Jumat, 11 September 2020

Sejarah Menjadi Indonesia (44): Sejarah Rachmi Hatta yang Sebenarnya; Istri Wakil Presiden dan Sang Mertua (Abdoel Rachim)

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dalam blog ini sudah pernah ditulis sebagian dari sejarah Siti Rachmiati Meutia pada serial artikel Sejarah Bandung. Oleh karena masih ada pembaca yang meginginkan sejarah Siti Rachmiati secara lengkap, maka dipenuhi saja dan dimasukkan ke dalam serial artikel  Sejarah Menjadi Indonesia dengan judul yang bersifat Indonesia: Istri wakil presiden Indonesia yang berayah Jawa dan bernenek Aceh. Lalu untuk memperkayanya ditambah nama ajudan Wakil Presiden Mohamad Hatta bernama Roeslan Batangtaris.

Dalam penulisan sejarah Siti Rachmiati dan Mohamad Hatta yang dapat dibaca di internet pada masa ini banyak yang keliru alias hoax dan juga belum terinformasikan sepenuhnya. Ada yang menulis ibu dari Siti Rachmiati adalah mantan (pacar) Mohamad Hatta. Apa, iya? Ada juga yang menulis Mohamad Hatta berjanji tidak akan menikah sebelum Indonesia merdeka. Apa, iya? Ada juga yang mengutip perkataan Presiden Ir Soekarno yang menjodohkan Mohamad Hatta (Wakil Presiden) dengan Siti Rachmiati. Apa, iya? Ada juga yang menulis Mohamad Hatta pernah dijodohkan dengan putri pengusaha Minang bernama Nelly (yang menjadi istri Adam Malik). Uniknya dari berbagai tulisan itu tidak ada yang mendeskripsikan ayah Siti Rachmiati seorang Jawa dan nenek seorang Aceh. Tentu saja tidak ada yang menulis bagaimana hubungan ajudan Wakil Presiden Mohamad Hatta yang bernama Roeslan Batangtaris dengan kelaurga kakek Siti Rachmiati.

Lantas bagaimana sejarah yang sebenarnya hubungan Mohamad Hatta dan Siti Rachmiati dan sejarah keluarga Siti Rachmiati selengkap-lengkapnya? Yang jelas tidak semuanya disebutkan di dalam buku otobiografi Mohamad Hatta, lebih-lebih tentang sejarah awal keluarga Siti Rachmiati. Okelah, seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Mohamad Noerdin: Seorang Guru

Perang Atjeh berakhir pada tahun 1903 (Panglima Polim menyerah kepada Pemerintah Hindia Belanda). Hanya tinggal Sisingamangaradja XII di Tapanoeli. Pemerintah Hindia Belanda yakin bisa menaklukan Sisingamangaradja XII, karena itu pemerintah, mulai membentuk cabang pemerintahan Hindia Belanda di wilayah Atjeh pada tahun 1904. Ruang pertempuran Sisingamangaradja XII hanya tersisa di wilayah perbatasan antara wilayah Tapanoeli dan wilayah Atjeh (wilayah Dairi), Pemerintah Hindia Belanda semakin pede lalu mereorganisasi cabang pemerintahan di wilayah Pantai Barat Sumatra (Province Sumatra’s Westkust) pada tahun 1905 dengan memisahkan wilayah (Residentie) Tapanoeli dengan membentuk wilayah otonom Residentie Tapanoeli). Sisingamangaradja XII tewas tertembak tanggal 17 Juni 1907. Habis sudah wilayah independen di Hindia Belanda. Dua yang tersisa adalah wilayah Atjeh dan wilayah Tapanoeli. Pemerintah Hindia Belanda mulai mendatangkan dokter dan guru-guru khususnya dari Tapanoeli ke Atjeh.

Pada bulan November 1902 sekolah guru (Kweekschool) di Fort de Kock meluluskan sejumlah siswa menjadi guru (lihat Sumatra-bode, 02-01-1903). Salah satu yang lulus adalah Mohamad Noerdin. Disebutkan Mohamad Noerdin berasal dari Soeliki, Residentie Padangsche Bovenlandan, Province Sumatra’s Westkust. Pada tahun 1903 seorang ahli bahasa Melayu dari Amsterdam, Dr AA Fokker datang ke Padang meminta bantuan Dja Endar Moeda (pemimpin surat kabar Pertja Barat) untuk membantunya mengelola majalah bulan Bintang Hindia yang diterbitkan di Amsterdam dengan sirkulasi di Hindia Belanda. Dja Endar Moeda kemudian membawa dua guru yang jago menulis ke Amsterdam yakni Soetan Casajangan dan Djamaloeddin. Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan guru di Padang Sidempoean adalah adik kelas Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda di Kweekschool Padang Sidempoean. Djamaloeddin adalah alumni Kweekschool Fort de Kock yang bekerja untuk Dja Endar Moeda sebagai editor majalah bulanan Insulinde. Soetan Casajangan kemudian melanjutkan pendidikannya di Belanda untuk mendapatkan akta guru (mahasiswa pribumi baru satu orang yakni Raden Kartono, abang dari RA Kartini). Pada tahun 1908 ketika jumlah mahasiswa pribumi di Belanda sekitar 20 orang, Soetan Casajangan menggagas didirikannya organisasi mahasiswa yang disebut Indische Vereeniging. Kelak tahun 1924 Indische Vereeniging oleh Mohamad Hatta dkk diubah namanya menjadi Perhimpoenan Indonesia.

Salah satu guru yang berasal dari Afdeeling Mandailing en Angkola (Residentie Tapanoeli) yang dikirim ke (residentie) Atjeh adalah Mohamad Taib. Kelak Mohamad Taib dikenal sebagai ayah dari SM Amin Nasoetion kelahiran ATjeh (gubernur pertama Sumatra Utara). Salah satu guru yang menyusul ke Atjeh adalah Mohamad Noerdin yang ditempatkan di Kotaradja.

Pada tahun 1906 Dja Endar Moeda memperluas cabang medianya di Kota Radja dengan menerbitkan surat kabar Pembrita Atjeh. Sebelumnya Dja Endar Moeda di Padang selain memiliki sekolah swasta dan percetakan juga memiliki tiga media: surat kabar berbahasa Melayu Pertja Barat, surat kabar berbahasa Melayu Tapian Na Oeli dan majalah bulanan Insulinde. Dja Endar Moeda lulus sekolag guru Kweekschool Padang Sidempoean (onderafdeeling Angkola) pada tahun 1884. Setelah menjadi guru di berbagai tempat, pada tahun 1894 Dja Endar Moeda meminta pensiun di Singkil (masih bagian dari Residentie Tapanoeli) yang kemudian berangkat haji ke Mekkah. Pada tahun 1895 Dja Endar Moeda memilih tinggal di Padang (ibu kota Province Sumatra’s Westkust) dan mendirikan sekolah swasta. Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda mengakuisisi percetakan dan surat kabar Pertja Barat dari keluarga Jerman. Pada tahun 1900 di Padang mendirikan organisasi kebangsaan yang diberi nama Medan Perdamaian (organisasi kebangsaan yang pertama, jauh sebelum Boedi Oetomo dibentuk tahun 1908).

Guru muda Mohamad Noerdin menikah dengan gadis jelita di Kota Radja (Residentie Atjeh). Gadis jelita itu keturunan bangsawan karena itu Mohamad Noerdin mendapat gelar Teoengkoe). Di sekolah ini sebelumnya adalah guru Mohamad Taib yang kemudian dipindahkan ke sekolah yang baru didirikan di Lhoknga. Setelah itu semakin banyak guru-guru yang dikirim ke Atjeh dari Residentie Tapanoeli. Salah satu diantaranya adalah guru Aden Lubis (ayah dari Kolonel Zulkifli Lubis, Kepala Intelijen RI yang pertama).

Guru-guru di Atjeh berpindah-pindah termasuk Mohamad Taib, MMOhamad Noerdin dan Aden Lubis. Seperti disebut di atas guru Soetan Casajangan termasuk guru senior yang yang melanjutkan studi ke Belanda, lulus tahun 1911 dan kembali ke tanah air pada tahun 1913 menjadi direktur Kweekschool Fort de Kock. Pada tahun ini juga Soetan Casajangan meminta dua guru muda lulusan terbaik Kweekschool Fort de Kock untuk melanjutkan studi ke Belanda. Dua guru muda tersebut Ibrahim gelar Datoek Tan Malaka dan guru muda Dahlan Abdoellah (dua guru muda ini kelak menjadi tokoh-tokoh penting). Seperti pernah dikatakan Soetan Casajangan, Presiden Indische Vereeniging di Belanda bahwa tidak ada umur menjadi tua bagi seorang guru. Boleh jadi inilah yang menginspirasi guru Mohamad Noerdin ingin melanjjutkan pendidikan. Soetan Casajangan lulus guru sekolah dasar di Belanda (LO) tahun 1909 dan lulus sekolah guru menengah (MO) pada tahun 1911. Sejak 1922 Soetan Casajangan menjadi direktur sekolah guru Normaal School di Meester Cornelis (kini Jatinegara). Setahun sebelumnya (1921) Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia diangkat menjadi direktur HIS yang baru dibukan di Kotanopan. Soetan Goenoeng Moelia lulusan MO di Belanda pada tahun 1919.

Dalam perkembangannya, guru Mohamad Noerdin akhirnya melanjutkan studi untuk mendapatkan akta LO. Sejak 1920 Kweekschool Bandoeng telah ditingkatkan menjadi Hoogere Kweekschool. Untuk mendapatkan akta LO tidak perlu lagi ke Belanda tetapi sudah bisa dilakukan di Hindia Belanda (Bandoeng). Mohamad Noerdin dan keluarga berangkat ke Bandoeng untuk melanjutkan studi di HKS Bandoeng. Pada bulan Juli 1927 salah satu yang lulus di HKS Bandoeng adalah Mohamad Noerdin (lihat De koerier, 10-06-1927). Pada tahun ini Soetan Casajangan masih menjabat sebagai direktur Normaal School te Meester Cornelis.

Guru-guru yang lulus HIK Bandoeng bersamaan dengan Mohamad Noerdin yang berasal dari Tapanoeli dan Padangsche antara lain Haroen Loebis gelar Soetan Indra Goeroe; Mochtar gelar Soetan Nagari, Mardan Tandjoeng, Kalang Siregar, D Sitoemorang, Ibnoe Abbas gelar Soetan Bandaharo, Aboe Bakar, Mohamad Basir Nasoetion, Nama Mohamad Noerdin dicatat sebagai Mohamad Noerdin gelar Datoek Djoendjoengan. Catatan: Mochtar gelar Soetan Nagari asal Mandailing adalah ayah dari Dr Achmad Mochtar, Ph.D;

Setelah lulus HIK Bandoeng, Mohamad Noerdin ditempatkan di sekolah Openbare Hollandsch Inlandsche School di TebingTinggi (lihat De Sumatra post, 11-07-1927). Di Tebing Tinggi, Province Oost Sumatra kenal dekat dengan anggota dewan kota (gemeenteraad) Tebing Tinggi, Soetan Batang Taris.

Selama pendidikan di Bandoeng, Mohamad Noerdin telah menikahkan putri sulungnya bernama Anni dengan seorang pegawai kereta api bernama Abdoel Rachim. Putri sulung mereka diberi nama Siti Rachmiati yang lahir di Bandung pada tanggal 16 Februari 1926. Dalam perkembangannya Anni Rachim diterima sebagai pegawai tingkat satu (adj, commies) di perusahaan kereta api SS en Tr Bandoeng (tempat suaminya juga bekerja). Anni Rachim kemudian mendapat kenaikan pangkat menjadi Commies pada bulan September 1929 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 27-08-1928). Pada tahun berikutnya Anni Rachim mengambil cuti dua bulan terhitung sejak tanggal 1 Juni 1929 (lihat Het Vaderland : staat- en letterkundig nieuwsblad, 23-07-1929). Anni Rachim diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai SS en Tr (lihat De locomotief, 25-02-1932). Foto Mohamad Noerdin (1932).

Setelah bertugas di Tebing Tinggi, Mohamad Noerdin dipindahkan ke Hollandsch Inlandsche School Tandjoeng Balai (lihat De Sumatra post, 24-08-1928). Mohamad Noerdin dipindahkan ke Batavia bekerja sebagai corrector di Kantoor voor de Volkslectuur. Sebagai kesetiannya dan dedikasinya (di bidang pendidikan), Mohamad Noerdin oleh Pemerintah Hindia Belanda diberikan medali pada tahun 1932 (lihat Sumatra-bode, 26-01-1932). Disebutkan sebagai penghargaan Teogkoe Mohamad Noerdin diberikan de medaille van Broeder in de Orde van den Nederlandschen Leeuw toegekend.

Kantoor voor de Volkslectuur adalah suatu lembaga penerbit buku-buku berbahasa Melayu dan bahasa daerah lainnya yang lebih dikenal sebagai Balai Poestaka. Kantor ini juga menerbitkan majalah yang disebut Pandji Poestaka. Mohamad Noerdin turut menghadiri perayaan Hari Jadi Tiga Belas Tahun Parada Harahap sebagai jurnalis (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 15-02-1932).

 

Parada Harahap memulai karir sebagai jurnalis pada tahun 1918 di Medan dengan membongkar kasus penindasan kuli asal Jawa di perkebunan di Deli. Oleh karena surat kabarnya dibreidel, pada bulan September 1919 Parada Harahap pulang kampong ke Padang Sidepoean yang langsung mendirikan surat kabar berbahasa Melayu di Padang Sidempoean yang diberi nama Sinar Merdeka. Pada tahun ini di Padang diselenggarakan kongres pertama Sumatranen Bond. Turut hadir Parada Harahap mewakili Residentie Tapanoeli dan Mohamad Hatta dari kota Padang. Pembina kongres ini adalah Dr Abdoel Hakim Nasoetion (anggota dewan kota Padang). Mohamad Hatta pada saat ini masih sekolah tingkat satu HBS-A di Prins Hendrik School di Batavia. Pada tahun 1921 diadakan lagi kongres Sumatranen Bond di Padang yang juga turut dihadiri Mohamad Hatta dan Parada Harahap.

 

Setelah kongres, Mohamad Hatta segera berangkat studi ke Belanda. Pada tahun 1922 surat kabar mingguan Sinar Merdeka dibreidel dan kemudian Parada Harahap hijrah ke Batavia dan mendirikan surat kabar mingguan Bintang Hindia pada tahun 1923.  Parada tahun 1924 Mohamad Hatta menjadi ketua Indische Vereeniging yang kemudian diganti dengan nama Perhimpoenan Indonesia. Pada tahun 1925 Parada Harahap mendirikan kantor berita pribumi pertama yang diberi nama Alpena dengan merekrut WR Soepratman sebagai editor. Pada tahun 1926 dengan payung NV Bintang Hindia, Parada Harahap mendirikan surat kabar harian yang diberi nama Bintang Timoer. Pada tahun inilah Soekarno lulus dari sekolah teknik THS di Bandoeng (kini ITB). Soekarno yang telah mendirikan klub studi di Bandoeng diundang Parada Harahap untuk menulis di surat kabar Bintang Timoer. Parada Harahap adalah orang yang menyambungkan komunikasi antara Ir Soekarno di Bandoeng dan Mohamad Hatta di Belanda.

 

Pada tahun 1927 Parada Harahap sebagai sekretaris Sumatranen Bond mengundang seluruh organisasi kebangsaan di rumah Prof. Hoesein Djajadiningrat. Dalam pertemuan ini dibentuk supra organisasi kebangsaan yang diberi nama Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia yang disingkat PPPKI. Ketua terpilih MH Thamrin (dari Kaoem Betawi) dan sebagai sekretaris adalah Parada Harahap (dari Sumatranen Bond). Hoesein Djajadiningrat adalah sekretaris dalam pembentukan Indische Vereeniging di Belanda tahun 1908. Dalam rapat pembentukan PPPKI ini antara lain turut hadir perwakilan dari Pasoendan, Islamieten Bond, Bataksche Bond dan Perhimpoenan Nasional Indonesia di Bandoeng diwakili oleh ketuanya Ir. Soekarno. Dalam perteuan ini juga turut anggota Volksraad antara lain Alidoedin Siregar gelar Mangaradja Soeangkoepon (anggota Indische Vereeniging di Belanda). Agenda pertaa PPPKI  adalah membangun kantor-gedung di gang Kenari dan menyelenggarakan kongres PPPKI pada bulan September 1928 yang diintegrasikan dengan Kongres Pemoeda pada bulan Oktober 1928. Di dalam kantor PPPKI, Parada Harahap sebagai kepala kantor hanya memajang tiga foto yakni Soeltan Agoeng, Ir Soekarno dan Mohamad Hatta.

 

Dalam persiapan penyelenggaraan Kongres PPPKI (senior), Parada Harahap menunjuk Dr Soetomo (yang pernah berutang budi kepada Parada Harahap dalam pembongkaran kasus poenalie sanctie kuli asal Jawa di Deli. Untuk panitia Kongres Pemoeda (junior) Dr Soetomo merekomendasikan Sogondo dari PPPI, Parada Harahap menyodorkan dua nama Mohamad Jamin (dari Sumatranen Bond) sebagai sekretaris dan Amir Sjarifoeddin Harahap (dari Bataksche Bond) sebagai bendahara. Tiga panitia inti inilah adalah mahasiswa sekolah hukum (Rechthoogeschool) yang mana dekannya adalah Prof. Hoesein Djajadiningrat. Abang Mohamad Jamin bernama Djamaloeddin (kelak dikenal sebagai Adinegoro) adalah editor Bintang Timoer. Dua kongres ini disponsori organisasi pengusaha pribumi Batavia (semacam KADIN pada masa ini) yang diketuai oleh Parada Harahap. Untuk menyukseskan dua kongres ini Parada Harahap menerbitkan Bintang Timoer edisi Semarang (Midden Java) dan edisi Soerabaja (Oost Java).

 

Hasil Kongres PPPKI 1928 adalah organisasi PPPKI diubah menjadi organisasi politik dengan nama baru Permoefakatan Parat-Partai Kebangsaan Indonesia dengan tetap menggunakan singkatan yang lama. Ketua terpilih adalah Dr Soetomo. Kongres berikutnya akan diadakan bulan September 1929 di Solo. Sementara itu hasil Kongres Pemoeda adalah ikrar yang berbunyi Satoe Noesa, Satoe Bangsa dan Satoe Bahasa, Indonesia. Dalam Kongres Pemoeda ini lagu kebangsaan Indonesia Raja ciptaaan WR Soepratman diperdengarkan. Setelah semuanya berlangsung dengan baik, Parada Harahap kembali fokus pada berbagai medianya dan tetap hadir dalam rapat-rapat di gang Kenari.

 

Dalam Kongres PPPKI di Solo diintegrasikan dengan Kongres Boedi Oetomo yang berselisih beberapa hari. Pada sekitar Kongres PPPKI ini di Solo diadakan pertemuan para pemimpin surat kabar yang membentuk organisasi yang diberi nama Sarikat Persoeratkabaran termasuk Parada Harahap. Hasil Kongres PPPKI yang terpenting adalah upaya untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan mmendorong munculnya partai-partai politik lebih banyak. Namun tidak lama setelah Kongres PPPKI ini Ir Soekarno dkk dari Partai Nasional Indonesia ditingkap karena selebaran politik yang kemudian ditahan di penjara Soekamiskin Bandoeng. Tidak lama setelah penangkapan IrSoekarno ini Dr Soetomo dan Dr Radjamin Nasoetion mendirikan partai baru di Soerabaja yang diberi nama Partai Bangsa Indonesia (PBI). Surat kabar Bintang Timoer edisi Soerabaja ditingkatkan menjadi surat kabar mandiri yang diberi nama Soera Oemoem yang menjadi organ PBI. Ir Soekarno dkk baru dibebaskan pada tahun 1931.

 

Selama Ir Soekarno di penjara, partai PNI dilarang yang kemudian Mr Sartono membentuk partai baru yang diberi nama Partai Indonesia (Partindo). Sementara eks PNI yang lain membentuk partai alternatif yang diberi nama partai Pendidikan Nasional Indonesia (yang juga disingkat PNI) yang kemudian diperkaya oleh Soetan Sjahrir yang tidak kembali lagi ke Belanda (studi) dan juga didukung oleh Mohamad Hatta di Belanda. Partindo cabang Batavia diketuai oleh Amir Sjarifoeddin Harahap dan Partindo cabang Soerabaja diketuai oleh Mohamad Jamin. Setelah dibebaskan dari penjara, Ir Soekarno lebih memilih menjadi bagian dari Partindo. Untuk memperkuat dukungan di Sumatra, Soetan Sjahrir (PNI) ke Padang (Residentie West Sumatra) sementara Ir Soekarno dan Amir Sjarifoeddin Harahap pada tahun 1932 ke Sibolga (Residentie Tapanoeli).

Sementara itu nun di sana di Belanda, Mohamad Hatta dinyatakan lulus dan mendapat gelar doktorandus (Drs) di sekolah ekonomi Rotterdam pada tanggal 5 Juli 1932 (lihat De Telegraaf, 05-07-1932). Disebutkan yang lulus bersamaan dengan Mohamad Hatta adalah Go Hwan Tjiang.

Seperti yang dipersoalkan di atas, ada yang menulis ibu Siti Rachmiati (Anni) adalah mantan (pacar) Mohamad Hatta. Apa, iya? Siti Rachmiati lahir di Bandung pada tanggal 16 Februari 1926. Pada bulan Mei di Bandoeng Soekarno lulus dari THS. Jika Siti Rachmiati lahir tahun 1926 itu berarti Anni Noerdin dan Abdoel Rachim menikah sekitar tahun 1925. Pada saat ini Mohamad Hatta sedang studi di Belanda sejak 1921 (belum pernah pulang dan baru pulang tahun 1932). Memang Mohamad Hatta sekolah HBS di Batavia hingga tahun 1921, tapi orang tua Anni masih di Oost Sumatra sebagai guru. Lantas bagaimana ceritanya Mohamad Hatta pernah melamar (katakalah misalnya pacaran) dengan Anni, kenyataannya tidak ada koneksi (relevansi waktu). Jadi, besar kemungkinan tulisan yang menyatakan bahwa ibu dari Siti Rachmiati (istri Mohamad Hatta) adalah mantan sesunggunya adalah hoax (aya-aya wae). Bahwa ayah dari Siti Rachmiati (Abdoel Rachim) boleh jadi saling mengenal dengan Soekarno karena sama-sama tinggal di Bandoeng (apalagi sama-sama berasal dari Jawa).

Berita kelulusan Mohamad Hatta menjadi viral karena Mohamad Hatta sudah cukup terkenal, lebih-lebih sebagai mantan ketua Perhimpoenan Indonesia di Belanda. Selesai sudah tujuan utama Mohamad Hatta ke Belanda. Mohamad Hatta yang tidak pernah pulang ke tenah air sejak kedatangannya di Belanda pada tahun 1921 tentu saja ingin segera pulang.

Surat kabar berbahasa Belanda yang terbit di Belanda dan di Hindia Belanda bertanya-tanya apakah Mohamad Hatta akan kembali ke Hindia Belanda. Inforasi tentang kepulangan Mohaad Hatta hanya mereka peroleh dari satu-satunya surat kabar pribumi di Batavia, Bintang Timoer (pimpinan Parada Harahap). Bintang Timoer memberitakan bahwa Mohamad Hatta akan segera berangkat ke tanah air. Berita dari Bintang Timoer inilah yang dikutip kantor berita Aneta yang kemudian dilansir surat kabar di Belanda. Mengapa Bintang Timoer? Parada Harahap dan Mohamad Hatta sudah sejak lama saling kenal, sejak kongres Sumatranen Bond di Padang pada tahun 1919 dan 1921. Komunikasi via surat atau telegram tampaknya terus terjaga.

Kepulangan Mohamad Hatta sangat sunyi senyap. Pers berbahasa Belanda tidak berhasil mendeteksinya. Apa sebab? Mohamad Hatta pulang ke tanah air tidak menggunakan kapal penumpang (komersil) Belanda, tetapi kapal (dagang) Jerman ss Saatbrucken (yang berbasis di Hamburg). Mohamad Hatta tidak langsung ke Batavia tetapi ke Medan, Mengapa?

Keberadaan Mohamad Hatta akhirnya terendus oleh surat kabar Deli Courant yang terbit di Medan (tentu saja karena di surat kabar ini juga terdapat wartawan pribumi). Berita itu dikutip kantor berita Aneta yang dilansir surat kabar Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 20-08-1932. Disebutkan Mohamad Hatta, kemarin lusa [18 Agustus 1932] luput dari perhatian tiba di Medan dengan kapal ss. Saarbrucken yang tampaknya menyamar sebagai pelaut.

 

Sudah barang tentu sudah ada komunikasi antara Mohamad Hatta dan Parada Harahap. Mohamad Hatta ingin ke kampong di Fort de Kock, sudah barang tentu lebih lancar dengan kapal dari Batavia ke Padang (lalu ke Fort de Kock) dari pada jalan darat dari Medan ke Fort de Kock via Tapanoeli (yang jalannya masih sulit dan jarang). Tapi Mohamad Hatta diarahkan oleh Parada Harahap agar ke Medan sebab sudah ada yang menyambutnya, yakni Abdoellah Loebis dan Djamaloedin alias Adinegoro. Tentu saja mereka berdua dapat memberikan gambaran kampong halaman dan situasi dan kondisi politik nasional di Hindia Belanda.

 

Bagaimana hubungan Parada Harahap, Abdoellah Loebis dan Adinegoro? Parada Harahap memulai karir jurnalistik sebagai editor pada surat kabar Pewarta Deli di Medan tahun 1918 (yang dipimpin oleh Abdoellah Loebis). Setelah surat kabarnya Sinar Merdeka di Padang Sidempoean dibreidel tahun 1922, Parada Harahap hijrah ke Batavia yang lalu mendirikan surat kabar mingguan Bintang Hindia pada tahun 1923 (masih editor sendiri), kantor berita Alpena pada tahun 1925 (editor WR Soepratan) dan surat kabar harian Bintang Timoer pada tahun 1926 (editor Johan Manoppo). Pada tahun 1928 Johan Manoppo bertugas di surat kabar berbahasa Belanda. Untuk mengisi kekosongan ini Parada Harahap meminta kesediaan Djamaloedin yang baru pulang studi jurnalistik di Eropa (adiknya Mohamad Jamin sudah dikenal Parada Harahap di Suatranen Bond). Pada tahun 1929 Abdoellah Loebis datang ke Batavia menemui Parada Harahap mencari editor karena dua editornya di Pewarta Deli keluar (membentuk surat kabar baru). Parada Harahap menawarkan Djamaloedin, lalu gayung bersambut. Djamaloedin alias Adinegoro antusias ke Medan. Selesai persoalan Abdoellah Lubis (karena sulit encari editor andal di Medan, sementara di Batavia tidak begitu sulit). Abdoellah Lubis dan Adinegoro yang memfasilitasi Mohamad Hatta selama di Medan (hingga bisa pulang kampong ke Fort de Kock).

Mohamad Hatta tidak ke kampong di Fort de Kock karena sulit transportasi darat dari Medan, Mohamad Hatta setelah di Medan ke Batavia via Singapoera (lihat Algemeen Handelsblad, 21-08-1932). Disebutkan Mohamad Hatta yang ditunggu di Tandjoeng Priok pada hari Minggu [21 Agustus 1932]tidak muncul diduga tetap berada di Singapoera. Mohaad Hatta akhirnya tiba di Tandjong Priok pada tangga 24 Agustus (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 24-08-1932). Mohamad Hatta dari Singapoera dengan kapal Generaal van der Heyden tiba hari Rabu pagi di Tandjoeng Priok (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 26-08-1932).

Mohamad Hatta akhirnya sudah berada di Batavia (pusat perjuangan). Hari-hari pertama kehadirannya di Batavia situasi dan kondisi politik terus meningkat. Kehadiran Mohamad Hatta telah menambah ramainya peran para revolusioner. Disebutkan bahwa Mohamad Hatta akan bergabung dengan partai PNI (lihat De Indische courant, 24-08-1932). Sebelumnya Ir Soekarno lebih memilih Partindo. Dua matahari muncul di Batavia. Sebagaimana diketahui PNI (lama) sebelunya berpusat di Bandoeng, setelah dilarang lalu terbentuk dua partai baru partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) dan Partai Indonesia (Partindo) yang keduanya memilih berpusat di Batavia. Ketua Partindo cabang Batavia adalah Amir Sjarifoeddin Harahap.

Pada tahun 1933 adalah tahun yang paling krisis. Ir Soekarno ditangkap lagi karena agitasi menentang otoritas Pemerintah Hindia Belanda. Selain itu, pers pribumi yang radikal dibreidel termasuk Fikiran Rakjat (Soekarno dkk) di Bandoeng, Pewarta Deli di Medan (pimpinan Abdoellah Lubis), Daoelat Rak’jat (organ partai PNI), Soeloeh Indonesia (organ Partindo) dan Bintang Timoer (pimpinan Parada Harahap).

Mohamad Hatta sudah aktif di organisasi partai PNI dimotori Soetan Sjahrir dan Abdoel Moerad. Meski Mohamad Hatta sudah merasakan pahit manisnya berpolitik di Belanda, tetapi tahun 1933 inilah untuk kali pertama Mohamad Hatta merasakan situasi dan kondisi berpolitik yang mencekam. Para revoluioner ditangkap, media-media revolusioner telah dibreidel..

Parada Harahap sangat marah terhadap otoritas Peerintah Hindia Belanda. Parada Harahap tidak ada takutnya, Ratusan kali dimejahijaukan selama karir jurnalistiknya sejak dari Padang Sidempoean hingga Batavia. Penjara sudah kenyang bagi Parada Harahap. Tanpa diduga Parada Harahap memimpin  tujuh revolusiner Indonesia ke Jepang. Pers berbahasa Belanda melongo. Tujuh revolusioner ini berangkat pada tanggal 3 November 1933 dengan menumpang kapal Panama Maroe dari Batavia menuju Kobe.

Tujuh revolusioner ini, selain Parada Harahap sendiri, juga termasuk Abdoellah Loebis (pemimpin surat kabar Pewarta Deli di Medan; seorang guru di Bandoeng Dr Samsi Widagda, Ph.D. Selain itu ada pengusaha batik di Pekalongan. Dalam rombongan ini juga terdapat Mohamad Hatta. Tujuh revolusioner cukup lama di Jepang, total waktu termasuk perjalanan pp selama dua bulan. Mereka di Jepang disambut dengan semangat. Parada Harahap di Jepang mendapat gelar dari pers Jepang sebagai The King of Java Press. Pers berbahasa Belanda di Batavia menyindir Parada Harahap lagaknya Menteri Ekuin Indonesia di Jepang, yang punyak negaa adalah Pemerintah Hindia Belanda.

Rombongan revolusioner kebali ke tanah air dan merapat di pelabuhan Tandjoeng Perak Soerabaja pada tanggal 14 Januari 1933. Pada hari yang sama Ir Soekarno diberangkan dari pelabuhan Tandjong Priok Batavia untuk diasingkan ke Flores. Di Soerabaja tujuh revolusioner ini disambut para revolusioner antara lain dua tokoh Partai Bangsa Indonesia (PBI) Dr Soetomo dan Dr Radjamin Nasoetion. Rombongan ini juga turut disambut oleh Mohamad Jamin (ketua Partindo cabang Soerabaja).

Mengapa harus turun di Soerabaja? Untuk antisipasi, wait en see. Jika langsung ke Batavia akan langsung ditangkap. Intel Belanda terkecoh. Selain itu di Soerabaja lebih aman dan ada yang melindungi. Dr Radjamin Nasoetion adalah salah satu pengurus organisasi pekerja pelabuhan di Tandjong Perak. Dr Radjamin sejak 1926 adalah pejabat bea dan cukai (bidang kesehatan) di Soerabaja dan Dr Soetomo sebagai pejabat rumah sakit kota. Di pelabuhan Tandjong Perak adalah pelabuhan utama kapal-kapal Jepang.

Setelah seminggu di Soerabaja, Parada Harahap dan Mohamad Hatta berangkat ke Batavia (yang lain ke kota masing-masing). Tidak lama kemudian di Batavia Parada Harahap dan Mohamad Hatta ditangkap dan ditahan. Mereka berdua tertolong di pengadilan karena kesaksian konsulat Jepang di Batavia, lalu dibebaskan dari tuduhan. Namun dalam perkembanganya, Mohamad Hatta dkk dari partai PNI ditangkap dan ditahan dengan tuduhan telah melakukan agitasi di surat kabar mingguan Daoelat Rak’jat edisi enam bulan sebelumnya. Pentolan partai PNI yang ditangkap juga termasuk Soetan Sjahrir dan Abdoel Moerad.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Abdoel Rachim: Seorang Pegawai Kereta Api

Pada tahun 1923 Kantor Pusat Kereta Api Negara (Staatsspoor en Tramwegen) wilayah Java dipindahkan dari Batavia (Weltevreden) ke Bandoeng (lihat De Preanger-bode, 13-09-1923). Semua pejabat dan pegawai juga pindah ke Bandoeng. Dalam daftar posisi pegawai (bureauklerke) juga termasuk Abdoel Rachim, FH Laurens, GA Tamboenan dan ERF van Motman.

Mohammad Noerdin guru yang sudah lama di Atjeh. Mohammad Noerdin pernah bekerja untuk Prof Christiaan Snouck Hurgronje. Mohammad Noerdin kemudian melanjutkan studi ke sekolah guru atas (HKS dengan bahasa pengantar bahasa Belanda) di Bandoeng. Lama studi di HKS Bandoeng tiga tahun. Lulusan HKS Bandoeng dapat mengajar di sekolah HIS (sekolah pribumi bahasa pengantar bahasa Belanda). Mohammad Noerdin memulai studi di Bandoeng diduga pada tahun 1924 (dan lulus tahun 1927). Keluarga Mohammad Noerdin berada di Bandoeng akhir 1923 atau awal 1924.

Abdoel Rachim menikah dengan Anni Noerdin (putri dari guru Mohamad Noerdin). Pernikahan ini diduga kuat pada akhir tahun 1924. Hal ini berdasarkan cuti yang diambil oleh Abdoel Rachim (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 22-09-1924). Disebutkan karena alasan yang sangat penting terhitung mulai tanggal 7 Oktober 1924  diberikan cuti di Batavia dan Bandoeng, bureauklerk lste kl. A. Rachim. Dalam perkembangannya Anni Noerdin yang sudah bekerja di Batavia pindah kerja ke Bandoeng.

Anni Noerdin di Batavia bekerja sebagai pegawai di kantor de Volkslectuur dan kemudian ditransfer ke Bandoeng untuk bekerja sebagai pegawai di Kantor SS en Tr Bandoeng (mengikuti suami). Hal ini dapat diluhat pada Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 14-05-1925 yang memberitakan bahwa ditempatkan di kantor pusat perusahaan kereta Jawa [Departemen Personalia] diangkat sebagai 1e ckerke ny. A. Rachim b. Noerdin, sebelumnya bekerja di kantor de Volkslectuur.

Anni Noerdin di Bandoeng mengambil cuti kerja selama tiga bulan (lihat De locomotief, 26-12-1925). Disebutkan terhitung mulai tanggal 1 Jan. 1926 karena alasan yang penting diberi cuti untuk jangka waktu tiga bulan kepada pegawai 1ste kleerk di SS, ny. A. Rachim b. Noerdin. Hal ini diduga karena terkait dengan kehamilan dan menunggu proses persalinan. Sebagaimana dicatat pada tanggal 16 Februari 1926 anak pertama Abdoel Rachim dan Anni Noerdin lahir yang diberi nama Siti Rachmiati.

Abdoel Rachim di Bandoeng termasuk yang giat berorganisasi. Hal ini dapat dilihat ketika terjadi kebakaran di Babakan di Bandoeng tahun 1927 panitia pengumpulan dana bantuan diketuai oleh Abdoel Rachim (lihat De koerier, 15-10-1927). Dalam kepanitian ini termasuk Dr Sjamsi Widagda, Ph.D sebagai bendahara. Untuk sekadar diketahui Dr Sjamsi adalah teman satu kelas Dahlan Abdoellah di Leiden (1917). Pada tahun ini di Bandoeng oleh Ir Soekarno dibentuk organisasi kebangsaan yang diberi nama Perhimpoenan Nasional Indonesia (PNI) yang mana Ir Soekarno mewakili dalam pembentukan supra organisasi di Batavia yang dimotori oleh Parada Harahap (PPPKI). Abdoel Rachim dan Dr Sjamsi diduga kuat adalah anggota PNI Bandoeng.

Abdoel Rachim dan Anni Noerdin mendapat kenaikan pangkat menjadi Commies (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 21-08-1928). Disebutkan sejumlah pegawai SS diproosikan menjadi Commies diantaranya Abdoel Rachim, Anni Noerdin dan Tamboenan. Anni Noerdin mengambil cuti kembali selama dua bulan terhitung sejak tanggal 1 Juni 1929 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 21-06-1929). Pengambilan cuti ini diduga karena kehamilan dan proses persalinan.

Setelah kongres PPPKI di Solo tahun 1929, pada bulan Desember Ir Soekarno dan kawan-kawan dari Partai Nasional Indonesia (PNI) ditangkap karena tuduhan agitasi. Bentuk organisasi kebangsaan Perhimpoenan Nasional Indonesia sendiri diubah menjadi partai poilitik menjelang Kongres PPPKI 1928. Sebagai ketua partai PNI adalah Ir. Anwari. Abdoel Rachim diduga kuat juga anggota partai PNI. Penangkapan pentolan PNI ini diduga terkait dalam materi majalah berbahasa Soenda Banteng Priangan edisi-edisi bulan Juli, September dan Oktober 1929 yang mana Ir Soekarno diduga yang menulis artikel. Dalam edisi tersebut yang juga menjadi bagian dari tuduhan terdapat artikel tentang Poenalie Samctie (kasus yang pernah diungkap Parada Harahap di Deli pada tahun 1918).

Pada awal tahun 1930 di rumah Abdoel Rachim di Tegallega Utara diadakan rapat PNI divisi Bandoeng (lihat De koerier, 24-01-1930). Rapat ini diduga terkait dengan penangkapan para pentolan PNI seperti Ir. Soekarno. Rapat ini merupakan rapat pendiri pengurus baru PNI divisi Bandoeng. Anggota divisi Bandoeng termasuk ny. Iskaq (istri dari Iskaq Tjokroadisoerjo yang ditahan). Selain di parti politik, Abdoel Rachim juga aktif di organisasi kepanduan (pramuka). Dalam kongres Kepandoean Indoesia yang kedua yang diselenggarakan di Bandoeng, dalam kepanitiaan Abdoel Rachim duduk sebagai sekretaris (lihat De Indische courant, 30-05-1930). Dalam kepanitiaan ini juga turut Dr Soekiman sebagai bidang kesehatan. Catatan: Dr Soekiman adalah mantan ketua Perhipoenan Indonesia di Belanda (sebelum Mohamad Hatta).

 

Dalam sidang perkara Ir Soekarno di pengadilan Bandoeng pada bulan November 1930 nama Abdoel Rachim dikaitkan (lihat De koerier,04-11-1930). Disebutkan terdapat komunikasi (surat) yang dikirimkan Ir Soekarno kepada Abdoel Rachim sebagai pegawai kereta api. Dalam persidangan ini ada materi tentang pemogokan. Dalam sudang yang diketuai oleh van Heukelom. Salah satu pembela adalah Mr. Sartono.

Pada awal tahun 1931 Abdoel Rachim masih tetap sebagai pegawai SS en TR dengan pangkat Commies yang untuk sementara menjabat sebagai Iste Commies di kantor tersebut (lihat De Indische courant, 27-01-1931).

Anni Rachim termasuk salah satu diantara yang diberhentikan (karena efisiensi) pada tahun 1932 (lihat De Indische courant, 24-02-1932), Sementara itu Abdoel Rachim dinaikkan pangkatnya menjadi Iste Commies (lihat De Indische courant, 11-10-1932). Abdoel Rachim dan Anni dengan keluarga di Bandoeng diketahui tinggal di Burg Coopsweg No. 31. Dalam perkembangannya Anni Rachim kembali dipekerjakan di Kantor SS en Tr Bandoeng. Pada tahun 1936 Anni Rachim diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun terhitung sejak tanggal 13 Desember 1936 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 19-01-1937).

Abdoel Rachim dan Anni Noerdin tetap aktif dalam kegiatan organisasi. Pada tahun 1938 Kongres Perempuan ketiga diadakan di Bandoeng dari tanggal 23 hingga 28 Juli. Ny A Rachim (Anni Noerdin) mempresentasikan makalah dalam kongres tersebut dengan judul  Posisi Perempuan Pekerja (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 16-07-1938).

Dalam pemilihan anggota dewan kota (gemeenteraad) Bandoeng, Abdoel Rachim termasuk salah satu kandidat dari golongan pribumi (lihat De koerier, 01-08-1938). Dalam daftar golongan pribumi ini juga termasuk Brata Koesoemah, Mohamad Enoch dan Emma Poerwadiredja. Abdoel Rachim juga aktif dalam organisasi pekerja kereta api Spoorbond di Bandoeng.

Pada tahun 1938 Kongres Partai Indonesia Raja (Parindra) yang kedua diadakan di Bandoeng. Dalam kongres ini Abdoel Rachim adalah sebagai Ketua Panitia Kongres (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 24-12-1938). Dalam kongres ini ketua panitia membacakan surat ucapan selamat dari Soesoehoenan Solo dan WR Soepratmen. Dalam kongres ini dilakukan hening cipta karena Dr Soetomo pada bulan Mei meninggal di Soerabaja dan WR Soepratman meinggal di Soerabaja pada bulan Agustus 1938. Dalam kongres ini dinyanyikan lagu Indonesia Raja (karya WR Soepratman).

Partai Indonesia Raja (Parindara) dibentuk pada tahun 1935 yang merupakan gabungan (fusi) dari Partai Bangsa Indonesia (PBI) yang dipimpin oleh Dr Soetomo di Soerabaja dan organisasi kebangasaan Boedi Oetomo. Organisasi partai PBI didirikan di Soerabaja pada tahun 1930 oleh Dr Soetomo dan Dr Radjamin Nasoetion. Organisasi kebangsaan Boedi Oetomo sendiri didirikan tahun 1908 oleh Soetomo dkk di Batavia. Tokoh-tokoh Parindra antara lain Dr Soetomo, MH Thamrin, Parada Harahap dan Dr Radjamin Nasoetion. Anggota Volksraad pada tahun 1938 dari Parindra antara lain MH Thamrin (dari dapil West Java) dan Dr Radjamin Nasoetion (dari dapil Oost Java).

Pada tahun 1941 MH Thamrin meninggal dunia. Tokoh awal PBI (cikal bakal Parindra) yang masih ada antara lain Dr Radjamin Nasoetion dan Parada Harahap. Pada tahun 1942 terjadi pendudukan militer Jepang dan berakhir sudah era kolonial Belanda. Ir Soekarno yang dievakuasi Belanda dari Bengkoeloe ke Padang pada bulan Juni 1942 didatangkan ke Batavia (demikian juga sebelumnya Mohamad Hatta yang dievaluasi Belanda dari Banda ke Soekaboemi di datang ke Batavia pada bulan April 1942. Namun pendudukan militer Jepang ini tidak lama karena kerajaan Jepang menyerah kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945.

Pada masa pendudukan Jepang, umumnya para revolusioner Indonesia di era kolonial Belanda bekerjasama dengan pemerintah militer Jepang. Perwakilan pribumi (Indonesia) diketuai oleh Ir Soekarno dan wakilnya Mohamad Hatta. Parada Harahap menjadi koordinator media. Untuk wali kota Batavia diangkat Dahlan Abdoellah dan untuk wali kota Soerabaja diangkat Dr Radjamin Nasoetion. Tentu saja ada juga revolsioner Indonesia yang menentang kehadiran Jepang, antara lain Mr Amir Sjarifoeddin Harahap (yang harus mendekam di penjara Malang). Untuk urusan kebudayaan (sebelumnya dikenal Volklectuur atau Balai Poestaka) diketuai oleh Armijn Pane. Yang membantu Parada Harahap dalam urusan media antara lain Adam Malik, Mochtar Lubis, Sakti Alamsjah Siregar dan Boerhanoeddin Mohamad Diah.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 diadakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Hal ini dilakukan setelah para pemuda revolusioner seperti Adam Malik dan Chairoel Saleh memaksa Soekarno dan Mohamad Hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Saat pasukan Sekutu-Inggris melucuti militer Jepang dan membebaskan interniran Eropa-Belanda, pasukan NICA Belanda menyusul. Pada bulan Oktober sudah terjadi pertempuran antara pejuang Indonesia dengan pasukan NICA-Belanda di Batavia.

Dalam situasi sulit dan belum menentu ini, Wakil Presiden Mohamad Hatta menikah dengan Siti Rachmiati di Megamendoeng, Poentjak pada tanggal 18 November 1945. Sudah barang tentu pernikahan ini dilakukan secara diam-diam yang hanya dihadiri sejumlah keluarga dan kenalan dekat (termasuk Ir Soekarno). Mohamad Hatta yang sudah berumur 43 tahun dan Siti Rachmiati yang masih berusia 19 tahun harus berbulan madu pada bulan-bulan terjadi perang antara Republiken dengan pasukan Sekutu-Inggris dan pasukan NICA-Belanda.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Mohamad Hatta dan Keluarga: Nama Meutia Pemberian Nenek Diberikan Siti Rachmiati Kepada Putri Sulung (Meutia Hatta)

Mohamad Hatta menikah dengan Siti Rachmiati pada bulan November 1945 dalam situasi dan kondisi sulit (terjadi perang antara Republiken dengan pasukan Sekutu-Inggrsi). Pernikahan mereka ini dapat dikatakan sebagai De November Overeenkomst. Anak mereka yang pertama lahir di Djogjakarta pada tanggal 21 Maret 1947, juga dalam situasi sulit (menjelang penandatanganan Perjanjian Linggarjati). Nama apa yang diberikan kepada sang buah hati? Meutia Farida.

Mohamad Hatta nama lengkapnya adalah Mohamad Hatta sementara Siti Rachmiati nama lengkapnya adalah Siti Rachmiati Meutia. Nama Siti adalah pemberian sang ayah (Rachim, Jawa), Rachmiati nama pemberian sang ibu (Anni, Atjeh). Sedangkan nama Meutia diberikan oleh sang nenek (Atjeh) merujuk pada nama pahlawan Atjeh, Cut Nyak Meutia. Nama Meutia inilah yang direduksi dari nama Siti Rachmiati yang kemudian Siti Rachmiati memberikan kepada sang bayi. Nama Farida diberikan sang ayah (Mohamad Hatta). Nama lengkap sang putri menjadi Meutia Farida.

Mohamad Hatta (sebagai Wakil Presiden) terus di bawah tekanan dari perundingan ke perundingan, Setelah Perjanjian Linggarjati, lalu Perjanjian Renville (1948) dan akhirnya perundingan terakhir Perjanjian KMB (1949). Pada saat proses perundingan KMB inilah sebagai sang istri, Siti Rachmiati dianggap dapat menikmati bulan madu. Perundingan KMB yang diadakan di Den Haag, yang dipimpin oleh (perdana menteri) Mohamad Hatta sendiri, sang istri Siti Rachiati turut diajak serta. Dan, akhirnya pengakuan kedaulatan Indonesia (Perjanjian KMB) diserahterimakan di Amsterdam pada tanggal 27 Desember 1949. Pada tanggal 29 Desember 1949 delegasi Indonesia kembali ke tanah air. Di bandara Kemajoran, Presiden Soekarno dalam pikiran boleh jadi lupa tengah menyambut delegasi tetapi merasa sedang menyambut pasangan yang baru pulang dari bulan madu di Eropa (Mohamad Hatta en Siti Rachmiati). Dengan pengakuan kedaulatan Indonesia, sesungguhnya juga mencerminkan kedaulatan rumahtangga Mohamad Hatta dan Siti Rachmiati. Selama ini waktu rumahtangga mereka banyak terpakai untuk berjuang demi kedaulatan Indonesia..

Tidak lama setelah Mohamad Hatta dan Siti Rachmiati tiba di tanah air dari bulan madu di Belanda, di Djogjakarta dilakukan perjanjian baru, bukan perjanjian antara bangsa (Belanda vs Indonesia) tetapi perjanjian sesama anak bangsa Indonesia. Adik dari Siti Rachmiati bernama Raharti mengikat janji dalam pertunangan dengan salah satu pejuang kedaulatan Indonesia, Kolonel Subyakto. Baru sekadar pertunngan, pernikahan harus ditunda hingga Raharti menyelesaikan studinya. Kolonel Subyakto.adalah Kepala Staf Angkatan Laut (RIS).

 

Siti Rachmiati sendiri pada era kolonial Belanda mengikuti pendidikan sekolah berasrama di Bandoeng. Siti Rachmiati lulus dari sekolah Eropa (ELS) Bandoeng dan kemudian melanjutkan ke sekolah berasrama (masih) di Bandoeng, Het Christelijk Lyceum di Dagoweg. Namun baru dua tahun sekolah ditutup karena terjadinya pendudukan militer Jepang. Tampaknya Siti Rachmiati tidak berhasil menyelesaikan studi dan hanya sampai dua tahun pertama di Lyceum.

Setelah dibubarkannya RIS (17 Agustus 1950) dan kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia NK(RI), jiwa Mohamad Hatta dan Siti Rachmiati semakin menyatu dalam batin berkeluarga. Mohamad Hatta semakin sering berada di rumah. Tidak ada lagi gangguan politik yang serius seperti masa-masa perang kemerdekaan saat Siti Rachmiati menikah dengan Mohamad Hatta dan selama mengandung Meutia Farida. Siti Rachmiati mulai mengandung lagi. Putri kedua mereka lahir di Djakarta pada tanggal 2 Maret 1952. Namanya diberi Gemala Rabiah.

Putri sulung, Meutia Farida sudah mulai bersekolah di tahun 1954. Siti Rachmiati menyekolahkan Meutia Farida di sekolah dasar Perwari di Pegangsaan. Sementara sang adik Gemala Rabiah masih kecil. Sang kakek (Abdoel Rachim) dan nenek (Anni Noerdin) juga sering mengunjungi dua cucu. Abdoel Rachim sebagai direktur NV Handel Mij. Martaco’ sejak awal pengakuan kedaulatan Indonesia juga telah mengakuisisi percetakan Drukkerij John Kappee di jalan Gunung Sahari No.46.

Setelah naik kelas ke kelad dua Meutia Farida, Siti Rachmiati mengandung lagi. Putri ketiga mereka lahir pada tanggl 25 Januari 1956. Namanya diberi Halida Nuriah. Siti Rachmiati semakin sibuk dengan tiga putri yang cantik-cantik.Siti Rachmiati sangat menyukai peran sebagai ibu muda ini. Seperti pernah dikatakan Siti Rachmiati ‘Saya tidak pernah merasakan pahitnya perjuangan kemerdekaan Indonesia, Saya juga tidak memiliki pengalaman dalam gerakan perempuan. Saya tidak terbiasa berpidato’.

Siti Rachmiati untuk urusan di luar rumah tangga, tampaknya tidak bisa mengimbangi sang suami, Mohamad Hatta. Berbeda dengan orangtua Siti Rachmiati yang sama-sama aktivis pergerakan. Sang ayah, Abdoel Rachim semasa kolonial Belanda adalah anggota aktif partai PNI dan partai Parindra di Bandoeng. Sementara sang, ibu Anni Noerdin aktif dalam organisasi perempuan, Dalam Kongres Perempuan yang kedua di Bandoeng, Anni Noerdin mempresentasikan makalah berjudul Posisi Perempuan Pekerja. Anni Noerdin saat itu adalah pensiunan pegawai SS en Tr di Bandoeng.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

1 komentar:

  1. Halo, salam kenal. Semoga tetap semangat dan sehat di tengah pandemi. Silahkan akses web kami jika berkenan di Mahasvara

    BalasHapus