*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Timur di blog ini Klik Disini
Presiden
Republik Indonesia, Joko Widodo secara resmi pada tanggal 26 Agustus 2019 menetapkan
Provinsi Kalimantan Timur yang akan menjadi Ibu Kota Indonesia baru yang
lokasinya berada di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di
Kabupaten Kutai Kartanegara. Gagasan pemindahan itu sudah lama ada bahkan sejak
era Presiden Soekarno yakni di Palangkaraja (Provinsi termuda waktu itu,
Kalimantan Tengah). Baru akhir-akhir ini gagasan pemindahan itu dilakukan lebih
serius.
Pemindahan ibu kota negara bukanlah hal yang
baru. Amerika Serikat jauh di masa lampau memindahkan ibu kota dari New York ke
Washington DC. Demikian juga India dari Calcutta ke New Delhi dan Birma
(Myanmar). Lalu yang terbilang relatif muda adalah negara Malaysia dari Kuala
Lumpur ke Patra Jaya. Ibu kota Jakarta tentu saja di masa lampau adalah ibu
kota baru yang sebelumnya di stad (kota) Batavia (berada di jalan Kali Besar
yang sekarang) dipindahkan ke Weltevreden (sekitar Monas yang sekarang). Tentu
saja jangan lupa ibu kota Republik Indonesia pernah dipindahkan dari Djakarta
(Batavia) ke Djogjakarta (1946-1949) dan pada saat Perang Kemerdekaan setelah
Djogjakarta diduduki Belanda (NICA) tahun 1948 muncil ibu kota baru di
Bukittinggi (Fort de Kock) dengan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik
Indonesia (PDRI).
Artikel
ini tidak menguraikan rencana tata ruang ibu kota Republik Indonesia di Kalimantan Timur,
tetapi menelusuri
sejarah area (wilayah) dimana ibu kota baru (Jakarta Baru) akan dibangun. Lantas
bagaimana sejarahnya? Yang jelas pembangunan
di lokasi ibu kota baru ini tidak hanya memiliki dampak langsung pada Kabupaten
Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Samarinda dan Kota
Balikpapan tetapi juga memiliki implikasi terhadap negara Brunei, Sabah dan
Serawak (Malaysia) serta Sulu (Filipina). Lalu apakah ada sejarahnya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe,
semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Ibu Kota Baru: Sejarah Awal Lokasi
Lokasi
ibu kota baru Republik Indonesia berada di perbatasan Kabupaten Penajam Paser
Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Itu berarti sebagian wilayah Kabupaten
Penajam Paser Utara dan sebagian wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dipisahkan
dan kemudian dibentuk wilayah khusus administrasi ibu kota negara Republik
Indonesia: Kota Jakarta Baru. Sebagai ibu kota negara Republik Indonesia, wilayah
administrasi baru ini dengan sendirinya dipisahkan dari Provinsi Kalimantan
Timur.
Kabupaten Penajam Paser Utara adalah pemekaran
dari Kabupaten Paser pada tahun 2002 (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2002). Nama
Kabupaten Paser sebelunya adalah Kabupaten Pasir. Sementara itu Kabupetan Kutai
dihapuskan pada tahun 1999 yang lalu kemudian dibentuk tiga kabupaten: Kutai
Kartanegara, Kuta Barat dan Kutai Timur. Jauh sebelumnya Kabupaten Kutai
dimekarkan dengan membentuk Kota Samarinda dan Kabupaten Pasir dimekarkan
dengan membentuk Kota Balikpapan. Nama-nama Pasir, Kutai dan Balikpapan sudah
dikenal sejak lama, paling tidak sudah diidentifikasi pada Peta 1657. Nama
Samarinda baru populer setelah tahun 1850 (saat Residen Zuid en Oostkust van
Borneo yang berkedudukan di Bandjarmasin berkunjung ke kerajaan Koetai). Sejak
era VOC nama Pasir atau Passir etap eksis hingga belakangan ini diubah menjadi
Paser, sedangkan nama Koetai di era VOC diidentifikasi sebagai Coety, Kotty
atau Koetei. Besar dugaan nama Pasir berasal dari pasar (suatu pusat
perdagangan) dan naa Kutai berasal dari kotta atau kota (suatu pemukiman).
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar