Sabtu, 19 Desember 2020

Sejarah Aceh (9): Sejarah Tanah Alas di Pedalaman Pulau Sumatra; Penduduk Asli Tanah Alas, Tanah Gayo dan Tanah Karo

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini

Secara teoritis penduduk di pedalaman adalah penduduk asli. Seperti di wilayah lainnya, dalam arti teknis penduduk yang lebih awal jika dibandingkan dengan keberadaan penduduk di wilayah pantai. Seperti halnya penduduk Tanah Karo di Sumatra Utara, hal ini di Aceh dapat dialamatkan kepada penduduk Tanah Alas dan Tanah Gayo. Tiga kawasan pedalaman bagian paling utara pulau Sumatra ini, tidak hanya sama-sama berada di pedalaman, juga dari segi unsur budaya banyak bersesuaian. Penduduk Alasan di Tanah Alas berpusat di kabupaten Aceh Tenggara

Di Jawa, penduduk asli diantaranya adalah penduduk Jawa yang berada di pedalaman. Sementara di pulau Borneo (Kalimantan) terdiri dari fraksi-fraksi penduduk yang secara keseluruhan disebut penduduk Dayak. Sedangkan di pulau Celebes (Sulawesi) diantaranya adalah penduduk Toradja dan penduduk Minahasa. Karakteristik utama dari penduduk asli di pedalaman umumnya tidak memiliki kearifan lokal dalam bidang navigasi pelayaran di lautan. Dengan kata lain mereka bukan pelaut. Penduduk asli pedalaman sangat mengandalkan perdagangan di kota-kota (pelabuhan) pantai dari sisi produksi (berburu, pengumpulan hasil hutan dan budidaya pertanian serta pertambangan).

Lantas bagaimana sejarah penduduk Alas? Yang jelas sejarah penduduk Alas baru mulai terinformasikan setelah Perang Atjeh 1873. Perseteruan (kesultanan) Atjeh dengan Pemerintah Hindia Belanda (bahkan sejak era VOC) menjadi satu faktor penting mengapa keberadaan penduduk Alas kurang terinformasikan. Ternyata penduduk di Tanah Alas terbilang padat. Okelah itu satu hal. Hal yang lebih penting adalah bagaimana sejarah penduduk Alas di Tanah Alas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Alas di Aceh

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kota Cane di Tanah Alas

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar