Senin, 04 Januari 2021

Sejarah Aceh (42): T Muhammad Hasan, Pionir Orang Atjeh Studi di Negeri Belanda; Anggota PPKI dan Gubernur RI di Sumatera

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini

Teuku Muhammad Hasan bukan orang biasa, tetapi seorang yang luar biasa dari Aceh. Dia tidak tahu Perang Atjeh (1873-1904) karena dia lahir di Pidie tanggal 4 April 1906. Saat Muhammad Hasan memasuki usia remaja, situasi dan kondisi keamanan di (provinsi) Atjeh sudah sangat kondusif. Muhammad Hasan, terbilang generasi baru Atjeh, yang punya visi jauh ke depan. Masa lalu (perang) telah berlalu, masa depan adalah untuk membangun rakyat Atjeh dalam persatuan generasi baru Indonesia.

Teuku Muhammad Hasan bukanlah siswa pribumi pertama yang studi ke Eropa (dalam hal ini Belanda). Namun untuk ukuran orang Atjeh, Teuku Muhammad Hasan yang berasal dari Pidie terbilang pionir. Orang pribumi pertama kuliah di Belanda RA Kartono (abang RA Kartini) tahun 1896 bukanlah orang pribumi yang pertama ke Belanda. Juga bukan Sati Nasution alias Willem Iskander yang berangkat studi ke Belanda pada tahun 1857 yang pertama ke Belanda. Lalu siapa? Juga bukan para pribui yang menjadi awal kapal yang disertakan dalam pelayaran ke Belanda pada era VOC. Lantas siapa? Usut punya usut, ternyata orang pribumi pertama ke Belanda adalah dua utusan Sultan Atjeh pada rahun 1602. Nah, lho! Untuk apa? Setelah Atjeh memutuskan hubungan dengan Portugis, orang Belanda ingin menjalin hubungan dagang dengan Atjeh. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang situasi politik di Belanda, Sultan Atjeh mengirim utusan. Dua utusan inilah orang Indonesia pertama yang mengunjungi Belanda. Dalam hal ini putra Atjeh dapat dikatakan sebagai yang awal dan yang akhir, walau jauh ke negeri Belanda

Bagaimana sejarah Teuku Muhammad Hasan Sudah barang tentu sudah ditulis. Lantas mengapa ditulis kembali? Bukan karena Teuku Muhammad Hasan pionir orang Aceh studi ke Belanda. Juga bukan karena Teuku Muhammad Hasan pernah menjadi anggota PPKI dan Gubernur provinsi Sumatra. Lalu apa dong? Narasi sejarahnya masih banyak yang perlu ditambahkan. Darimana dimulai? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Teuku Muhammad Hasan Studi di Belanda

Pada bulan November 1933 di Universiteit te Leiden, Tengkoe Moehammad Hasan dinyatakan lulus mendapat gelar sarjana hukum (Mr) dalam bidang Indisch Recht (lihat Haagsche courant, 01-12-1933). Inilah untuk yang pertama putra Atjeh meraih gelar sarjana di Belanda. Beberapa hari kemudian di Universiteit yang sama di Leiden, Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia berhasil meraih gelar Doktor (Ph.D) di bidang sastra dan filsafat dengan desertasi berjudul: ‘Het primitieve denken in de moderne wetenschap' (lihat Algemeen Handelsblad, 09-12-1933). Catatan: Soetan Goenoeng Moelia berangkat studi ke Belanda 1911. Setelah lulus segera pulang menjadi kepala sekolah HIS di Kotanopan. Sebelum berangkat studi kembali untuk tingkat doktoral, Soetan Goenoeng Moelia adalah anggota Volksraad (Soetan Goenoeng Moelia kelak menjadi Menteri Pendidikan RI yang kedua),

Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan pada tahun 1911 meraih gelar sarjana pendidikan (akte guru kepala) di Universiteit Leiden. Soetan Caajangan berangkat studi ke Belanda segera setelah berakhir Perang Atjeh (1873-1904). Soetan Casajangan adalah mahasiswa kedua di Belanda (yang pertama adalah Raden Kartono, abang dari RA Kartini). Pada tahun 1908 ketika jumlah mahasiswa pribumi berjumlah sekitar 20 orang di Belanda, Soetan Caajangan berinisiatif mendirikan organisasi mahasiswa pribumi yang diberi nama Indische Vereeniging (IV). Pada tahun 1921 Dr Soetomo dkk mengubah nama organisasi ini menjadi Indonesiasche Vereeniging. Lalu pada tahun 1924 Mohamad Hatta dkk mengubah lagi nama organisasi ini menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI). Beberapa bulan setelah nama baru Indische Vereeniging menjadi Perhimpoenan Indonesia, di Universiteit Leiden, Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi berhasil meraih gelar Doktor (Ph.D) di bidang hukum dengan desertasi berjudul: ‘Het grondenrecht in de Bataklanden: Tapanoeli, Simeloengoen en het Karoland’ (lihat Algemeen Handelsblad, 30-05-1925). Soetan Casajangan, Soetan Goenoeng Moelia dan Radja Enda Boemi lahir di Padang Sidempoean (kini Tapanuli Selatan).

Soetan Goenoeng Moelia tidak segera pulang ke tanah air karena hasus melakukan post doktoral di Belanda. Tengkoe (Teukoe) Moehammad Hasan segera pulang ke tanah air. T Moehammad Hasan berangkat tanggal 17 Januari dari Amsterdam dengan menumpang kapal ss Johan de Witt yang akan tibad di Tandjoeng Priok tanggal 16 Februari (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 31-01-1934). Namun dalam berita berikutnya Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 22-02-1934 diketahui T Moehammad Hasan menumpang kapal ms Marnix van St. Aldegonde yang berangkat tanggal 7 Februari dari Amsterdam dan akan tiba di Tandjoeng Priok tanggal 8 Maret.

Mengapa T Moehammad Hasan menumpang kapal yang berbeda dalam interval yang berbeda? Besar dugaan bahwa ketika menupang kapal ss Johan de Witte, T Moehammad Hasan turun di Port Said. Lalu dari sana menumpang kapal ke Jeddah dan naik bis ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji (atau umroh). Setelah dari Mekkah kembali ke Port Said dan kemudian menumpang kapal ms Marnix van St. Aldegonde dengan tujuan Tandjong Priok dan turun di Sabang.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Teuku Muhammad Hasan Berjuang

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar