Sejak era VOC, lahan-lahan di sepanjang sisi barat dan sisi timur sungai Tjiliwong, dari Tjililitan hingga Buitenzorg (baca: Bogor) sudah dipetakan dan dijual ke pihak swasta. Bahkan van Imhof, Gubernur Jenderal kemudian membeli lahan di Land Kampong Baroe yang sudah dipegang swasta. Di lahan tersebut, van Imhoff tahun 1745 membangun rumah villa untuk tempat peristirahatannya. Villa milik van Imhoff inilah kelak yang menjadi Istana Buitenzorg (baca Istana Bogor yang sekarang).
Peta Cibinong, 1901 |
Program
lainnya dari Gubernur Jenderal Daendels adalah membangun jalan pos Trans-Java
dari Anjer hingga Panaroekan. Jalan pos (groote weg) ini dari Batavia menuju
Buitenzorg, lalu melewati Tjisaroea, Tjianjoer, Baybang, Sumadang hingga ke
Cheribon. Adanya jalan pos ini aliran komoditi kopi yang sudah menghasilkan di
Preanger megalir ke Batavia semakin deras. Sementara itu Daendels membuat
kontrak-kontrak baru dengan Bupati Tjiandjoer dan Bupati Bandoeng untuk
menghasilkn kopi yang lebih banyak.
Namun tidak lama kemudian, pada tahun 1811
terjadi pendudukan Inggris di Jawa. Gubernur Raffles lebih memilih ibukota
pemerintahan di Buitenzorg daripada di Batavia. Sejak inilah rute jalan pos
Batavia-Buitenzorg semakin ramai. Pos-pos persinggahan berada di Bidara Tjina,
Tandjong (kini Pasar Rebo), Tjimanggis, Tjibinong dan Tjilioear. Sementara itu
lahan-lahan di sisi barat dan sisi timur sungai Tjiliwong telah bergonta-ganti
kepemilikan lahan. Pada tahun 1816 Pemerintah Hindia Belanda kembali berkuasa
menggantikan Inggris.
Salah
satu pengumuman pertama Pemerintah Hindia Belanda (pasca pendudukan Inggris)
adalah menghidupkan kembali lahan-lahan yang ditinggalkan oleh
pengusaha-pengusaha Inggris dengan menetapkan biaya transportasi dari dan ke
Batavia di seputar Batavia. Setiap penumpang pedati (dengan dua kerbau)
dikenakan tarif. Dari Batavia ke Depok sebesar f2 (dua Gulden), ke Tjibinong (sisi timur Tjiliwong) dan Pondok
Terong (sisi barat Tjiliwong) tarif sebesar f2.5 serta ke Buitenzorg sebesar f4 (lihat Bataviasche
courant, 19-04-1817).
Land Tjibinong dan Scipio
Isebrandus Helvetius van Riemsdijk
Sejak
era VOC hingga pendudukan Inggris tidak diketahui siapa-siapa saja yang pernah
memiliki Land Tjibinong. Pada saat Pemerintah Hindia Belanda berkuasa kembali,
diduga kuat Land Tjibinong telah diakuisisi oleh Scipio Isebrandus Helvetius
van Riemsdijk. Hal ini terkait dengan iklan yang dimuat pada surat kabar Bataviasche
courant, 09-06-1821, bahwa S. Is. H. Riemsdijk akan menjual sebuah rumah di Land
Tjilodong.
Bataviasche courant, 09-06-1821 |
Pada
tahun 1820 Pemerintah Hindia Belanda Land Tjilodong dibukan dan ditawarkan pemerintah
ke publik dengan pajak (NJOP) sebesar f43.319. Yang membeli lahan tersebut
adalah Scipio Isebrandus Helvetius van Riemsdijk. Oleh karena itu dapat
dipahami mengapa Scipio Isebrandus Helvetius van Riemsdijk ingin menjual Land
Tjibinong (karena ingin pindah ke Land Tjilodong). Namun Scipio Isebrandus
Helvetius van Riemsdijk tidak lama kemudian dikabarkan meninggal dunia tanggal
11 Januari 1827.
Keluarga Riemsdijk termasuk satu diantara tujuh
keluarga Indo yang terbilang sukses di awal Pemerintah Hindia Belanda
sebagaimana ditulis PC Bloys van Treslong Prins dengan judul De Indo
Europeesche Families yang dimuat dalam surat kabar Bataviaasch nieuwsblad,
26-08-1933. Scipio Isebrandus Helvetius van Riemsdijk meninggalkan seorang
istri dan tujuh orang anak
Scipio
Isebrandus Helvetius van Riemsdijk tampaknya tidak berhasil menjual properti di
Land Tjibinong, Namun demikian, Scipio Isebrandus Helvetius van Riemsdijk terus
mengembangkan Land Tjibinong bersama-sama dengan Land Tjilodong. Dengan kata
lain Land Tjibinong dan Land Tjilodong yang berbatasan dimiliki oleh Scipio
Isebrandus Helvetius van Riemsdijk, paling tidak hingga meninggal dunia (11
Januari 1827).
Bataviasche courant, 14-04-1827 |
Seperti
diketahui nanti, Land Tjibinong West bersama Land Tjilodong di bawah
kepemilikan anak alm. Scipio Isebrandus Helvetius van Riemsdijk. Dengan
demikian, Land Tjibinong telah dipecah menjadi dua, yakni menjadi Land
Tjibinong Oost dan Land Tjibinong West. Land Tjibinong Oost telah dijual
sementara Land Tjibinong West tetap dipertahankan oleh anak alm Scipio
Isebrandus Helvetius van Riemsdijk.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber
tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti
surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak
semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain.
Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber ang sudah pernah disebut
di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Terima kasih Pak AMH sudah merespon email saya dan mengupload sejarah Cibinong.
BalasHapusbagus ini edukasi
BalasHapusSayang banyak sejarah yg terlupakan di Cibinong dan Cilodong
BalasHapusMasih adakah sejarah yg terlupakan di Cibinong dan Cilodong?
BalasHapusIya betul masih banyak yang terlupakan, isi artikel ini juga sering terlupakan, karena itu dibuat. Namun sejarah Cibinong dan Cilodong tidak berdiri sendiri, terkait dengan di wilayah lain (saling melengapi dan memperkuat), hal itulah disatukan dalam judul besar Sejarah Bogor, suatu sejarah yang berkesinambungan sejak zaman kuno (era Pakwan Pajajaean hingga kemerdekaan RI, Suatu waktu nanti akan terbentuk seluruh sejarah wilayah di Indonesia (selengkap dan seakurat mungkin(, Sebab sejarah adalah narasi fakta dan data
Hapus