*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini
Sejarah Tanah Gayo relatif sama dengan sejarah Tanah Alas dan sejarah Tanah Karo dalam dimensi waktu (histrical) dan spasial (geografis). Perbedaan diantara ketiganya tempo doeloe lebih pada interaksi penduduknya dengan dunia luar (tetangga). Namun secara ekonomi sosial budaya kurang lebih sama. Itulah sejarah awalnya.
Lantas bagaimana sejarah awal Tanah Gayo dan perkembangan selanjutnya? Yang jelas Pemerintah Hindia Belanda telah memisahkan Tanah Gayo dan Tanah Alas dimasukkan ke Residentie Atjeh dan Tanah Karo dimasukkan ke Residentie Oostkust van Sumatra. Namun sejarah tetaplah sejarah. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Nama Gajoe, Gajou
Segera setelah Perang Atjeh 1873. Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan di Atjeh yang beribukota di Kota Radja (menggantikan nama kota Atjeh). Nama Atjeh kemudian dijadikan sebagai nama wilayah (yang berbatasan di selatan pada arah barat Province Sumatra’s Westkut dan pada arah timur Residentie Oostkust van Sumatra).
Batas wilayah Atjeh di selatan yang berbatasan dengan Residentie Oostkust van Sumatra di district Tamiang dan yang berbatasan dengan Province Sumatra’s Westkut di Singkil dan Bataklanden. Dalam hal ini yang masuk wilayah Atjeh adalah Langsa dan Troemon. Secara geografis Gajoelanden, Alaslanden dan Bataklanden yang berada di pedalaman masih bersifat independen. Wilayah Atjeh sendiri dibagi ke dalam tiga wilayah, yakni: Groote Atjeh yang sudah dijadikan afdeeling (pemerintahan Hindia Belanda) serta wilayah Wesrkust van Atjeh di pantai barat dan Noordkust en Oostkust van Atjeh di pantai timur.
Dalam pembagian wilayah Atjeh tersebut wilayah Gajoelanden dan Alaslanden berada diantara wilayah Westkust van Atjeh di pantai barat dan Noordkust en Oostkust van Atjeh di pantai timur serta Groote Atjeh di ujung utara pulau Sumatra. Nama-nama tempat di dua landen (Tanah) ini pada Peta 1886 belum dipetakan. Namun para penulis-penulis Belanda sudah mendapat keterangan bahwa dua landen ini memiliki penduduk yang padat (lihat (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 14-12-1878). Besar dugaan di dua wilayah ini masih sulit dilakukan kegiatan survei dan pemetaan wilayah karena sejumlah pemimpin Atjeh masih bergerilya dalam melancarkan perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Takengon di Tnah Gayo
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar