Hari Pahlawan adalah hari memperingati para pahlawan Indonesia. Hari Pahlawan di semua kota-kota di Indonesia dimulai pada tahun 1950. Hari Pahlawan di Kota Surabaya tahun 1951 Presiden Soekarno hadir. Dalam kegiatan memperingati Hari Pahlawan di Kota Surabaya, 10 November 1951 Presiden Soekarno melakukan peletakan batu pertama pembangunan Tugu Pahlawan (Nieuwe courant, 03-11-1951).
Tugu Pahlawan di Surabya (foto 1960) |
Mengapa Hari
Pahlawan Telat di Medan?
Peringatan
Hari Pahlawan pada tahun 1949 sudah diadakan di kota-kota besar di Indonesia:
Djogjakarta, Djakarta, Soerabaja, dan Padang. Lantas mengapa di Kota Medan
belum ada yang memperingatinya? Peringatan Hari Pahlawan di Kota Medan baru
diadakan pada tahun 1950 (Het nieuwsblad voor Sumatra, 02-11-1950).
Pada tahun 1949
Kota Medan belum bisa dikuasai oleh para Republiken. Kota Medan masih dikuasai
oleh penduduk Indonesia yang masih terikat dan berafiliasi serta bekerjasama
dengan Belanda. Para Republiken pada tahun 1949 masih bertempur melawan militer
Belanda di Tapanoeli khususnya di Kota Padang Sidempoean. Area Padang
Sidempoean adalah area pertempuran Indonesia terakhir dimana para Republiken
melawan militer Belanda.
Mengapa Peringatan Hari Pahlawan Telat Diadakan di Medan?
Peringatan Hari Pahlawan pada tahun 1949
sudah diadakan di kota-kota besar di Indonesia: Djogjakarta, Djakarta,
Soerabaja, dan Padang. Lantas mengapa di Kota Medan belum ada yang
memperingatinya? Peringatan Hari Pahlawan di Kota Medan baru diadakan pada
tahun 1950 (Het nieuwsblad voor Sumatra, 02-11-1950).
Pada tahun 1949 Kota Medan belum bisa dikuasai oleh para
Republiken. Kota Medan masih dikuasai oleh penduduk Indonesia yang masih
terikat dan berafiliasi serta bekerjasama dengan Belanda. Para Republiken pada
tahun 1949 masih bertempur melawan militer Belanda di Tapanoeli khususnya di
Kota Padang Sidempoean. Area Padang Sidempoean adalah area pertempuran
Indonesia terakhir dimana para Republiken melawan militer Belanda.
Agresi Militer Belanda II: Kota Padang Sidempuan Dilakukan Bumi Hangus (Padang Sidempuan Lautan Api)
Agresi Militer Belanda II dimulai tanggal 19
Desember 1948 yang bermula di Yogyakarta, ibu kota Indonesia. Pada saat
serangan ini sejumlah pemimpin ditangkap termasuk Soekarno, Mohammad Hatta dan Sjahrir.
Lalu para pemimpin ini diasingkan ke berbagai tempat. Presiden Soekarno, Sutan
Sjahrir, dan Haji Agus Salim ditempatkan di Brastagi dan Parapat. Pemimpin
lainnya seperti Mohammad Hatta ditempatkan di Bangka.
Pada hari serangan ini, yang pertama dicari oleh
intelijen/militer Belanda adalah Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D. seorang ahli
hukum muda yang brillian (lulus Suma Cumlaude), alumni sekolah hukum
Universiteit Leiden yang menjadi penasehat hukum (internasional) Soekarno dan
Mohammad Hatta di Djogjakarta. Masdoelhak Nasution orang Republiken pertama ditembak
mati di ladang jagung di Pakem tanggal 21 Desember 1948. Dewan Keamanan PBB
marah besar setelah mengetahui Masdoelhak ditembak mati. Pimpinan organisasi
bangsa-bangsa yang berkantor di New York meminta sebuah tim netral di Kerajaan Belanda
untuk melakukan penyelidikan segera atas kematian Dr. Mr. Masdoelhak Nasoetion
di Yogyakarta 21 Desember 1948. Reaksi cepat badan PBB ini untuk menanggapi
berita yang beredar dan dilansir di London sebagaimana diberitakan De
Heerenveensche koerier: onafhankelijk dagblad voor Midden-Zuid-Oost-Friesland en
Noord-Overijssel, 01-02-1949. Koran ini mengutip pernyataan pers dari kepala
kantor Republik Indonesia di London yang pernyataannya sebagai berikut:
‘sejumlah intelektual terkemuka di Indonesia, diantaranya Masdulhak, seorang
penasihat pemerintah dibunuh hingga tewas tanpa diadili’. Akhirnya dilakukan penyelidikan
segera, hasilnya dari ruang sidang dilaporkan De waarheid, 25-02-1949: ‘Kejadian
ini bermula ketika Belanda mulai menyerang Yogya pukul lima pagi, 19 Januari
1948, tentara Belanda bergerak dan intelijen bekerja. Akhirnya pasukan Belanda
menemukan dimana Masdoelhak. Lalu tentara menciduk Masdoelhak di rumahnya di
Kaliurang dan membawanya ke Pakem di sebuah ladang jagung. Masdoelhak di rantai
dengan penjagaan ketat dengan todongan senjata. Selama menunggu, Masdoelhak
hanya bisa berdoa dan makan apa adanya dari jagung mentah.Akhirnya setelah
beberapa waktu, beberapa tahanan berhasil dikumpulkan, total berjumlah enam
orang. Lalu keenam orang ini dilepas di tengah ladang lalu diburu,
dor..dor..dor. Masdoelhak tewas ditempat. Seorang diantara mereka (Mr. Santoso,
Sekjen Kemendagri) terluka sempat berhasil melarikan diri, tetapi ketika di
dalam mobil dalam perjalanan ke Yogya dapat dicegat tentara lalu disuruh
berjongkok di tepi jalan lalu ditembak dan tewas ditempat.Jaksa penuntut umum
menganggap pembunuhan ini sebagai ‘pembunuhan pengecut’.
Setelah militer Belanda menguasai Djogjakarta
maka yang terjadi: Pertama, ibukota Republik Indonesia dipindahkan ke
Bukittinggi dengan dibentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
pada tanggal 22 Desember 1948 (dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara). Kedua, Kolonel
Abdul Haris Nasution, sebagai Panglima Teritorium Jawa mulai bekerja dan menyusun
rencana pertahanan rakyat semesta serta membentuk kantong-kantong gerilya di
seluruh Pulau Jawa. Kolonel Abdul Haris Nasution memerintahkan eks pasukannya
Komando Siliwangi kembali ke Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama Long
March Siliwangi. Namun di Jawa Barat Pasukan Siliwangi dihadang oleh gerombolan
DI/TII.
Dengan sepengetahuan Kepala Staf Angkatan Perang,
Sudirman dan Wakil Kepala Staf Angkatan Perang TB Simatupang, dengan rencana serangan strategis, Kolonel Abdul
Haris Nasution memerintahkan Komando Panglima Divisi III untuk melakukan
serangan ke Djojakarta. Penyeranagan yang dilakukan pada tangga l Maret 1949 di
bawah komando lapangan Soeharto. Serangan ini dikenal sebagai Serangan Umum ke Djogjakarta.
Militer Indonesia sempat menduduki Djogjakarta selama enam jam. Namun setelah
itu Djogjakarta kembali dikendalikan oleh militer Belanda.
Sebagaimana di Djogjakarta, di sejumlah
tempat di Indonesia terjadi pertempuran yang serupa. Di Tapanuli militer
Belanda mengawali serangan di Sibolga baik dari laut, darat dan maupun udara. Kota
Sibolga jatuh ke tangan pasukan Belanda pada tanggal 20 Desember 1948. Oleh
karena Belanda mengetahui ibukota RI telah pindah ke Bukittinggi dengan PDRI,
militer Belanda mulai merangsek menuju Bukittinggi melalui utara via Padang
Sidempuan.
Pada saat Medan masih kampung, Padang Sidempoean sudah kota |
De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad,
04-01-1949 (Pemurnian Sumatera): ‘Dari sumber-sumber resmi bertanggal 1 ini
dikomunikasikan..pasukan Belanda telah menduduki tempat di Sumatera, Padang Sidempoean (tenggara dari Sibolga) TNI
telah dimurnikan (didesak keluar kota). Di Yogya sebanyak 169 mantan perwira
TNI telah melaporkan diri (penghianat republik)’.
Leeuwarder courant: hoofdblad van Friesland, 07-01-1949:
‘..Di Padang Sidempoean kantor-kantor pemerintah dan juga markas dari TNI
dibakar. Kondisi penduduk di bagian selatan Tapanoeli tampaknya kurang
menguntungkan daripada di bagian utara.’
Het nieuwsblad voor Sumatra, 11-01-1949: ‘Di Tapanoeli
TNI dan laskar republik telah mundur ke gunung..di sini tidak ada kebijakan
bumi hangus yang diterapkan kecuali di Padang Sidempoean, Selatan Tapanoeli.
Penduduk diminta meninggalkan kota, diancam dengan pembalasan jika mereka
bekerja sama dengan Belanda’
Pemerintah RI Kabupaten Tapanuli Selatan
pimpinan Bupati, Sutan Doli Siregar, Patih, Ayub Sulaiman Lubis, dan Wedana
Maraganti Siregar dan kepala persediaan makanan rakyat Kalisati Siregar juga
telah meninggalkan Padang Sidempuan menuju Sipirok. Lantas mereka ini
meneruskan perjalanan ke Panyabungan.
Kalisati Siregar adalah alumni sekolah ekonomi di
Batavia.yang kemudian berdinas di Kantor Statistik di Batavi, Pada masa
pendudukan Jepang, Kalisati pulang kampung di Padang Sidempuan. Atas
kemampuannya, pemerintah pendudukan Jepang di Padang Sidempuan mengangkat
Kalisati menjadi Kepala Kantor Perdagangan. Kalisati Siregar kelak dikenal
sebagai ayah dari Hariman Siregar (Ketua Dewan Mahasiswa UI dan tokoh penting peristiwa
Malapetaka 15 Januari 1974/Malari).
Di Sipirok, perlawanan terhadap serangan
pasukan Belanda dilakukan oleh AGS (Angkatan Gerilya Sipirok) pimpinan Sahala
Muda Pakpahan yang bertugas sebagai komandan dengan wakilnya Maskud Siregar.
AGS ini baru dilantik oleh Wedana sekaligus PPK (Pimpinan Pertahanan
Kewedanaan) Sipirok pada tanggal 3 Januari 1949 dibawah komando Brigade-B
pimpinan Mayor Bejo.
Maskud Siregar kelak dikenal sebagai ayah dari Dr. Arifin
Siregar, seorang ekonomi lulusan negeri Belanda. Setelah berkecimpung di
lembaga-lembaga internasional diluar negeri Arifin Siregar diminta pulang ke
tanah air untuk membantu tugas-tugas negear. Arifin M. Siregar (Arifin Maskud
Siregar) pernah menjadi Gubernur Bank Indonesia, Menteri Perdagangan dan Dubes
Indonesia untuk negara Belanda.
Pada tanggal 5 Januari 1949 pasukan republik
melancarkan serangan terhadap Belanda yang menduduki Padang Sidempuan dari
Sipirok, dan berhasil masuk ke dalam kota. Akan tetapi balasan mortir yang
bertubi-tubi dihamburkan pasukan Belanda bukan imbangan pasukan republik.
Pasukan republik ini harus mundur dan kembali ke Sipirok dengan membawa serta
anggota yang gugur dan terluka.
Pada tanggal 21 Januari 1949 kota Sipirok diserang oleh
pasukan Belanda dan Pemerintahan RI di kota itu terpaksa mengungsi ke Arse dan
markas AGS terpaksa dipindahkan ke Bukit Maondang (tiga kilometer dari
Sipirok). Pada tanggal 30 Januari 1949, Binanga Siregar selaku Wakil Residen
Tapanuli mengunjungi Bukit Maondang dan Arse di Tapanuli Selatan untuk menyaksikan
dari dekat pertahanan republik di garis depan (Residen adalah Abdul Hakim Harahap). Pada tanggal 1 Februari 1949
Ayub Sulaiman Lubis dan Kalisati Siregar berangkat ke Angkola Jae untuk
melanjutkan perjalanan ke Mandailing. Keesokan harinya jalan yang sama dilalui
pula oleh Binanga Siregar, Sutan Doli Siregar, Sutan Hakim Harahap, dan
Maraganti Siregar. Mengetahui pemerintah Tapanuli Selatan telah meninggalkan
Sipirok, maka pada tanggal 17 Februari 1949 pasukan Belanda melanjutkan
serangannya ke Bunga Bondar. Pada tanggal 8 Mei 1949, serdadu-serdadu Belanda
berikut kendaraan lapis baja mereka meneruskan penyerangan ke Arse. Meski dalam
setiap langkah agresi yang dilakukan pasukan Belanda, pasukan Republik
menunjukkan perlawanan. Akhirnya pemerintah Tapanuli Selatan terpaksa mengungsi
meninggalkan Arse menuju Simangambat.
Dengan jatuhnya kota Padang Sidempuan ke
tangan pasukan Belanda dan kekalahan yang dialami pasukan dan laskar rakyat,
maka di wilayah pertahanan RI ini di Huta Goti diadakan perundingan yang
melibatkan berbagai komponen pertahanan yang berada ada di luar kota Padang
Sidempuan. Tujuan diadakan perundingan ini untuk menyusun strategi dalam
merebut kota Padang Sidempuan dari tangan pasukan Belanda. Kekuatan perlawanan
terhadap pasukan Belanda tersebut meliputi pasukan yang terdiri dari MMB-I
Sumatera pimpinan Iptu Ibnu, pasukan MBK Tapanuli dan Kompi Brigade-B yang
dipimpin Kapten Robinson Hutapea serta laskar rakyat yang dipimpin Letnan
Sahala Muda Pakpahan dengan dukungan masyarakat. Dalam pertempuran yang
direncanakan secara matang dan terkoordinasi dengan baik terjadi cukup alot.
Pertempuran yang berlangsung selama tiga hari akhirnya dapat merebut kembali
kota Padang Sidempuan.
Setelah kota Padang Sidempuan direbut, pasukan Belanda
mundur ke Batangtoru. Namun baru berselang enam jam kota Padang Sidempuan ke
pangkuan ibu pertiwi, tiba-tiba secara mendadak muncul dua pesawat tempur di
langit Padang Sidempuan dan menembaki kota yang disusul dengan pasukan Belanda
yang melakukan putar balik di Batangtoru. Suasana panik dan serangan darat dari
pasukan Belanda dari arah Batangtoru tidak mampu ditahan oleh gabungan pasukan
dan terpaksa harus mundur secara bertahap ke Huta Goti, Huta Pijorkoling, Huta
Pintu Padang dan akhirnya konsolidasi untuk bertahan di Huta Huraba.
Pasukan Belanda yang sudah menguasai wilayah
Padang Sidempuan tampaknya belum puas dan khawatir terjadi lagi perlawanan
balik. Pasukan Belanda menyusun rencana strategis baru untuk melumpuhkan lawan
dan memukul mundur sejauh-jauhnya dari Padang Sidempuan. Karena itu, pada
tanggal 5 Mei 1949 sekitar pukul 04.00.WIB pasukan Belanda mulai melakukan
penyerangan terhadap lawan yang dilaporkan membuat pertahanan berupa benteng di
Huta Huraba. Rencana penyerangan dimulai dari Pijorkoling dengan taktik
serangan ‘holistik’ dengan cara mengepung dari empat jurusan. Pasukan Belanda
dalam hal ini dibantu oleh dua orang penunjuk jalan (scout) yang desersi dari
anggota MBK Tapanuli yang bernama Makaleo dan Syamsil Bahri. Dalam serangan
Belanda yang tidak diduga pasukan RI ini berhasil merebut Benteng Huraba.
Pasukan MBK Tapanuli dan Brigade-B mundur ke Huta Tolang.
Posisi Benteng Huraba yang diduduki pasukan Belanda ini
sangat strategis dan menjadikannya garis front utama untuk mempertahankan
wilayah Padang Sidempuan. Karena itu pasukan Belanda waktunya untuk melakukan
pertahanan di Benteng Huraba. Sementara itu, di Huta Tolang, Komandan MBK yang
datang dari Panyabungan mengumpulkan seluruh pasukan yang ada dan melakukan
konsolidasi untuk penyerangan balasan terhadap pasukan Belanda yang sudah
bertahan di Benteng Huraba. Dalam pertempuran di Benteng Huraba ini pasukan
gabungan memulai penyerangan pada saat fajar dengan menggunakan mortir.
Pertempuran ini terjadi sangat heroik dan membuthkan waktu. Baru pukul
16.30.WIB pasukan gabungan berhasil memenangkan pertempuran dan Benteng Huraba
dapat direbut kembali. Pasukan Belanda yang dikalahkan mundur ke Padang
Sidempuan. Dalam pertempuran ini ditaksir cukup besar kerugian yang dialami
oleh pihak pasukan gabungan baik jiwa maupun materi. Dari anggota pasukan MBK
Tapanuli sendiri yang gugur terdapat sebanyak 11 orang dan dari pasukan
Brigade–B sebanyak 16 orang. Sementara dari barisan laskar dan rakyat yang
tergabung dalam pertempuran itu tidak pernah tercatat berapa orang yang sudah
gugur dalam pertempuran yang heroik itu.
Meski Padang Sidempuan telah dikuasai pasukan
Belanda, paling tidak Benteng Huraba masih bisa dipertahankan. Area Benteng
Huraba adalah area yang sangat sempit diantara dua lajur pegunungan Bukit
Barisan yang merupakan jalan akses menuju Panyabungan (ibukota Tapanuli Selatan
yang baru) dan jalan menuju ibukota RI di Bukit Tinggi.
Agresi Militer Belanda II diumumkan berakhir tanggal 13
Juli 1949 setelah lebih dahulu dilakukan Perjanjian Roem-Royen tanggal 7 Mei
1949 yang mana disepakati antara lain tentang penghentian tembak menembak dan pengembalian
Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta.
Mengapa baru tanggal 3
Agustus 1949 terjadi gencatan senjata di area pertempuran Padang Sidempoean? Sementara
di daerah lain sudah melakukan gencatan senjata. Ini semua karena proses pembukaan
kembali ibukota RI di Yogyakarta dan penutupan ibukota RI di Bukittinggi.
Setelah benar-benar ibukota RI di Bukittinggi tidak perlu dijaga, maka baru
benteng Huraba benar-benar melakukan gencatan senjata. Oleh karenanya, area
pertempuran Padang Sidempoean adalah area pertempuran terakhir RI dalam Agresi
Militer II. Sejak gencatan senjata tanggal 3 Agustus 1949, Residen Tapanoeli
Abdul Hakim Harahap baru merasa lega. Tidak ada lagi ketegangan di area
pertempuran Padang Sidempoean. Abdul Hakim Harahap lalu kemudian menjadi salah
satu wakil RI ke KMB di Den Haag. Keutamaan Abdul Hakim Harahap dalam KMB
karena tiga hal: (1) Residen Tapanoeli yang masih aktif, (2) Ahli ekonomi di
era kolonial Belanda, dan (3) menguasai tiga bahasa asing, Belanda, Inggris dan
Perancis. Pimpinan RI ke KMB adalah Mohammad Hatta (Wakil Presiden). Abdul
Hakim Harahap adalah gubernur pertama setelah Provinsi Sumatra Utara terbentuk
tahun 1951.
Peringatan Hari Pahlawan di Medan Kali Pertama Dilakukan Tahun 1950
Pertempuran di Padang Sidempoean selama
Agresi Militer Belanda II begitu alot. Benteng Huraba adalah batas antara area
yang dapat dikuasai oleh militer Belanda dengan area yang tidak dapat ditembus
oleh militer Belanda. Wilayah di belakang Benteng Huraba ini adalah kampung
halaman Kolonel Abdul Haris Nasution, jalan menuju Bukittinggi yang menjadi
ibukota RI dipengungsian. Pertempuran di area Padang Sidempoean yang berpusat
di Benteng Huraba adalah pertempuran terakhir di Indonesia yang mana gencatan
senjata baru terjadi pada tanggal 3 Agustus 1949.
Para pejuang di Padang Sidempoean, laskar dan TNI baru
sedikit lega dan menarik napas. Sementara di berbagai tempat di Indonesia sudah
dipersiapkan peringatan Hari Pahlawan. Para pejuang di Padang Sidempoean tidak tahu
bahwa Hari Pahlawan di tempat lain telah diperingati. Hal ini karena tidak ada
akses informasi. Mereka sudah gencatan senjata, para pejuang di Benteng Huraba seakan
terkurung di antara markas-markas Belanda di Padang Sidempoean dan di
Bukittinggi.
Pasca pengakuan kedaulatan RI (hasil KMB di
Den Haag), dan serah terima di berbagai kota (antara Belanda dan Republiken)
para pejuang di Padang Sidempoean baru benar-benar bebas. Serah terima di Medan
dari pihak republik dilakukan oleh Dr. Djabangoen Harahap (Wakil Ketua Front
Medan). Ketua Front Medan GB Josua Batubara
(tidak hadir). Dalam perkembangannya para pejuang di Tapanoeli,
khususnya di Padang Sidempoean yang kemudian mengisi jabatan-jabatan strategis
di Kota Medan. Sebagaimana diketahui selama ini di Medan telah dibentuk negar
boneka Negara Sumatra Timur (yang bekerjasama dengan Belanda) para pentolannya
telah menyingkir atau disingkirkan.
Oleh karena itu peringatan Hari Kemerekaan RI (17
Agustus) dan Hari Pahlawan (10 November) baru tahun 1950 dilaksanakan di Kota
Medan, Khusus untuk peringatan Hari Pahlawan ditandai dengan bunyi Sirine pada
pukul enam pagi yang yang mana selama sepuluh menit semua kendaraan berhenti
dan setiap orang melakukan hening cipta. Hari Pahlawan dipusatkan di Lapangan
Esplanade (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 02-11-1950).
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Indonesia memiliki pejuang dengan semangat yang hebat
BalasHapus