudian menjadi Landbouw Hogeschool (Sekolah Tinggi
Pertanian). Sejak 31 Oktober 1941 Sekolah Tinggi Pertanian ini dikenal sebagai
Landbowkundige Faculteit sebagai salah satu cabang (fakultas) dari Universiteit
van Indonesia (Faculty of Agriculture, University of Indonesia).
Dalam perkembangannya,
sejak 1950 berubah nama menjadi Fakultas Pertanian, Universitas Indonesia yang
kemudian pada 1 September 1963 fakultas tersebut dibentuk menjadi universitas
yang dikenal sekarang Institut Pertanian Bogor (IPB).
Universiteit van Indonesie awalnya digagas tahun 1941 dan
telah memulai perkuliahan. Namun tiba-tiba terjadi pendudukan Jepang. Pada
tahun 1946 universitas ini (setelah Belanda datang kembali) direalisasikan
dimana di Buitenzorg akan ditempatkan Faculteit der Landbouwwetenschap yang
merupakan sekolah tinggi veteriner (Nederlandsch Indiche Veeartsenschool) di
Babakan (Taman Kentjan) dan sekolah menengah pertanian (Middelbare
Landbouwschool) di Pantjasan. Faculteit der Landbouwwetenschap ini akan
dipusatkan di dua kampus lama di Taman Kentjana (veteriner) dan Baranangsiang
(landbouw).
Pada bulan Desember 1947
ada wacana untuk memindahkan Universiteit van Indonesie dari Batavia (Jakarta)
ke Buitenzorg (Bogor). Alasannya lebih banyak kesempatan perumahan daripada di
ibukota yang penuh sesak. Akan tetapi, pertanyaan besarnya adalah dimana
universitas itu ditempatkan. Lalu dibentuk suatu komite untuk melakukan studi
kelayakan. Hasilnya tidak ada keberatan dari pemerintah (Belanda) untuk menggunakan
Istana Buitenzorg sebagai kandidat universitas. Sejumlah professor dari Belanda
sudah dikontak untuk bergabung. Pemindahan pertama akan dilakukan bagi Fakultas
Pertanian dan Kedokteran Hewan (landbouwkundige en de veterinaire faculteit)
yang kebetulan ada di Buitenzorg (Bogor). Namun tidak bisa direalisasi segera
karena militer masih menjadikannya sebagai garnisum (lihat Het dagblad: uitgave
van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 16-12-1947). Situasi dan kondisi
masih perang antara militer Belanda dengan militer/laskar Indonesia). Dalam
perkembangannya, komite untuk persiapan Universiteit van Indoensie di Butenzorg
(yang salah satu anggotanya Prof. Husein Djajanegara) membatalkan niat untuk
pemusatan semua fakultas di Istana Buitenzorg karena terlalu sempit (lihat De
locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 08-04-1948).
Fakultas Pertanian dan Kedokteran Hewan sudah memulai
aktivitas namun secara seremonial baru diresmikan pada tahun tanggal 20
November 1948. Peresmian Fakultas Pertanian dan Kedokteran Hewan (faculteiten
van landbouwwetenschap en van diergeneeskunde) ini berlangsung di gedung Umum
Balai Penelitian Pertanian yang dihadiri senat Universiteit Indonesie di
Buitenzorg (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te
Batavia, 13-11-1948). Namun perkuliahan belum efektif karena masih terjadi
perang di sekitar Buitenzorg (De nieuwsgier, 22-11-1948).
Untuk menyukseskan
Fakultas Pertanian dan Kedokteran Hewan di Buitenzorg pemerintah mengganggap
perlu melakukan rekonstruksi gedung. Departemen PU (departement van Waterstaat
en Wederopbouw) telah membuat kompetisi desain. Juri telah menentukan pemenang.
Pemenang pertama dengan judul ‘A 365’ dari
Ingenieursbureau Ingeneger en Vrijburg di Bandoeng dan pemenang ketiga adalah
dengan judul ‘Studie’ oleh Friedrich Silaban, directeur Gemeentewerken te
Buitenzorg. Desain akan dipamerkan pada minggu pertama bulan Februari di
Landbouw Hogeschool di Buitenzorg (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en
advertentie-blad, 26-01-1949). Landbouw Hogeschool kemudian menjadi Institut
Pertanian Bogor tahun 1963.
Sejarah Universitas Indonesia; Dokter Pertama Luar Jawa Berasal dari Mandailing dan Angkola (1854)
Logo Technische Hoogeschool te Delft |
Namun demikian,
secara dejure ITB tidak mengakui hari kelahiran pada tahun 1920 tetapi lebih
memilih hari kelahiran pada tahun 1959 (2 Maret). Boleh jadi ini karena ingin
memisahkan diri UI (Universitas Indonesia) sebagai wujud pemekaran. Sebelumnya
(1950-1959) ITB adalah bagian dari UI dengan nama Fakultas Teknik dan Fakultas
Ilmu Pasti dan Ilmu Alam Universitas Indonesia. Hal serupa juga, setali tiga
uang dengan Institut Pertanian Bogor/IPB yang memekarkan diri dari UI pada
tahun 1963 (sebagai tahun hari jadinya).
Universitas
Indonesia (UI) sendiri mengklaim hari jadinya pada tahun 1851. Angka ini paling
tidak diabadikan di tembok perpustakaan UI yang baru di Depok (veritas,
probitas, iustitia/benar, jujur, adil). Tahun 1851 diacu oleh UI karena tahun itu
dibentuk perguruan tinggi pelatihan (kweekschool) dokter pribumi. Jika tahun
1851 sebagai hari kelahiran UI maka hanya beda sembilan tahun saat pendirian
cikal bakal TU Delft (1842).
Perguruan tinggi
pelatihan (kweekschool) dokter pribumi yang dibentuk pada tahun 1851
diselenggarakan het militair hospitaal te Weltevreden atau di rumah sakit
militer di Weltevreden (kini RSPAD) Jakarta Pusat. Sekolah kedokteran ini
kemudian diubah namanya menjadi Docter Djawa School. Pada tahun 1902 Docter
Djawa School (kurikulum lima tahun) diubah namanya menjadi STOVIA (kurikulum
tujuh tahun). Lalu pada tahun 1924 statusnya ditingkatkan dan nama STOVIA
diubah menjadi Geneeskundige Hoogeschool. Pada era perang kemerdekaan, semua
perguruan tinggi (kedokteran, teknik, kedokteran hewan dan lainnya) yang sudah
eksis di era kolonial Belanda, disatukan Belanda menjadi Nood-Universiteit van
Nederlandsch Indie dan kemudian namanya diubah menjadi Universiteit van
Indonesie (1946-1950).
Perguruan
tinggi pelatihan (kweekschool) dokter pribumi tahun 1851 memiliki kurikulum dua
tahun. Nama docter djawa school kali pertama muncul di surat kabar pada tahun
1856 (De Oostpost:
letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad,
06-02-1856). Lima tahun kemudian
kurikulumnya ditingkatkan menjadi tiga tahun. Pada tahun 1870an kurikulumnya
ditingkatkan lagi menjadi lima tahun.
Het nieuws van den dag voor NI, 27-11-1902 |
Alumni
Docter Djawa School yang paling terkenal adalah Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo
(menjadi nama RSCM Jakarta). Dua orang teman sekelas Tjipto Mangoenkoesoemo di
Docter Djawa School adalah Abdul Hakim
dan Abdul Karim dari Padang Sidempoean (lihat guntingan surat kabar Het nieuws van den dag voor NI,
27-11-1902). Dr, Abdul Hakim Nasution ditempatkan di Padang dan kelak menjadi
Wali Kota pertama Kota Padang. Putra Dr. Abdul Hakim bernama Egon Hakim adalah
sama-sama berangkat studi ke Leiden dengan saudara sepupunya Gele Haroen dan
Masdoelhak. Pada saat pendudukan Jepang, Egon Hakim menyelamatkan Ir. Soekarno
di Padang. Mr. Egon Hakim adalah menantu MH Thamrin (di era kolonial Belanda
hanya ada dua wakil wali kota yang berasal dari pribumi yakni Dr. Abdul Hakim
di Padang dan MH Thamrin di Batavia). Sedangkan Dr. Abdul Karim (Lubis?)
ditempatkan di Fort van der Capellen (kini Batusangkar). Eny Karim, Menteri
Pertanian di era Soekarno besar dugaan adalah anak Dr. Abdul Karim. Catatan:
Dr. Tjipto adalah mentor Ir. Soekarno (PNI). Dr. Abdul Hakim dan Dr. Abdul
Karim adalah dua tokoh awal PNI di Sumatra Barat. Apakah afiliasi politik ini
karena ketiganya pernah sama-sama satu kelas di Docter Djawa School?
Hingga tahun
1920 (sejak 1854) jumlah dokter asal Padang Sidempuan sebanyak 52 dokter (tidak
termasuk yang tengah studi di STOVIA di Batavia dan yang studi langsung ke
Belanda. Afdeeling kecil yang hanya membutuhkan dua dokter menjadi surplus
dokter. Ayah Dr. Ida Loemongga (perempuan Indonesia pertama bergelar Ph.D)
adalah alumni Docter Djawa School 1902, lulusan ELS Padang Sidempoean, 1897).
Salah satu alumni STOVIA yang terkenal adalah Radjamin Nasution (sekelas dengan
Soetomo). Di era pendudukan Jepang, Dr. Radjamin Nasution adalah Wakil Wali
Kota Soerabaja. Pada era republik (Pasca Kemerdekaan RI), Dr. Radjamin Nasution
diangkat Ir. Soekarno sebagai Wali Kota pertama Kota Soerabaja.
Universiteit
van Indonesie merupakan universitas yang terdapat di beberapa tempat dengan
enam fakultas. Fakultas kedokteran (ex. Geneeskundige Hogeschool); Faculteit
der Letteren en Wijsbegeerte; Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial (ex. Rechtshogeschool)
di Batavia (Jakarta); Fakultas teknik (ex. Technische Hogeschool) dan Fakultas
eksak di Bandoeng, serta Fakultas Faculteit van Landbouwwetenschap di
Buitenzorg (Bogor).
Mahasiswa
Indonesia yang mulai aktif kuliah lalu ikut berjuang untuk Kemerdekaan
Indonesia. Ida Nasoetion (departemen sastra) dan G. Harahap (dari departemen
jurnalistik) menggagas didirikannnya persatuan mahasiswa Universiteit van
Indonesie yang diresmikan tanggal 20 November 1947 dengan nama Perhimpunan
Mahasiswa Universitas Indonesia (PMUI). Setelah empat bulan menjadi presiden
(ketua) PMUI, Ida Nasoetion dilaporkan koran Nieusgier diculik tanggal 23 Maret
1948 di Buitenzorg. Ida Nasoetion hilang selamanya dan diduga kuat dibunuh oleh
intelijen dan tentara Belanda.
Para Pemimpin
Mahasiswa
Tiga Pionir Pendiri Organisasi Mahasiswa Indonesia |
Organisasi mahasiswa PMUI kelak menjadi cikal
bakal Dewan Mahasiswa. Pada tahun 1952 di Universitas Indonesia di Djakarta
yang merupakan fakultas-fakultas di Djakarta dan fakultas-fakultas di Bogor
dibentuk dewan mahasiswa yang diketuai oleh Widjojo Nitisastro. Sementara di Universitas Indonesia di Bandoeng yang
merupakan gabungan dari dua fakultas (teknik dan eksak) dibentuk dewan
mahasiswa (cikal bakal dewan mahasiswa ITB) yang diketuai oleh Januar Hakim Harahap. Pada tahun 1957 dua dewan
mahasiswa di bawah Universitas Indonesia tersebut disatukan dengan nama Dewan
Mahasiswa Universitas Indonesia yang diketuai oleh Hasan Rangkuti. Pada generasi
selanjutnya, salah satu tokoh utama Dewan Mahasiswa UI adalah Hariman Siregar
kelahiran Padang Sidempuan yang terkenal dengan Peristiwa Malari tahun 1974. Untuk sekadar diketahui,
Januar Hakim Harahap, Hasan Rangkuti dan Hariman Siregar juga berasal dari Padang
Sidempuan. Ir. Januar Hakim Harahap adalah Ketua Komite Persiapan Pembangunan
Jalan Tol Cipularang.
*Dikompilasi oleh
Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang
digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan
peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena
saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber
primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi
karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang
disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan
kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar