*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Sebagian besar wilayah Jakarta sejak tempo doeloe
kerap terjadi banjir hingga ini hari dan terkesan berulang di tempat yang sama.
Cara ampuh solusi banjir tempo doeloe adalah kanalisasi. Dalam fase berikutnya
muncul lagi banjir, solusi yang dilakukan adalah normalisasi. Namun dalam fase
berikutnya banjir tetap terjadi. Lalu muncullah sejumlah gagasan baru.
|
Setu dan kanal Menteng (Foto udara, 1943) |
Pada era Republik Indonesia dua bentuk solusi banjir yang dilakukan
adalah pembangunan Waduk Pluit dan pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT).
Sebelum kedua situs tersebut dibangun, sudah lebih awal pemerintah melakukan
program kanalisasi di wilayah Bekasi dan Tengerang. Wujud program kanalisasi di
era Presiden Soekarno itu adalah terbentuknya kanal Kalimalang (Bekasi) dan
kanal Pasar Baroe (Tangerang). Kanal Pasar Baroe di Tangerang ini memberi
kontribusi positif terbentuknya lahan luas bebas banjir di area dimana kini
dibangun bandara Soekarno-Hatta. Sebaliknya kanal Kalimalang lebih banyak
menimbulkan masalah, boleh jadi terkait dengan potensi banjir di Bekasi, seperti
yang terjadi baru0baru ini. Kanal Pasar Baroe di Tangerang mengikuti hukum alam
(semua sungai kecil jatuh ke kanal), sementara kanal Kalimalang di Bekasi
melawan hukum alam (kanal yang dibuat melintang menyebabkan aliran alamiah sungai-sungai
kecil terkendala).
Pada akhir-akhir ini muncullah suatu gagasan seakan baru tentang solusi
banjir dengan istilah naturalisasi (ala Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan).
Suatu terminologi yang tidak dikenal sejak era VOC/Belanda. Lantas mengapa
tidak dikenal? Sebab yang ada hanya kanalisasi dan normalisasi. Apakah
naturalisasi suatu gagasan brilian? Gagasan ini mirip pembangunan setu-setu.
Yang dibutuhkan pada masa ini adalah normalisasi pada kanal-kanal dan
setu-setu. Mengapa bisa melakukan normalisasi pada waduk Pluit, tetapi lupa melakukan
normalisasi pada kanal-kanal dan setu-setu di wilayah hulu? Biaya normalisasi akan
lebih murah daripada naturalisasi.
|
Setu dan kanal Menteng (Foto satelit NOW) |
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*. Foo udara 1943
Kanal vis-a-vis Setu
Sebelum adanya setu Menteng dan kanal Menteng,
ratusan kanal dan setu (setoe or sitoe) telah dibangun sejak era VOC/Belanda.
Semua kanal dan setu tersebut dihubungkan dengan fungsi pengendalian banjir. Itulah
arti penting kanal dan setu bagi kita di era modern, ketika setiap musim hujan
kita dihantui oleh suatu potensi bahaya banjir. Investasi pembangunan kanal dan
setu tempo doeloe dianggap lebih murah jika harus menanggung dampak yang
ditimbulkan banjir. Bagaimana kita berpikir sekarang, kanal dan setu dibangun
di pusat area Menteng padahal area tersebut tidak memiliki riwayat banjir. Hmm.
Itu pertanyaan pertama.
|
Peta 1925 |
Cara berpikir holistik sejatinya sudah diterapkan untuk setiap membangun
kanal bahkan sejak era VOC/Belanda. Tujuan pembangunan kanal adalah untuk
pengendali banjir di Batavia. Namun harga yang mahal untuk setiap pembuatan setiap
jangkal kanal, pemeriintah (VOC dan Hinda Belanda) mengintegrasikan perencanaan
kanal dalam hubungannya dengan fungsi moda transposrtasi, pertahanan dan
pengembangan produktivitas lahan pertanian melalui sistem irigasi. Jika kita
pahami cara berpikir seperti itu maka kita paham mengapa di area bebas banjir
di Menteng dibangun setu dan kemudian kanal. Setu dan kanal Menteng terkesan
indah, itu bukan tujuan utama pada awal pembangunan perumahan elit Menteng
1918, tetapi jusru itu manfaat ikutan dari tujuan untuk memberi kontribusi
dalam pengendalian banjir di tempat lain (terutama) di sekitar istana Gubernuir
Jenderal.
Pertanyaan kedua adalah bagaimana pengadaan (mendatangkan)
air untuk mengisi setu Menteng dan mengalirkan air di dasar kanal Menteng yang
dalam, sementara air Kali Cideng berada di bawah? Jika kita menemukan dua
jawaban pertanyaan tersebut, maka kita pada masa ini menemukan cara berpikir
Belanda dalam meminimalkan dampak banjir. Solusi penanggulangan banjir di Menteng
adalah hidden solution.
|
Peta 1934 |
Pada masa ini setu Menteng dikenal sebagai Setu Lembang. Disebut demikian
karena berada di sekitar jalan Lembang, Sedangkan kanal Menteng berada di sepanjang
sisi selatan jalan Greesi weg. Pada masa ini jalan Greesi weg dikenal sebagai
jalan Sutan Syahrir. Jalan yang ada di sisi selatan kanal ini kini dikenal
sebagai jalan Mohamad Yamin. Dengan kata lain kanal ini berada diantara jalan
Sutan Syahrir dan jalan Mohamad Yamin. Untuk sekadar catatan: kanal itu sendiri
sebelumnya adalah eks jalur rel kereta api Tjikini-Tanah Abang (rel kereta api
direlokasi ke arah selatan sepanjang Banjir Kanal Barat). Kanal ini pada masa
ini kerap disebut Kali Gresik (merujuk pada jalan Greesi weg pada era Hindia
Belanda).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Sejarah Pembentukan Setu dan Pengembangan Kanal
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Terimakasih informasinya,.
BalasHapus