Semua telah berubah dan semua telah mengalami relokasi kecuali satu situs, yakni lokasi masjid kuno yang kini lebih dikenal sebagai Masjid Agung Kota Semarang. Lokasi masjid tua Semarang ini sudah terdeteksi keberadaannya pada era VOC. Situs lain di area masjid ini adalah rumah Bupati Semarang, alun-alun, kauman (lingkungan warga Islam) dan pasar. Masjid Tua Semarang atau Masjid Agung Kauman Semarang kini dengan posisi GPS berada di hook Jalan Alun-Alun Barat dan Jalan Pasar Johar.
Peta Kota Semarang, 1741 |
Dengan
mengacu pada dokumen kuno, peta-peta yang dibuat pada era VOC dengan
membandingkan situasi dan kondisi di lokasi tersebut pada era digital ini,
hanya situs masjid yang tetap berada di tempatnya. Ini mengindikasikan bahwa
situs masjid kuno Semarang yang tidak lain adalah lokasi Masjid Agung Kauman
Semarang dapat dikatakan (satu-satunya) adalah situs tertua di Kota Semarang.
Situs penting di sekitar adalah benteng (casteel) Semarang, namun situs ini di
awal era Pemerintahan Hindia Belanda sudah dibongkar.
Kraton dan
Masjid
Rumah
Bupati yang juga sekaligus berfungsi sebagai pusat pemerintahan disebut Kraton.
Penggunaan nama kraton mengikuti terminologi untuk sebutan kediaman
raja/sultan. Rumah Bupati Semarang menurut Peta VOC 1719 berada di arah hulu
sisi barat sungai Semarang. Pada peta ini disebut Dalam yang diduga adalah
rumah Bupati atau Kraton. Lokai Dalam ini letaknya tidak jauh dari Rumah Ibadah
(Javaasch Tempel). Di seberang sungai Semarang diidentifikasi Sinood Quartiar.
Pada Peta 1741 lokasi Javaasch Tempel diidentifikasi sebagai Masigit (Masjid
Kaoeman?) dan lokasi Sinood Quartiar diidentifikasi sebagai Chineese Klenteng
(Klenteng Sam Poo Kong?).
Peta tertua Kota Semarang, 1719 |
Area
sebelah barat sungai Semarang yang berpusat pada Dalam dan Masigit adalah desa
penduduk asli (pribumi) Jawa, sementara di hilir desa Jawa terdapat kampement
(perkampungan) orang-orang Melayu, Moor dan Arab. Sedangkan area sebelah timur
(berseberangan) sungai Semarang yang berpusat pada Klenteng Tionghoa adalah
perkampungan warga pendatang (migran) Cina. Secara epistemologis, komunitas
pertama di Semarang (sepanjang DAS Semarang) adalah Desa Jawa, kemudian disusul
perkampungan Melayu/Arab dan disusul kemudian perkampungan Tionghoa. Eksistensi
ketiga komunitas ini menjadi dasar munculnya koloni VOC/Belanda sejak 1708 yang
berpusat di benteng (casteel) yang lokasinya mengambil posisi di hilir perkampungan
Tionghoa. Sejak kehadiran VOC/Belanda di DAS Semarang, kerjasama VOC dengan
Bupati, kopi mulai diintroduksi.
Pasar dan
Aloon-Aloon
Peta 1875 (Kantor Residen, Rumah Bupati dan Alun-Alun) |
Aloon-Aloon Semarang, 1880 |
Masjid dan alun-alun Semarang, 1890 |
Dalam
perkembangan lebih lanjut area Eropa/Belanda juga mengalami pertumbuhan
sehingga diperluas ke seberang sungai di sisi barat sungai Semarang. Lokasi
yang dipilih (ditentukan) adalah area antara desa (perkampungan) Jawa di kauman
dengan perkampungan Melayu di arah pesisir. Situs pertama yang dibangun di area
Eropa/Belanda yang baru ini adalah kantor Residen Semarang (yang kelak menjadi
rumah Gubernur Semarang). Sejak itulah dibangun jembatan permanen yang
menghubungkan sisi timur dan sisi barat di atas sungai Semarang yang lokasinya
tepat berada di dekar kantor Residen.
Situs-situs kuno Semarang ini masih terlihat pada masa
ini. Dari beberapa situs kuno di Kota Semarang hanya situs menjadi yang dapat
dianggap eksis sejak doeloe hingga ini hari. Situs masjid ini tidak berubah
meski situs-situs yang lain pernah mengalami relokasi di Semarang. Relokasi
adalah bagian dari perkembangan dan upaya pengembangan kota yang disesuaikan
dengan perencanaan (planologi) kota oleh pemerintah VOC maupun Pemerintah Nederlandsch
Indie (Hindia Belanda). Hal serupa ini kelak terjadi di Kota Bandoeng, Kota
Buitenzorg (Bogor), Kota Padang dan Kota Medan.
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama
yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan
peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena
saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber
primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi
karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang
disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan
kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar