*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini
Kota
Anyer, bukanlah kota yang baru (nu anyar), kota Anyer adalah kota kuno yang
berada di pantai barat pulau Jawa. Kota Anyer diduga kuat sudah eksis sejak era
Boedha-Hindoe. Dari sudut geografis, kota Anyer tempo doeloe seakan bagian dari
(pulau) Sumatra di (pulau) Jawa (bukan sebaliknya). Hal ini karena nama tepat
Anyer menjadi pintu masuk (gateway) penduduk Sumatra ke Jawa (sebelum
terbentuknya kerajaan Banten). Nah, lho!
Sebagaimana diketahui kota (pelabuhan) Banten direbut
oleh (kerajaan) Deak pada tahun 1526. Dua tahun sebelumnya Sunan Gunung Jati
bersama anaknya, Maulana Hasanuddin mulai menyebarkan agama Islam untuk
penduduk (asli) Banten, Proses Islamisasi di Banten menyebabkan pengaruh Hindoe
secara perlahan menghilang di Banten. Pengaruh Islam yang kuat di Banten,
seiring dengan tumbuh berkembangkanya kota Banten di muara sungai sebagai
pelabuhan perdagangan kemudian wilayah Hindoe yang berpusat di hulu sungai
Tjiliwong diokupasi. Era Hindoe di bagian barat Jawa dapat dikatakan berakhir
pada tahun 1579 (setelah jatuhnya kerajaan Pakwan-Padjadjaran). Pada masa ini
nama Anyer dijadikan sebagai nama kecamatan di kabupaten Serang (Provinsi
Banten).
Lantas
bagaimana sejarah Anyer? Seperti disebut di
atas, nama tempat Anyer sudah eksis jauh sebelum terbentuknya kerajaan
(kesultanan) Banten. Oleh karena itu sejarah Anyer haruslah diulai dari era
Hindoe. Namun bagaimana memulainya? Mulailah dari namanya sebagai Anyer. Seperti
kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan
artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel
saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah
pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk
lebih menekankan saja*.
Nama Anyer di Era Hindoe:
Anier
Pada
peta-peta Portugis, di pantai barat pulau Jawa didintifikasi nama-nama tempat
seperti Charita dan Anier. Dua nama tempat tersebut diduga kuat adalah Carita
dan sebelah utaranya adalah Anyer. Pada peta-peta Portugis tersebut di ujung
selatan pulau Sumatra diidentifikasi nama tampat Dampin dan Lampoan. Nama
Dampin pada masa ini diduga sudah punah, sedangkan nama Lampoan adalah Lanpung.
Di antara pulau Sumatra dan pulau Jawa (selat)
diidentifikasi nama pulau Carcata yang diduga adalah pulau Karakatau. Semua
nama-nama geografis tersebur merujuk pada nama-nama India: Charita, Anir,
Dampi, Lampong dan Karakata. Pada peta-peta Portugis dan juga peta-peta VOC,
nama selat itu diidentifikasi sebagai selat Zunda (nama yang juga merujuk pada
India). Satu lagi nama yang sudah ada sejak lama adalah Banta yang juga merujuk
pada nama India yang kemudian diidentifikasi sebagai Bantan, Bantam dan lalu
Banten.
Dalam
konteks spasial, di selat antara pulau Sumatra dan pulau Jawa adalah wilayah
geografis yang hadir peradaban India. Anir atau Anier yang kini menjadi Anyer
adalah kota yang sudah eksis sejak lama (era Hindoe). Pada zaman kuno tersebut
tentu saja belum membedakan mana Lampung dan mana Banten (perbedaan itu baru
muncul pada era Pemerintah Hindia Belanda). Dalam konteks zaman kuno inilah
Anier sebagai pintu masuk dari pulau Sumatra ke pulau Jawa menyeberangi selat
Zunda.
Secara historis, peradaban India (Hindoe)
haruslah lebih dahulu eksis di (pulau) Sumatra daripada di (pulau) Jawa. Tidak
hanya karena faktor kedekatan geografis, para pedagang-pedagang India di zaman
kuno sudah menemukan komoditi-komoditi kuno di pulau Sumatra seperti emas,
gading, kamper, kemenyan dan sebagainya yang dipertukarkan dengan penduduk asli
berupa produk industri seperti garam, besi dan kain. Wilayah pedalaman (pulau)
Sumatra juga memberikan situs yang penting bagi pedagang-pedagang India untuk
membentuk koloni di pedalaman karena keberadaan danau-danau di tempat sentra
produksi. Dari utara ke selatan terdapat danau-danau Tangse dan Takengon
(Aceh), Toba dan Siais (Sumatra Utara), Maninjau dan Singkarak (Sumatra Barat),
Kerinci (Jambi) dan Ranau (Sumatra Selatan dan Lampung). Semua nama-nama danau
(termasuk gunung-gunung di dekatnya) merujuk pada nama-nama India. Untuk
sekadar catatan: pulau Sumatra di zaman kuno (era Hindoe) masih sangat ramping
dan tidak selebar yang sekarang. Pantai timur (pulau) Sumatra masih berada di
Martapura atau Manggala, di Palembang (muara sungai Musi), di Telainapura atau Jambi
(di muara sungai Hari), di Indragisi (muara sungai Kampar) dan Indarapoera (muara
sungai Siak). Semua nama-nama geografis tersebut merujuk pada nama-nama India. Uniknya di Banten terdapat suatu danau pegunungan (danau Dano).
Pada
era VOC (Belanda) nama Anier dan Banta atau Bantan telah mengalami pergeseran
penulisan (lihat Peta 1660). Nama Anier sudah dieja sebagai Anjer dan nama
Bantan dieja dengan Bantam. Jika membandingkan antara peta Portugis dan peta
Belanda (VOC) ada perbedaan. Orang-orang Portugis menulis sesuai dengan
nama-nama aslinya (di India), Mengapa?
Orang-orang Portugis satu abad lebih dahulu daripada
orang-orang Belanda. Orang-orang Portugis sudah sejak lama di India seperti
Surate dan Goa. Sementara orang-orang Belanda tidak pernah di India, tetapi
dari Afrika Selatan dan Madagaskar langsung ke Sumatra dan Jawa (melalui lautan
Hindia). Baru di akhir abad ke-17 orang-orang Belanda berada di India (seperti
Malabar). Hal itulah mengapa orang-orang Portugis menulis nama-nama geografis
di Sumatra dan Jawa hampir sesuai asilinya (merujuk pada nama India).
Orang-orang Belanda yang awalnya merujuk pada peta-peta Portugis, dalam
pembuatan peta-pata VOC nama-nama geografis banyak yang bergeser seperti yang
disebut di atas seperti Banta menjadi Bantan atau Bantam dan Anir atau Anier
menjadi Anjer. Jadi bukan soal lafal tetapi karena perbedaan pengetahuan.
Besar
dugaan Anir atau Anier berasal dari bahasa Tamil. Orang-orang Portugis menulis
sesuai nama aslinya. Sedangkan orang-orang Belanda menyesuaikannya dengan
fonetik mereka yang ditulis menjadi Anjer. Nama Anjer dala bahasa Belanda
adalah (nama bunga) Anyelir. Besar dugaan nama bunga Anyelir telah terserap
dalam bahasa Belanda sebagai bunga anyelir. Anii, Anier atau Anjer dalam bahasa
Tamil (India) adalah (bunga) anyelir.
Bagaimana dengan nama Banten. Seperti halnya
tentang Anjer, orang-orang Portugis mencatat sesuai nama aslinya Banta atau
Bantan. Sedangkan orang-orang Belanda kemudian mengejanya menjadi Bantam. Nama Bantam
terserap dalam bahasa Latin. Akan tetapi dalam perkembangannya penulisan Bantam
bergeser menjadi Banten (hingga sekarang). Banta (India, Portugis), Bantan atau
Bantam (Belanda dan Latin) adalah hanya sekadar nama tempat (tidak seperti
anyer yang juga merujuk pada nama bunga). Pada masa kini bantam digunakan
sebagai salah satu kategori berat badan dala tunju profesional, entah apa ada
kaitanya atau tidak dengan nama Bantam yang dibicarakan. Anyer dan Banten
adalah nama yang unik (tunggal) di Indonesia. Oleh karena itu anyer haruslah
dibedakan dengan anyar (baru dalam bahasa Jawa maupun Sunda). Untuk sekadar
tambahan, sama seperti nama Banta, nama Bata (yang berifat unik) juga terserap
ke dalam bahasa Latin sebagai nama tempat yang merujuk pada India. Namun dalam
perkembangannya nama Bata telah bergeser menjadi Batah, Bateh, Batac atau Batak.
Nama Bata zaman kuno adalah nama tempat, tetapi pada masa ini bata diartikan
sebagai jenis batu (bata) dan nama batak diartikan lain lagi (seperti halnya
bantam).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kota Anyer: Trans-Java Anyer-Panarukan
dan Gunung Krakatau 1883
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir
Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok
sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan
Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi
berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau.
Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu
senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah),
tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis
Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang
dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Alhamdulilah terimakasih banget klo toh sejarah yg tertulis ini benar..saya PEMUDA ANJER tambah wawasan sejarah tempat saya berada, terimakasih min..
BalasHapus